Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KONVERSI HAK ATAS TANAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah "Hukum Pertanahan"

Dosen Pengampu: Mega Ayu Ningtyas, M.H.

Disusun Oleh:

Muhammad Rizal Muzaqi (C93219089)

Oktavia Harum Khoirunnisa (C93219100)

Wafik Itak Azbi Mufaqih (C93219111)

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2021

i
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahnya karena kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “KONVERSI HAK TAS TANAH” ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Tak lupa pada nabi junjungan dan baginda
Rasulullah kita yaitu Nabi Muhammad SAW, dan juga kami berterima kasih kepada
ibu Mega Ayu Ningtyas, M.H. selaku dosen mata kuliah Hukum Pertanahan yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari bahwa dalam makalah ini
terdapat kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap
adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.

Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.

Tim Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ............................................................................................................1
Latar Belakang .............................................................................................................1
Rumusan Masalah........................................................................................................2
Tujuan Penulisan .........................................................................................................2
BAB II ...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN ...............................................................................................................3
A. Pengertian Konversi ................................................................................................3
B. Pengertian Hak Atas Tanah ...................................................................................4
C. Tinjauan Konversi Hak atas Tanah .......................................................................7
D. Jenis Konversi Hak Atas Tanah ...........................................................................10
KESIMPULAN ..............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan tanah dewasa ini meningkat sejalan dengan bertambahnya
jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah.
Tanah tidak saja sebagai tempat bermukim, tempat untuk bertani tetapi juga dipakai
sebagai jaminan mendapatkan pinjaman di bank, untuk keperluan jual beli, sewa
menyewa. Begitu pentingnya, kegunaan tanah bagi kepentingan umum bagi orang
atau badan hukum menuntut adanya jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut.1

Sebelum tahun 1960, di Indonesia berlaku dualisme hukum pertanahan.


Disatu sisi berlaku hukum-hukum tanah hak kolonial belanda, tanah yang tunduk
dan diatur Hukum Perdata Barat yang sering disebut Tanah Barat atau Tanah Eropa
misalnya tanah hak eigendom, hak opstall, hak erfpacht dan lain-lainnya.
Penguasaan tanah dengan hak penduduk asli atau bumi putera yang tunduk pada
Hukum Adat yang tidak mempunyai bukti tertulis, yang dipunyai penduduk
setempat sering disebut tanah adat misalnya tanah hak ulayat, tanah milik adat,
tanah Yasan, tanah gogolan dan lainnya.

Tanggal 24 September 1960, yang merupakan hari bersejarah karena pada


tanggal tersebut telah diundangkan dan dinyatakan berlakunya Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bagi seluruh
wilayah Indonesia. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya di sebut UUPA) terjadi
perubahan fundamental pada Hukum Agraria di Indonesia, terutama di bidang
pertanahan.2 Maka berakhirlah dualisme hukum tanah dan terselenggaranya
unifikasi yaitu kesatuan hukum dilapangan hukum pertanahan di Indonesia.
Ketentuan ini sekaligus mencabut Hukum Agraria yang berlaku pada zaman
penjajahan antara lain yaitu Agrarische Wet(Stb. 1870 Nomor 55), Agrarische

1
Florianus Sangsun, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah (Jakarta: Visi Media, 2008). Hal.1
2
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Jilid I Hukum Tanah Nasional (Jakarta: Djambatan,
2007). Hal.1

1
Besluitdan Kitab Undang-undang Hukum Perdata khususnya Buku II tentang
Kebendaan, salah satunya yang mengatur tentang masalah hak atas tanah.

Tujuan pendaftaran konversi tanah untuk memberikan kepastian hukum,


perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah atau menghasilkan Surat
Tanda Bukti Hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.3

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan beberapa perumusan masalah yang
menjadi fokus pembahasan dalam makalah ini yang meliputi:

1. Bagaimanakah klasifikasi hak atas tanah setelah dilakukan konversi


sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria?
2. Bagaimanakah status kepemilikan tanah hasil konversi sebagaimana diatur
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria dihubungkan dengan PP No.24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah?

Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui klasifikasi hak atas tanah setelah dilakukan konversi menurut


UUPA
2. Mengetahui status tanah hasil konversi berdasarkan UUPA

3
Agung Raharjo, “Pendaftaran Konversi Tanah Hak Milik Adat Oleh Ahli Waris,”
Universitas Dinponogoro (2010). Hal.14

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Konversi
Konversi diartikan sebagai peralihan, perubahan (omzetting) dari suatu hak
kepada suatu hak lain. Pengertian ini lain dengan pengertian hak konversi. Hak
konversi menurut Vorstenlandsche Grondhuurreglement diartikan sebagai suatu
hak berdasarkan atas suatu conversiebeschikking, yaitu suatu hak dari seorang
landbouwoundernemer atas nikmat dari tanah, buruh, dan air yang diperlukan untuk
ondernemingnya. Jadi pengertian konversi dengan hak konversi itu berbeda. Kata
“Konversi” dalam bahasa latin yaitu “Convertera” yang artinya membalikkan atau
mengubah nama dengan pemberian nama baru atau sifat baru sehingga memunyai
isi dan makna yang baru.4

Apabila kita membaca bahwa arti konversi itu adalah perubahan suatu hak
tertentu kepada suatu hak lain, jadi ada peralihan atau perubahan dari hak-hak atas
tanah tertentu kepada hak-hak atas tanah yang lain. Konversi bisa juga diartikan
sebagai perubahan hak lama atas tanah menjadi hak baru menurut Undang-Undang
Pokok Agraria. Perlu dijelaskan bahwa “hak lama” disini adalah hak-hak atas tanah
sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, sedangkan hak baru memuat
Undang-Undang Pokok Agraria adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam UUPA khususnya pasal 16 ayat 1 poin c dan q, diantaranya: hak milik, hak
guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.

4
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia, Jilid I (Jakarta: Prestasi Pustaka,
2004). Hal.20

3
Pakar hukum agrarian yakni, Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama mengartikan
Konversi sebagai pengalihan, perubahan (omzetting) dari suatu hak tertentu kepada
suatu hak lain.5 Kemudian menurut Dr. A.P. Parlindungan., SH bahwa konversi
secara umum dapat dikatakan penyesuaian atau perubahan dari hak-hak yang diatur
oleh peraturan lama disesuaikan dengan hak-hak baru.6

Dari beberapa pengertian diatas, penulis menarik kesimpulan kemudian


mencoba mengartikannya bahwa yang dimaksud dengan konversi adalah suatu
perubahan dari hak-hak dari suatu benda yang diatur oleh sistem atau peraturan
lama yang di sesuaikan dengan sistem atau peraturan yang baru yang berlaku.

Berbicara dalam hal konversi, maka yang perlu diketahui adalah:7

1) Pengetahuan mengenai hak atas tanah mengenai hak lama, baik hak atas
tanah, dengan hak barat ataupun hak tanah adat, maupun tanah swapraja.
2) Pengetahuan peraturan tanah yang lama.
3) Macam-macam hak atas tanah menurut hukum yang baru sebagai dimaksud
dalam UUPA, termasuk siapa-siapa saja yang boleh mempunyai hak-hak
tersebut, karena ketentuan konversi sangat erat dengan ketentuan subjek
hak.
4) Tidak semua hak dapat dikonversi UUPA, misalnya: hak erfpacht untuk
pertanian kecil dan hak milik adat.

B. Pengertian Hak Atas Tanah


Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada
seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat
atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Ciri
khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah
berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang

5
Sudargo Gautama, Masalah Agraria (Bandung: Alumni, 1973). Hal.31
6
Parlindunan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah (Bandung: Mandar Maju, 1990). Hal.49
7
Bachsan Mustofa, Hukum Agraria Dalam Perspektif (Bandung: Remadja Karya, 1988). Hal.73

4
menjadi haknya. Hak-hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo
pasal 53 UUPA, antara lain:8

1) Hak Milik
2) Hak Guna Usaha
3) Hak Guna Bangunan
4) Hak Pakai
5) Hak Sewa
6) Hak Membuka Tanah
7) Hak Memungut Hasil Hutan

Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang
ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana
disebutkan dalam pasal 53.

Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya


bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil
hutan karena hak-hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan atau
mengusahakan tanah tertentu. Namun kedua hak tersebut tetap dicantumkan dalam
pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanahhanya untuk menyelaraskan sistematikanya
dengan sistematika hukum adat. Kedua hak tersebut merupakan pengejawantahan
(manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak-hak atas tanah yang disebut dalam pasal
16, dijumpai juga lembaga-lembaga hak atas tanah yang keberadaanya dalam
Hukum Tanah Nasional diberi sifat sementara.

Hak-hak yang dimaksud antara lain :

1) Hak gadai.
2) Hak usaha bagi hasil.
3) Hak menumpang.
4) Hak sewa untuk usaha pertanian.

8
Achmad Chulaemi, Hukum Agraria, Perkembangan (Semarang: Universitas Diponogoro, 2006).
Hal 69

5
Hak-hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti sifatnya
akan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak-hak tersebut menimbulkan
pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi lemah (kecuali hak
menumpang). Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan asas-asas Hukum Tanah
Nasional (pasal 11 ayat 1). Selain itu, hak-hak tersebut juga bertentangan dengan
jiwa dari pasal 10 yang menyebutkan bahwa tanah pertanian pada dasarnya harus
dikerjakan dan diusahakan sendiri secara aktif oleh orang yang mempunyai hak.
Sehingga apabila tanah tersebut digadaikan maka yang akan mengusahakan tanah
tersebut adalah pemegang hak gadai. Hak menumpang dimasukkan dalam hak-hak
atas tanah dengan eksistensi yang bersifat sementara dan akan dihapuskan karena
UUPA menganggap hak menumpang mengandung unsur feodal yang bertentangan
dengan asas dari hukum agraria Indonesia.

Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari :

1) Hak Milik.
2) Hak Guna Usaha.
3) Hak Guna Bangunan.
4) Hak Pakai.
5) Hak Sewa Tanah Bangunan.
6) Hak Pengelolaan.

Hak atas tanah yang bersifat sementara, terdiri dari :

1) Hak Gadai.
2) Hak Usaha Bagi Hasil.
3) Hak Menumpang.
4) Hak Sewa Tanah Pertanian Pencabutan Hak Atas Tanah.

Lalu, bagaimana dengan konversi hak atas tanah?. Patut kita tekankan
bahwa, setelah mengetahui pengertian konversi diatas, dan sebelum membahas
lebih jauh apa itu konversi hak atas tanah, perlu kita ketahui bahwa konversi hak
atas tanah berbeda dengan peralihan hak atas tanah, sebab konversi hak atas tanah
berkaitan dengan jenis-jenis hak atas tanah yang ada sebelum dan sesudah

6
berlakunya UUPA No. 5 Tahun 1960. Sedangkan peralihan hak atas tanah ialah
berbicara mengenai proses, tata cara atau prosedur beralihnya hak atas tanah dari
satu pihak ke pihak yang lain.

Lantas, apa yang dimaksud dengan konversi hak atas tanah?. Konversi hak
atas tanah adalah penyesuaian hak-hak atas tanah yang pernah tunduk kepada
sistem hukum lama, yaitu: hak-hak tanah menurut kitab undang-undang Hukum
Perdata Barat dan tanah-tanah yang tunduk kepada Hukum Adat, untuk masuk
dalam sistem hak-hak tanah menurut ketentuan UUPA.

Artinya, dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa konversi hak atas
tanah adalah penyesuaian hak atas tanah dari sistem lama yaitu yang diatur dalam
KUH Perdata Barat dan hukum adat ke sistem baru sebagaimana yang diatur dalam
UUPA.

C. Tinjauan Konversi Hak atas Tanah


Hak atas tanah diperoleh dari membuka tanah dan membuka hutan dengan
mengerjakannya secara terus menerus dapat menjadi hak milik jika hak ulayatnya
lemah. Hak milik atas tanah ini harus dikonversi berdasarkan hak-hak yang ada
dalam Undang-Undang Pokok Agraria.

Patut diketahui bahwa, sebelum berlakunya UUPA No. 5 Tahun 1960, di


Indonesia terjadi dualisme hukum agraria, yaitu disamping berlakunya peraturan
yang berasal dari Hukum Agraria Adat berlaku pula Hukum Agraria yang
berdasarkan Hukum perdata barat sehingga terdapat tanah-tanah dengan hak-hak
Barat dan tanah-tanah dengan hak-hak adat Indonesia.

Setelah berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan


Dasar Pokok Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan Undang Undang Pokok
Agraria (UUPA), maka semua hak-hak Barat yang belum dibatalkan sesuai
ketentuan sebagaimana tersebut di atas, dan masih berlaku tidak serta merta hapus
dan tetap diakui, akan tetapi untuk dapat menjadi hak atas tanah sesuai dengan

7
sistem yang diatur oleh UUPA, harus terlebih dahulu dikonversi menurut dan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan konversi dan aturan pelaksanaannya.9

Dalam pelaksana konversi tersebut ada beberapa prinsip yang mendasarinya yaitu:

1) Prinsip Nasionalitas
Prinsip ini dapat dibaca / ditemui dalam pasal 9, 21, 30 dan 36
UUPA. Menurut pasal 9 bahwa warga Negara Indonesia dapat mempunyai
hubungan yang sepenuhnya dengan bumi air dan ruang angkasa, tanpa
membedakan antara laki-laki dan perempuan, mereka mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh hak-hak atas tanah. Dari ketentuan pasal 21 UUPA
dapat diketahui bahwa betapa konsekwennya Indonesia terhadap prinsip
Nasionalitas, maka hak milik sebagai hak terpenuh dan terkuat hanya di
peruntukan bagi warga negara Indonesia, orang asing tidak diperkenankan
mempunyai tanah walau pun karena pewarisan.
2) Prinsip pengakuan hak-hak tanah terdahulu.
Berlakunya UUPA terjadilah unifikasi hukum di bidang pertanahan.
namun bukan berarti hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum yang
lama, yakni hukum perdata barat dan hukum adat menjadi hilang begitu
saja, terhadap tanah, yang tunduk pada sistem hukum lama masih diakui
keberadaanya. Untuk kemudian melalui lembaga konversi disesuaikan
kedalam salah satu hak atas tanah menurut sistem UUPA. Hal demikian
memperlihatkan kepribadian dari bangsa Indonesia yang
berkeprimanusiaan dalam melaksanakan ketentuan konversi ini. Berlainan
dengan negara-negara penjajah maupun negara-negara komunis yang
mengambil alih daerah pada umumnya.
3) Prinsip kepentingan hukum
Dengan adanya ketentuan konversi maka ada kepastian hukum
mengenai status hak-hak atas tanah yang tunduk pada sistem hukum yang
lama. Apakah hak tersebut akan dihapuskan atau disesuaikan kedalam hak-

9
Delfina Gusman, “Konversi Hak Atas Tanah Di Indonesia Menurut UU No.5 Tahun 1960.,”
Universitas Andalas (2003).

8
hak menurut sistem UUPA dan kepastian berakhirnya masa-masa konversi
hak-hak atas tanah bekas tunduk pada KUH Perdata dinyatakan telah
berakhir pada tanggal 24 September 1960.
4) Penyesuaian kepada kepentingan konversi
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa ketentuan konversi Indonesia
mengakui hak-hak atas tanah, yang lama yang pernah ada sebelum berlaku
UUPA, maka terhadap hak-hak yang lama tersebut melalui Lembaga
konversi disesuaikan atau dipadankan dengan hak-hak atas tanah menurut
UUPA. Dalam hal ini tidak terlepas dari prinsip terdahulu yakni prinsip
nasionalitas, masalah kewarganegaraan sangat menentukan dalam
penyesuaian atau pemadanan tersebut.
5) Status quo hak-hak tanah terdahulu
Dengan berlakunya UUPA, maka tidak mungkin lagi diterbitkan
hak-hak baru atas tanah-tanah yang akan tunduk kepada Hukum Barat.
Setelah diseleksi menurut ketentuanketentuan Konversi Undang-Undang
Pokok Agraria dan Peraturan pelaksanaannya maka terhadap hak-hak atas
tanah bekas hak barat dapat menjadi :
• Tanah Negara karena terkena ketentuan asas nasionalitas atau
karena tidak dikonversi menjadi hak menurut Undang-undang
Pokok Agraria.
• Dikonversi menjadi hak yang diatur menurut Undang-undang Pokok
Agraria seperti Hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan
dan Hak Pakai.10

Konversi hak-hak atas tanah tak terlepas dari tujuan pokok diberlakukannya
UUPA, yaitu unifikasi dan kesederhanaan hukum nasional yakni dalam hukum
pertanahan serta untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak
atas tanah dan terciptanya kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan
rakyat. Konversi hak atas tanah lebih khusus dimaksudkan agar kelak dikemudian

10
Parlindunan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah. Hal.5

9
hari tidak ada lagi hak-hak atas tanah produk Hukum yang lama yakni Hak-hak atas
tanah yang tunduk pada KUHPer dan hak atas tanah yang tunduk pada hukum adat.

D. Jenis Konversi Hak Atas Tanah


Dasar Hukum pelaksanaan konversi hak atas tanah terdapat pada bagian
kedua UUPA, yaitu tentang ketentuan-ketentuan konversi yang terdapat dalam
Pasal I sampai dengan pasal VIII, yang secara garis besar konversi hak atas tanah
dibagi menjadi 3 jenis. Berbagai jenis hak atas tanah tersebut kemudian dikonversi
menjadi hak atas tanah yang baru, yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan dan hak pakai. berikut ini penjelasan dari ketiga jenis konversi tersebut.

1) Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah hak Barat.

penggolongan konversi hak atas tanah yang bersumber dari hak barat dalam
aturan konveri UUPA adalah sebagai berikut:

a. Hak-hak yang dikonversi menjadi hak milik meliputi: hak eigendom atas
tanah (Pasal I ayat 1 ).
b. Hak-hak yang dikonversi menjadi hak guna usaha meliputi:
1 Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar ( Pasal III ayat 1 )
2 Pemegang concessie dan sewa untuk perusahaan kebun besar (Pasal
IV ayat 1)
c. Hak-hak yang dikonversi menjadi hak guna bangunan meliputi:
1 Hak eigendom kepunyaan orang/ badan hukum asing ( Pasal I ayat
3 ).
2 Hak opstall atau hak erfpacht yang membebani hak eigendom ( Pasal
I ayat 4).
3 Hak opstall dan hak erfpacht untuk perumahan ( Pasal V ).
d. Hak-hak yang dikonversi menjadi hak pakai meliputi: hak eigendom
kepunyaan pemerintahan negara asing yang dipergunakan untuk keperluan
rumah kediaman kepala perwakilan dan gedung kedutaan ( Pasal I ayat 2 ).

10
e. Hak-hak yang setelah dikonversi menjadi hapus meliputi: hak erfpacht
untuk pertanian kecil ( Pasal III ayat 2 ).

2) Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas hak Indonesia.

Hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas hak Indonesia terbagi menjadi
tiga jenis, yaitu:

a) Hak erfpacht yang altijddurend


Adalah hak erfpacht yang diberikan sebagai pengganti hak
usaha di atas bekas tanah partikulir menurut S. 1913 – 702. Hak ini
dapat dikonversi menjadi hak milik, hak guna usaha atau hak guna
bangunan, tergantung pada subyek hak dan peruntukannya. (Pasal
14 PMA No. 2/1960). Hak erfpacht yang altijddurend adalah
merupakan hak Indonesia. Tanahnya bisa berupa tanah bangunan,
tapi juga bisa berupa tanah pertanian.
Altyddurende Eefpacht ini seperti hak-hak Indonesia lainnya
yang sejenis hak milik adat diatur dalam pasal II ketentuan-
ketentuan konversi UUPA, dan dikonversi sebagai berikut:
• Hak milik (Pasal II ayat 1 UUPA)
• Hak guna usaha (Pasal II ayat 2 UUPA)
• Hak guna bangunan
b) Hak agrarische eigendom
adalah hak buatan semasa pemerintahan kolonial Belanda
yang memberikan kaum bumiputera suatu hak baru yang kuat atas
sebidang tanah. Hak agrarische eigendom juga dapat dikonversi
menjadi hak milik, hak guna usaha atau hak guna bangunan, sesuai
dengan subyek hak dan peruntukannya. eperti halnya hak erfpacht
yang alsijdurend maka hak agrarische kigendom merupakan hak
Indonesia yang tanahnya bisa berupa tanah bangunan tetapi juga
berupa tanah pertanian.

11
Hak Agrarische egindom ini seperti hak-hak Indonesia
lainnya, yang sejenis hak milik, diatur dalam pasal II
c) Hak gogolan
adalah hak seorang gogol (kuli) atas komunal desa. Hak
gogolan juga sering disebut hak sanggao atau hak pekulen. Hak
gogolan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
• Hak gogolan yang bersifat tetap, Hak gogolan bersifat tetap
adalah hak gogolan, apabila para gogol tersebut terus
menerus memunyai tanah gogolan yang sama dan apabila si
gogol itu meninggal dunia, dapat diwariskan tertentu.
• Hak gogolan yang bersifat tidak tetap, Hak gogolan yang
bersifat tidak tetap adalah hak gogolan, apabila para gogol
tersebut tidak terus menerus memegang tanah gogolan yang
sama atau apabila si gogol itu meninggal dunia, maka tanah
gogolan tersebut kembali pada desa.

3) Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas Swapraja.

Daerah swapraja adalah daerah raja-raja semasa pemerintahan kolonial


Belanda. Terdapat beberapa jenis hak swapraja atas tanah:

a) Hak hanggaduh,
Adalah hak untuk memakai tanah kepunyaan raja. Di Daerah
Istimewa Yogyakarta, semua tanah adalah kepunyaan raja.
sedangkan rakyat hanya menggaduh saja. Hak hanggaduh dapat
dikonversi menjadi hak pakai.
b) Hak Grant
Adalah hak atas tanah atas pemberian hak raja kepada bangsa
asing. Hak grant juga disebut geran datuk, geran sultan atau geran
raja. Hak grant terdiri dari tiga macam, yaitu:
• Grant sultan, adalah hak milik untuk mengusahakan tanah
yang diberikan oleh sultan kepada para kaula swapraja. Hak

12
ini dapat dikonversi menjadi hak milik, hak guna usaha atau
hak guna bangunan, sesuai dengan subyek hak dan
peruntukannya.
• Grant controleur, diberikan oleh sultan kepada bukan kaula
swapraja. Hak ini dikonversi menjadi hak pakai.
• Grant deli maatschappy merupakan hak atas tanah yang
diberikan oleh sultan kepada deli maatschappy atau
perantara yang berwenang untuk memberikan bagian-bagian
tanah kepada pihak lain. Menurut Budi Harsono, hak ini
dapat dikonversikan menjadi hak pakai karena sifatnya yang
sama dengan hak grant controleur.11
c) Hak konsesi dan sewa untuk perusahaan kebun besar
Hak konsesi untuk perusahaan kebun besar adalah hak-hak
untuk mengusahakan tanah swapraja yang diberikan oleh kepala
swapraja. Sedangkan hak sewa untuk perusahaan kebun besar
adalah hak sewa atas tanah negara, termasuk tanah bekas swapraja
untuk dipergunakan sebagai perkebunan yang luasnya 25 Ha atau
lebih. Hak-hak ini dapat dikonversi menjadi hak guna usaha.
Ketentuan konversi dari hak-hak barat memiliki jangka waktu 20 tahun
sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria namun menurut Yamin Lubis, terhadap mekanisme konversi
tanah tersebut dapat tetap dilaksanakan proses konversinya sepanjang pemohonnya
masih tetap sebagai pemegang hak atas tanah yang sah dengan dijelaskan oleh
bukti-bukti tertentu berupa peta atau surat ukur dan untuk kemudian dalam
mekanisme konversinya maka pembukuannya cukup dilakukan dengan memberi
tanda cap atau stempel pada alat bukti tersebut dengan menuliskan jenis hak dan
nomor hak yang dikonversi.12

11
Harsono, Hukum Agraria Indonesia Jilid I Hukum Tanah Nasional. Hal.68
12
Yamin Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah (Bandung: Mandar Maju, 2010). Hal 225

13
KESIMPULAN
1. konversi itu adalah perubahan suatu hak tertentu kepada suatu hak lain, jadi
ada peralihan atau perubahan dari hak-hak atas tanah tertentu kepada hak-
hak atas tanah yang lain. Konversi bisa juga diartikan sebagai perubahan
hak lama atas tanah menjadi hak baru menurut Undang-Undang Pokok
Agraria. Pakar hukum agrarian yakni, Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama
mengartikan Konversi sebagai pengalihan, perubahan (omzetting) dari
suatu hak tertentu kepada suatu hak lain. Kemudian menurut Dr. A.P.
Parlindungan., SH bahwa konversi secara umum dapat dikatakan
penyesuaian atau perubahan dari hak-hak yang diatur oleh peraturan lama
disesuaikan dengan hak-hak baru.
2. Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang
mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah
tersebut. Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai
hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat
atas tanah yang menjadi haknya.
3. Hak atas tanah diperoleh dari membuka tanah dan membuka hutan dengan
mengerjakannya secara terus menerus dapat menjadi hak milik jika hak
ulayatnya lemah. Hak milik atas tanah ini harus dikonversi berdasarkan hak-
hak yang ada dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Dalam pelaksana
konversi tersebut ada beberapa prinsip yang mendasarinya yaitu:
a) Prinsip Nasionalitas
b) Prinsip pengakuan hak-hak tanah terdahulu.
c) Prinsip kepentingan hukum
d) Penyesuaian kepada kepentingan konversi
e) Status quo hak-hak tanah terdahulu
4. Dasar Hukum pelaksanaan konversi hak atas tanah terdapat pada bagian
kedua UUPA, yaitu tentang ketentuan-ketentuan konversi yang terdapat
dalam Pasal I sampai dengan pasal VIII, yang secara garis besar konversi
hak atas tanah dibagi menjadi 3 jenis. Berbagai jenis hak atas tanah tersebut
kemudian dikonversi menjadi hak atas tanah yang baru, yaitu hak milik, hak

14
guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai. berikut ini tiga jenis konversi
tersebut.
1) Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah hak Barat.
2) Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas hak Indonesia.
3) Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas Swapraja

15
DAFTAR PUSTAKA
Chomzah, Ali Achmad. Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia, Jilid I. Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2004.

Chulaemi, Achmad. Hukum Agraria, Perkembangan. Semarang: Universitas


Diponogoro, 2006.

Gautama, Sudargo. Masalah Agraria. Bandung: Alumni, 1973.

Gusman, Delfina. “Konversi Hak Atas Tanah Di Indonesia Menurut UU No.5


Tahun 1960.” Universitas Andalas (2003).

Harsono, Budi. Hukum Agraria Indonesia Jilid I Hukum Tanah Nasional. Jakarta:
Djambatan, 2007.

Lubis, Yamin. Hukum Pendaftaran Tanah. Bandung: Mandar Maju, 2010.

Mustofa, Bachsan. Hukum Agraria Dalam Perspektif. Bandung: Remadja Karya,


1988.

Parlindunan. Konversi Hak-Hak Atas Tanah. Bandung: Mandar Maju, 1990.

Raharjo, Agung. “Pendaftaran Konversi Tanah Hak Milik Adat Oleh Ahli Waris.”
Universitas Dinponogoro (2010).

Sangsun, Florianus. Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah. Jakarta: Visi Media,
2008.

16

Anda mungkin juga menyukai