Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH SEJARAH HUKUM

SEJARAH HUKUM DI INDONESIA

Disusun oleh ;

EKA RISTIA SUBROTO

NIM. 210201006

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM


UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR MAKASSAR
TAHUN 2022/2023

i
DAFTAR ISI

JUDUL
…………………………………………………………………………………………..i
Daftar
Isi…………………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan
Masalah……………………………………………………………………….2

C. Maksud dan Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Pengertian Sejarah dan Sejarah Hukum


……………………………………………..4

B. Objek dan Tujuan Sejarah


Hukum…………………………………………………….5

C. Pembentukan dan Evolusi Terbentuknya Hukum……………………………………


6

D. Peranan Penguasa Umum atau Negara dalam Sejarah

E. Tatanan Hukum Primitif Menuju Hukum Moder


……………………………………..7

F. Tatanan Hukum DI Dunia Masa kini

G. Sejarah Hukum
Indonesia……………………………………………………………..15

H. Peranan dan Fungsi Sejarah Hukum…………………………………………………


18

BAB III PENUTUP 21

ii
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………………
21
B. Saran…………………………………………………………………………………...
23

DAFTAR
PUSTAKA ......................................................................................................iii

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Dalam
makalah ini saya membahas tentang Sejarah Hukum yang merupakan aspek penilaian Ujian
Semester terhadap mata kuliah Sejarah Hukum.

Di dalamnya berisi tentang sejarah hukum di indonesia kemudian dengan selesainya


Makalah ini, saya menghaturkan terimakasih kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah
Sejarah Hukum Bapak Prof,Dr.H.ASBA HAMID,S.H.,M.H yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dan membimbing dalam proses penyusunannya.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada Makalah ini.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan
dalam penulisan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua

Penyusun

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa,
hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata
maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda
karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan
sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam
lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di
Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan
atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari
masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Salah satu kegunaan sejarah hukum adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta


hukum tentang masa lampau dalam kaitannya dengan masa kini. Hal ini merupakan
suatu proses, suatu kesatuan, dan satu kenyataan uang dihadapi, yang terpenting bagi
ahli sejarah data dan bukti tersebut adalah harus tepat, cenderung mengikuti
pentahapan yang sistematis, logika,jujur, kesadaran pada diri sendiri dan imajinasi
yang kuat. Sejarah hukum merupakan bagian dari sejarah umum. Sejarah menyajikan
dalam bentuk synopsis suatu keterpaduan seluruh aspek kemasyarakatan dari abad
keabad, yakni sejak untuk pertama kali tersedia informasi sampa masa kini.

Dalam setiap sudut dalam kehidupan ini pasti terkait dengan yang namanya
hukum, dimana merupakan sebuah sistem yang dibuat oleh manusia untuk membatasi
tingkah laku manusia agar dapat bisa terkontrol. Hukum juga merupakan alat yang
dapat digunakan untuk menegakan dan mencari keadilan. Oleh sebab itu setiap
masyarakat berhak untuk memperoleh pembelaan di depan hukum sehingga bisa
diartikan hukum merupakan ketentuan atau peraturan tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi yang
melanggarnya. Dengan demikian perlu adanya kita mempelajari awal sejarah
berdirinya Hukum terutama yang berlaku di Indonesia.

2
Hal inilah yang menjadi alasan utama Penulis dalam membuat makalah ini.
Dengan motivasi tesebut tersebut diatas Penulis ingin mengetahui secara rinci awal
terbentuknya hukum di negara Indonesia sejak periode penjajahan bangsa Eropa
hingga masa sekarang. Sehingga dengan tersusunnya makalah ini,akan menjadi materi
yang penting untuk memperjelas secara runtun dan sistematis bagaimana awal
terbentuknya suatu hukum di Indonesia yang terjadi secara evolutif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan sejarah hukum?
2. Bagaimana sejarah perkembangan hukum di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang sejarah hukum Untuk mengetahui
sejarah perkembangan hukum pidana pada masa Kolonial Belanda.
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan hukum di Indonesia.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sejarah dan Sejarah Hukum


Sejarah dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar
terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja
yang memerintah. Ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari
peristiwa penting masa lalu manusia.

Hukum adalah system yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian


kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik,
ekonomi, dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama
dalam hubungan social antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana,
hukum pidana yang berupayakan cara Negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi
hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi
manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan dimana mereka
akan dipilih. Administrative hukum digunakan untuk meninjau kembali pkeputusan
dari pemerintah, sementara hukum internasionql mengatur persoalan antara berdaulat
Negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan/tindakan militer.

Sejarah mempelajari perjalanan waktu masyarakat di dalam totalitasnya,


sedangkan sejarah hukum merupakan satu aspek tertentu dari hal itu, yakni hukum.
Apa yang berlaku untuk seluruh, betapapun juga berlaku untuk bagian, serta maksud
dan tujuan sejarah hukum mau tidak mau akhirnya adalah menentukan juga dalil-dalil
atau hukum-hukum perkembangan kemasyarakatan. Sudah barang tentu bahwa
sejarawan hukum harus memberikan sumbangsihnya kepada penulisan sejarah secara
terpadu. Bahkan sumbangsih tersebut teramat penting, mengingat peran besar yang
dimainkan oleh hukum di dalam perkembangan pergaulan hidup manusia. Hal
tersebut integral dalam pengertian bahwa ia tidak dapat diwujudkan dengan
memisahkan hukum dari gejala-gejala kemasyakatan lainnya, yang antra hal-hal
tersebut dengan hukum dapat ditelusuri keterkaitannya.

4
Sebagai suatu disiplin ilmu, sejarah hukum tergolong pegetahuan yang masih
muda dan belum banyak dikenal bahkan dikalangan fakar hukum sendiri sehingga
pertumbuhan dan perkembangannya belum menggembirakan. Hal ini mungkin sekali
disebabkan oleh belum disadarinya betapa pentingnya disiplin ilmu baru ini dalam
menunjang dan memahami ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum positif.

Menurut John Gillisen dan Frist Gorlé, terdapat manfaat yang besar dalam
mempelajari sejarah hukum dengan alasan-alasan sebagai berikut :

1. Hukum tidak hanya berubah dalam ruang dan letak (Hukum Belgia, Hukum
Amerika, Hukum Indonesia, dan sebagainya), malainkan juga dalam lintasan
waktu. Hal ini berlaku bagi sumber-sumber hukum formil, yakni bentuk-
bentuk penampakan diri norma-norma hukum, maupun isi norma-norma
hukum itu sendiri (sumber-sumber hukum materiil).
2. Norma-norma hukum dewasa ini sering kali hanya dapat dimengerti melalui
sejarah hukum.
3. Sedikit banyak mempunyai pengertian mengenai sejarah hukum, pada
hakikatnya merupakan suatu pegangan penting bagi yuris pemula untuk
mengenal budaya dan pranata hukum.
4. Hal ikhwal yang teramat penting di sini adalah perlindungan hak asasi
manusia terhadap perbuatan semena-mena bahwa hukum diletakan dalam
perkembangan sejarahnya serta diakui sepenuhnya sebagai sesuatu gejala
histories.

B. Objek dan Tujuan Sejarah Hukum


Sejarah hukum merupakan bagian dari sejarah umum. Sejarah menyajikan
dalam bentuk sinopsis suatu keterpaduan seluruh aspek kemasyarakatan dari abab ke
abad, yakni sejak untuk pertama kali tersedia informasi sampai masa kini..

Sebagai ilmu pengetahuan, sejarah hukum tergolong ilmu pengetahuan sosial


atau ilmu pengetahuan kemanusiaan (humaniora), yang memunyai kesamaan dengan
ilmu pengetahuan alam, yakni semua adalah empiris, artinya bertumpu pada
pengamatan dan pengalaman suatu aspek tertentu dari kenyataan.

5
Historitas Hukum

a. Visi Idealitas-Spiritualistis
Hukum itu sebagai suatu perwujudan satu atau lain gagasan absolut, maka
apapun asal atau isi gagasan yang kita kemukakan, bagaimanapun kita akan lebih
cendrung dan bermuara pada suatu pandangan hukum yang lebih statis dari pada
yang dinamis. Memang benar bahwa dalam hipotesis tersebut berbagai bentuk
perwujudan hukum yang muncul secara berturut-turut satu sesudah yang lain
sebagai pencerminan gagasan hukum absolut yang tiak sempurna, dan pada
hakikatnya cendrung a-priori tidak berubah dan karenanya a-historis. Bentuk-
bentuk perwujudan yang timbul secara berturut-turut satu sesudah yang lain dapat
diuraikan sesuai dengan tertib urut kronologis, tetapi keterkaitan yang satu dengan
yang lain tidak dilihat dalam perspektif kronologis linear melainkan dalam
perimbangan terhadap gagasan absolut tersebut. Berdasarkan titik tolak yang
demikian, pada hakikatnya hanya sedikit sekali mengarah seperti yang
dimaksudkan dalam sejarah hukum.

b. Visi Matrealistis-Sosialogis
Hukum tidak dianggap sebagai perwujudan ide, seperti keadilan rasio, dan
lain-lain, melankan sebagai produk kenyataan masyarakat atau realitas
masyarakat, maka pandangan hukum statis beralih tempat dan berubah oleh hal
yang dinamis, yang pada hakekatnya lebih rentan terhadap suatu pendekatan
histories. Selama hukum itu dipandang sebagai suatu produk rasio, yang per
definisinya dimana-mana dan senantiasa identik, maka selama itu pula kita tidak
dapat menemukan suatu klarifikasi yang memadai bagi besarnya keanekaragaman
norma-norma hukum. Dalam aliran ini, yang paling banyak sumbangsihnya bagi
pembentukan hukum dinamis adalah mazhab histories dan marxisme.

John Gillisen dan Frist Gorlé, bertitik tolak dengan memilih pandangan hukum
sosialogis, artinya suatu yang dalam hukum tidak bertujuan melihat perwujudan
tersebut dari satu atau lain asas tersebut, melainkan menengok suatu produk
kenyataan dalam kemasyarakatan. Dengan cara ini visi-visi matrealistis dan
spiritualistis sepertinya dapat diperdamaikan satu dengan yang lainnya. Didalam
batas-batas yang dimungkinkan oleh situasi kehidupan materiil untuk dapat

6
melaksanakan (karenanya ada kemandirian relative ini), maka hal tersebut
memainkan suatu peranan spesifik yang perlu kita teliti.

C. Pembentukan dan Evolusi Terbentuknya Hukum


Jika hukum adalah produk kenyataan masyarakat, bagaimana hal itu terbentuk.
Hal ini sangat sulit untuk ditentukan, oleh karena pengetahuan kepurbakalaan,
etnologi hukum, dan sebagainya menunjukan bahwa pada kebanyakan bangsa-bangsa
primitif di jaman purba kala pun pada saat belum ada aksara telah dikenal norma-
norma prilaku yang berkaitan dengan perimbangan-perimbangan kemasyarakatan
yang berangsur-angsur menjelma menjadi norma hukum yang sesungguhnya.
Penelitian tatanan-tatanan hukum primitif tuna kasara dan tatanan hukum yang lebih
maju menunjukan bahwa sumber hukum primer adalah kebiasaan (hukum).

1. Kebiasaan Hukum

Disemua pergaulan hidup nampaknya suasana kehidupan


menyebabkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan. Dalam arti yang umum
kebiasaan tersebut tidak lain adalah suatu perbuatan maupun penahanan diri
berbuat sesuatu secara teratur oleh individu atau sekelompok manusia. Semenara
itu, untuk dapat dikatakan kebiasaan hukum harus memenuhi sejumlah
persyaratan :

o kebiasaan itu tidak boleh merupakan kebiasaan individual, melainkan


suatu kebiasaan kemasyarakatan;
o kebiasaan itu harus menyangkut suatu perbuatan (komisi) atau penahanan
diri (omnisi), yang di dalam kehidupan bermasyarakat meluangkan
berbagai (setidak-tidaknya dua) kemungkinan;
o kehidupan (kebiasaan) ini harus dialami oleh masyarakat sebagai suatu
yang mempunyai kekuatan mengikat ; dan
o kebiasaan tersebut harus dikukuhkan oleh penguasa umum.

D. Peranan Penguasa Umum atau Negara dalam Sejarah Hukum


Untuk membuat suatu kebiasaan kemasyarakatan menjadi sebuah norma
hukum diperlukan perantaraan penguasa. Tidak dapat disangkal bahwa dewasa ini
penguasa umum muncul kepermukaan dalam bentuk negara. Antara pemegang
kekuasaan dan anggota-anggota kelompok ini terjadi sejumlah perimbangan, dimana

7
kedua belah pihak tersebut masing-masing mengupayakan hal ini oleh situasi dan
kondisi materiil serta melalui keadaan di dalam kelompok itu sendiri memenangkan
kepentingan-kepentingan dan pandangan-pandangan tertentu.

1. Sinergi Penguasa dan Masyarakat

Satu hal yang sudah pasti agar perimbangan penguasa masyarakat dapat mencapai
suatu derajat kelanggengan tertentu maka keduanya harus membentuk sebuah
sinergi yang mengasumsikan adanya suatu minimum kepentingan bersama.

2. Berakhirnya Eigenrichting (Tindakan Main Hakim Sendiri)

Kepentingan penguasa umum untuk mempertahankan diri, baik untuk dirinya


sendiri maupun bagi kelompoknya dalam hubungan dengan dunia luar dilakukan
melalui upaya mencegah terjadinya sengketa antara para anggota kelompok satu
sama lain atau jika perlu, mengusahakan sekeras mungkin penyelesaian
perselisihan yang terjadi secara damai.

Sarana dan prasarana yang diperlukan dalam menanggulangi sengketa tersebut yaitu :

 pembasan yang kemudian disusul dengan larangan sepenuhnya terhadap


tindakan main hakim sendiri;
 pengukuhan dan bertanggungjawan atas celaan sosial atau sanksi yang
dikenakan karena tidak memenuhi kebiasan-kebiasan tertentu;
 menyusun dan menyeimbangkan kebijakan, prosedur dan/atau badan-badan
yang membuat aturan dan peraturan untuk menyelesaiakan perselisihan-
perselisihan.

Aturan Pengakuan dari Hart

Pengukuhan kebiasaan-kebiasaan merupakan gejala yang oleh ahli filsafat


hukum Inggris, Hart, disebut “aturan pengukuhan” (rule of recognition).

Perkembangan Tatanan-tatanan Hukum. Pada awalnya suasana hukum


meliputi semata-mata hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan
kemasyarakatan, yang mempunyai arti yang fundamental bagi keterikatan dan
keterpaduan kelompok; perbuatan-perbuatan melawan hukum seperti pembunuhan,

8
pencurian dan lain-lain. Perbuatan-perbutan demikian tidak secara langsung dilarang
sebagaimana mestinya.

Namun penguasa melarang tindakan main hakim sendiri sehubungan dengan


persengketaan yang terjadi, karenanya dan dikukuhkan, atau membuat aturan-aturan
serta menetapkan tarif-tarif untuk mempermudah (composition) penyelesaian
perselisihan secara damai antara para pihak yang bersengketa. Demikian pula hak-hak
dan kewajiban-kewajiban antara anggota kelompok dan kekuasaan umum perlu
dituang dalam peraturan atau cara lain. Ketentuan-ketentuan tersebut, baik larangan
langsung atau tdak langsung maupun berupa hak-hak dan kewajiban-kewajiban
terhadap penguasa merupakan norma-norma hukum yang mengandung sebuah
perikatan. Yang menjadi dasar aturan-aturan seperti itu adalah hubungan-hubungan
dan perimbangan-perimbangan kemasyarakatan yang ditandai dan diwarnai
kepentingan-kepentingan timbal balik yang harus ditakar satu dengan lainnya.

Derajat saling mempengaruhi secara timbal balik yang terjadi antara


kebiasaan-kebiasan masyarakat yang tumbuh dan berkembang dan aturan-aturan
hukum yang dibuat penguasa sangat bergantung pada perimbangan-perimbangan
kekuatan yang ada antara berbagai kelompok masyarakat dan penguasa.

Keadilan,Keseimbangan,dan Kepastian Hukum (Pembagian lebih lanjut atutarn-


aturan menurut Hart)

Hart menamakan norma-norma dengan “aturan-aturan hukum primer” dan


“aturan-aturan sekunder”. Norma-norma tersebut telah menjawab atau merespon yang
oleh Redbruch dianggap sebagai komponen ide hukum, yakni keadilan dengan asas
keseimbangan dan kepastian hukum. Ide hukum tentang keadilan, keseimbangan, dan
kepastian hukum digunakan di dalam masyarakat yang lebih maju dalam menciptakan
peraturan-peaturan bidang pergaulan hidup yang mendasari penggunaan hukum
sebagai sarana bukan saja untuk menertibkan masyarakat tetapi juga untuk
mengubahnya atau mengarahkannya kesuatu jalur evolusi tertentu.

9
E. TATANAN HUKUM PRIMITIF MENUJU HUKUM MODERN
I. Titik Tolak : Pra Sejarah Hukum dan Sejarah Hukum
Sejak terjadinya hukum, maka dalam benihnya dapat dikatakan telah
ada hampir seluruh komponen, yang berlangsung berabad-abad untuk
kemudian menghasilkan tatanan hukum modern masa kini. Konsensus yang
terjadi antara yang memerintah dan yang diperintah, bertumpu pada suatu
gagasan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban yang dapat dijadikan
dasar keadilan.

Pengakuan, pengukuhan, dan pemberian sanksi kebiasaan oleh


penguasa dengan serta-merta menujukan bahwa atas inisiatif sendiri ia juga
dapat mengeluarkan larangan dan perintah. Inilah awal dari perundang-
undangan. Juga telah ada peradilan, yang di dalamnya seringkali putusan-
putusan yang diambil oleh pejabat-pejabat atau badan-badan peradilan
diberlakukan sebagai preseden-preseden untuk waktu yang akan datang.

II. Tatanan-tatanan Hukum Primitif


Pada umumnya semua bangsa pernah mengalami evolusi hukum
selama berabad-abad sebelum periode mereka mempergunakan aksara.
Perbedaan antara pra sejarah hukum dan sejarah hukum pada hakikatnya
terletak pada perbedaan antara bangsa-bangsa tuna aksara dan bangsa-bangsa
beraksara. Dengan demikian aksara ini dapat dikatakan merupakan faktor
kebuyaan terpenting yang menentukan pengevolusian hukum. Sementara
periode peralihan pra sejarah hukum ke sejarah hukum berbeda antara bangsa
yang satu dengan bangsa yang lain. Misalnya antara lain : bangsa Mesir
peralihan tersebut terjadi sekitar abad ke- 28 dan 27 SM, bangsa Romawi
antara abag ke- 5 dan 6 SM, bangsa Germania pada ke-5 sesudah Masehi.

Karakteristik umum tatanan hukum bangsa-bangsa tuna aksara sebagai


berikut : (1) tidak tertulis; (2) tidak ada hukum kebiasaan primitif umum; (3)
setiap kelompok sosial mempunyai hukum kebiasaan masing-masing; (4)
hukum dan agama belum mempunyai perbedaan sistem norma yang jelas; (5)
Agama mempunyai peranan besar dalam tatanan hukum primitif.

10
Aturan-aturan hukum primitf merupakan pengungkapan yuridis
hubungan-hubungan kemasyarakatan. Hal-hal tersebut terbentuk dengan
makin berkembanya hubungan-hubungan sebagai berikut : (1) hubungan-
hubungan keluarga; (2) hubungan kelompok keluarga; (3) hubungan bangsa;
(4) penguasaan benda-benda bergerak; dan ( 5) hubungan kelas-kelas dalam
masyarakat.

III. Tatatan Hukum Arkais


Melalui penemuan aksara perkembangan yuridis mengalami kemajuan.
Pra sejarah hukum telah lewat dan sejarah hukum antik muncul kepermukaan.
Awal dari periode ini sekitar tiga puluh abad Sebelum Masehi. Peradaban-
peradaban daerah perkotaan yang berasal dari abad ke- 40 dan 30 SM
menampakan diri di tiga kawasan besar, yaitu : (i) Mesir, di delta sungai Nil;
(ii) Mesopotamia, di lembag sungai Tigris dan Eufrat; dan (iii) lembah sungai
Indus dengan kota-kota Harappa, Amri, Mahenjo-Daro, dan lain-lain. Kota-
kota tersebut mempunyai pemerintahan sendiri dan yang terpenting adalah
seni tulis menulis telah ada seperti hierogrif di Mesir, tulisan paku di
Mesopotamia, dan huruf-huruf brahmi dan kharasti di India. Atas dasar
peluang untuk mencatat aturan-aturan hukum ini, maka terjadilah tatanan-
tatanan hukum, yang disebut Arkaistis.

(1) Hukum Mesir


Selama hampir 40 abad lamanya, perkembangan hukum di Mesir
mengalami periode-periode pasang surut, yang kira-kira berlangsung
bersamaan dengan fluktuasi-fluktuasi besar kekuasan-kekuasan raja-raja
Mesir, para Fira’un. Sampai tiga kali sejarah Mesir telah berevolusi dari suatu
tatanan feodal patriakhat ke kekuasan tokratis yang sentralistis dan seiring
melemahnya kekuasan tersebut, kembali ke tatanan neo-feodal. Di bawah
tatanan feodal yang disebut “leenstelsel”, tanah sesuai kebutuhan diberikan
sebagai pinjaman, persetujuan peminjaman tanah ini dibuat di bawah sumpah
dan perempuan berada dalam situasi hina dina. Keturunan melalui garis ibu
dan endogami, mengijinkan perkawinan antara kakak dan adik perempuan
yang merupakan ciri-ciri khas hukum keluarga Mesir kuno

11
Nampaknya orang-orang Mesir tidak meninggalkan peraturan
perundang-undangan atau kitab-kitab undang-undang (kodifikasi), setidak-
tidaknya belum ditemukan hal-hal seperti itu. Meskipun demikian, banyak
sekali ditemukan pengumuman dan pemberitahuan tentang undang-undang
tersebut, yang pada hakekatnya telah pernah ditulis sebelumnya, tetapi karena
dalam periode-periode pemberontakan kesemuanya itu telah dibuang atau
dihancurkan. Pada sisi lain dikenal “pelajaran-pelajaran dan buku-buku
kepintaran” yang di dalamnya dijumpai asas-asas tentang hukum yang
bertujuan melindungi barang dan orang dalam pergaulan hidup.

(2) Hukum Babilonia : Zaman Hamurabi


Di Babilonia, sebelum kodeks Hamurabi, juga terdapat kodeks lain,
yaitu : (i) kodeks Urnami, sekitar tahun 2040 SM; (ii) kodeks Esinunna,
sekitar tahun 1930 SM disebuah kerajaan Akadia. Kodeks inimempunyai 60
Pasal; (iii) kodeks Lipitisitar, yang ditulis sekitar tahun 1880 SM dan
mempunyai 37 Pasal. Dibandingkan dengan kodeks-kodeks yang tersebut,
kodeks Hamurabi merupakan “kitab undang-undang yang terpenting dan
terbesar” yang terdiri dari 282 Pasal. Untuk pertama kali dalam sejarah hukum
telah ditetapkan sederet asas-asas seperti hak milik (eigendom) yang sangat
individualistik, sewa bawaan (onderhuur), dan juga perbutan melawan hukum
(onrechtmatig daag). Hukum pidana dalam kodeks Hamurabi terkenal kejam
seperti hukuman mati, pemblasan dendam, pengundungan tangan, jari dan
lain-lain.

3) Hukum Hindu
Hukum Hundu nampaknya berkembang lebih banyak di suasana
aggaris, diantara berbagai daerah pedesaan, baik yang kecil maupun yang
besar. Kesatuan dan persatuan yang tidak dapat dipungkiri yang diperlihatkan
oleh hukum Hindu tradisionil disebabkan oleh faham Brahmanisme. Adapun
Brahmanisme ini bukan saja menganut hukum bahwa manusia itu tidak sama
satu dengan yang lain, tetapi juga membagi-bagi umat manusia dalam kasta-
kasta. Untuk setiap kasta tersedia hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-
masing.

12
Kasta-kasta tersebut dibagi dalam kelompok-kelompok keluarga
patriarchal dengan kekuasaan seumur hidup dari kakek tertua atas perempuan-
perempuan, anak-anak, dan budak-budak. Beberapa contoh hukum Hindu
tentang keluarga antara lain : kewajiban janda untuk melanjutkan perkawinan
denga kakak laki-laki dari almarhum suaminya (leviraatshuweklyk) atau
“kawin ipar”, atau mengikuti suaminya dalam kematian; menyerahkan anak-
anak laki-laki dari anak perempuannya kepada ayah yang tidak mempunyai
anak laki-laki; harta milik bersama keluarga dengan mengecualikan anak-anak
perempuan.

(1) Hukum Mesir


Selama hampir 40 abad lamanya, perkembangan hukum di Mesir
mengalami periode-periode pasang surut, yang kira-kira berlangsung
bersamaan dengan fluktuasi-fluktuasi besar kekuasan-kekuasan raja-raja
Mesir, para Fira’un. Sampai tiga kali sejarah Mesir telah berevolusi dari suatu
tatanan feodal patriakhat ke kekuasan tokratis yang sentralistis dan seiring
melemahnya kekuasan tersebut, kembali ke tatanan neo-feodal. Di bawah
tatanan feodal yang disebut “leenstelsel”, tanah sesuai kebutuhan diberikan
sebagai pinjaman, persetujuan peminjaman tanah ini dibuat di bawah sumpah
dan perempuan berada dalam situasi hina dina. Keturunan melalui garis ibu
dan endogami, mengijinkan perkawinan antara kakak dan adik perempuan
yang merupakan ciri-ciri khas hukum keluarga Mesir kuno
Nampaknya orang-orang Mesir tidak meninggalkan peraturan
perundang-undangan atau kitab-kitab undang-undang (kodifikasi), setidak-
tidaknya belum ditemukan hal-hal seperti itu. Meskipun demikian, banyak
sekali ditemukan pengumuman dan pemberitahuan tentang undang-undang
tersebut, yang pada hakekatnya telah pernah ditulis sebelumnya, tetapi karena
dalam periode-periode pemberontakan kesemuanya itu telah dibuang atau
dihancurkan. Pada sisi lain dikenal “pelajaran-pelajaran dan buku-buku
kepintaran” yang di dalamnya dijumpai asas-asas tentang hukum yang
bertujuan melindungi barang dan orang dalam pergaulan hidup.

13
(2) Hukum Babilonia : Zaman Hamurabi
Di Babilonia, sebelum kodeks Hamurabi, juga terdapat kodeks lain,
yaitu : (i) kodeks Urnami, sekitar tahun 2040 SM; (ii) kodeks Esinunna,
sekitar tahun 1930 SM disebuah kerajaan Akadia. Kodeks inimempunyai 60
Pasal; (iii) kodeks Lipitisitar, yang ditulis sekitar tahun 1880 SM dan
mempunyai 37 Pasal. Dibandingkan dengan kodeks-kodeks yang tersebut,
kodeks Hamurabi merupakan “kitab undang-undang yang terpenting dan
terbesar” yang terdiri dari 282 Pasal. Untuk pertama kali dalam sejarah hukum
telah ditetapkan sederet asas-asas seperti hak milik (eigendom) yang sangat
individualistik, sewa bawaan (onderhuur), dan juga perbutan melawan hukum
(onrechtmatig daag). Hukum pidana dalam kodeks Hamurabi terkenal kejam
seperti hukuman mati, pemblasan dendam, pengundungan tangan, jari dan
lain-lain.

(3) Hukum Hindu


Hukum Hundu nampaknya berkembang lebih banyak di suasana
aggaris, diantara berbagai daerah pedesaan, baik yang kecil maupun yang
besar. Kesatuan dan persatuan yang tidak dapat dipungkiri yang diperlihatkan
oleh hukum Hindu tradisionil disebabkan oleh faham Brahmanisme. Adapun
Brahmanisme ini bukan saja menganut hukum bahwa manusia itu tidak sama
satu dengan yang lain, tetapi juga membagi-bagi umat manusia dalam kasta-
kasta. Untuk setiap kasta tersedia hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-
masing.

Kasta-kasta tersebut dibagi dalam kelompok-kelompok keluarga


patriarchal dengan kekuasaan seumur hidup dari kakek tertua atas perempuan-
perempuan, anak-anak, dan budak-budak. Beberapa contoh hukum Hindu
tentang keluarga antara lain : kewajiban janda untuk melanjutkan perkawinan
denga kakak laki-laki dari almarhum suaminya (leviraatshuweklyk) atau
“kawin ipar”, atau mengikuti suaminya dalam kematian; menyerahkan anak-
anak laki-laki dari anak perempuannya kepada ayah yang tidak mempunyai
anak laki-laki; harta milik bersama keluarga dengan mengecualikan anak-anak
perempuan.

14
Hukum Hindu adalah tatanan hukum yang diwahyukan sekaligus
hukum ini suatu tatanan yang bertumpu pada asas-asas umum tentang
ketidaksamaan manusia, tatanan kasta. Apa yang paling dekat persamaannya
dengan pengertian penulis tentang hukum adalah yang disebut “darma”,
“kewajiban”. Jadi, darma adalah keseluruhan aturan hidup, yang harus diataati
oleh manusia karena setatusnya dalam masyarakat. Tujuan darma adalah
tujuan esensiil masyarakat; hal ini harus memberikan peluang kepada setiap
kasta untuk memenuhi kewajibanya.
Sumber-sumber darma terdiri atas :

1. Kitab suci Weda, yang pada hakikatnya mempunyai dua pengertian,


yakni pengetahuan pada satu sisi dan pada sisi lain naskah-nahkah
suci, yang di dalamnya dicatat apa yang diwahyukan;
2. smr’ti atau tradisi sebenarnya berarti “ingatan”, diantaranya yang
paling terkenal manusmr’ti (ingatan Manu), yang disebut kodeks
Manu. Kodeks Manu ini meliputi 12 buku dan kurang lebih 5400 ayat.
Kodeks ini juga merupakan pembagian secara metodis pertama
kedalam cabang-cabang hukum (hukum keluarga, huku perikatan, dan
hukum pidana), malahan ditinjau dari isinya menunjukan tentang
adanya kematangan pemikiran yuridis yang sangat maju. Misalnya
nuansa perkembangan di dalam pembagian tahap-tahan persetujuan,
cacat-cacat dalam pemberian persetujuan, dasar-dasar tanggung jawab
hukum, title-titel daluarsa akuisitif, dan lain-lain.
3. Kebiasaan, hal ini dipandang oleh penganut Hindu sebagai sumber
hukum. Bahkan dalam kenyataanya, kebiasaan menjadi sumber hukum
terpenting hukum positif Hindu, karena ia menambahkan dan
melengkapi peraturan-peraturan yang dijabarkan dari kitab-kitab suci.

F. TATANAN HUKUM DI DUNIA MASA KINI

1. Tatanan-tatanan Hukum Tuna Aksara

Meskipun tatanan hukum tuna aksara ini mencerminkan suatu stadium primitif
perkembangan hukum, nampaknya hal-hal ini masih di jumpai di dunia masa kini.
Misalnya di sejumlah daerah Afrika, Australia, Brazil, dan tempat-tempat lain.

15
Pada umumnya tatanan hukum tersebut tidak lagi merupakan bentuk-bentuk
primitif karena telah mengalami suatu evolusi panjang yang bagaimanapun juga
seringkali menuntut tatanan hukum yang lebih maju, namun demikian asas-asas
primitif tetap tidak mempunyai kesamaan dengan pandangan hukum yang maju.

2. Tatanan Hukum Tradisonal

Tatanan hukum tradisional merupakan tatanan-tatanan yang dijumpai masa


kini namun unsur-unsur fundamental diturunkan dari sumber-sumber agama atau
filsafat, yang asal-unsulnya membentang kebelakang hingga zaman dahulu,
seperti hukum Iberani, hukum Hindu, hukum Cina, hukum Jepang, hukum Islam.

3. Tatanan Hukum Modern

Tatanan hukum modern masa kini merupakan tatanan hukum yang keluar dari
sumber tradisi kultural Erofa, yakni tatanan hukum Erofa kontinental maupun
tatanan hukum Anglo-Amerika (Common Law). Tatanan hukum hukum Erofa
kontinental merupakan suatu kelompok tatanan hukum yang seringkali disebut
“romanistis-germanitis”, oleh karena campuran unsur-unsur hukum Romawi dan
unsure-unsur dari hukum Germana, terutama Jerman.

Orang-orang Ingris menamakannya Civil Law (satu dan lain hal karena
pengaruh hukum Romawi dahulu, yakni Corpus Juris Civilis dari Justianus).
Sementara Common law ialah hukum yang telah berkembang di Inggris sejak
bagian terakhir abad pertengahan, dari peradilan, dalam hal ini pengadilan-
pengadilan raja. Oleh sebab itu common law asli pun pertama-tama adalah “judge
made law”, artinya suatu tatanan hukum yang terutama tidak bertumpu pada
aturan-aturan hukum yang dibentuk oleh pembuat undang-undang.

4. Hukum Iberani

Hukum Iberani adalah ciri khas sebuah hukum agama, ia tidak mengenal
perbedaan antara asas-asas agama dan asas-asas yuridis. Sumber hukum Iberani
ditemukan di dalam kitab suci, yaitu : (1) Alkitab atau Bible, yakni kitab suci yang
mengandung “undang-undang” yang diwahyukan Allah kepada hamba-Nya; (2)
Misyna dan Gemara, yaitu Misyna merupakan himpunan pendapat para Rabi

16
sedangkan Gemara merupakan glossen (cacatan-catatan) dari ulasan-ulasan dari
Misyna; (3) Talmud merupakan berkas Misyna dan Gemara yang dijadikan satu.

5. Hukum Yunani

Hukum Yunani merupakan salah satu sumber-sumber sejarah terpenting bagi


tatanan-tatanan hukum modern Erofa. Sejarah Hukum Yunani dapat dibagi dalam
periode-periode berikut : (1) Peradaban Kreta dan Peradaban Mykene; (2) periode
gen (clan, generasi persekutuan local); (3) Periode poleis (negara kota), terbentuk
melalui pengelompokan-pengelompokan suku-suku di bawah pimpinan salah
seorang kepala suku; (4) periode abad-abad VIII dan VI SM, diantara beberapa
Negara kota terbentuk suatu tatanan demokrasi, seperti Athena. Sumber histories
Hukum Yunani berupa Gortyn, yaitu suatu inskripsi piagam yang berasal dari
abad 480-460 SM dan mengandung sejumlah aturan-aturan hukum privat. Di
dalam Negara-negara kota Yunani, hukum perdata tidak begitu berkembang
dibandingkan dengan hukum tata negara.

6. Hukum Romawi Kuno

Sejarah hukum Romawi di zaman kuno meliputi 12 abad, mulai dari abad VII SM
sampai periode kerajaan sampai abad VI. Selanjutnya era Kaisar Justianus
sampai abad XV berlangsung kerajaan Romawi Timur atau Byzantum. Sumber-
sumber Hukum Romawi dibedakan berdasarkan :

a. Periode dini, yang berlangsung sejak pertengahan abad II SM. Sumber hukum
periode ini berupa kebiasaan (mos maiorum consuetodo) pada saat Roma
dikuasai organisasi clan, sementara pada masa Kerajaan dan Republik dini
sumber hukum berupa undang-undang, yiatu Undang-undang Dua Belas
Prasasti sebagai salah satu fundamen ius civile.
b. Periode klasik, yang membentang antara abad II SM sampai akhir abad III M.
sumber-sumber terpenting Hukum Romawi Klasik masih tetap berupa
kebiasaan dan undang-undang. Pada perkembangannya, undang-undang itu
telah menajdi sumber terpeting Hukum Romawi masa ini. Undang-undang
meliputi leges, konsul-konsul senat, dan terutama constituties kekaisaran yang
dibedakan dalam empat kategori yaitu (i) edikta-edikta, yaitu ketentuan yang
mempunyai ruang lingkup umum; (ii) dekreta-dekreta, yaitu vonis-vonis yang

17
diucapkan oleh Kaisar atau dewannya berkaitan dengan peristiwa yuridis; (iii)
reskripta-reskripta, yakni jawaban-jawaban yang diberikan oleh kaisar atau
dewannya kepada seorang pejabat negara, seorang megistrat atau bahkan
patikulir; (iv) mandata, yaitu instruksi-instruksi yang diberikan kaisar kepada
gubernur-gubernur provinsi, terutama berhubungan dengan persioalan
administrasi dan perpajakan.
c. Periode terlambat, yang berlangsung sejak era Dominat yang tumbuh dari
krisis yang dialami oleh Kekaisaran Romawi pada abad III M. periode ini
ditandai dan diwarnai oleh pemerintahan absolutisme kekaisaraan, dimana
perundang-undangan Kaisar merupakan sumber hukum terpenting dan pada
sisi lain pengaruh Kristen sedang tumbuh dengan pesat.

G. SEJARAH HUKUM INDONESIA


Sumbangan Von Savigny sebagai “Bapak Sejarah Hukum” telah
menghasilkan aliran historis (sejarah). Cabang ilmu ini lebih muda usianya
dibandingkan dengan sosiologi hukum. Apa yang sejak lama disebut sejarah hukum,
sebenarnya tak lain daripada pertelaahan sejumlah peristiwa-peristiwa yuridisi dari
zaman dahulu yang disusun secara kronologis, jadi adalah kronik hukum dahulu.
Sejarah hukum yang demikian itupun disebut “antiquiteiter”, suatu nama yang cocok
benar. Sejarah adalah suatu proses, jadi bukan suatu yang berhenti melaiknkan suatu
yang bergerak; bukan mati.

Melainkan hidup. Hukum sebagai gejala sejarah berarti tunduk pada


pertumbuhan yang terus menerus. Pengertian tumbuh membuat 2 arti yaitu, perubahan
dan stabilitas. Hukum tumbuh, berarti bahwa ada terdapat hubungan yang erat,
sambung-menyambung atau hubungan yang tak terputus-putus antara hukum pada
masa kini dan hukum pada masa lampau. Hukum pada masa kini dan hukum pada
masa lampau merupakan suatu kesatuan. Itu berarti, bahwa kita dapat mengerti
hukum kita pada masa kini, hanya dengan penyelidikan sejarah., bahwa mempelajari
hukum secara ilmu pengetahuan harus bersifat juga mempelajari sejarah.

18
Misal saja penelitian yang dilakukan oleh Mohd. Koesno tentang hukum adat
setelah Perang Dunia II melalui beberapa pentahapan (periodisasi). Secara kronologi
perkembangan tersebut dibaginya dalam beberapa tahap, yaitu:

1. Masa 1945-1950
2. Masa UUDS 1950
3. Masa 1959-1966
4. Masa 1966-sekarang
Penetapan tersebut disertai analisis yang mendalam tentang kedudukan dan
peranan hukum adat pada masa-masa tersebut.
Mempelajari sejarah hukum memang bermanfaat, demikian yang dikatakan oleh
Macauly bahwa dengan mempelajari sejarah, sama faedahnya dengan membuat
perjalanan ke negeri-negeri yang jauh.

H. PERANAN DAN FUNGSI SEJARAH HUKUM

Sebagai mana lazimnya moral yang terdapat pada pelajaran sejarah, maka
study mengenai sejarah hukum ini akan mehasilkan keuntungan – keuntungan yang
sama seperti orang mempelajari sejarah umum. Salah satu dari keuntungan tersebut
adalah, bahwa pengetahuan kita mengenai system atau lembaga atau pengaturan
hukum tertentu menjadi lebih mendalam dan diperkaya. Kekeliruan – kekeliruan
baik dalam pemahaman, maupun penerapan suatu lembaga atau ketentuan hukum
tertentu, diharapkan dapat dicegah dengan cara mendapatkan keuntungan tersebut
diatas.

Seperti telah dijelaskan diawal bahwa sejarah hukum merupakan salah satu
bidang study hukum yang mempelajari perkembangan dan asal usul system hukum,
mengungkap fakta dan membandingkan antara hukum yang lampau dengan hukum
sekarang ataupun yang akan dating. Dalam peranannya sejarah hukum juga berusaha
mengenali dan memahami secara sistematis proses – proses terbentuknya hukum,
factor – factor yang menyebabkan dan sebagainya dan memberikan tambahan
pengetahuan yang berharga untuk memahami fenomena hukum dalam masyarakat.

19
Di samping itu sejarah hukum juga mempunyai kegunaan:

1. Sejarah hukum dapat memberikan pandangan yang luas bagi kalangan hukum.
Hukum tak akan mungkin berdiri sendiri, karena senantiasa dipengaruhi oleh
aspek – aspek kehidupan lain, dan juga mempengaruhinya. Hukum merupakan
hasil perkembangan dari salah satu aspek kehidupan manusia. Hukum masa kini
merupakan hasil perkembangan dari hukum masa lampau dan hukum masa kini
merupakan dasar bagi hukum masa yang akan dating. Sejarah hukum akan saling
melengkapi pengetahuan dikalangan hukum.
2. Hukum sebagai kadidah merupakan patokan perikelakuan atau sikap tindak yang
sepantasnya. Patokan tersebut memberikan pedoman, bagaimana seharusnya
manusia berkelakuan atau bersikap tindak, merupakan hasil dari perkembangan
pengalaman manusia semnjak dahulu kala. Kaidah-kaidah hukum tersebut tahap
demi tahap mengalami perombakan, peubahan, penyesuaian, pengembangan dan
seterusnya. Sejarah hukum akan dapat mengungkapan apa sebabnya kaidah-
kaidah pada masa kini mempunyai sifat dan isi tertentu. Tanpa sejarah hukum tak
akan dapat dimengerti mengapa pasal 293 dan 534 KUHP misalnya berbunyi
demikian, sehingga oleh sementara kalangan dianggap bertentangan dengan
program keluarga berencana.
3. Sejarah hukum juga berguna dalam praktik hukum. Sejarah hukum sangat
penting untuk mengadakan penaksiran secara historical terhadap peraturan –
peraturan tertentu.
4. Dalam bidang pendidikan hukum, sejarah hukum akan sangat membantu
mahasiswa untuk lebih memahami hukum yang dipelajarinya. Untuk penelitian
hukum sejarah hukum juga berguna terutama untuk mengungkap kebenaran
dengan kaitannya dengan masa lampau dan masa kini.
5. Sejarah hukum dapat mengungkapkan fungsi dan efektifitas lembaga – lembaga
hukum tertentu. Artinya pada situasi – situasi semacam apakah suatu lembaga
hukum benar – benar dapat berfungsi atau malahan tidak berfungsi sama sekali.
Ini sangan penting, terutama bagi pembentuk dan penegak hukum. Akhirnya
sejarah hukum memberikan kemampuan, untuk dapat menilai keadaan – keadaan
yang sedang dan memecahkan masalah – masalahnya.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah hukum adalah merupakan bagian dari ilmu hukum sebagaimana yang
telah dikemukakan oleh Van Apeldoorn, bahwa Hukum sebagai gejala dalam
masyarakat, maka keseluruhan kebiasaan-kebiasaan hukum yang berlaku dalam
masyarakat adalah objek dari ilmu hukum. Van Apeldoorn memberikan definisi dan
pengertian tentang Ilmu Sejarah Hukum yaitu Ilmu yang mempelajari dan menyelidiki
perkembangan hukum dari masa ke masa. Suatu hukum akan mudah dimengerti dan
dipahami dengan benar apabila diketahui sejarah perkembangannya. Dengan
mempelajari sejarah hukum, akan memudah dan membantu dalam menafsirkan pasal-
pasal sebuah undang-undang atau peraturan perundang-undangan.

Ilmu hukum Indonesia adalah suatu sistem pengetahuan yang mempelajari


tentang hukum-hukum terdapat di Indonesia, sehingga kita dapat mengenal tentang
hukum di Indonesia. Dari Makalah ini kita dapat mengetahui sejarah hukum di
Indonesia sehingga kita dapat lebih mendalami dan memahami tentang hukum secara
singkat dan jelas, yang kedepannya akan mendorong kita agar berhati-hati dalam
bertindak. Di dalam makalah ini juga telah diterangkan berbagai hukum yang berlaku
di Indonesia yang dilihat dari sejarah hukum Indonesia, sehingga kita dapat
mempunyai pedoman dan pengetahuan yang lebih tentang hukum.

B. Saran
Sejarah hukum tergolong pengetahuan yang masih muda dan belum banyak
dikenal bahkan dikalangan pakar hukum sendiri sehingga pertumbuhan dan
perkembangannya belum menggembirakan. Hal ini mungkin sekali disebabkan oleh
belum disadarinya betapa pentingnya disiplin ilmu baru ini dalam menunjang dan
memahami ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum positif.

Bahwa Sistem Hukum Indonesia harus sesuai dengan norma dan kaidah yang
hidup di masyarakat. Hal ini dikarenakan hukum itu harus memandang keadaan dan
kondisi masyarakat agar dapat menciptakan keadilan, kepastian dan kemanfaatan bagi

21
masyarakat itu sendiri. Hukum positif akan berjalan efektif bila sesuai dengan hukum
yang hidup di dalam masyarakat.

Demikian makalah dari kami, semoga dapat bermanfaat dan menambah


pengetahuan pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas dan kami juga
sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima dihati dan kami ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi,Arif 2016. Pengantar Hukum Indonesia;LKIS Pelangi Aksara

Djamali ,Abdoel,2011 Pengantar Hukum Insonesia,Jakarta; Raja Grafindo Persada

Abdul Ghofur Anshor 2006i, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, .
Emeritus John Gilisen dan Emeritus Frits Gorle 2011, Sejarah Hukum: Suatu
Pengantar, Cetakan Kelima, Bandung: PT. Refika Aditama,
Moh Hasbullah dan Dedi Supriyadi 2012, Filsafat Sejarah. Bandung: CV Pustaka Setia,

23
BIODATA PRIBADI

I. IDENTITAS PRIBADI

1 NAMA : EKA RISTIA.S

2 TEMPAT/ : 25-11-1990
TANGGAL LAHIR

3 JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

4 AGAMA : ISLAM

5 SUKU : JAWA

6 PEKERJAAN : ASN

7 ALAMAT : JL.TAMBUN BUNGAI

Hormat Kami

EKA RISTIA.S

24

Anda mungkin juga menyukai