Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PEMILU DAN PARTAI POLITIK

Tentang:

Jenis-Jenis Pemilu Di Indonesia

Disusun Oleh:
NADIA RIZKI 1913030107
SILVIA SUSANTI 2013030078
BIMA RAHMATULLAH IBNU 1913030102
RANDA BIMA ASRA 1913030062

Dosen Pembimbing:
Dr. Abrar, M, Ag.

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA (C)


FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
IMAM BONJOL PADANG
1142H/2022M
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat-Nya sehingga
pemakalah dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh dosen dalam mata
kuliah Pemilu dan partai politik. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya,serta pengikutnya yang setia di akhir zaman.
Makalah ini berjudul “Jenis-Jenis Pemilu Di Indonesia”, yang nantinya akan
memberikan pemahaman kepada pembaca tentang hal yang berkaitan dengan pemilu dan
partai polittik mungkin pemakalah tidak bisa membuat makalah dengan baik Oleh karena
itu, kritik dan saran sangat pemakalah harapkan dari pembaca khususnya dosen yang
mengajar pada mata kuliah ini.
Ucapan terimakasih juga kepada dosen yang mengajar kami, yang telah memberi
kesempatan kepada kepada kami untuk menampilkan materi ini dan kepada orang-orang
sekitar yang telah membantu kami dan mendapatkan sumber-sumber materi yang bisa
kami jadikan pedoman untuk menyelesaikan makalah ini.

Padang, 03 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. LatarBelakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden
2. Pemilihan Umum Anggota Legislatif
3. Pemilihan Kepala Daerah
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diterangkan dalam UUD 1945 yang
bertujuan untuk menjunjung tinggi supremy hukum. hukum adalah sistem terpenting
dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Berbicara politik adalah
kebijakan penyelenggara yang bersifat mendasar dalam menentukan arah , bentuk atau
pun isi dari hukum yang akan dibentuk, dan akan dijadikan apa untuk memberikan sanksi
tertentu. Jika berbicara politik maka kita akan menggambarkan sebuah negara, dimana
dalam negara yang berdaulat, pasti memiliki aturan-aturan untuk mengelolanya,
berdasarkan lembaga-lembaga yang telah disepakatkan.
Sistem pemilu adalah salah satu instrument kelembagaan penting didalam lembaga
demokrasi, pemilu untuk instrument menerjemahkan perolehan suara kedalam kursi-kursi
yang dimenangkan olen partai atau calon. Pemilu diakui secara global sebagai sebuah
arena untuk membentuk demokrasi perwakilan serta menggelar pergantian pemerintahan
secara berkala. Pemilu memiliki peran penting karena realitas belum menemukan
pergantian sistem dari pemilu sehingga pemilu dinafikkan sebagai alat legimitasi yang
penting dalam menyediakan pembenaran bagi sebuah sistem kekuasaan meski otoriter
sekalipun.
Variabel dalam pemilu juga beragam, implikasi dari penggunaan sistem juga
berbeda-beda, secara teoritis hal ini berkaitan dengan derajat keterwakilan politik dari para
wakil yang terpilih melalui pemilu, sehingga sejak dulu sistem pemilu menjadi isu
perdebatan yang mana yang terbaik dan sesuai untuk negara tertentu selalu dilakukan. Bab
ini diarahkan untuk memperbincangkan sistem pemilu yang dipakai oleh Indonesia terkait
dengan judul “Jenis-Jenis Sistem Pemilihan Umum Di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di sampaikan sebelumnya,maka
permasalahan yang dapat di rumuskan sebagai berikut:
1. Jelaskanlah sistem pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia!
2. Jelaskan sistem pemilihan anggota legislative!
3. Jelaskan sistem pemilihan kepala daerah!

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah di sampaikan sebelumnya, maka tujuan
yang dapat di rumuskan sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui sistem pemilihan presiden dan wakil presiden di
Indonesia!
2. Mahasiswa dapat mengetahui sistem pemilihan anggota legislative!
3. Mahasiswa dapat mengetahui sistem pemilihan kepala daerah!
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden


Dalam negara-negara demokrasi modern yang mengedepankan keterwakilan
masyarakat, pemilu tidak hanya sekedar untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan
duduk dibadan legislative tetapi juga untuk memilih seorang pemimpin yang akan
menduduki jabatan tertinggi dalam badan eksekutif, yakni presiden. Secara teoritis bahwa
sistem pemilihan presiden merupakan salah satu prinsip politik yang membedakan sistem
presidensial dan sistem parlementer. Berdasaran ketentuan UUD NKRI Tahun 1945 pasal
1 ayat (1): “Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republic”. Sebagai
negara republic, maka kekuasaan pemrintah di Indonesia dipimpin oleh presiden , hal ini
diatur dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 4 ayat (1), dimana presiden Indonesia
memengang kekuasaan pemerintah menurut UUD.
Sistem pemilihan presiden/wakil presiden, kalau sebelumnya dipilih oleh MPR-
RI, sejak 2004 presiden/wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, pemilihan ini
dimaksudkan sebagai upaya untuk memperbaiki kehidupan demokrasi, mencegah
“prmbajakan kekuasaan” oleh para wakil rakyat di MPR, dan untuk menciptakan adanya
akuntabilitas yang lebih baik dari pemimpin kepada wakil rakyat. Agar Presiden dan Wakil
Presiden itu memperoleh legitimasi kuat, proses penentuan pemenangnya menggunakan
prinsip mayoritas mutlak. Artinya, calon yang menang harus memperoleh dukungan 50%
+ 1, ditambah memperoleh dukungan minimal 20% diseparoh provinsi dan kabupaten, jika
tidak ada maka dilakukan pemilihan tahap kedua (second round).1
Ada tiga substansi perubahan UUD 1945 terkait karakter langsung sistem
pemerintahan presidensial:
1. Mereformasi model dan proses pemilihan presiden dan wakil presiden dari model
pemilihan sistem perwakilan (Pemilihan di MPR) menjadi pemilihan secara langsung
oleh rakyat.

1
Marijan, Kacung, 2016, Sistem Politik di Indonesia, (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama), Halm 101.
2. Membatasi periodesasi masa jabatan presiden dan wakil presiden.
3. Memperjelas syarat dan tata cara pemakzulan (imperachment) presiden dan wakil
presiden.2
Dalam sistem pemilihan umum secara langsung, terdapat tiga sistem pemilihan
presiden, yaitu:
1. Sistem First Past The Post (sistem distrik), merupakan cara sederhana dengan
memberikan kursi Presiden dan Wakil Presiden kepada calon yang mendapat suara
terbanyak.
2. Sistem Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Dua Putaran (Two Round Systems)
yang dilakukan dengan mengadakan pemilihan putaran kedua, jika tidak ada calon
yang mayoritas dalam putaran pertama.
3. Sistem Prefential Voting (Suara Prefensi) merupakan penyederhanaan pada sistem
dua babak (Two Tound Tystems), dengan jalan menggabungkan putaran pertama dan
kedua menjadi satu pemillihan saja, dengan konsekuensi positif adalah menghemat
biaya dan lebih efisien.3
B. Pemilihan Anggota Legislative
Badan Legislative atau legislature (legislator) mencerminkan salah satu fungsi
badan itu, yaitu legislate (legislasi), atau membuat Undang-Undang. Nama lain yang
sering dipakai adalah Assembly (majelis) yang mengutamakan unsure “berkumpul” (untuk
membicarakan masalah-masalah public). Nama lain yang digunakan adalah Parliament
(Parlemen), suatu istilah yang menekankan unsure “bicara” (parler) dan merundingkan.
Badan Legislatif menempati sebuah posisi penting dalam struktur sistem pemerintahan
dengan status sebagai wajah public, demokrasi, dan pemerintahan. Badan Legislatif adalah
institusi yang menjalankan tugas sebagai pembuat Undang-undang, sebagai mana menurut
John M. Carey “Lembaga Legislatif adalah institusi pembuat kebijakan penting dalam
negara demokrasi modern”. Semua putusan kebijakan paling mendasar-budget, perjanjian
dan persetujuan perdagangan, ekonomi, lingkungan, regulasi sosial, elaborasi hak-hak
individu dan kolektif harusah disetujui oleh lembaga legislative. 4
Munculnya lembaga legislative pertama kali hadir dalam dua versi. Versi pertama
lembaga legislative muncul pertama kali di zaman Yunani Kuno kisaran abad ke-14 yang
pada saat itu diberi nama Dewan Ecclesia, atau Council of periclean Athens, yang
keduanya membuat aturan, menghukum pelanggar hukum, menentukan apakah seseorang
bersalah atau tidak, mencatat hukuman yang diterima warga yunani kuno, hanya saja
persoalannya tidak cukup jelas diantara keduanya disebut dalam konteks sekarang sebagai
“lembaga legisatif” dan “lembaga yudikatif”. Dalam versi kedua, lembaga legislative

2
Isra, Saldi, 2019, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Depok: PT Raja Grafindo Persada), Halm 150.
3
Efriza, Dan Inderawan Jery.2019. Pengantar Politik. (Jakarta: PT Bumi Aksara), Halm 224.
4
Efriza, Dan Inderawan Jery.2019. Pengantar Politik. (Jakarta: PT Bumi Aksara), Halm 160.
pertama kali di inggris diabad ke-18 dizaman raja-raja inggris masih memegang kekuasaan
penuh pemerintahan inggris, mulanya dimulai dengan pemungutan pajak yang diambil
oleh kerajaan, rakyat inggris menjadi bersemangat untuk menyampaikan keinginan atau
aspirasi, sebagai respon itu, raja inggris mengabulkan permintaan rakyat dengan
mendirikan The House Of Lords.5
Dalam proses perubahan UUD Negara Republik Indonesia 1945 terjadi pergulatan
pemikiran tentang gagasan kedaulatan rakyat, pergulatan tersebut berujung pada
diubahnya ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 “Kedaulatan adalah ditangan rakyat,
dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Kemudian diubah
dalam perubahan ketiga UUD 1945 menjadi “kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut UUD”. Perubahan tersebut juga diiringi dengan perubahan
terhadap penyelenggaraan kekuasaan negara, dimana prinsip kedaulatan rakyat dalam
UUD 1945 diiringi dengan mekanisme untuk melaksanakannya, yaitu pemilihan umum
karena sistem pemilu juga akan menjadi ukuran sejauhmana konsistensi penyelenggara
negara terhadap prinsip kedaulatan rakyat dalam UUD 1945.
Apabila diamati sistem pemilihan umum anggota legislative pasca reformasi selalu
berubah, setiap kali pemilu setiap kali itu juga sistem yang digunakan berganti, seperti
pada tahu 1999, pemilu dilaksanakan dengan menggunakan sistem proporsional
berdasarkan stelsel daftar, meskipun saat pengajuan RUU pemilu kala itu pemerintah
mengajukan peneraoan sistem distrik dikombinasikan dengan sistem proporsional, namun
seluruh fraksi di DPR mengumandangkan satu suara: sistem proporsional. Pada pemilu
2004, sekalipun masih menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka, tetapi
berbeda dengan sistem yang dipakai pada tahun 1999. Pada tahun 2009 sistem yang
diterapkan berbeda lagi dengan sistem yang diterapkan sebelumnya yaitu sistem
proporsional terbuka murni.
Undang-undang dasar 1945 menganut ajaran kedaulatan rakyat yang mengandung
prinsip esensial dan prinsip procedural. prinsip esensial terdiri dari prinsip kebebasan dan
persamaan, sedangkan prinsip procedural terdiri dari prinsip suara mayoritas dan prinsip
akuntabilitas. Pertama, prinsip kebebasan menurut John Rawls bahwa seseorang memiliki
kemerdekaan untuk melakukan sesuatu ketika mereka bebas dari menentukan batasan-
batasan tertentu baik untuk melakukan maupun melakukan sesuatu, dapat dilakukan atau
tidak dapat dilakukan tersebut dilindungi dari campur tangan orang lain. Pada ranah politik
kebebasan diartikan sebagai kemampuan untuk memilih secara bebas, dalam sistem
pemilu seseorang dijamin akan dapat menentukan pilihan secara bebas, tanpa paksaan dan
intervensi dari pihak manapun.

5
Ibid, Halm 162-163
Kedua, prinsip persamaan dalam ajaran islam, persamaan adalah doktrin yang
sangat fundamental, Kitab Suci Al-Qur’an telah menetapkan prinsip bahwa islam tidak
membeda-bedakan siapapun dalam menaati peraturan. Konsep persamaan dalam politik
diimplementasikan dalam konsep “one man, one vote, one value”. I
Ketiga, Prinsip suara mayoritas adalah kedaulatan rakyat dipahami sebagai
kedaulatan rakyat yang ditentukan pengaruh keabsahan pengambilan keputusan politiknya
oleh suara mayoritas (jumlah/kualitatif) melalui pemilihan yang bebas dan adil (fairness).
Keempat, prinsip akuntabilitas. Dalam konsep kedaulatan rakyat, rakyatlah yang
memberikan kekuasaan kepada pihak-pihak yang dipercaya untuk menyelenggarakan
negara, baik itu legislative maupun eksekutif. Maka kekuasaan yang diberikan rakyat,
pemerintah harus bertanggung jawab terhadap rakyat yang telah memberinya mandate
untuk mengurusi berbagai urusan dan kepentingan mereka.
Dalam pembahasan rancangan UU Pemilu Tahun 2002, terjadi perdebatan terkait
sistem pemilu yang akan digunakan, kemudian berakhir dengan disepakatinya sistem
proporsional dengan daftar calon terbuka dalam UU Nomor 12 Tahun 2003, sistem ini
dimuat dalam pasal (1) yang menyatakan bahwa “Pemilu untuk memilih anggota DPR,
DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional
dengan daftar calon terbuka.” Praktik politik transaksional dalam pembahasan UU
tentang pemilu telah berimplikasi terhadap tidak dilaksanakannya prinsip kedaulata rakyat
tidak konsisten. UU Nomor 12 Tahun 2003 tidak merapkan prinsip suara terbanyak
sebagai salah satu prinsip prosedur demokrasi yang dianut UUD 1945, begitu juga dengan
UU Nomor 10 Tahun 2008 yang mengulangi kembali prinsip prosedur demokrasi .
Penentuan calon terpilih berdasarkan nomor urut bersyarat menunjukkan penyimpangan
prinsip suara mayoritas kembali dilakukan, begitu juga prinsip pertanggung jawaban yang
tidak dijamin pelaksanaannya karena tidak ada perubahan yang signifikan antara sistem
yang digunakan pada pemilu 2004 dengan sistem pemilu tahun 2009.6
Indonesia sudah menjalankan pemilihan umum anggota legislative sebanyak 1
kali, mulai dari tahun 1955 sampai 2014 dengan menggunakan sistem proporsional,
adapun perkembangannya adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan Umum Legislatif tahun 1955
Landasan hukum yang digunakan pada pemilu ini adalah UU Nomor 7 Tahun
1953 tentang pemilihan konstituante dan anggota dewan perwakilan rakyat, sistem
yang dipakai adalah sistem proporsional.
2. Pemilihan Umum Legislatif Tahun 1971
Landasan hukum yang digunakan pada pemilu ini adalah UU Nomor 15 Tahun
1969 tentang pemilihan umum anggota-anggota badan permusyawaratan /perwakilan

6
Khairul Fahmi, Jurnal Prinsip Kedaulatan Rakyat Dalam Penentuan Sistem Pemilihan Umum Anggota Legoslatif,
(Jurnal Konstitusi), Vol 7 Nomor 3, Tahun 2010.
rakyat, sistem yang digunakan adalah sistem perwakilan berimbang (proporsional)
dengan sistem stelsel daftar.
3. Pemilihan Umum Legislatif Tahun 1977
Yang menjadi perbedaan pemilu tahun ini adalah pemilu menjadi jauh lebih
sedikit yaitu dua partai politik (Partai persatuan pembangunan dan Partai Demokrasi
Indonesia) dan satu golongan karya. Landasan hukum yang digunakan pada pemilu
ini adalah UU Nomor 4 Tahun 1975 tentang pemilihan umum anggota-anggota badan
permusyawaratan /perwakilan rakyat, sistem proporsional daftar tertutup.
4. Pemilihan Umum Legislatif Tahun 1982
Landasan hukum yang digunakan pada pemilu ini adalah UU Nomor 2 Tahun
1980 tentang pemilihan umum, sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan
stelsel daftar.
5. Pemilihan Umum Legislatif Tahun 1987
Landasan hukum yang digunakan pada pemilu ini adalah UU Nomor 1 Tahun
1980 dan UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang pemilihan umum anggota-anggota badan
perwakilan rakyat, sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 4 Tahun 1975 dan
UU Nomor 2 Tahun 1980. sistem yang digunakan adalah perwakilan berimbang
(proporsional) dengan stelsel daftar.
6. Pemilihan Umum Legislatif Tahun 1992
Landasan hukum yang digunakan pada pemilu ini adalah UU Nomor 1 Tahun
1985 tentang perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang pemilihan umum
anggota permusyawaratan/perwakilan rakyat sebagaimana telah diubah dalam UU
Nomor 4 Tahun 1975 dan UU Nomor 2 Rahun 1980, sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan stelsel daftar.
7. Pemilihan Umum Legislatif Tahun 1997
Landasan hukum yang digunakan pada pemilu ini adalah Pasal 1 ayat (3) UU
Nomor 3 Tahun 1999 tentang pemilihan umum, sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan stelsel daftar.
8. Pemilihan Umum Legislatif Tahun 1979
Landasan hukum yang digunakan pada pemilu ini adalah UU Nomor 2 Tahun
1980 tentang pemilihan umum, sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan
stelsel daftar
9. Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2004
Landasan hukum yang digunakan pada pemilu ini adalah UU Nomor 12 Tahun
2003 tentang pemilihan umum anggota dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan
daerah, dewan perwakilan rakyat daerah, sistem proporsional dengan daftar calon
terbuka. Sistem ini dimuat dalam Pasal 6 ayat (1) yang menyatakan “Pemilu untuk
memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan
dengan sistem proporsional daftar calon terbuka”.
10. Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009
Pada pemilu ini pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti UU
(Perpu) Nomor 1 Tahun 2009 yang memungkinkan pemberian lebih dari satu kali
penundaan dan pencontrengan dalam surat suara.
11. Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014
Landasan hukum yang digunakan pada pemilu ini adalah Pasal 5 ayat (1) UU
Nomor 8 Tahun 2012 tentang DPR, DPRD Provinsi, DPDD Kab/Kota, sistem
proporsional dengan varian proporsional representation (PR), dengan sistem daftar
terbuka.

Sistem pemilihan umum yang berlaku di Indonesia adalah sistem proporsional,


gagasan pokok dalam sistem ini adalah proporsi kursi yang dimenangkan oleh suatu partai
dalam sebuah wilayah pemilihan akan berbanding seimbang dengan proporsi suara yang
diperoleh partai tersebut dalam pemelihannya. Namun, dalam sistem ini juga memiliki
kelemahan dan kekurangan diantaranya:
a) Kelebihan sistem proporsional
● Sistem ini bersifat representative karena jumlah kursi partai dalam parlemen
sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang diperoleh dalam pemilu. Sistem
ini juga dianggap lebih adil karena memberikan peluang untuk semua golongan
masyarakat.
● Jika dilihat dari kepartaian, akan lebih memudahkan partai-partai minoritas
untuk memperoleh akses perwakilan.
● Segi lembaga perwakilan, maka golongan-golongan bagaimanapun kecilnya
menempatkan wakilnya dalam badan perwakilan rakyat.
b) Kelemahan sistem proporsional
● Dari sistem kepartaian, mempermudah terjadinya fragmentasi partai, kurang
mendorong partai-partai untuk berintegrasi/bekerja sama, cenderung
mempertajam perbedaan yang ada.
● Dari segi hubungan wakil terpilih dengan pemilih,memberikan kedudukan
sangat kuat pada partai melalui sistem daftar (list system) bervariasi. Prosedur
semacam ini yang menjadi kelemahannya, sebab wakil yang terpilih akhirnya
cenderung kurang erat atau kurang akrab hubungannya dengan warga pemilih
yang memilih dengan tanda gambar.
● Sistem proporsional cenderung mendorong asas kedaulatan rakyat menjadi
kedaulatan partai.7
C. Pemilihan Kepala Daerah
Definisi kepala daerah adalah:
4. Menurut Kamus Hukum, Kepala Daerah adalah orang yang memiliki
kewenangan dan kewajiban untuk memimpin atau mengepalai suatu daerah,
misalnya Gubernur untuk Provinsi (daerah tingkat I) atau Bupati untuk Kabupaten dan
Kota (daerah tingkat II).8
5. Istilah Kepala Daerah sejak awal kemerdekaan, khususnya dalam pengaturan Undang-
Undang tentang Pemerintahan Daerah selalu mengandung arti sebagai Kepala Daerah
Otonom, yakni penjabaran asas desentralisasi, yang berlaku pada tingkat Kabupaten
dan Kota, yang pada masa Undang-Undang Pemerintahan Daerah sebelum Undang-
Undang No 22 Tahun 1999, lebih dikenal sebagai Daerah tingkat II. Pengaturan
Undang-Undang No 22 Tahun 1999 telah mengubah pengaturan Daerah
Kabupaten/Kota hanya menjadi daerah otonom belaka, sedangkan Provinsi
berkedudukan sebagai wilayah administrasi dan daerah otonom terbatas.9
6. Dalam Pasal 18 UUD 1945, jelas disebutkan adanya institusi pemerintahan daerah.

● UUD 1945 dinyatakan, “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi


atas daerah-daerah Provinsi, dan daerah provinsi ini dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang”.
● pasal 18 ayat (2) dinyatakan, “pemerintah daerah Provinsi,
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurusi sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas perbantuan”.
● Pasal 18 ayat (3) UUD 1945 juga disebutkan, “pemerintah
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki dewan
perwakilan rakyat daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.”
● Pasal 18 ayat (4) yaitu, “Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai
kepala Dearah Provinsi, Kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”.
● Pasal 18 ayat (5) menentukan, “pemerintah daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.”

7
Mega Putri Rahayu, dkk. Jurnal Sistem Proporsional Dalam Pemilihan Umum Legislatif Di Indonesia, (Diponegoro
Jurnal), Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017.
8
Telly Sumbu, dkk, 2010, Kamus Umum Politik dan Hukum, (Jakarta: Jala Permata Aksara), Halm 383.
9
J. Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah, 2010, (Jakarta: Sinar Grafika), Cetakan kedua, halm 2.
● Pasal 18 ayat (6) juga menentukan, “pemerintah daerah berhak
menentapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksnakan otonomi dan tugas perbantuan.”
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
dasarnya Kepala Daerah ialah seseorang yang dipilih melalui pemilihan dan
memiliki tugas serta kewenangan untuk memimpin, , mengatur serta mengurus
daerah otonomnya masing- masing sesuai asas desentralisasi yaitu Gubernur
untuk Provinsi dan Bupati untuk Kabupaten serta Walikota untuk Kota.
Sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia dapat diungkapkan menurut
periode pemerintahan yaitu sejak kemerdekaan hingga saat ini adalah sebagai
berikut :
a. Periode Awal Kemerdekaan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang
Kedudukan Komite Nasional Daerah, maka pola mekanisme pemilihan yaitu
dipilih oleh Dewan. Ber- dasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1948 tentang Pemerintahan Daerah, maka pola mekanisme pemilihan yaitu:
Kepala Daerah dipilih oleh Pemerintah Pusat dari calon-calon yang diajukan
oleh DPRD, DPRD berhak mengusulkan pemberhentian seorang Kepala
daerah kepada pemerintah Pusat.
b. Periode berlakunya KRIS dan UUDS
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-
pokok Pemerintahan Daerah, maka pola mekanisme pemilihan yaitu :
● Kepala Daerah dipilih DPRD
● Kepala Daerah tingkat I diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
● Kepala Daerah tingkat II diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam
Negeri dan Otonomi Daerah dari calon-calon yang diajukan oleh
DPRD yang bersangkutan.
c. Periode Orde Lama
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, maka pola mekanisme pemilihan yaitu:
● Kepala Daerah dipilih oleh DPRD.
● Kepala daerah tingkat I diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
● Kepala Daerah tingkat II diangkat dan diberhentikan oleh Menteri dalam
Negeri dan Otonomi Daerah dari calon-calon yang diajukan oleh DPRD
yang bersangkutan.
d. Periode Orde Baru
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Pemerintahan di Daerah, maka pola mekanisme pemilihan kepala
daerah yaitu :
● Kepala Daerah dipilih DPRD
● Kepala Daerah tingkat I diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
● Kepala Daerah tingkat II diangkat dan diberhentikan oleh Menteri dalam
Negeri dan Otonomi Daerah dari calon-calon yang diajukan oleh DPRD
yang bersangkutan.
e. Periode Era Reformasi
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, maka pola mekanisme pemilihan yaitu Kepala daerah
dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Berdasarkan Undang- Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka pola mekanisme
pemilihan yaitu Kepala Daerah dipilih oleh masyarakat dan
mempertanggung- jawabkan pemerintahannya kepada DPRD. Dengan
memperhatikan pola-pola tersebut di atas nampak bahwa pemilihan
kepala daerah mengalami perubahan- perubahan.
1. Konfigurasi Politik Pemilihan Kepala Daerah Sebelum Perubahan
UUD Tahun 1945
a. Konfigurasi Politik Pemilihan Kepala Daerah Era Demokrasi Liberal
Politik hukum pemilihan kepala daerah di era demokrasi
liberal tidak terlepas dari adanya pengaruh konfigurasi politik yang
demokratis. Menurut Moh Mahfud MD konfigurasi politik
demokratis pada era ini ditandai dengan adanya partisipasi
masyarakat untuk turut serta dalam membuat kebijakan publik
melalui partai politik. Adanya tuntutan akan perluasan partisipasi
masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik kemudian
menyebabkan pemerintah mengeluarkan Maklumat Nomor X Tahun
1945 yang menggeser posisi Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) yang sebelumnya hanya sebatas pembantu presiden menjadi
lembaga legislatif yang bertujuan untuk menampung aspirasi
masyarakat. Lembaga inilah kemudian diberi fungsi legislasi untuk
merumuskan berbagai produk undang-undang tanpa
mengesampingkan kehendak dari UUD 1945 sebagai landasan
konstitusionalnya. Dalam catatan sejarah selama era demokrasi
liberal terbentuk beberapa produk undang-undang yang mengatur
mengenai mekanisme pengisian jabatan eksekutif daerah yang
berhasil disahkan lembaga ini selama masa priode antara tahun 1945-
1949. Produk hukum tersebut antara lain.
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional
Daerah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Komite
Nasional Indonesia Daerah disahkan pada tanggal 23 November
1945 tepat empat bulan dan enam hari setelah proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia sekaligus menjadi undang-undang
pertama yang menga- tur mengenai mekanisme pengisian jabatan
eksekutif di daerah. Undang-undang ini lahir ketika Indonesia
sedang dalam keadaan semangat untuk menggelorakan kemerdekaan
dan kebebasan. Tema sentral yang bergulir pada saat itu yakni
mempertahankan kemerdekaan dan kebebasan dengan semangat
perjuangan hidup atau mati.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 ini disetujui oleh
pemerintah pada tanggal 23 November 1945 setelah dikeluarkannya
pengumuman nomor 2 pada tanggal 30 Oktober 1945 yang
menyatakan bahwa BP-KNIP telah membuat rancangan undang-
undang tentang komite nasional daerah yang selanjutnya disahkan
menjadi Undang-Undang oleh pemerintah. Undang-undang ini
hanya berisi 6 pasal yang tidak disertai dengan penjelasan
pemerintah. Akan tetapi kemudian kementri- an dalam negeri
memberinya penjelasan yang secara garis besarnya dimuat dalam
beberapa alenia. Secara garis besarnya tujuan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 adalah untuk menarik
kekuasaan eksekutif dari tangan Komite Nasional Indonesia
Daerah (KNID) yang disebabkan oleh adanya dualisme
pemerintahan.10

10
Wiredarme.2019. Konfigurasi Politik Pengaturan Pemilihan Kepala Daerah Dalam Dinamika Sistem Demokrasi
Di Indonesia, (NTB: Pustaka Bangsa), Halm 69-72.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem pemilihan presiden/wakil presiden, kalau sebelumnya dipilih oleh MPR-
RI, sejak 2004 presiden/wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, pemilihan ini
dimaksudkan sebagai upaya untuk memperbaiki kehidupan demokrasi, mencegah
“pembajakan kekuasaan” oleh para wakil rakyat di MPR, dan untuk menciptakan adanya
akuntabilitas yang lebih baik dari pemimpin kepada wakil rakyat. Agar Presiden dan Wakil
Presiden itu memperoleh legitimasi kuat, proses penentuan pemenangnya menggunakan
prinsip mayoritas mutlak. Artinya, calon yang menang harus memperoleh dukungan 50%
+ 1, ditambah memperoleh dukungan minimal 20% diseparoh provinsi dan kabupaten, jika
tidak ada maka dilakukan pemilihan tahap kedua (second round).
Sistem pemilihan umum anggota legislative yang berlaku di Indonesia adalah
sistem proporsional, gagasan pokok dalam sistem ini adalah proporsi kursi yang
dimenangkan oleh suatu partai dalam sebuah wilayah pemilihan akan berbanding
seimbang dengan proporsi suara yang diperoleh partai tersebut dalam pemelihannya.
Namun, dalam sistem ini juga memiliki kelemahan dan kekurangan diantaranya:
c) Kelebihan sistem proporsional
● Sistem ini bersifat representative karena jumlah kursi partai dalam parlemen
sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang diperoleh dalam pemilu. Sistem
ini juga dianggap lebih adil karena memberikan peluang untuk semua golongan
masyarakat.
● Jika dilihat dari kepartaian, akan lebih memudahkan partai-partai minoritas
untuk memperoleh akses perwakilan.
● Segi lembaga perwakilan, maka golongan-golongan bagaimanapun kecilnya
menempatkan wakilnya dalam badan perwakilan rakyat.
d) Kelemahan sistem proporsional
● Dari sistem kepartaian, mempermudah terjadinya fragmentasi partai, kurang
mendorong partai-partai untuk berintegrasi/bekerja sama, cenderung
mempertajam perbedaan yang ada.
● Dari segi hubungan wakil terpilih dengan pemilih,memberikan kedudukan
sangat kuat pada partai melalui sistem daftar (list system) bervariasi. Prosedur
semacam ini yang menjadi kelemahannya, sebab wakil yang terpilih akhirnya
cenderung kurang erat atau kurang akrab hubungannya dengan warga pemilih
yang memilih dengan tanda gambar.
● Sistem proporsional cenderung mendorong asas kedaulatan rakyat menjadi
kedaulatan partai.
Sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia dapat diungkapkan menurut
periode pemerintahan yaitu sejak kemerdekaan hingga saat ini adalah sebagai
berikut :
1. Periode Awal Kemerdekaan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang
Kedudukan Komite Nasional Daerah, maka pola mekanisme pemilihan yaitu
dipilih oleh Dewan. Ber- dasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1948 tentang Pemerintahan Daerah, maka pola mekanisme pemilihan yaitu:
Kepala Daerah dipilih oleh Pemerintah Pusat dari calon-calon yang diajukan
oleh DPRD, DPRD berhak mengusulkan pemberhentian seorang Kepala
daerah kepada pemerintah Pusat.
2. Periode berlakunya KRIS dan UUDS
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-
pokok Pemerintahan Daerah, maka pola mekanisme pemilihan yaitu :
● Kepala Daerah dipilih DPRD
● Kepala Daerah tingkat I diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
● Kepala Daerah tingkat II diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam
Negeri dan Otonomi Daerah dari calon-calon yang diajukan oleh
DPRD yang bersangkutan.
3. Periode Orde Lama
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, maka pola mekanisme pemilihan yaitu:
● Kepala Daerah dipilih oleh DPRD.
● Kepala daerah tingkat I diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
● Kepala Daerah tingkat II diangkat dan diberhentikan oleh Menteri dalam
Negeri dan Otonomi Daerah dari calon-calon yang diajukan oleh DPRD
yang bersangkutan.
4. Periode Orde Baru
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Pemerintahan di Daerah, maka pola mekanisme pemilihan kepala
daerah yaitu :
● Kepala Daerah dipilih DPRD
● Kepala Daerah tingkat I diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
● Kepala Daerah tingkat II diangkat dan diberhentikan oleh Menteri dalam
Negeri dan Otonomi Daerah dari calon-calon yang diajukan oleh DPRD
yang bersangkutan.
5. Periode Era Reformasi
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, maka pola mekanisme pemilihan yaitu Kepala daerah dipilih dan bertanggung
jawab kepada DPRD. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, maka pola mekanisme pemilihan yaitu Kepala Daerah dipilih
oleh masyarakat dan mempertanggung- jawabkan pemerintahannya kepada DPRD.
DAFTAR PUSTAKA

Marijan, Kacung, 2016, Sistem Politik di Indonesia, (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama).
Isra, Saldi, 2019, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Depok: PT Raja Grafindo Persada).
Efriza, Dan Inderawan Jery.2019. Pengantar Politik. (Jakarta: PT Bumi Aksara), Halm 160.
Khairul Fahmi, Jurnal Prinsip Kedaulatan Rakyat Dalam Penentuan Sistem Pemilihan
Umum Anggota Legoslatif, (Jurnal Konstitusi), Vol 7 Nomor 3, Tahun 2010.
Telly Sumbu, dkk, 2010, Kamus Umum Politik dan Hukum, (Jakarta: Jala Permata Aksara).
J. Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah, 2010, (Jakarta: Sinar Grafika).
Wiredarme.2019. Konfigurasi Politik Pengaturan Pemilihan Kepala Daerah Dalam
Dinamika Sistem Demokrasi Di Indonesia, (NTB: Pustaka Bangsa).

Anda mungkin juga menyukai