Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“TUNTUAN HAK DAN JENIS-JENIS TUNTUAN HAK”


Mata Kuliah Hukum Acara Perdata Bpk Mahin Ainun Naim M.Pd

Disusun oleh kelompok 3 :


Abd. Aziz Wahyudi
Anas Mahfud

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


STKIP PGRI SAMPANG TAHUN AKADEMIK 2022-2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang mana ia telah
memberi rahmat dan inayah beliau kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “TUNTUAN HAK DAN JENIS-JENIS TUNTUAN HAK” tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah, Untuk memenuhi
syarat tugas kelompok yang ditugaskan oleh Bpk Mahin Ainun Naim M.Pd selaku
dosen pengampu Mata Kuliah Hukum Acara Perdata. Selain itu studi kasus ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Hukum Acara Perdata.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bpk Mahin Ainun Naim M.Pd
selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Acara Perdata Yang telah
memberikan tugas kepada kelompok kami sehingga dapat menambah wawasan
bagi kelompok kami saat ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang terlibat ataupun official kelompok tiga, Yang telah sudi meluangkan
waktu, pikiran, dan tenaganya untuk terselesaikannya makalah ini. Kami
menyadari makalah ini sangat jauh sekali dari kata sempurna apalagi istimewa,
Oleh karna itu kami perlu kritik dan saran yang mana kritik dan saran tersebut
dapat di jadikan motivasi dan pembelajaran, Agar kedepannya dapat semakin
lebih baik lagi.

i
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

A. LATAR BELAKANG..........................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................2
C. TUJUAN PENULISAN........................................................................3
D. MANFAAT PENULISAN...................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................4

1. DEFINISI TUNTUTAN HAK.............................................................4


2. JENIS-JENIS TUNTUTAN HAK........................................................7
3. BENTUK-BENTUK TUNTUTAN HAK............................................13

BAB III PENUTUP..........................................................................................14

A. KESIMPULAN.....................................................................................14
B. SARAN.................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dalam berinterkasi satu sama lainnya dalam kehidupan


masyarakat sering menimbulkan konfilk. Konflik ini adakalanya dapat
diselesaikan secara damai, tetapi adakalanya konflik tersebut menimbulkan
ketegangan yang terus- menerus sehingga menimbulkan kerugian pada kedua
belah pihak. Agar dalam mempertahankan hak masing-masing pihak itu tidak
melampaui batas-batas dari norma yang ditentukan maka perbuatan
sekehendaknya sendiri haruslah dihindarkan. Apabila para pihak merasa hak-
haknya terganggu dan menimbulkan kerugian, maka orang yang merasa haknya
dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri dengan prosedur
yang berlaku. Perkara gugatan merupakan perkara yang diajukan ke pengadilan
yang didalamnya terdapat konflik atau sengketa yang meminta hakim untuk
mengadili dan memutus siapa diantara pihak-pihak yang bersengketa atau
berkonflik, tersebut yang benar. Perkara gugatan disini termasuk dalam lingkup
perkara perdata yang diatur tersendiri oleh hukum acara perdata.

Tuntutan hak dalam hukum acara perdata umumnya terdapat 2 (dua)


pihak atau lebih, yaitu antara pihak penggugat dan tergugat, yang mana terjadinya
gugatan umumnya pihak tergugat telah melakukan pelanggaran terhadap hak dan
kewajiban yang merugikan pihak penggugat. Terjadinya gugatan umumnya
setelah pihak tergugat melakukan pelanggaran hak dan kewajiban yang merugikan
pihak penggugat, tidak mau secara sukarela memenuhi hak dan kewajiban yang
diminta oleh pihak penggugat, sehingga akan timbul sengketa antara penggugat
dan tergugat Dalam praktek, cukup banyak dasar hukum yang dapat dijadikan
alasan untuk mengajukan gugatan. Secara awam, dapat dicontohkan: perceraian,
perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), ingkar janji (wanprestatie),
menguasai tanah tanpa izindari yang berhak atau kuasanya atau sering disebut
penyerobotan (wilde occupatie), dan sengketa status hukum (hak/recht).

1
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, manusia adalah sentral. Manusia
adalah penggerak kehidupan masyarakat karena manusia itu adalah pendukung
hak dan kewajiban. Dengan demikian, hukum perdata material pertama kali
menentukan dan mengatur siapakah yang dimaksud dengan orang sebagai
pendukung hak dan kewajiban itu. Menurut fungsinya, hukum dibedakan menjadi
hukum materil dan hukum formil atau hukum acara. Hukum acara perdata adalah
hukum perdata formil, yang pada dasarnya berfungsi mempertahankan atau
menegakkan hukum perdata materiil melalui pengadilan apabila terjadi
pelanggaran terhadap hukum perdata materiil atau terjadi sengketa. Bahkan
hukum acara perdata juga mengatur bagaimana tata cara memperolah hak dan
kepastian hukum manakala tidak terjadi sengketa melalui pengajuan
“permohonan” ke pengadilan.Namun demikian, secara umum hukum acara
perdata mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui hakim di
pengadilan penyusunan gugatan, pengajuan gugatan, pemeriksaan gugatan,
putusan pengadilan sampai dengan eksekusi atau pelaksanaan putusan pengadilan.

Ada beberapa jenis tuntutan hak yang harus diketahui Untuk memulai dan
menyelesaikan persengketaan perkara tuntutan yang terjadi diantara anggota
masyarakat, salah satu pihak yang bersengketa harus mengajukan permintaan
pemeriksaan kepada pengadilan. Para pihak yang dilanggar haknya dalam perkara
perdata disebut penggugat yang mengajukan gugatan kepada pengadilan dan
ditujukan kepada pihak yang melanggar (tergugat) dengan mengemukakan duduk
perkara (posita) dan disertai dengan apa yang menjadi tuntutan penggugat
(petitum).

Berdasarkan uraian diatas maka kelompok tiga tertarik untuk melakukan studi
ilmiah yang berbentuk makalah yang berjudul “TUNTUAN HAK DAN JENIS-
JENIS TUNTUAN HAK”
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan singkat diatas maka rumusan masalah yang ingin kami
pecahkan yaitu :
1. Apa definisi tuntutan hak?
2. Apa saja jenis-jenis tuntutan hak?
3. Apa saja bentuk-bentuk tuntutan hak?

2
C. Tujuan Penulisan
Merujuk pada poin rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin kami capai
adalah :
1. Mengetahui dan memahami definisi tuntutan hak
2. Mengetahui dan memahami jenis-jenis tuntutan hak
3. Mengetahui dan memahami bentuk-bentuk tuntutan hak
D. Manfaat Penulisan
Terselesaikannya makalah tentang “PENGERTIAN, FUNGSI, TUJUAN
SERTA JENIS-JENIS PENYITAAN” yang digarap oleh kelompok tiga ini
insyaallah mengandung beberapa manfaat yang diantaranya :
1. Setelah membaca dan memahami makalah ini, pembaca akan
mengerti tentang seluk beluk ““TUNTUAN HAK DAN JENIS-
JENIS TUNTUAN HAK”
2. Agar memenuhi syarat tugas kelompok mata kuliah Hukum Acara
Perdata yang diampu oleh Bpk Mahin Ainun Naim M.Pd
3. Agar menjadi pedoman dan bahan bacaan bagi mahasiswa yang
lain untuk lebih mendalami “TUNTUAN HAK DAN JENIS-
JENIS TUNTUAN HAK”

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN TUNTUTAN HAK


Yang dimaksud dengan suatu tuntutan hak yaitu: sesuatu tuntutan diajukan
oleh penuntut kepada tertuntut melalui pengadilan. tuntutan dalam hukum
acara perdata umumnya terdapat 2 (dua) pihak atau lebih, yaitu antara pihak
penuntut dan tertuntut, yang mana terjadinya penuntut umumnya pihak
tertuntut telah melakukan pelanggaran terhadap hak dan kewajiban yang
merugikan pihak tertuntut. Terjadinya tuntutan umumnya setelah pihak
tertuntuk melakukan pelanggaran hak dan kewajiban yang merugikan pihak
penggugat tidak mau secara sukarela memenuhi hak dan kewajiban yang
diminta oleh pihak penggugat, sehingga akan timbul sengketa antara penggugat
dan tergugat. Sengketa yang dihadapi oleh pihak apabila tidak bisa diselesaikan
secara damai di luar persidangan umumnya perkaranya diselesaikan oleh para
pihak melalui persidangan pengadilan untuk mendapatkan keadilan (Sarwono,
2013).
Menurut Sudikno Mertokusumo, tuntutan hak yaitu tindakan yang
bertujuan memberikan perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk
mencegah perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting), Sementara itu,
menurut Darwin Prinst yang dikutip oleh Lilik Mulyadi menyebutkan bahwa
tuntutan hak adalah suatu permohonan yang disampaikan kepada ketua
Pengadilan Negeri yang berwenang, mengenai suatu tuntutan terhadap pihak
lainnya, dan harus diperiksa menurut tata cara tertentu oleh pengadilan, serta
kemudian diambil putusan terhadap gugatan tersebut. Gugatan dapat
disimpulkan sebagai suatu tuntutan hak dari setiap orang atau pihak
(kelompok) atau badan hukum yang merasa hak dan kepentingannya dirugikan
dan menimbulkan perselisihan, yang ditujukan kepada orang lain atau pihak
lain yang menimbulkan kerugian itu melalui pengadilan, yang dalam objek
pembahasan ini adalah pengadilan negeri. Oleh karena itu, syarat mutlak untuk
dapat menggugat ke pengadilan haruslah atas dasar adanya perselisihan atau
sengketa.

4
(Sophar Maru Hutagalung, 2011: 1). Adapun yang dimaksud “pihak
lain” itu bisa terdiri dari seseorang, beberapa orang, atau sekelompok orang,
baik atas nama suatu badan hukum maupun yang bukan badan hukum. Adapun
pihak yang mengajukan tuntutan disebut dengan “penggugat” atau kalau lebih
dari satu disebut “para penggugat”. Adapun pihak yang dituntut di pengadilan
disebut “tergugat” atau kalau lebih dari satu disebut “para tergugat”. Dengan
kata lain yang lebih ringkas, gugatan adalah tuntutan hak yang diajukan oleh
pihak penggugat kepada pihak tergugat melalui pengadilan (Sophar Maru
Hutagalung, 2011: 1). Dalam hal perkara perdata, dikenal yang dimaksud
perkara voluntair dan perkara kontentiosa. Dalam perkara voluntair, biasanya
yang diajukan ialah berupa suatu permohonan (Bambang Sugeng, Sujayadi,
2011: 23). Permohonan atau gugatan voluntair adalah permasalahan perdata
yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau
kuasanya yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Ciri khas
permohonan tuntutan hak yaitu bisa disebut voluntair (M. Yahya Harahap,
2011: 29):

1. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak semata (for the


benefit of one party only); a. Benar-benar murni untuk
menyelesaikan kepentingan pemohon tentang sesuatu permasalahan
perdata yang memerlukan kepastian hukum, misalnya permintaan
izin dari pengadilan untuk melakukan tindakan tertentu; b. Dengan
demikian pada prinsipnya, apa yang dipermasalahkan pemohon,
tidak bersentuhan dengan hak dan kepentingan orang lain.

2. Permasalahan yang dimohon penyesuaian kepada Pengadilan Negeri,


pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain (without disputes
of differences with another party) Berdasarkan ukuran ini tidak
dibenarkan mengajukan permohonan tentang penyelesaian sengketa
hak atau pemilikan maupun penyerahan serta pembayaran sesuatu
orang lain atau pihak ketiga.

3. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan,
tetapi bersifat ex-parte Benar-benar murni dan mutlak satu pihak

5
atau bersifat ex-parte. Permohonan untuk kepentingan sepihak (on
behalf of one party) atau yang terlibat dalam permasalahan hukum
(involving only one party to a legal matter) yang diajukan dalam
kasus itu, hanya satu pihak. Lain halnya dengan gugatan contentiosa,
gugatannya mengandung sengketa antara dua pihak atau lebih.
Permasalahan yang diajukan dan diminta untuk diselesaikan dalam
gugatan, merupakan sengketa atau perselisihan di antara para pihak
(between contending parties). Di masa yang lalu bentuk ini disebut
contentiosa rechtspraak. Artinya, penyelesaian sengketa di
pengadilan melalui proses sanggah-menyanggah dalam bentuk replik
(jawaban dari suatu jawaban), dan duplik (jawaban kedua kali). Atau
disebut juga op tegenspraak, yaitu proses peradilan sanggah-
menyanggah (M. Yahya Harahap, 2011: 46).

Oleh karna itu, sebelum gugatan disusun dan diajukan kepada pengadilan,
Pengggugat harus meneliti dengan saksama apakah kerugian yang diderita itu
sehingga ia menuntut hak kepengadilanmempunyai dasar hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan atau tidak, apabila dasar hukum sebagai dalil gugat
yang sudah diketahui maka dengan mudahnya mengklasifikasikan, gugatan
yang disusun itu termasuk sebagaigugatan yang kategori apa,misalnya kategori
perbuatan melawan hukum sebagaimana tersebut dalam pasal 1365 B.W,,
Wanprestasi, kewarisan atau gugatan perdata lainnya.Masalahnya ini sangat
penting untuk diperhatikan di dalam menyusun gugatan perdata yang akan
diajukan kepada pengadilan.banyak gugatan yang tidak diterima karena ada
kesalahan dalam membuatnya
Pada akhirnya bahwa tuntutan hak merupakan hak bagi setiap orang yang
merasa memiliki hak diberi perlindungan oleh hukum untuk mempertahankan
haknya tersebut. Seseorang di dalam mempertahankan haknya dapat
mengajukan tuntutan hak bilamana haknya tersebut dilanggar oleh orang lain.
Kiranya sudah selayaknya apabila disyaratkan adanya kepentingan untuk
mengajukan tuntutan hak. Seseorang yang tidak menderita kerugian
mengajukan tuntutan hak, tidak mempunyai kepentingan. Sudah sewajarnya
tuntutannya itu tidak diterima sebagai dasar pengajuan tuntutan hak. Sebagai

6
misal: A hutang uang kepada B. Setelah jangka waktu yang telah ditetapkan
lewat, A tidak mau melunasi hutangnya. Kemudian C (kakak B) yang
bertanggung jawab atas adiknya dan merasa wajib membelanya, tanpa
mendapat kuasa dari B, menggugat A agar melunasi hutangnya kepada B.
Tidak dapat disangkal bahwa C mempunyai kepentingan. Akan tetapi
kepentingannya itu kurang cukup untuk timbulnya hak guna menuntut baginya
agar dapat diterima oleh pengadilan untuk diperiksa. Jadi tidak setiap orang
yang mempunyai kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak semaunya ke
pengadilan. Kalau dibiarkan setiap orang yang mengajukan tuntutan hak, dapat
dibayangkan bahwa pengadilan akan kebanjiran/kewalahan menerima tuntutan
hak. Untuk mencegah agar setiap orang tidak asal saja mengajukan tuntutan
hak kepengadilan yang akan menyulitkan pengadilan, maka hanya kepentingan
yang cukup dan layak serta mempunyai dasar hukum sajalah yang dapat
diterima sebagai dasar tuntutan hak.
2. JENIS-JENIS TUNTUTAN HAK

1. Tuntutan Hak Sederhana


Mengingat pasal 8 rv secara prinsip, gugatan sederhana wajib
memuat hal-hal sebagai berikut.
a. Identitas para pihak yang berperkara
Dalam hal ini menyangkut nama, tempat, tanggal lahir, alamat,
pekerjaan, serta kapasitasnya dalam perkara tersebut untuk dan atas
nama diri sendiri, atau untuk atas nama lembaga atau subjek hukum
lain.
b. Dalil-dalil yang berisi permasalahan atau peristiwa sebagai dasar
gugatan
Bagian ini memuat rumusa-rumusan permasalahan atau
peristiwa hukum yang telah terjadi. Pada pokoknya terdiri atas
peristiwa nyata yang benar-benar terjadi di antara para pihak.
Misalnya mengenai dua badan hukum yang mengadakan perjanjian
pembiayaan untuk membeli mesin pabrik. Berdasarkan uraian fakta
yang terjadi diungkapkan dalil-dalil sebagai uraian yuridis.dari
peristiwa tersebut dirumuskan adanya pelanggaran hukum. Uruaian

7
semacam ini dikenal dengan sebutan fundamentum petendi atau posita.
Menurut pasal 163 hir sebagai mana pasal 285 rbg atau 1865 kuh
perdata secara tegas menyatakan, ’’orang yang mendalilkan bahwa
dirinya mempunyai hak atau guna meneguhkan haknya sendiri atau
membantah suatu hak orang lain menunjuk pasa suatu peristiwa
diwajibkan membuktikan adanya hak atas peristiwa tersebut’’.
c. Tuntutan atau permintaan dalam putusan hakim
Tuntutan adalah segala sesuatu tentang apa yang diminta atau
diharapkan penggugat kepada hakim yang berkenaan dengan
gugatannya atau yang dikenal dengan petitum. Berdasarkan dalil-dalil
yang telah dipaparkan dalam posita menuntut hakim untuk memiriksa
perkara agar memberikan keputusan sesuai dengan hak-haknya yang
dilindungi undang-undang. Karena sebagai subjek hukum pihak
penggugat dalam hal ini menuntut akan hukum ditegakkan untuk
melindungi hak dan kepentingannya.

2. Tuntutan Hak Rekonpensi


Bertitik tolak kontruksi guagatan sederhana seperti sebelumnya,
dalam proses peradilan dapat terjadi pula gugatan rekonpensi. Pengertian
gugatan utamanya disebut sebagai gugatan konpensi, sedangakan pihak
tergugat dalam kerangka mempertahankan haknya oleh karena itu undang-
undang memperkenankan untuk melakukan gugatan balik yakni gugatan
rekonpensi.Sebagaimana dalam pasal 132 a hir/pasal 157 rbg
dipersilahkan terhadap segala hal kecuali hal-hal sebagai berikut.
a. perubahan dari pihak, yakni semula pihak yang bersanggutan bertindak
untuk dan atas nama orang lain, kemudian sebagai penggugat
rekonpensi bertindak untuk dan atas nama diri sendiri.
b. perubahan kewenangan pengadilan yang mengadili perkaranya,
misalnya dalam perkara konpensinya adalah kewenangan pangadilan
negeri a, sedangkan pada perkara rekonpensinya adalah kewenangan
pengadilan negeri b.
c. bertentangan dengan pokok perkara utamanaya, yang menyangkut
perselisihan pelaksanaan putusan hakim. Contohnya, dalam gugatan

8
konpensi si a menggugat b dalam perkara perjanjian utang piutang,
kemudian b mengajukan gugatan rekonpensi terhadap a tentang
perbuatannya yang tidak mau melaksanakan putusan pengadilan dalam
perkara lain yang telah memiliki kekuatan eksekusi.
Dalam praktek kepengacaraan, materi gugatan rekonpensi pada
umumnya memilii titik kait dengan materi gugatan konpensi. Dalam
proses gugatan semacam itu terdapat penggugat asal yang juga menjadi
terguat rekonpensi di satu pihak, serta teargugat asal yang sekaligus
penggugat rekonpensi di pihak lain. Kedua perkara, yakni gugatan
konpensi dan gugatan rekonpensi diperiksa bersama-sama dan diputuskan
dalam satu keputusan.Oleh karena itu, gugatan rekonpensi hannya dapat
diajukan bersamaan dengan menyerahkan jawaban pertama atas gugatan
konpensi. Gugatan rekonpensi yang diajukan bersamaan dengan jawaban
tertulis kedua (duplik), menurut pendapat mahakamah agung ri sebagai
mana tertuang dalam putusannya nomor. Reg. 346 K/Sip/1975, tanggal 26
april 1979 adalah sudah terlambat.

3. Tuntutan Hak Provesionil


Biasanya, ketika gugatan diajukan ke pengadilan, pihak penggugat
merasa perlu melakukan tindakan sementara selama proses pemeriksaan
pokok perkaranya masih sedang berlangsung. Tuntutan tindakan
sementara yang dimintakan kepada hakim pemeriksa semacam itu disebut
dengan gugatan provionil.Syaratnya, materi gugatannya tidak mengenai
pokok perkaranya. Sehubungan dengan hal itu, mahkamah agung RI
nomor reg. 1070 K/Sip/1975, tanggal 7 mei 1973 menetapkan bahwa
tuntutan provisionil yang menyangkut pokok perkaranya tidak dapat
diterima.
Pengajuan gugatan provisionil bersamaan dengan gugatan
pokoknya, namun hakim setelah memerhatikan dalil-dalilnya segera akan
memberikan keputusan sela tentang diterima atau tidak diterimanya
gugatan provisionil itu. Gugatan semacam itu biasanya diajuakan oleh
pihak penggugat sehubungan adanya.Misalnya, tergugat mengusai objek
sengketa yang masih belum jelas setatus hukumnya.Untuk itu, melai

9
gugatan provisionil dimohonkan agar hakim pemeriksa memutuskan
dalam putusan selanya bahwa objek sengketa dimaksud ditetapkan dalam
setatus quo.Atas keputusan sela tersebut pihak tergugat dapat mengajukan
banding.Namun memori banding maupun kontra memori bandingnya
menjadi suatu berkas dengan berkas banding atas putusan akhir.

4. Tuntutan Hak Insidentil


Sesuai dengan istilahnya, gugatan insidentil dapat diajukan oleh
pihak-pihak yang berperkara dalam kerangka untuk mempertahankan
haknya, yaitu dengan cara memasukkan pihak ketiga kedalam perkara
yang tengah diperiksa. Prosedurnya, pihak tergugat mengajukan
permohonan itu kepada hakim pemeriksa, baik secara lisan atau tertulis
pada saat menyerahkan jawaban pertamanya.Atas permohonan tersebut
pihak tergugat dapat mengajukan banding, namun memori banding
maupun kontra memori bandingnya menjadi satu berkas dengan berkas
banding atas putusan akhir.Yang termasuk dalam pengertian gugatan
insidentil adalah sebagai berikut.
a. Gugatan Jaminan (Vrijwaring)
Gugatan jaminan adalah tindakan hukum yang dilakukan
tergugat dengan menarik pihak ketiga pada saat proses pemeriksaan
pokok perkaranya sedang berlsngsung. Pihak tergugat bersamaan
dengan penyerahan jawaban pertamanya, baik secara tulisan atau
tertulis mengajukan permohonan kepada majelis hakim pemeriksa
untuk dikenakan menarik pihak ketiga demi melindungi
kepentingannya.Bila hakim pemeriksa dapat menerima alasan-alasan
tergugat, selanjutnya pihak ketiga yang bersangkutan dipersilakan
mengajukan berkas tertulis tentang jaminan (vrijwaring) sesuai dengan
permohonan tergugat. Seperti halnya susunan surat gugatan,
redaksional tentang jaminan ini pun harus memuat dalil-dalil yang
memiliki kaitan dengan pokok perkaranya serta apa tuntutannya.

10
Gugatan jaminan dapat terjadi, misalnya seseorang bernama A
menjual barang kepada B. Menurut pasal 1492 KUH Perdata, wajib
bagi B untuk menjamin terhadap A atas segala sesuatu berkenaan
dengan barang yang dijualnya tersebut dari gangguan pihak ketiga.
Bila ternyata kemudian ada gugatan dari pihak ketiga terhadap B, tentu
saja B dapat menarik A dalam perkara itu untuk memberikan jaminan.
Dalam gugatan semacam ini posisi tergugat menjadi penggugat dalam
jaminan (vrijwaring), sedangkan pihak ketiga berkedudukan sebagai
tergugat dalam jaminan (vrijwaring)Gugatan Intervensi
Gugatan intervensi adalah tindakan pihak ketiga yang
masuk kedalam perkara yang tengah dalam proses pemeriksaan. ada
dua macam gugatan intervensi yakni sebagai berikut.
1) Tussemkomst
Pengertian tussemkomst adalah suatu tindakan hukum yang
dilakukan pihak ke tiga dalam proses pemeriksaan perkara yang
tengah berlangsung. Tindakan hukum pihak ketiga dimaksud
adalah atas kehenddak dan kemauan sendiri dalam upaya membela
kepentingannya yang terancam dengan adanya sengketa kedua
pihak di pengadilan. Untuk itu,yang bersangkutan wajib
mengajukan permohonan gugatan tussemkomst,yang model dan
struktur paparannya seperti mengajukan gugatan sederhana. Untuk
permohonan ini hakim pemeriksa perkara akan memeriksa lebih
dahulu perkaranya, sebelum memeriksa pokok perkara. Oleh karna
itu, hakim akan memeberikan putusan sela.
Seperti halnya pengajuan gugatan sederhana, penggugat
tussemkomst memiliki beban kewajiban membuktikan dalil-dalil
tersebut berkaitan dengan tindakan hukumnya.Oleh karena itu,
harus disiapkan pula bukti-bukti tertulis maupun bukti keterangan
saksi untuk meneguhkan dalil gugatan tussemkomst-nya.
Selanjutnya hakim pemeriksa perkara memutuskan dalam putusan
selanya, apakah dapat menerima ataumenolak permohonan gugatan
semacam itu.atas putusan sela tersebut, baik penggugat asli,

11
tergugat asli, maupun penggugat tussemkomst dapat mengajukan
banding. Namun, pemeriksaan berkas perkara banding tersebut
akan diperiksa bersamaan dengan berkas putusan akhir atas pokok
perkaranya. Dengan kata lain, agar pemeriksaan pokok perkaranya
tidak terhenti karena adanya permohonan banding atas putusan sela
gugatan tussemkomst dimaksud , maka berkas banding tidak serta
merta dikirimkan ke pengadilanbanding seketika setelah pihak
yang mengajukan menandatangani risalah banding di kepaniteraan
pengadilan negari.
2) voeging atau partijen
Berbeda dengan pengertian sebelumnya, intervensi model
voeging atau partijen terjadi manakala permohonan keterlibatan
pihak ketiga ke dalam perkara yang masih dalam proses
pemeriksaan. Tindakan hukum seperti itu dilakukan demi
kepentingan pihak ketiga sendiridan atau sekaligus menyelamatkan
kepentingan salah satu dari para pihak yang tengah berperkara.
Oleh karena itu, surat gugatan voeging atau partijen pihak ketiga
meminta kepada hakim pemeriksa perkara agar diperkenankan
berada secara bersama-sama dalam suatu pihak, baik di pihak
penggugat atau tergugat, untuk melawan pihak lainnya.
Seperti halnya pada intervensi tussemkomst, hakim
pemeriksa perkara dalam hal ini juga akan memberikan putusan
sela yang isinya apakah dapat menerima atau menolak permohonan
gugatan semacam itu. Atas putusan sela tersebut, baik penggugta
asli, tergugat asli, maupun penggugat voeging atau partijen dapat
mengajukan banding. Namun, pemeriksaan berkas perkara seperti
itu akan diperiksa bersamaan dengan berkas putusan akhir pokok
perkaranya di tingkat banding. Dalam kalimat lain, dengan maksud
agar pemeriksaan pokok perkaranya tidak terhenti oleh upaya
banding atas putusan sela gugatan voeging atau partijen dimaksud,
maka berkas banding tidak semerta-merta dikiramkan ke

12
pengadilan banding seketika setelah pihak yang mengajukannya
menandatangani risalah banding di kepaniteraan pengadilan negeri.
(M.Yahya Harahap; 2008). Mengatakan bahwa jenis tuntutan hak dibagi
dua; (1.) Gugatan Permohonan (Voluntair) Gugatan voluntair adalah
permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan; (2.) Gugatan
contentious adalah suatu permasalahan perdata yang berbentuk gugatan. Dalam
penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 (diubah
dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 1999), tugas dan wewenang peradilan
selain menerima gugatan voluntair namun juga menyelesaikan gugatan
contentious.
3. BENTUK-BENTUK TUNTUTAN HAK
Elise T (1987). Mengatakan Tiap-tiap orang proses perdata, dimulai
dengan diajukannya surat gugatan secara tertulis bisa juga dengan lisan yang
kemudian ditulis kembali atas pemintaan Ketua Pengadilan Agama kepada
paniteranya. Gugatan secara lisan ialah bilamana orang yang hendak
menggugat itu tidak pandai menulis yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan
Agama dalam daerah hukum orang yang hendak digugat itu bertempat tinggal.
Selanjutnya untuk lebih jelasnya mengenai bentuk gugatan perdata yang
dibenarkan undang-undang dalam praktik, dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Bentuk Lisan
Pasal 120 HIR/144 R.Bg menyatakan bilamana penggugat tidak
dapat menulis, maka tuntutan hak dapat diajaukan secara lisan kepada
ketua Pengadilan. Ketua Pengadilan tersebut membuat catatan atau
menyuruh mebuat catatan tentang gugatan itu. Dan dalam R.Bg
menyatakan bahwa gugatan secara lisan, tidak boleh dilakukan oleh
orang yang dikuasakan.
b. Bentuk Tertulis
Bentuk tuntutan hak tertulis adalah yang paling diutamakan di
hadapan pengadilan daripada bentuk lainnya. Gugatan tertulis diatur
dalam Pasal 118 ayat (1) HIR / Pasal 142 Rechtsreglement voor de
Buitengewesten (“RBg”) yang menyatakan bahwa gugatan perdata
pada tingkat pertama harus dimasukkan kepada Pengadilan Negeri

13
dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau
kuasanya. Dengan demikian, yang berhak dan berwenang dalam
mengajukan surat gugatan adalah; (i) penggugat dan atau (ii)
kuasanya.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa :
Tuntutan hak adalah suatu tuntutan seseorang atau beberapa orang
selaku penggugat yang berkaitan dengan permasalahan perdata yang
mengandung sengketa antara dua pihak atau lebih yang diajukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri dimana salah satu pihak sebagai penggugat
untuk menggugat pihak lain sebagai tergugat.
Ada empat jenis tuntutan hak yaitu:
1. Tuntutan hak Sederhana
2. Tuntutan hak Rekonpensi
3. Tuntutan hak Insidentil
4. Tuntutan hak Provesionil
Begitu pun bentuk-bentuk tuntutan hak, bentuk-bentuk tuntutan
dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Bentuk Lisan
2. Bentuk Tulisan

B. SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang
menjadi pokok bahasan makalah ini,tentunya masih banyak kekurangan

14
dan kelemahannya.karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan
atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Kami berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan berikutnya.Semoga
makalah ini berguna bagi kami khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, 2013, Hukum Acara Perdata – Teori Dan Praktek , Sinar Grafika,
Jakarta.
Sudikno Mertokusumo, 1982, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty,
Yogyakarta.
Sophar Maru Hutagalung, Praktek Peradilan Perdata (Teknis Menangani
Perkara di Pengadilan), Jakarta, Sinar Grafika, 2010, Hal 50-51
Bambang Sugeng dan Sujayadi, Pengantar Hukum Acara Perdata (Dan Contoh
Dokumen Litigasi), Jakarta, Kencana, 2012, Hal 58
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan), Jakarta, Sinar Grafika,
2010, Hal 91
M. Yahya Harahap, Hukum, Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Hal. 28-
137
Elise T. Sulistini dan Rudy T Erwin, Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkara-
Perkara Perdata, Jakarta: Bina Aksara, Cet. II, 1987, Hal. 17.

15
16

Anda mungkin juga menyukai