Hukum Pidana Khusus Istilah “Hukum Pidana Khusus” Istilah hkm pidana khusus merupakan trjemahan dr istilah “Het bijzonder strafrecht” yg merupakan lawan dr istilah “Het algemene strafrecht”. Istilah hukum pidana khusus & UU pidana khusus digunakan oleh Sudarto utk mgambarkan ketentuan2 hkm diluar KUHP. “Het strafrecht in de afzondelijke wetten a/ hkm pidana dlm UU yg trsendiri (Nolte). Perundang2an pidana khusus (Andi Hamzah). Van bemmelen mnggunakan istilah “peraturan pidana khusus”. Istilah ini diikuti oleh Satochid Kartanegara. Hukum tindak pidana khusus (Azis Syamsudin). Pengertian Hukum Pidana Khusus Mnr Pompe, terdapat 2 kriteria utk menentukan st hkm pidana dikategorikan sbg hkm pidana khusus, yaitu orang2nya yg khusus dan yg kedua ialah perbuatannya yg khusus (bijzonderlijk feiten). Jika ketentuan UU di luar KUHP byk menyimpang dr ketentuan umum hkm pidana (Bab I-VIII Buku I KUHP) maka itu mrpkn hkm pidana khusus. (Pompe) Pengertian Hukum Pidana Khusus (lanjutan) Menurut Sudarto, hkm pidana khusus adl hkm pidana yg ditetapkan utk golongan orang yg khusus a/ yg berhubungan dg perbuatan2 yg khusus. Ada 3 klmpok UU yg bisa dkualifikasikan sbg UU pidana Khusus: 1. UU pidana yg tdk dikodifikasikan; 2. Peraturan administrasi yg memuat sanksi pidana; 3. UU yg memuat delik2 utk kelompok orang ttt a/ yg berhubungan dg perbuatan ttt, spt KUHP Militer, UU ttg pajak. Pengertian Hukum Pidana Khusus (lanjutan) Hkm pidana khusus adl hukum pidana yg berlaku bagi orang2 yg mempunyai kualifikasi khusus a/ tertentu di wilayah indonesia (Ilhami Bisri). Perundang2an pidana khusus, mnr Andi Hamzah, adl semua perundang2an diluar KUHP yg mengandung ketentuan pidana. Sedangkan peundang2an pidana umum adl KUHP dan semua perundang2an yg mengubah dan menambah KUHP. Perkembangan Hukum Pidana Khusus Zaman VOC; Zaman Pemerintahan Kolonial Belanda; Zaman Setelah Kemerdekaan; Zaman setelah Reformasi. Zaman VOC Peraturan pertama yg diberlakukan oleh VOC adl hukum kapal (Scheepsrecht). Selanjutnya berlaku peraturan2 yg dikeluarkan oleh gubernur jendral VOC dan dewan direksi VOC (heeren zeventien). Peraturan2 itu diumumkan dllm plakat2 yg kemudian dihimpun & dinamakan dg ‘Bataviaasche Statuten” (1642). Statuta ini kemudian diperbaharui thn 1766 dg lahirnya “Nieuwe Bataviaasche Statuten”. Bagi gol pribumi & timur asing tetap berlaku hukum adatnya termasuk dlm perkara2 pidana. Zaman Pemerintahan Kolonial Belanda Pada awal pemerintahan kolonial belanda, hukum yg berlaku bg gol eropa adl statuta batavia baru sdgkn utk gol pribumu & timur asing tetap berlaku hukum adatnya. Namun dlm perkara2 pidana, hukum adat itu dpt disimpangi dg syarat: 1. Apabila pihak yg dirugikan mnr hukum adat tdk diberi hak utk menuntut pelaku kejahatan mll penguasa masyarakat adat pdhal mnrt hkm positif pelaku tsb hrs diberi sanksi pidana; 2. Apabila sanksi dlm hkm pidana adat sgt ringan a/ sgt berat shg tdk sesuai dg keadilan. Dlm hal ini hakim bebas utk mnjatuhkan sanksi lain sesuai dg keyakinannya; 3. Apabila alat2 bukti dlm hkm pidana adat kurang cukup shg tdk dpt meyakinkan hakim atas kesalahan pelaku. Dlm hal ini hakim berhak menambah hukum acara adat. Zaman Kolonial Belanda (lanjutan) Beragamnya hkm pidana yg brlaku menimbulkan keinginan pd pemerintah kolonial utk membentuk hkm pidana yg bersifat unifikasi dan kodifikasi. Keinginan ini trwujud dg berlakunya Wetboek van Strafrecht voor Europeanen pd thn 1867. Utk gol pribumi & timur asing diberlakukan Wetboek van Strafrecht voor Inlander pd thn 1873. Kodifikasi ini pd dsrnya adl salinan dr WVS Eur saja. Dgn demikian hukum pidana adat tdk berlaku lagi dilingkungan pradilan pemerintahan Hindia Belanda. Zaman Kolonial Belanda (lanjutan) Dualisme hkm pidana di hindia belanda ini berakhir dengan dikeluarkannya Stbl 1915 No. 732 yg memberlakukan Wetboek van Strafrecht voor Nederlands Indie di wilayah Hindia Belanda (pembrlakuannya ditunda smp 1918). Kodifikasi ini merupakan salinan dr WVS Belanda 1881 yg brdsrkn azas konkordansi & sedikit penyesuaian dg kondisi di Hindia Belanda. Disamping WVS NI ini pemerintah hindia belanda masih tetap mengeluarkan beberapa peraturan administrasi yg mengandung ancaman pidana bg yg melanggarnya spt Deviazen Ordonantie th 1940 yg mengatur sanksi pidana dlm Bab V, ordonansi ttg perusahaan asuransi jiwa, & peraturan perserikatan koperasi. Zaman Setelah Kemerdekaan Setelah kemerdekaan Indonesia, hkm pidana yg berlaku msh merupakan warisan dr pemerintah kolonial belanda. Hal ini brdasarkan Pasal II aturan peralihan UUD 1945. Pemerintah RI kemudian mengeluarkan UU No. 1 Th 1946 yg menegaskan berlakunya WVS. Hukum pidana khusus mulai mengalami perkembangan setelah th 1950 yg dipengaruhi oleh prkembangan ekonomi, sosial, & politik pd masa itu. Pd thn 1955, pemerintah RI mengeluarkan UU No. 7 Drt 1955 Ttg Pengusutan, Penuntutan, Peradilan Tindk Pidana Ekonomi. Zaman Setelah Kemerdekaan (lanjutan) UU No. 7 Drt 1955 ini merupakan UU payung bg penegakan hkm pidana dibidang ekonomi & sosial yg trdapat dlm brbagai peraturan administrasi yg mengandung sanksi pidana. Dr thn 60an – 70an, prkembangan hkm pidana khusus mengarah pd pembentukan peraturan perundangan yg mewujudkan kewenangan negara utk melarang & menghukum. Hal ini ditandai dg lahirnya UU No. 24/ Prp/1960 Ttg pengusutan, penuntutan, & pemeriksaan Tipikor. UU ini kemudian diganti dg UU No. 3 Th. 1971 Ttg Pemberantasan Tipikor. Selain itu pemerintah jg mengeluarkan UU No. 11/PNPS/1963 Ttg Pemberantasan Tindk pidana Subversi. Zaman Setelah Reformasi Perkembangan hkm pidana khusus pd penghujung thn 90- an sangat dipengaruhi oleh reformasi yg trjadi di Indonesia. Hal ini ditandai dg lahirnya UU No. 31 Th 1999 Ttg pemberantasan Tipikor sbg pengganti dr UU No. 3 Thn 1971. UU ini kemudian mengalami perubahan dg lahirnya UU No. 20 Th 2001. Pemerintah jg memberlakukan UU No. 26 Th 2000 Ttg Peradilan HAM. Situasi keamanan & ketertiban jg mempengaruhi prkembangan hkm pidana khusus. Hal ini trlihat dr lahirnya UU No. 15 Th. 2003 Tttg Pemberantasan Tindk pidana Terorisme, UU No. 21 Th. 2007 Ttg Pemberantasan Tindk pidana Perdagangan Orang, & UU No. 8 Th. 2010 Ttg Pemeberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Hubungan Hukum Pidana Khusus dengan Hukum Pidana Umum Bagaimanakah kedudukan hukum pidana khusus & hukum pidana umum dalam sistem hukum indonesia?; Bagaimanakah penerapan hukumnya apabila dalam suatu peristiwa konkrit bertemu ketentuan umum & ketentuan khusus? Kedudukan Hkm Pidana Khusus & Hkm Pidana Umum Dlm Sistem Hukum Indonesia Keseluruhan peraturan perUUan yg ada dlm KUHP maupun UU khusus diluar KUHP pd hakikatnya merupakan satu kesatuan sistem hukum pidana yg trdiri dr aturan umum & aturan khusus (Barda Nawawi); KUHP mempunyai kedudukan sentral krn di dlmnya dimuat ketentuan umum dlm Buku I yg berlaku jg trhdp tindak2 pidana yg trdpt diluar KUHP, kecuali apabila UU menentukan lain. Ini berarti kedudukan UU pidana khusus dlm sistem hukum pidana di Indonesia adl pelengkap dr hukum pidana umum a/ KUHP (Sudarto) Penerapan Dari Ketentuan Hkm Pidana Khusus & Hkm Pidana Umum Dlm praktek penegakan hkm pidana, penerapan aturan2 hkm pidana khusus & aturan hkm pidana umum ini mengacu pada 3 hal, yaitu: 1. Azas Lex specialis derogat legi generale; 2. Pasal 103 KUHP; 3. Pasal 284 KUHAP. Azas Lex Specialis Derogat Legi Generale Azas ini merupakan satu dari tiga azas preferensi yg dikenal dalam ilmu hukum. Mksd dr azas ini adl bhw trhdp peristiwa khusus wajib diberlakukan UU yg menyebut peristiwa itu, wlp utk peristiwa khusus itu dpt pula diberlakukan UU yg menyebut peristiwa yg lebih luas a/ lebih umum yg dpt mncakup peristiwa khusus tsb (Purnadi & Soerjono Soekamto). Azas ini tdk trkait dg kebijakan legislasi a/ perumusan aturan hkm melainkan brhubungan dg penerapan hkm shg azas ini mnjd penting bg penegak hkm ketika akan menyelesaikan persoalan pidana yg ditanganinya (Eddy OS. Hiariej). Azas Lex Specialis Derogat Legi Generale (lanjutan) Dlm hkm pidana Indonesia, azas ini dipositifkan oleh Psl 63 ayat 2 KUHP yg menyatakan: “Jika st perbuatan masuk dlm st aturan pidana yg umum, diatur pula dlm aturan pidana yg khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan”. Scr umum diartikan bhw jika tindak pidana yg terjadi itu melanggar st ketentuan pidana umum & pidana khusus sekaligus maka ketentuan pidana khusus itulah yg diberlakukan. Pasal 103 KUHP
Pasal 103 KUHP yang berbunyi:
“Ketentuan2 dalam Bab I smp dgn Bab VIII buku ini jg berlaku bg perbuatan2 yg oleh ketentuan perUU-an lainnya diancam dgn pidana, kecuali jika oleh UU itu ditentukan lain. Dilihat dr sejarahnya trlihat bhw muatan psl ini dimksdkan utk mengakomodasi kemungkinan timbulnya tindak pidana baru yg blm diatur dlm KUHP, shg hrs diatur dg UU lain. Muatan psl ini jg mngakomodasi ketentuan hkm pidana yg brlaku thd bg klp orang ttt serta ketentuan hkm pidana yg trdpt dlm peraturan administrasi yg telah ada pd saat itu yaitu hkm pidana fiskal (Nolte) Pasal 103 KUHP (lanjutan) Semua ketentuan yang ada dalam Buku I KUHP berlaku terhadap UU di luar KUHP sepanjang UU itu tidak menentukan lain. Adanya kemungkinan UU termasuk UU Pidana di luar KUHP, karena KUHP tidak mengatur seluruh tindak pidana di dalamnya (tidak lengkap dan tidak mungkin lengkap). Mnr Nolte ada 2 bentuk pengecualian berlakunya Psl 103 KUHP itu yaitu jk UU lain itu menentukan dg tegas pengeecualian berlakunya psl 103 KUHP a/ UU lain itu menetukan scr diam2 pengecualian seluruh a/ sebagian dr psl 103 tsb. Pasal 284 KUHAP Psl 284 KUHAP berbunyi: 1) Thdp perkara yg ada sebelum UU ini diundangkan, sejauh mungkin diberlakukan ketentuan UU ini. 2) Dlm wkt dua tahun setelah UU ini diundangkan, maka thdp semua perkara diberlakukan ketentuan UU ini, dg pengecualian utk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada UU tertentu, smp ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi. Ayat 2 dr psl ini mnjd penting jika dilihat dlm konteks hubungan hkm pidana khusus dg hkm pidana umum krn ayat 2 ini dg jelas mengakui keberadaan ketentuan hkm acara pidana sbgmn trdpt dlm ketentuan pidana khusus smp ada perubahan a/ smp ketentuan pidana khusus itu dinyatakan tdk berlaku lagi Kriteria Penentuan Hkm Pidana Khusus Mnr Pompe, ada 2 kriteria utk menentukan st hkm pidana khusus, yaitu: orang2nya yg khusus dan perbuatannya yg khusus. Selain itu jika ketentuan UU diluar KUHP banyak menyimpang dr ketentuan2 umum yg ada dlm Buku I KUHP. Mnr van Poelje, hkm pidana dibagi atas hkm pidana umum & hkm pidana khusus yg disebut jg hkm pidana militer. Mnr scholten, semua hkm pidana yg brlaku umum disebut jg hkm pidana umum. Hkm pidana khusus adl peraturan perUUan bukan pidana yg brsanksi pidana yg disebut jg hkm pidana pemerintahan. Kriteria Penentuan Hkm Pidana Khusus (lanjutan) Dlm doktrin hkm pidana dikenal jg 2 kriteria utk menentukan kekhususan st aturan hkm pidana: 1. Ketentuan pidana khusus scr logis (Logische specialiteit) yaitu ketentuan pidana khusus yg trdpt dlm buku II & III KUHP yg mengatur tindak pidana ttt (delik yg dikualifikasi) & delik yg lbh ringan dr delik pokok yg memuat unsur khusus selain dr unsur umum dlm delik pokoknya. 2. Ketentuan pidana khusus scr sistematius (Systematische specialiteit) yaitu ketentuan pidana khusus yg trdpt dlm perUUan diluar KUHP yg memuat sanksi pidana. Ruang Lingkup Hkm Pidana Khusus Ruang lingkup hkm pidana khusus tdk bersifat tetap tetapi dpt berubah tergantung dg apakah ada penyimpangan a/ penetapan sendiri scr khusus dr st undang-undang pidana yg mengatur substansi ttt. Mnr Sudarto ada 3 kelompok UU yg bisa dikualifikasikan sbg perUUan pidana khusus, yaitu: 1. UU yg tidak di kodefikasikan; 2. Peraturan2 hukum administratif yg menmuat sanksi pidana; 3. UU yg memuat hkm pidana khusus yg memuat delik2 utk kelompok org ttt a/ berhubungan dg perbuatan ttt. Penyimpangan Hukum pidana Khusus thd Hukum Pidana Umum Hukum Pidana Materil Subyek Hukum Prinsip pidana minimum khusus Perluasan berlakunya hukum pidana Stelsel pidana Hukum Acara Pidana Penyidik & Lamanya waktu penyidikan Pengadilan yg khusus Schikking Pengadilan secara In absentia Subyek Hukum Diakuinya korporasi sebagai subyek hukum disamping orang/individu. Perumusan/penyebutan Korporasi sbg subyek hukum dlm perundang2an, misalnya terdapat dlm Pasal 15 UU No. 7/Drt Thn 1955 (UUTPE), Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 20 UU No. 31 Th. 1999, Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 4 UU No. 12 Th. 2002 ttg Pencucian uang. Perluasan Berlakunya Hukum Pidana Dlm KUHP, Hukum pidana indonesia hanya berlaku dlm wilayah teritorial indonesia. Dlm beberapa perundang2an hukum pidana khusus, ketentuan2 perundang2an tsb juga berlaku melewati batas2 teritorial indonesia. Misalnya dlm Pasal 3 UU TPE Peradilan In Absentia Pada dasarnya KUHAP menentukan pemeriksaan dipengadilan harus dilakukan dengan hadirnya terdakwa. (Penjelasan Pasal 154 ayat 4 KUHAP) Dlm beberapa perundang2an hukum pidana khusus pengadilan in absentia dpt dilakukan.