Anda di halaman 1dari 15

TUGAS

Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah

“ETIKA PROFESI HUKUM ”

Dosen Pengampu :
NURLIANA RITONGA , SH, M.Hum

Disusun oleh Kelompok :

Melinawaty Kristina Nainggolan ( 19041042 )


Regen Silaban
Tua Marpaung

Fakultas Hukum
Universitas Asahan
Kisaran
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena atas rahmat, karunia
serta kasih sayangNya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Etika Profesi
Jaksa ini dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah
kita, Nabi Muhammad SAW. tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada
Ibu Nurliana Ritonga , SH, M.Hum selaku dosen mata kuliah Etika Profesi
Hukum. Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan
maupun dengan teknik pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal
kami selaku para penulis usahakan. Semoga dalam makalah ini para pembaca
dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan diharapkan kritik yang
membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaimana
mestinya.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .......................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................... 2
C. Tujuan Masalah .............................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................. 3
A. Profesi Jaksa .......................................................... 3
B. Tugas dan Wewenang dari Profesi Jaksa ……………….4
C Kode Prilaku Jaksa........................................................... 5
D Perbuatan yang dilarang dari Profesi Jaksa .................. 6
E. Lembaga yang mengadili Pelanggaran terhadap
Kode Prilaku Jaksa…………………………………….8

F Sanksi Kode Prilaku Jaksa........................................... 9

BAB III PENUTUP .............................................................................. 11


A. Simpulan ......................................................................... 11
B. Saran ............................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam penjelasan umum Undang-Undang No 16 tahun 2004 tentang
Kejaksaan dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah
Negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip
penting Negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang
dihadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu setiap orang
berhak atas perlakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil,
serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih
berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan
hukum, penegakan HAM, serta pemberantasan KKN. Dalam melaksanakan
fungsi, tugas, dan wewenangnya, kejaksaan RI sebagai lembaga pemerintahan
yang me-laksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan harus mampu
mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan, dan kebenaran
berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan,
dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan
keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Kejaksaan juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses
pembangunan antara lain : turut menciptakan kondisi yang mendukung dan
mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila serta berkewajiban untuk turut menjaga
dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan Negara serta melindungi
kepentingan masyarakat.
Kejaksaan dalam mengimplementasikan tugas dan wewenangnya secara
kelembagaan tersebut, diwakili oleh petugas atau pegawai kejaksaan yang
disebut “Jaksa”.
Seorang jaksa sebelum memangku jabatannya tersebut harus
mengikrarkan dirinya bersumpah atau berjanji sebagai pertanggungjawaban

1
dirinya kepada Negara, bangsa, dan lembaganya. Kode Etik Jaksa adalah Tata
Krama Adhyaksa dimana dalam melaksanakan tugas Jaksa sebagai pengemban
tugas dan wewenang Kejaksaan adalah insani yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berasaskan satu dan tidak terpisah-
pisahkan, bertindak berdasarkan hukum dan sumpah jabatan dengan
mengidahkan norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan dan keadilan yang
hidup dalam masyarakat berpedoman kepada Doktrin Tata Krama Adhyaksa.
Dengan adanya Kode Etik maka akan memperkuat sistem pengawasan terhadap
Jaksa, karena disamping ada peraturan perundang-undangan yang dilanggar
juga ada kode etik yang dilanggar.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang di atas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah profesi jaksa itu?
2. Apa saja Tugas dan Wewenang dari Profesi Jaksa?
3. Apakah kode Prilaku Jaksa ?
4. Apa Perbuatan yang dilarang dari Profesi Jaksa?
5. Jika ada Seorang Jaksa melakukan Pelanggaran Kode Etik, lembaga yang
berwenang mengadili atau memprosesnya?
6. Bagaimanakah sanksi Kode Prilaku bagi profesi jaksa itu diberikan?

C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dibuatnya makalah kami ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pengertian tentang Profesi Jaksa
2. Memberikan informasi terkait Tugas dan Wewenang Profesi Jaksa
3. Memberikan informasi terkait kode Prilaku Jaksa
4. Memberikan informasi terkait Perbuatan yang dilarang dari Profesi Jaksa
5. Memberikan informasi lembaga yang berwenang mengadili Jika terjadi
Pelanggaran Kode Etik Jaksa
6. Memberikan wawasan tentang sanksi kode etik bagi profesi jaksa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Profesi Jaksa
Profesi Jaksa sudah ada sejak sebelum Indonesia Merdeka. Asal mula kata
Jaksa berasal dari kata dyaksa. Pada masa kerajaan majapahit jaksa dikenal
dengan istilah dhyaksa, adhyaksa dan dharmadhyaksa. Peran Dhyaksa sebagai
pejabat Negara yang bertugas untuk menangani masalah-masalah peradilan di
bawah kekuasaan kerajaan majapahit. Patih Gajah Mada selaku pejabat
Adhyaksa.
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia disebutkan bahwa Jaksa adalah
pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak
sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-
undang. Oleh karena itu Sebagai lembaga penegak hukum di lingkungan
eksekutif yang penting, kejaksaan diharapkan muncul paradigma baru yang
tercermin dalam sikap dan perasaan. Sehingga Jaksa memiliki jati diri dalam
memenuhi profesionalitas sebagai wakil Negara dan wakil Negara dalam
penegakan hukum.
Profesionalisme jaksa terhambat oleh masalah-masalah seperti
independensi, pelanggaran kode etik, penurunan kualitas sumber daya manusia.
Intervensi dalam tubuh kejaksaan menjadi menghambat independensi sehingga
menghambat profesionalisme jaksa dalam mengatasi sebuah perkara demi
penegakan hukum dalam kekuasaan peradilan.
Di sisi keahlian, maka demi meningkatkan keahlian jaksa perlu
meningkatkan mengasah kemampuan melalui berbagai pembelajaran. Baik
pendidikan formal maupun non formal. Disamping itu, pekerjaan di bidang
hukum seharusnya bersifat rasional. Maka dibutuhkan sifat rasional berupa
sikap ilmiah yang mempergunakan metodologi modern. Sehingga dapat
mengurangi sifat subjektif jaksa terhadap perkara-perkara yang akan
dihadapinya.

3
Dilihat dari keahlian Jaksa, kemampuan menganalisa sebuah kasus.
meskipun perkara tampak sepintas sama, namun keharusan untuk menganalisa
sebuah kasus memiliki keunikan tersendiri. Kemampuan menganalisis bukan
hanya didasarkan pendekatan yang legalitas, positivis dan mekanistis. Seorang
jaksa, dituntut dapat memahami peristiwa pidana secara menyeluruh agar
kebenaran dapat ditemukan sehingga kebenaran dapat ditemukan dan
menghasilkan putusan yang adil.

B. Tugas dan Wewenang dari Profesi Jaksa


Dalam menjalankan Profesinya sebagai Jaksa , sesuai Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik
Indonesia pasal 30 mengenai Tugas dan Wewenang Kejaksaan yaitu :
(1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a. melakukan penuntutan;
b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang;
e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas
nama negara atau pemerintah.
(3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
a. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b. pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c. pengawasan peredaran barang cetakan;

4
d. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat
dan negara;
e. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik criminal.

C. Kode Prilaku Jaksa


Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain.
Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku
dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan
tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas
moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan
peradilan di Negara kita akan mengarah pada keberhasilan.
Sebagai komponen kekuasaan eksekutif di bidang penegak hukum,
adalah tepat jika setelah kurun waktu tersebut, kejaksaan kembali
merenungkan keberadaan institusinya, sehingga dari perenungan ini,
diharapkan dapat muncul kejaksaan yang berparadigma baru yang
tercermin dalam sikap, pikiran dan perasaan, sehingga kejaksaan tetap
mengenal jati dirinya dalam memenuhi panggilan tugasnya sebagai wakil
negara sekaligus wali masyarakat dalam bidang penegakan hukum.
Sebagai kelengkapan dari pembinaan dan etika profesi sebagai
jaksa, berdasarkan keputusan jaksa agung nomor Kep-074/J.A./7/1978
tanggal 17 Juli 1978, disahkan Panji Adhyaksa. Panji ini merupakan
perangkat kejaksaan, lambang kebanggaan korps, lambing cita-cita
kejaksaan dan mengikat jiwa korps kejaksaan.
Pada panji tersebut terdapat lambing korps kejaksaan, berbentuk
lukisan yang terdiri dari tiga buah bintang bersudut tiga, Pedang,
timbangan, setangkai padi dengan jumlah 17 butir dan kelopak bungan
kapas sejumlah 8 buah melingkari pedang dan timbangan ditengahnya.
Dibawahnya terdapat seloka berbunyi Satya Adhi Wicaksana.
Selanjutnya berdasarkan keputusan jaksa agung no. kep-
052/J.A./8/1979 yang disempurnakan oleh keputusan Jaksa Agung No.
kep-030/J.A./1988 ditetapkan doktrin kejaksaan tri karma adhyaksa,

5
sebagai pedoman yang menjiwai setiap warga kejaksaan. Doktrin tersebut
kemudian dijabarkan dalam kode etik jaksa yang diterbitkan oleh pengurus
pusat persatuan jaksa pada tanggal 15 Juni 1993 yang disebut tata karma
adhyaksa, terdiri atas pembukaan dan 17 pasal.
Dalam rangka mewujudkan jaksa yang memiliki integritas,
bertanggung jawab dan mampu memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat, serta mewujudkan birokrasi yang bersih, efektif, efisien,
transparan dan akuntabel yang dilandasi doktrin Tri Krama Adhyaksa,
maka ditetapkan kode prilaku jaksa sebagaimana tertuang dalam Peraturan
Jaksa Agung RI (PERJA) No. : Per-014/A/JA/11/2012 tanggal 13
November 2012.
Dalam Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per–
014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa dibagi beberapa BAB
yaitu
BAB I Ketentuan Umum, BAB II Perilaku Jaksa, BAB III Tindakan
Administratif, BAB IV Tata Cara Pemeriksaan dan Penjatuhan Tindakan
Administratif, BAB V Ketentuan Lain-lain dan BAB VI Ketentuan
Penutup.

D. Perbuatan yang dilarang dari Profesi Jaksa


Dalam menjalankan tugas sebagai profesi jaksa ada perbuatan yang
dilarang. Larangan adalah sesuatu hal yang tidak boleh dilakukan oleh
Jaksa sebagai pejabat fungsional dalam melaksanakan tugas profesinya
baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja, dan apabila
dilanggar akan dikenakan tindakan admnistratif. Dalam Peraturan Jaksa
Agung Republik Indonesia Nomor Per–014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode
Perilaku Jaksa dalam melaksanakan tugas profesi sebagai jaksa dilarang
pada Bagian Kedua Integritas Pasal 7 dijelaskan bahwa :
1) Dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa dilarang:
a. memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan
keuntungan pribadi secara langsung maupun tidak langsung bagi diri

6
sendiri maupun orang lain dengan menggunakan nama atau cara
apapun;
b. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam
bentuk apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik
langsung maupun tidak langsung;
c. menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau
keluarga, atau finansial secara langsung maupun tidak langsung;
d. melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para pihak
yang terkait dalam penanganan perkara;
e. memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum yang
berlaku;
f. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
g. menggunakan kewenangannya untuk melakukan penekanan secara
fisik dan/atau psikis; dan
h. menggunakan barang bukti dan alat bukti yang patut diduga telah
direkayasa atau diubah atau dipercaya telah didapatkan melalui cara-
cara yang melanggar hukum;
2) Jaksa wajib melarang keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah
atau keuntungan dalam bentuk apapun dari siapapun yang memiliki
kepentingan baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan
tugas Profesi Jaksa.
Pada Bagian Keempat Ketidakberpihakan Pasal 9 yaitu
Dalam melaksanakan tugas profesi Jaksa dilarang :
a. bertindak diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, jender,
golongan sosial dan politik dalam pelaksanaan tugas profesinya;
b. merangkap menjadi pengusaha, pengurus/karyawan Badan Usaha
Milik Negara/daerah, badan usaha swasta, pengurus/anggota partai
politik, advokat; dan/atau
c. memberikan dukungan kepada Calon Presiden/Wakil Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, dan Calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah dalam kegiatan pemilihan.

7
E. Lembaga yang mengadili Pelanggaran terhadap Kode Prilaku
Jaksa.
Jika Jaksa Melanggar Kode Perilaku Jaksa maka Berdasarkan
ketentuan dalam PERJA Kode Perilaku Jaksa, Kode Perilaku Jaksa dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu  kewajiban
dan larangan. Kewajiban Jaksa diatur dalam Pasal 3 s.d Pasal 6 PERJA
Kode Perilaku Jaksa, kemudian tugas, fungsi, dan kewenangannya diatur
dalam Pasal 8 PERJA Kode Perilaku Jaksa. Sedangkan larangan bagi
Jaksa diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 9 PERJA Kode Perilaku  Jaksa.
Jaksa wajib menghormati dan mematuhi Kode Perilaku Jaksa.
Apabila ada dugaan bahwa Jaksa melakukan pelanggaran terhadap Kode
Perilaku Jaksa, maka akan dilakukan mekanisme atau tata cara sebagai
berikut:
1. Dugaan pelanggaran diperoleh dari laporan/pengaduan masyarakat, dari
temuan pengawasan melekat (Waskat) atau dari temuan pengawasan
fungsional (Wasnal).
2. Pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran ditindaklanjuti melalui
proses klarifikasi dan pemeriksaan yang dilaksanakan
berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-
022/A/JA/03/2011 tentang Penyelenggaraan Pengawasan Kejaksaan
Republik Indonesia 
3. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dinyatakan sebagai pelanggaran Kode Perilaku Jaksa maka
hasil pemeriksaan diteruskan kepada pejabat yang berwenang untuk
membentuk Majelis Kode Perilaku.

Pejabat yang berwenang untuk membentuk MKP adalah sebagai berikut:


a.  Jaksa Agung bagi Jaksa yang menduduki jabatan struktural atau jabatan
lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya oleh
Presiden;
b.   Para Jaksa Agung Muda bagi Jaksa yang bertugas di lingkungannya
masing-masing pada Kejaksaan Agung;

8
c.  Jaksa Agung Muda Pengawasan bagi Jaksa yang bertugas di luar
lingkungan Kejaksaan Agung, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Wakil
Kepala Kejaksaan Tinggi; atau
d.  Kepala Kejaksaan Tinggi bagi Jaksa yang bertugas di Kejaksaan
Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Jaksa yang bertugas di
Kejaksaan Negeri dalam wilayah hukumnya.
 
maka dapat disimpulkan bahwa sidang Kode Perilaku Jaksa
memiliki mekanisme atau tata cara tersendiri yang berbeda dengan
profesi lain. Perbedaan yang paling mencolok yakni pihak yang
berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran
Kode Perilaku Jaksa hanyalah MKP yang terdiri dari unsur internal
kejaksaan dan hanya dapat dibentuk oleh Jaksa Agung, Para Jaksa
Agung Muda, Jaksa Agung Muda Pengawasan, atau Kepala Kejaksaan
Tinggi.

F. Sanksi Kode Prilaku Jaksa


Dalam hal Penjatuhan Tindakan Administratif Pasal 23
a. Putusan Majelis Kode Perilaku diambil berdasarkan musyawarah
dan mufakat.
b. Apabila putusan tidak dapat diambil berdasarkan musyawarah dan
mufakat, maka putusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
c. Putusan Majelis Kode Perilaku memuat pertimbangan, pendapat,
dan pernyataan terbukti atau tidak terbukti melakukan pelanggaran.
d. Putusan dibacakan secara terbuka dengan atau tanpa kehadiran
Jaksa yang melakukan pelanggaran.
Pasal 24
(1) Dalam hal Majelis Kode Perilaku menyatakan Jaksa terperiksa
terbukti melakukan pelanggaran maka akan dijatuhkan tindakan
administratif.
(2) Dalam hal Majelis Kode Perilaku menyatakan Jaksa terperiksa tidak
terbukti melakukan pelanggaran maka nama baiknya direhabilitasi
dan diumumkan.

9
Pasal 25
Pemeriksaan yang dilaksanakan oleh Majelis Kode Perilaku,
diselesaikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari.
Pasal 26
(1) Putusan Majelis Kode Perilaku bersifat mengikat yang dibuat dalam
bentuk Surat Keputusan Pejabat yang berwenang menjatuhkan
tindakan administratif.
(2) Putusan Majelis Kode Perilaku berlaku sejak tanggal ditetapkan,
dan dilaporkan secara berjenjang sesuai dengan peraturan
kedinasan yang berlaku.
(3) Putusan Majelis Kode Perilaku harus sudah diterima oleh Jaksa
yang bersangkutan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
putusan ditetapkan.
(4) Jaksa Agung Muda Pengawasan dapat melakukan peninjauan
kembali terhadap putusan Majelis Kode Perilaku di daerah jika
terdapat dugaan fakta yang terbukti tidak sebanding dengan
tindakan admnistratif yang dijatuhkan.
Pasal 27
(1) Jaksa yang melakukan beberapa pelanggaran secara berturut-turut
sebelum dilakukan pemeriksaan hanya dapat dijatuhi 1 (satu) jenis
tindakan administratif.
(2) Jaksa yang pernah terbukti melakukan pelanggaran, kemudian
melakukan pelanggaran yang sifatnya sama dijatuhi tindakan
administratif yang lebih berat dari yang pernah dijatuhkan
kepadanya.

10
BAB III
PENUTUP
 
A. KESIMPULAN
Etika profesi pada dasarnya mengandung nilai-nilai yang memberikan
tuntutantingkah laku, demikian juga hukum. Etika profesi dan hukum
sebenarnya samasama bisadilihat sebagai bagian dari kebudayaan. Lebih
lanjut apabila dibandingkan, hukummenghendaki agar tingkah laku manusia
sesuai dengan aturan hukum yang diterapkan.Sedangkan etika mengejar agar
sikap batin manusia berada dalam kehendak batiniah yang baik.Dalam dunia
kejaksaan di Indonesia, terdapat lima norma kode etik profesi jaksa,yaitu
sebagai berikut:
 
1. Bersedia menerima kebenaran dari siapapun, menjaga diri, berani,
bertanggung jawab,dan dapat menjadi teladan di lingkungannya.
2. Mengamalkan dan melaksanakan Pancasila serta secara aktif dan kreatif
dalam pembangunan hukum untuk mewujudkan masyarakat adil.
3. Bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada para pencari keadilan.
4. Berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam
diri, berkata dan bertingkah laku
5. Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan
pribadi atau golongan.

B. SARAN
Dalam menjaga keseluruhan penegakan hukum di Indonesia maka
pemahaman mengenai kode etik profesi seorang jaksa masihlah sangat
diperlukan, guna memberikan pengertian kewajiban seorang jaksa dalam
menjaga kode etik sebagai penegak hukum agar dapa tmenjadi penegak
hukum yang penuh tanggungjawab dan amanah.

11
DAFTAR PUSTAKA

DASAR HUKUM TENTANG YAYASAN


1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia
2. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per–
014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa

12

Anda mungkin juga menyukai