Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tempat ( domisilli) merupakan hal yang sangat penting dalam hidup ini. Tiap orang
harus mempunyai tempat tinggal yang pasti dimana ia dapat di cari. Dengan adanya
tempat tinggal atau domisili inilah keadaan seseorang dapat diketahui dengan mudah.
Begitupula dalam ilmu hukum khususnya dalam hal hukum perdata tempat tinggal atau
domisili merupakan bahasan yang sangat penting untuk diketahui begitu pula dengan
catatan sipil.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan domisili?
2. Apakah yang dimaksud dengan catatan sipil?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui maksud dari domisili
2. Untuk mengetahui maksud dari catatan sipil
2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Domicilie
1. Pengertian
Tempat tinggal (domisili) diatur terdapat dalam Pasal 17-25 KUHPerdata, tetapi
tidak ada satu pasalpun yang memberikan pengertian tentang tempat tinggal
(domisili) tersebut. Dalam Pasal 17 KUHPerdata hanya menyatakan bahwa setiap
orang dianggap bertempat kediaman di tempat tinggalnya yang pokok. Pengertian
pada umumnya dalam hukum Indonesia terkandung arti territorial, sehingga yang
dimaksud dengan domisili adalah tinggal seseorang atau tempat kedudukan badan
hukum, tetapi terkadang sulit menentukan tempat seseorang yang mempunyai
beberapa tempat kediaman. Oleh karenanya lebih tepat pengertian tempat tinggal
yang dirumuskan oleh Vollmaar , bahwa tempat tinggal adalah tempat seseorang
melakukan perbuatan hukum1.
Perbuatan hukum adalah suatu perbuatan yang menimbulkan akibat hukum.
Yang termasuk perbuatan hukum adalah segala bentuk perjanjian yang bernama atau
tidak bernama seperti jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, hibah, beli-sewa,
leasing , pinjam meminjam dan lain-lain. Tujuan dari penentuan domisili ini adalah
untuk mempermudah para pihak dalam mengadakan hubungan hukum dengan pihak
lainya.

Unsur-unsur yang terkandung dalam rumusan domisili,yaitu:


a. Adanya tempat tertentu (tetap atau sementara)
b. Adanya orang yang selalu hadir pada tempat tersebut.
c. Adanya hak dan kewajiban.
d. Adanya prestasi.

1
HS, Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) Cet.I , (Jakarta : Sinar Grafika, 2002), hal
37
3

Arti penting penentuan tempat tinggal (domisili) adalah dimana seseorang harus
dicari bila ada hubungan hukum antara dua pihak, seperti :2
a. Dimana seseorang harus menikah (Pasal 78 KUHPerdata)
b. Dimana seseorang harus dipanggil oleh pengadilan (Pasal 1393 KUHPerdata),
c. Pengadilan mana yang berwenang terhadap seseorang (Pasal 207 KUHPerdata)
Manfaat lainnya penentuan tempat tinggal (domisili) ini adalah dapat ditentukan
tempat pendaftaran akta tertentu misalnya pendaftaran kelahiran pada pada kantor
catatan sipil tertentu. Misalnya, seorang anak lahir di Makassar maka pendaftaran
kelahirannya pada Kantor Catatan Sipil Kodya Makassar, bukan pada Kantor Catatan
Sipil Sungguminasa.
2. Macam-macam domisili
Dalam ilmu menurut Soeroso3, dalam penentuan domisili seseorang harus
memenuhi dua(2) kriterium :
a. Animus (kehendak), ialah kehendak untuk menetapkan atau mengubah tinggal
tinggal.
b. Corpus (perbuatan) ialah tingkah laku yang menunjukkan dilaksanakannya
kehendak tersebut.
Berdasarkan pada kriterium yang kedua menurut Harjowijaya, bahwa sesorang
tidak perlu selalu berada di tempat tinggal utama (pokok), karena hal itu bukan
merupakan syarat mutlak.
Selain kriterium tersebut, penentuan domisili juga dapat didasarkan atas dua
hal :
a. Dimana seseorang harus dianggap selalu berada untuk memenuhi kewajibannya
dan melaksanakan hak-haknya.
Contohnya : Seorang Pegawai UIN Alauddin Makassar yang dalam kenyataannya
bertempat tinggal di Sungguminasa akan dikatakan bertempat tinggal di

2
Tutik,Titik Triwulan. Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, (Surabaya : Prestasi Pustaka
Publisher, 2006 ), hal 57
3
Soeroso,R. Perbandingan Hukum Perdata. (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hal 167
4

Makassar, karena meskipun ia bertempat tinggal di Sungguminasa, Makassar


adalah tempat dimana ia melaksanakan hak-hak serta memenuhi kewajibannya.
b. Dimana perbuatan hukum harus atau dapat dilakukan oleh kompetensi suatu
instansi yang bersangkutan.
Contohnya :
Dalam Pasal 76 KUHPerdata junto Pasal 2-9 PP No.9 Tahun 1975, ditentukan
bahwa perkawinan harus dilakukan dihadapan Pegawai Pencatat Nikah dari salah
satu pihak yang hendak kawin. Bunyi pasal tersebut menunjukkan bahwa untuk
melaksanakan perbuatan hukum berupa perkawinan harus ada tempat tinggal
yang tertentu dan instansi yang berkompoten mencatat dalam wilayah hukum
tersebut.
Domisili juga dapat dibedakan menurut sistem yang mengaturnya,yaitu
menurut Common Law (hukum Inggris) dan hukum Eropa Continental.
Didalam Common Law (hukum Inggris), domisili dibagi menjadi tiga
macam yaitu:4
a. Domicile of origin, adalah tempat tinggal seseorang ditentukan oleh tempat
asal seseorang sebagai tempat kelahiran ayahnya yang sah.
b. Domicile of dependence, adalah tempat tinggal yang ditentukan oleh domisili
dari ayah bagi anak yang belum dewasa,domisili ibu bagi anak yang tidak sah,
dan bagi seseorang istri ditentukan oleh domisili suaminya.
c. Domicile of choice, adalah temat tinggal yang ditentukan oleh/dari pilihan
seseorang yang telah dewasa, disamping tindak tanduknya sehari-hari.
Didalam hukum Eropa Kontitental, khususnya KUHPerdata dan NBW
(BW Baru) negeri Belanda,tempat tinggal dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Tempat kediaman yang dipilih.
b. Tempat kediaman yang sesungguhnya.
Tempat kediaman yang sesungguhnya adalah melakukan perbuatan
hukum pada umumnya. Tempat kediaman yang sesungguhnya dibedakan menjadi
dua macam yaitu;

4
Salim, op. cit., hal 37-40
5

1) Tempat kediaman sukarela atau yang berdiri sendiri adalah tempat kediaman
yang tidak bergantung/ditentukan oleh hubungannya dengan orang lain.
2) Tempat kediaman yang wajib adalah tempat kediaman yang ditentukan oleh
hubungan yang ada antara seseorang dengan orang lain,misalnya antara istri
dengan suaminya,antara anak dengan walinya,dan antara curatele dengan
curator-nya (pengampunya).
Ketentuan-ketentuan yang mengatur tempat kediaman yangsesungguhnya,
terdapat didalam Pasal 20-23 KUHPerdata. Ketentuan tersebut dikemukakan
berikut ini.
1) Pasal 20 KUH Perdata; Domisili pengawai adalah tempat kediaman pengawai
adalah tempat dimana dia melaksanakan jabatanya.
2) Pasal 21 KUH Perdata: Domisili istri,anak dibawah umur dan kuratel. Seorang
istri yang tidak bercerai dan tidak berpisah meja dan tempat tidur,maka tempat
kediamanya pada domisili suaminya.Tempat domisili dari anak dibawah umur
adalah ditempat orang tuanya bertempat tinggal atau walinya. Orang dewasa
yang berada dibawah pengampunan (Curatele) adalah mengikuti tempat
kediaman kuratornya (pengampunya).
3) Pasal 22 KUH Perdata : Domisili Buruh Ada tiga golongan
buruh,Yaitu:Buruh dibawah umur,buruh Kuratel,dan buruh yang tinggal
dirumah majikan. Buruh dibawah umur mengikuti tempat tinggal orang
tuanya.Buruh dibawah pengampuan (Curatele), tempat tinggalnya mengikuti
tempat tinggal curator-nya (Pengampunya). Buruh yang bertempat tinggal
dirumah majikannya( dalam praktek saat ini seorang buruh bebas memilih
tempat tinggal tergantung perjanjian awal sebelum bekerja .
4) Pasal 23 KUH Perdata : Tempat kediaman orang meninggal Dunia seorang
yang meninggal dunia,ditentukan tempat kediamannya di tempat ia berdiam
terakhir.
Domisili yang dipilih (domocili of choice) dapat dibedakan menjadi dua
macam dikemukakan berikut ini.
1) Domisili yang ditentukan oleh UU, adalah tempat kediaman yang dipilih
berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
6

Biasanya terdapat dalam hukum acara, waktu melakukan eksekusi, dan orang
orang yang mengajukan eksepsi (tangkisan). Hal ini dapat dilihat dalam Pasal
66 UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama, yang
berbunyi :”Seorang suami yang ingin menggungat istrinya maka ia harus
mengajukan gugatan di tempat tinggal istrinya,”
2) Domisili secara bebas ,adalah tempat kediaman yang dipilih secara bebas oleh
para pihak yang akan mengadakan kontrak atau hubungan hukum. Misalnya,
A melakukan pembayaran pada B maka kedua belah pihak memilih kantor
Notaris sebagai tempat pembayaran. Dasar Hukumnya adalah Pasal 24 KUH
Perdata.
Ada empat syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam menentukan
domisili yang dipilih, yakni:
a) Pilihan harus terjadi dengan perjanjian.
b) Perjanjian harus diadakan secara tertulis.
c) Pilihan hanya dapat terjadi untuk satuatau lebih perbuatan hukum atau
hubungan hukum tertentu.
d) Untuk pilihan itu diperlukan adanya kepentingan yang wajar.
Dari keempat syarat itu, syarat yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak
adalah syarat kedua,yaitu perjanjian yang dibuat dalam bentuk perjanjian dibawah
tangan dan perjanjian autentik.Perjanjian autentik adalah suatu perjanjian yang
dibuat dimuka dan atau dihadapan pejabat yang berwenag, Seperti Notaris ,
Camat , dan Juru sita.
B. Catatan Sipil (Pencatatan peristiwa hukum)
1. Pengertian catatan sipil
Catatan sipil yang dalam bahasa Inggrisnya disebut the civil registry, bahasa
Belanda yaitu het maatschappelijk atau Burgelijke stand, bahasa Jermannya,
Burgerkrieg beachten mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara karena lembaga ini akan berperan dalam rangka
memberikan kepastian hukum tentang kelahiran, perkawinan, pengakuan terhadap
anak luar kawin, percerain dan kematian. Pengertian tentang catatam sipil di
7

temukan dalam banyak peraturan perundang undangan, baik yang berlaku di


Indonesia maupun di negara lain.5
Pencatatan peristiwa hukum atau bisa disebut catatan sipil adalah suatu lembaga
yang mencatat kejadian-kejadian penting seseorang seperti: kelahiran, pengakuan,
perkawinan, perceraian dan kematian. Sedangkan tugas catatan sipil adalah
memberikan informasi kepada pihak ke III tentang kejadian-kejadian penting
seseorang tersebut.
Berdasarkan Pasal 80 KUHPerdata menyatakan bahwa perkawinan hanya dapat
dilangsungkan Dihadapan Pegawai catatan sipil dan dengan dihadiri saksi-saksi
kedua calon suami dan istri harus menerangkan, yang satu, menerima yang satu
sebagai istrinya dan yang lain menerima yang satu sebagai suaminya, pula bahwa
mereka dengan ketulusan hati akan menunaikan segala kewajiban demi undang-
undang ditugaskan kepada mereka sebagai suami istri.
Pasal 81 KUHPerdata menyatakan tiada suatu upacara keagamaan boleh
dilakukan, sebelum kedua belah pihak pejabat agama mereka membuktikan bahwa
perkawinan dihadapan Pegawai Catatan sipil telah berlangsung.
Kalau kita baca kedua Pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
perkawinan itu sah apabila dilakukan dihadapan Pegawai Catatan sipil dan dicatat di
Kantor Catatan Sipil.
Perkawinan secara agama tidak boleh dilakukan sebelum perkawinan itu
dilakukan dan dicatat di Catatan Sipil. Dulu dikenal adanya kawin BS. Perkawinan
secara agama tidak menentukan sahnya sautau perkawinan.
Hal ini tidak berlaku lagi setelah berlakunya UU Perkawinan No. I Tahun 1974.
Perkawinan sah menurut UU No. I/1974, apabila dilakukan berdasarkan masing-
masing agama dan kepercayaan itu baru didaftarkan menurut perundang-undangan
yang berlaku.
Pegawai Catatan sipil dulu boleh/dapat mengawinkan. Namun setelah
berlakunya Keputusan Presiden No. 12 tahun 1983 tentang Penyelenggaraan Catatan
sipil, catatan sipil tidak boleh mengawinkan lagi.

5
Salim HS, Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata Comparative Civil Law, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2014) hal. 97
8

Fungsi catatan sipil berdasarkan Keppres tersebut adalah:


1. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta kelahiran
2. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta perkawinan
3. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta perceraian
4. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta pengakuan dan pengesahan anak.
5. Pencatatan dan penerbitan kutipan akta kematian
6. Penyimpanan dan pemeliharaan akta kelahiran, akta perkawinan, akta perceraian,
akta pengakuan dan pengesahan anak, harta kematian.
7. Penyediaan bahan dalam rangka perumusan kebijaksanaan di bidang
kependudukan/kewarganegaraan.

Organisasi catatan sipil ditetapkan oleh menteri dalam negeri yang mendapat
persetujuan tertulis dari menteri yang bertanggung jawab di bidang penertiban dan
penyempurnaan aparatur Negara.
Gubernur Kepala daerah bertanggungjawab atas penyelenggaraan Catatan sipil.
Penyelenggaraan Catatan sipil dilakukan oleh Bupati/walikota yang menunjuk camat
selaku Pegawai pencatatan sipil di wilayah kecamatan.

2. Macam-Macam Akta Catatan Sipil6


a. Akta Kelahiran
Akta kelahiran adalah akta/catatan otentik yang dibuat oleh pegawai catatan
sipil berupa catatan resmi tentang tempat dan waktu kelahiran anak, nama anak dan
nama orang tua anak secara lengkap dan jelas, serta status kewarganegaraan anak.
Akta Kelahiran adalah sebuah catatan administratif.
Pada prinsipnya, akta kelahiran hanyalah sebuah catatan administratif.
Dianggap penting karena data yang ada dalam akta kelahiran dapat digunakan
sebagai bukti jati diri bagi si anak, sehubungan dengan hak waris atau klaim asuransi
dan pengurusan hal-hal administratif lainnya seperti tunjangan keluarga, paspor,
KTP, SIM, pengurusan perkawinan, perijinan, mengurus beasiswa dan lain-lain.

6
Ibid, hal 98
9

Dengan adanya data di KCS, secara administratif negara berkewajiban memberi


perlindungan terhadap anak dari segala bentuk kekerasan fisik, mental,
penyanderaan, penganiayaan, penelantaran, eksploitasi termasuk penganiayaan
seksual dan perdagangan anak (pasal 19 ayat 1 Konvensi Hak Anak). Untuk itu
pihak berwenang dapat menjerat pelaku dengan ketentuan kejahatan terhadap anak
di bawah umur.

b. Akta Perkawinan
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku (pasal 2 ayat 1
Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974). Bagi mereka yang melakukan
perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor Urusan Agama
(KUA). Sedang bagi yang beragama Katholik, Kristen, Budha, Hindu, pencatatan itu
dilakukan di Kantor Catatan Sipil (KCS).
Sahnya Perkawinan, sebuah perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 2 ayat 1 UU
Perkawinan). Ini berarti bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan
rukun nikah atau ijab kabul telah dilaksanakan (bagi umat Islam) atau pendeta/pastur
telah melaksanakan pemberkatan atau ritual lainnya (bagi yang non muslim), maka
perkawinan tersebut adalah sah, terutama di mata agama dan kepercayaan
masyarakat.
Karena sudah dianggap sah, akibatnya banyak perkawinan yang tidak
dicatatkan. Bisa dengan alasan biaya yang mahal, prosedur berbelit-belit atau untuk
menghilangkan jejak dan bebas dari tuntutan hukum dan hukuman adiministrasi dari
atasan, terutama untuk perkawinan kedua dan seterusnya (bagi pegawai negeri dan
ABRI). Perkawinan tak dicatatkan ini dikenal dengan istilah Perkawinan Bawah
Tangan (Nikah Syiri’).

Akibat Hukum Tidak dicatatkannya Perkawinan7 :


i. Perkawinan Dianggap tidak Sah

7
Ibid, hal 99
10

Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun di mata


negara perkawinan Anda dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor
Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil.
ii. Anak Hanya Mempunyai Hubungan Perdata dengan Ibu dan Keluarga Ibu.
Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau perkawinan yang
tidak tercatat, selain dianggap anak tidak sah, juga hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibu atau keluarga ibu (Pasal 42 dan 43 Undang-
Undang Perkawinan). Sedang hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada.
iii. Anak dan Ibunya tidak Berhak atas Nafkah dan Warisan
Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, baik isteri
maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak
menuntut nafkah ataupun warisan dari ayahnya. Namun demikian, Mahkamah
Agung RI dalam perkara Nugraha Besoes melawan Desrina dan putusan
Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam perkara Heria Mulyani dan Robby
Kusuma Harta, saat itu mengabulkan gugatan nafkah bagi anak hasil hubungan
kedua pasangan tersebut.

c. Akta Perceraian8
Perceraian yang secara sah menurut hukum negara (sesuai dengan UU no 1
Tahun 1974) adalah melalui Pengadilan. Perceraian yang demikian wajib dicatat dan
memperoleh akta cerai. Perceraian merupakan salah satu peristiwa penting yang
mengubah status catatan sipil seseorang. Perceraian mengubah status kawin menjadi
status janda atau duda, dan membawa akibat-akibat hukum lain seperti pembagian
harta bersama (gono-gini), serta hak dan kewajiban terhadap anak. Pengadilan hanya
memutuskan mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian apabila
memang terdapat alasan-alasan dan pengadilan ber- pendapat bahwa antara suami
isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi
dalam rumah tangga. Sesaat setelah dilakukan sidang untuk menyaksikan perceraian
yang dimaksud maka Ketua Pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya

8
Ibid, hal 100
11

perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan kepada Pegawai Pencatat di


tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.
Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak saat
pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai Pencatat,
kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya putusan
Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Sehingga
jika putusan perceraian di pengadilan tidak segera dicatatkan, maka belum
mempunyai kekuatan hukum dan akan menyulitkan suami/isteri dalam mengambil
tindakan hukum lainnya. Misalkan untuk menikah kembali.
d. Akta Kematian9
Kematian adalah menghilangnya secara permanen semua tanda-tanda
kehidupan setiap saat setelah kelahiran hidup terjadi.Pencatatan kematian
memberikan kepastian hukum atas hak dan kewajiban perdata seseorang yg
meninggal dunia, termasuk pada pihak yg mempunyai hubungan garis keturunan
atau hubungan darah.
Akta kematian merupakan bukti pengakuan negara atas meninggalnya seseorang dgn
berbagai implikasi keperdataan yg wajib diselesaikan. Bagi pemerintah, pencatatan
kematian yg dilaksanakan secara benar, hasilnya merupakan sumber data statistik yg
akurat sekaligus mengakomodasi kepentingan dlm perencanaan pembangunan di
bidang kesehatan.

Tujuan Pencatatan Kematian :


i. Memberikan status dan kepastian hukum atas peristiwa kematian seseorang.
ii. Memberikan perlindungan data pribadi penduduk yg berkaitan dgn kematian.

e. Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak


Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak adalah catatan pinggir yang dibuat bagi
anak lahir diluar perkawinan orang tuanya yang kemudian diakui dan disahkan
dalam pencatatan perkawinan orang tuanya yang sah.

9
Ibid, hal 100
12

Dalam Penjelasan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006


Tentang Administrasi Kependudukan, bahwa yang dimaksud dengan Pengakuan
Anak adalah : Pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir di luar
perkawinan sah atas persetujuan ibu kandung anak tersebut.
Pengakuan anak.
Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan menentukan bahwa Pengakuan Anak tersebut wajib dilaporkan oleh
orangtua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
Surat Pengakuan Anak oleh ayahnya dan disetujui oleh ibu dari anak yang
bersangkutan. Dalam kaitan ini mengenai Surat Pengakuan Anak oleh ayahnya yang
disetujui oleh ibu kandung anak yang bersangkutan, lebih baik dibuat dalam bentuk
akta Notaris, untuk kesempurnaan Pengakuan Anak tersebut, dan dapat menjadi
bukti yang kuat bagi para pihak.
Pengesahan anak
Dalam Penjelasan Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan, bahwa yang dimaksud dengan Pengesahan
Anak adalah : Pengesahan status seorang anak yang lahir di luar ikatan perkawinan
sah pada saat pencatatan perkawinan kedua tua anak tersebut.
Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan menentukan bahwa Pengesahan Anak tersebut wajib dilaporkan oleh
orang tua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan
ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan da mendapatkan akta
perkawinan terhadap anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah, dapat
dilakukan Pengakuan Anak atau Pengesahan Anak. Kalau Pengakuan anak hanya
sebatas pengakuan dari ayah kandungnya yang disetujui oleh ibu kandungnya,tanpa
diikuti dengan perkawinan ibu-bapaknya, tapi dalam Pengesahan Anak ibu danbapak
si anak tersebut melangsungkan pernikahan dan pada saat pencatatan perkawinan si
anak diakui sebagai anak kandung mereka10.

10
Ibid, hal 102
13

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Tempat tinggal adalah tempat seseorang melakukan perbuatan hukum.
b. Lembaga catatan sipil mengurusi pencatatan peristiwa hukum seseorang seperti
kelahiran, perkawinan, kematian, pengakuan, dan pengesahan anak.
B. Saran
Untuk lembaga catatan sipil agar bekerja lebih baik dalam melakukan pencatatan dan
terkait dengan tempat tinggaldan keadaan tidak hadirnya seseorang agar status hukumnya
jelas.

Anda mungkin juga menyukai