Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Abdul Qodir Hambali 181105020007
Julias Muda Prasetya 181105020013
AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBNU KHALDUN
2021
Daftar Isi
BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. Pengertian Upaya Hukum Dan Macam-Macam Upaya Hukum.........................................5
B. Upaya Hukum Biasa...............................................................................................................7
C. Upaya Hukum Luar Biasa...................................................................................................14
BAB III...............................................................................................................................................17
PENUTUP..........................................................................................................................................17
A. Kesimpulan............................................................................................................................17
B. Saran.......................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................18
i
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak dulu di Indonesia sudah terjadi kasus-kasus hukum, seperti halnya kasus
korupsi, kasus perceraian, dan kasus-kasus yang lainnya. Seiring dengan perkembangan
zaman, penyelesai hukum yang sekarang agak berbeda dengan penyelesaian hukum pada
zaman sebelumnya. Sekarang ini, dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum itu, sebagian
besar para pelaku menggunakan berbagai upaya hukum, agar dapat meringankan putusan
hukum yang seringan-ringannya. Ada dari mereka yang mengajukan upaya banding, ada juga
dari mereka yang menggunakan upaya kasasi ataupun upaya peninjauan kembali (PK).
Oleh karena itu perlu adanya pemaparan tentang apa yang dimaksud dengan upaya
hukum beserta pembahasannya yakni mengenai upaya hukum yang akan di tempuh apabila
pelaku masih tidak puas karena putusan hakim yang mungkin dinilai tidak adil dalam
kasusnya. Upaya hukum tersebut meliputi banding, kasasi dan upaya hukum luar biasa seperti
peninjauan kembali.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui maksud dari upaya Hukum Banding.
b. Untuk mengetahui maksud dari upaya Hukum Kasasi.
c. Untuk mengetahui maksud dari upaya Hukum peninjauan kembali.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Upaya hukum yaitu suatu usaha bagi setiap pribadi atau badan hukum yang merasa
dirugikan haknya atas kepentingannnya untuk memperolehg keadilan dan
perlindungan/kepastian hukum, menurut cara-cara yang ditetapkan dalam undang-undang.
3
Macam-macam upaya hukum terdiri dari1:
1
Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Online) cet.VI,( 2005), https:/ /hamas faiumi. blogspot.com/ 2015/ 04/
makalah- peradilan- agama- di- indonesia. html, diakses pada 17 Maret 2021.
4
f. Upaya hukum pembuktian:
1. Saksi
2. Tulisan
3. Dugaan/persangkaan;
4. Pengakuan
5. Sumpah dan lain-lain.
Semua ini merupakan suatu upaya hukum terhadap suatu sengketa yang telah diproses
di pengadilan. Sedang upaya hukum bagi pihak yang dirugikan oleh orang lain atau untuk
sesuatu kepentingan hukum baginya yang belum diproses di pengadilan ialah mengajukan
perkara ke pengadilan.2
Dari semua macam-macam upaya hukum di atas, pada makalah ini yang kita
bicarakan adalah tentang upaya hukum melawan putusan, yaitu upaya hukum biasa (Verzet,
Banding dan kasasi) dan upaya hukum luar biasa (peninjauan kembali dan derden verzet)
2
Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Online) cet.VI,( 2005), https:/ /hamas faiumi. blogspot.com/
2015/ 04/ makalah- peradilan- agama- di- indonesia. html, diakses pada 17 Maret 2021.
5
B. Upaya Hukum Biasa
a. Verzet
1. Pengertian Verzet
Verzet adalah perlawanan dari tergugat terhadap putusan verstek atau putusan
al-qadla ala al-gha’ib, yaitu putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya tergugat.3
Dasar hukum verzet adalah pasal 129 HIR/153 Rbg, yang memberi
kemungkinan bagi tergugat/para tergugat yang dihukum verstek untuk mengajukan
verzet atau perlawanan. Dengan ketentuan, kedua perkara tersebut (verstek dan
verzet)tersebut dijadikan satu dan diberi nomor, sedapat mungkin perkara tersebut
dipegang oleh Majelis Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas
putusan verstek harus memeriksa harus memeriksa gugata yang telah diputus verstek
tersebut secara keseluruhan. Pembuktiannya agar mengacu pada SEMA NO.9 tahun
1964.
3. Syarat-Syarat Verzet
Syarat-syarat banding adalah:
a) Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara
b) Diajukan masih dalam masih masa tenggang waktu verzet
c) Putusan tersebut, menurut hukum, boleh dimintakan verzet, Dan lain-lain.
3
Lubis, Sulasikin, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Online) cet. II, (2006),
https:/,/hamasfaiumi.blogspot.com/ 2015/04/makalah- peradilan-agama- di- indonesia. html, diakses pada 17 Maret 2021.
6
4. Tata cara verzet
Tata cara pengajuan verzet sama dengan tata cara pengajuan surat gugatan,
yaitu boleh dilakukan dengan secara lisan dan boleh dengan secara tertulis (120
HIR/142 R.Bg dan 118 HIR/144 R.Bg).4
b. Banding
1. Pengertian Banding
Banding adalah permohonan yang diajukan oleh salah satu pihak yang terlibat
dalam perkara, agar penetapan atau putusan yang dijatuhkan pengadilan agama
4
Lubis, Sulasikin, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Online) cet. II, (2006), https:/,/hamasfaiumi.blogspot.com/
2015/04/makalah- peradilan-agama- di- indonesia. html, diakses pada 17 Maret 2021.
5
Lubis, Sulasikin, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Online) cet. II, (2006),
https:/,/hamasfaiumi.blogspot.com/ 2015/04/makalah- peradilan-agama- di- indonesia. html, diakses pada 17 Maret 2021.
7
diperiksa ulang dalam tingkat banding oleh Pengadilan Agama Tinggi, karena merasa
belum puas dengan putusan pengadilan tingkat pertama.
Sebagai aturan organic dari pasal 21 ayat (1) di ats, khusus untuk peradilan
Agama, ketentuan mengenai putusan Pengadilan Agama yang dapat diajukan banding
kepada pengadilan Agama Tinggi Agama disebutkan dalam pasal 61 undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agma sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang peradialn Agama, yaitu atas penetapan
dan putusan pengadilan Agama dapat dimintakan banding oleh yang berperkara,
kecuali apabila undang-undang menentukan lain”.7 Pengecualian yang disebutkan di
atas dapat dilihat dari dua kategori. Kategori pertama perkara yang bersifat financial
sebagaimana diatur dalam pasal 49 huruf I Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006
tentang perubahan Atas undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama mengenai Ekonomi Syariah, maka perkara yang diajukan banding mengacu
kepada nilai standar obyek terperkara sebagaimana diatur dalam Pasal 6 undang-
Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulang di jawa dan Madura, yaitu
tidak boleh kurang dari seratus rupiah.8
Kategori kedua adalah bahwa perkara yang dapat diajukan banding adalah
perkara Contensiosa, buka voluntair. Jadi, keputusan Pengadilan Agama atas perkara
voluntair yang diformulasikan dalam bentuk penetapan tidak dapat diajukan banding.
3. Syarat-syarat banding
6
Uandang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 21 Ayat (1)
7
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradialn Agama
8
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 Pasal 6, tentang Peradilan Ulang di jawa dan Madura
8
Syarat-syarat banding adalah:9
1) Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara
2) Diajukan masih dalam masih masa tenggang waktu banding
3) Putusan tersebut, menurut hukum, boleh dimintakan banding
4) Membayar panjar biaya banding, kecuali dalam hal prodeo
5) Menghadapi di kepaniteraan Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan
banding.
9
Rasyid, Chatib dan Syarifuddin, Hukumn Acara Perdata dalam tori dan Praktik pada Peradilan Agama, Cet.I (Yogyakarta:
UII Press, 2009) h.173.
10
Rasyid, Chatib dan Syarifuddin, Hukumn Acara Perdata dalam tori dan Praktik pada Peradilan Agama, Cet.I (Yogyakarta:
UII Press, 2009) h.175.
9
mencoret dari daftar perkara banding,
Apabila perkara telah diputus maka pencabutan tidak mungkin dikabulkan dan
Apabila permohonan banding dicabut, maka putusan telah memperoleh kekuatan
hukum tetap sejak pencabutan dikabulkan dengan “penetapan” tersebut.
d) Pencabutan banding tidak diperlukan persetujuan pihak lawan.
c. Kasasi
10
pengadilan tingkat pertama yang memutus karena adanya alasan tertentu, dalam
waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu.14
3. Syarat-syarat Kasasi
Syarat-syarat untuk mengajukan kasasi ialah:15
a) Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi
b) Diajukan masih dalah tenggang waktu kasasi
c) Putusan atau penetapan judex factie, menurut hukum dapat dimintakan kasasi.
d) Membuat memori kasasi
e) Membayar uang panjar biaya kasasi
f) Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang bersangkuta
14
Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Online), (2008), https:/ /shofie-artikel.
blogspot.com/ 2016/01/ makalah- peradilan- agama- upaya-hukum. html, diakses pada 17 Maret 2021..
15
Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Online), (2008), https:/ /shofie-artikel.
blogspot.com/ 2016/01/ makalah- peradilan- agama- upaya-hukum. html, diakses pada 17 Maret 2021..
16
Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Online), (2008), https:/ /shofie-artikel.
blogspot.com/ 2016/01/ makalah- peradilan- agama- upaya-hukum. html, diakses pada 17 Maret 2021..
11
c) Setelah Mahkamah Agung memberi putusan maka, putusan mahkamah Agung
dikirim pada Pengadilan Agama pada meja III, selanjutnya memberitahukan kepada
kedua belah pihak melaui jurusita pengganti.
17
Undang-Undang No.14 Tahun 1985 pasal 49
18
Undang-Undang No.14 Tahun 1985 pasal 49
19
Undang-Undang No.14 Tahun 1985 pasal 49
12
C. Upaya Hukum Luar Biasa
a. Peninjauan Kembali
20
Roihan, Rasyid A., Hukum Acara peradilan Agama, (Online) cet.VI, (1998), https:/ /ikhwanmf. wordpress. com/2014/ 07/25 /upaya-
hukum- di-pengadilan/, html, diakses pada 17 Maret 2021
21
Undang-Undang No.14/11970, Pasal 21
22
Roihan, Rasyid A., Hukum Acara peradilan Agama, (Online) cet.VI, (1998), https:/ /ikhwanmf. wordpress. com/2014/
07/25 /upaya-hukum- di-pengadilan/, html, diakses pada 17 Maret 2021
13
a) Permohonan diajukan oleh pemohon (ahli warisnya atau wakilnya) kepada
Mahkamah Agung yang memutus perkara dalam tingkat pertama (pasal 70 ayat (1)
UU No.14 Tahun 1985 ).23
b) Permohonan diajukan oleh pemohon secara tertulis dengan menyebutkan dengan
menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar permohonan.
c) Apabila pemohon tidak dapat menulis maka ia menguraikan permohonannya secara
lisan dihadapan Ketua pengadilan Agama yang memutus perkara dalam tingkat
pertama atau hakin yang ditunjuk oleh ketua pangadilan yang akan membuat catatan
tentang permohonan tersebut (pasal 71 UU No.14 Tahun 1985).
d) Mahkamah Agung memeriksa dan memutus dengan sekurang-sekurangnya dengan
tiga orang hakim (pasal 40 ayat (1) UU No.14 tahun 1985).
e) Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya satu kali (pasal 66 ayat (1) UU
No.14 Tahun 1985).
f) Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menantikan pelaksaan
putusan (pasal 66 ayat (2) UU No.14 Tahun 1985).
g) Mahkamah Agung berwenang memerintahkan Pengadilan Agama yang memeriksa
perkara dalam tingkat pertama atau tingkat pertama atau Pengadilan Tinggi (tingkat
banding) mengadakan pemeriksaan tambahan, atau meminta segala hal keterangan
serta pertimbangan dari pengadilan yang dimaksud (pasal 73 ayat (1) UU No.14
Tahun 1985).
h) Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut selama belum diputus.
b. Derden Verzet
23
Undang-Undang No.14 Tahun 1985 pasal 70 ayat (1)
24
Roihan, Rasyid A., Hukum Acara peradilan Agama, (Online) cet.VI, (1998), https:/ /ikhwanmf. wordpress. com/2014/
07/25 /upaya-hukum- di-pengadilan/, html, diakses pada 17 Maret 2021
14
kepentingannya, sebelum putusan mempunyai kekuatan hukum tetap atau sebelum
penetapan eksekusi dilaksanakan.25
25
Roihan, Rasyid A., Hukum Acara peradilan Agama, (Online) cet.VI, (1998), https:/ /ikhwanmf. wordpress. com/2014/
07/25 /upaya-hukum- di-pengadilan/, html, diakses pada 17 Maret 2021
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suatu putusan hakim itu tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bahkan tidak
mustahil bersifat memihak. Oleh karena itu, demi kebenaran dan keadilan setiap putusan
hakim perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang, agar kekeliruan atau kekhilafan yang
terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Bagi setiap putusan hakim pada umumnya tersedia
upaya hukum. Ada beberapa Upaya hukum yaitu:
a. Banding artinya ialah mohon supaya perkara yang telah diputus oleh Pengadilan
tingkat pertama diperiksa ulang oleh Pengadilan yang lebih tinggi (tingkat banding),
karena merasa belum puas dengan keputusan Pengadilan tingkat pertama.
b. Kasasi adalah suatu permohonan pemeriksaan tentang sudah tepat atau tidaknya
penerapan hukum yang dilakukan pengadilan bawahan dalam menjatuhkan putusan.
c. Peninjauan kembali adalah meninjau kembali putusan perdata yang telah memperoleh
kekuatan hukumtetap, karena diketahuinya hal-hal yang baru yang dulu tidak dapat
diketahui oleh Hakim, sehingga apabila hal-hal itu diketahuinya maka putusan Hakim
akan menjadi lain.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat banyak kekurangan, baik
dalam isi, penyusunan bahasa atau pun penulisannya. Maka dari itu kami mohon kepada
semua pihak untuk memberi saran.
16
DAFTAR PUSTAKA
Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Online) cet.VI,
( 2005), https:/ /hamas faiumi. blogspot.com/ 2015/ 04/ makalah- peradilan- agama- di-
indonesia. html, diakses pada 17 Maret 2021.
Lubis, Sulasikin, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Online) cet.
II, (2006), https:/,/hamasfaiumi.blogspot.com/ 2015/04/makalah- peradilan-agama- di-
indonesia. html, diakses pada 17 Maret 2021.
Rasyid, Chatib dan Syarifuddin, Hukumn Acara Perdata dalam tori dan Praktik pada
Peradilan Agama, Cet.I (Yogyakarta: UII Press, 2009) .
Roihan, Rasyid A., Hukum Acara peradilan Agama, (Online) cet.VI, (1998), https:/
/ikhwanmf. wordpress. com/2014/ 07/25 /upaya-hukum- di-pengadilan/, diakses pada 17
Maret 2021.
17
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradialn Agama
18