Anda di halaman 1dari 3

RESUME BUKU Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H.

“PERKEMBANGAN AJARAN KAUSA DALAM KONTRAK”

Dalam 1320 Burgerlijk Wetboek (yang selanjutnya disebut BW) diatur mengenai sarat
syahnya perjanjian yang meliputi 1(satu) kesepakatan kedua belah pihak yang mengikatkan
dirinya 2 (dua) cakap hukum 3(tiga) hal tertentu 4 (empat) causa yang halal. Menurut Prof.
Subekti mengatakan bahwa syarat sahnya menurut 1320 BW dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu
syarat subjektif dan syarat objektif.

Dalam hal syarat subjektif, jika syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian bukan batal demi
hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.
Sedangkan, dalam hal syarat objektif, kalau syarat itu tidak terpenuhi perjanjian itu batal demi
hukum.

Kesepakatan merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian yang oleh Subekti
digolongkan sebagai syarat subjektif, yang dinyatakan apabila tidak terpenuhi maka perjanjian
dapat dibatalkan. Padahal sesungguhnya jika kesepakatan tidak terpenuhi berarti tidak ada
perjanjian, jadi tidak mungkin dapat dibatalkan jika perjanjiannya sendiri tidak pernah lahir.
Dengan demikian seharusnya Subekti bukan menyatakan tidak terpenuhi tapi menyatakan
kesepakatan cacat, yakni jika terjadi paksaan, penipuan, khekhilafan, dan penyalahgunaan
keadaan.

Kecakapan; Dasar hukum untuk menentukan cukup tidaknya seseorang pada umumnya
mengacu pada Pasal 1330 BW dan Pasal 330 BW. Ukuran dewasa yang dikaitkan dengan usia
seseorang, sekarang ini ada berbagai macam, tapi yang paling erat kaitannya dengan kecakapan
dalam membuat perjanjian adalah Pasal 39 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Dengan
adanya UUJN ini, maka kecakapan membuat perjanjian ini ada yang menyatakan pada usia 21
tahun sesuai dengan BW, tapi ada juga yang menyatakan bahwa kecakapan membuat perjanjian
ini adalah 18 tahun sebagaimana diatur dalam UUJN. Adanya perbedaan usia cakap ini karena
ketika perjanjian dibuat di hadapan notaris, berarti ada notaris yang dapat membantu
memberikan nasihat-nasihat tertentu jika ada hal tidak benar yang dilakukan oleh penghadap.
Tindakan hukum yang dilakukan oleh kedua golongan orang tidak cakap yakni, jika belum ada
penetapan pengadilan, maka perjanjian yang dilakukan dapat dibatalkan, sedangkan jika telah
ditetapkan oleh pengadilan bahwa orang tersebut berada dibawah pengampuan, maka segala
tindakan perdata yang dilakukan adalah batal demi hukum.

Hal Tertentu; Berdasarkan Pasal 1332 sampai 1334 BW, maka hal tertentu atau objek
perjanjian dapat berupa:

a) Barang-barang yang dapat diperdagangkan


b) Minimal sudah ditentukan jenisnya
c) Jumlah barang boleh belum ditentukan asal dapat ditentukan atau dihitung
kemudian
d) Barang yang akan ada dapat menjadi objek perjanjian
e) Warisan yang belum terbuka tidak boleh dijadikan objek perjanjian

Kausa yang halal; Pengertian kausa menurut Pasal 1365 BW adalah kausa atau penyebab
yang menimbulkan kerugian. Menurut Hamaker, kausa suatu perjanjian adalah yang sengaja
ditimbulkan oleh tindakan menutup perjanjian, yaitu apa yang menjadi tujuan mereka (para
pihak bersama) untuk menutup perjanjian, dan karenanya disebut tujuan objektif, untuk
membedakannya dengan tujuan sebjektif, yang olehnya dianggap sebagai motif. Tujuan
ditetapkannya oleh hukum syarat “kausa yang dibolehkan” bagi syahnya suatu perjanjian adalah
agar orang tidak menyalahgunakan prinsip kebebasan berkontrak. Kausa dalam perjanjian
dikenal tiga macam, yaitu: tanpa kausa, kausa palsu dan kausa terlarang dan bisa dilihat dalam
Pasal 1335, 1336, dan 1337 BW.

Dalam menutup suatu perjanjian seringkali terjadi pelanggaran peraturan perundang-


undangan atau tidak halal dalam berbagai bentuknya, seperti:

a) Penutupan perjanjian tidak halal (Pasal 1467 BW)


b) Cara timbulnya perjanjian tidak halal (Pasal 1682 BW)
c) Prestasi yang diwajibkan oleh perjanjian (isi perjanjian) tidak halal (Pasal 282
KUHP)
d) Cara pelaksanaan perjanjian tidak halal (melanggar HKI orang lain)
e) Maksud para pihak tidak halal (1618 untuk pembuatan kasino)

Anda mungkin juga menyukai