Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEADVOKAAN

Pengerian eksepsi dan surat dakwaan


Dosen Pengampu :

Dr. H. Sutisna, M.A.

Disusun oleh :
Abdul Qodir Hambali 181105020007
Nisa Salsabila 181105020006

AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBNU KHALDUN
2021
Dafar Isi
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.............................................................................................................................2
B. Cara Mengajukan Eksepsi............................................................................................................3
D. Pengerian dan Fungsi Surat Dakwaan.......................................................................................10
E. Syarat Surat Dakwaan................................................................................................................11
BAB III.........................................................................................................................................12
KESIMPULAN............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................14

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pemeriksaan perkara dalam pengadilan negeri tahap jawab menjawab antara
tergugat dan penggugat adalah hal yang penting apa yang dikemukakan oleh tergugat itu lebih
penting dari pada penggugat karena tergugat adalah sasaran penggugat. Pada dasarnya tergugat
tidak wajib menjawab gugatan penggugat, akan tetapi jika tergugat menjawabnya maka
dilakukan secara tertulis maupun secara lisan. Jawaban tergugat bisa berupa pengakuan,
bantahan, tangkisan dan referte.
Dengan macam-macam jawaban tersebut maka, makalah ini akan mengambil salah satu
permasalan yang akan dibahas yaitu tentang tangkisan atau (eksepsi). Eksepsi adalah suatu
tangkisan atau sanggahan yang tidak menyangkut pokok perkara. Eksepsi disusun dan diajukan
berdasarkan isi gugatan yang dibuat penggugat dengan cara mencari kelemahan-kelemahan
ataupun hal lain diluar gugatan yang dapat menjadi alasan menolak/menerima gugatan.
Eksepsi mempunyai ruang lingkup yang kompleks oleh karena itu dibutuhkan
pembahasan yang luas. Sebaliknya bantahan terhadap pokok perkara lebih sederhana sehingga
tidak memerlukan uraian panjang lebar. Sehubung dengan itu, pada bagian ini berrturut-turut
akan dibahas tentang masalah eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Eksepsi dan tujuannya dalam hukum perdata?
2. Bagaimanakah cara mengajukan eksepsi dalam pengadilan?
3. Apa sajakah jenis-jenis Eksepsi itu?
4. Apa yang di maksud surat dakwaan, fungsi dan syarat surat dakwaan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Tujuan Eksepsi


Exceptie (Belanda), Exception (inggris) secara umum berarti pengecualian. Akan tetapi
dalam konteks hukum perdata, bermakana tangkisan atau bantahan (objection), bisa juga
pembelaan (plea) yang diajukan tergugat terhadap materi pokok gugatan penggugat. Namun,
tangkisan atau bantahan yang diajukan dalam bentuk eksepsi diantaranya: Ditunjukkan kepada
hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atu formalitas gugatan, yaitu jika gugatan yang diajukan
mengandung cacat atau pelanggaran formil yang mengakibatkan gugatan tidak sah yang
karenanya gugatan tidak dapat diterima. (inadmissible).
Dengan demikian, kebenaran yang diajukan dalam bentuk eksepsi tidak ditunjukkan dan
tidak menyinggung bantahan terhadap pokok perkara (Verwees Ten Principale) , bantahan atau
tangkisan terhadap materi pokok perkara diajukan sebagai bagian tersendiri mengikuti eksepsi.
Tujuan pokok pengajuan eksepsi yaitu agar pengadilan mengakhiri proses pemeiksaan
tanpa lebih lanjut memeriksa materi pokok perkara, pengakiran yang diajukan melalui eksepsi
bertujuan agar pengadilan menjatuhkan putusan yang negatif, yang menyatakan gugatan tidak
dapat diterima (Niet Onvant Klihk). Berdasarkan keputusan negatif itu, pemeriksaan perkara
diakhiri tanpa menyinggung penyelesaian materi pokok perkara. Misalnya :tergugat mengajukan
esepsi, gugatan penggugat tidak jelas (Obscuur Libel). Apabila eksepsi itu diterima dan
dibenarkan PN, proses penyelesaian perkara diakhiri dengan putusan negatif yang menyatakan
gugatan tidak diterima, contoh : putusan MA No. 239k/sip/1986, yang menyatakan gugatan tidak
dapat diterima atas alasan tidak memenuhi syarat formil karena gugatan yang diajukan tidak
berdasarkan hukum.1

1
Harapah, M.Yahya.2009.Hukum Acara Perdata. Jakarta :Sinar Grafika. Hal 418-419

2
B. Cara Mengajukan Eksepsi
Cara pengajuan eksepsidiatur dalam beberapa pasal yang terdiri dari pasal 125ayat 2,
pasal 133 pasal 134,dan pasal 136 HIR Cara pengajuan, berkenaan dengan ketentuan kapan
eksepsi disampaikan dalam proses pemeriksaan. Berdasarkan pasal-pasal diatas terdapat
perbedaan cara-cara pengajuan eksepsi, maka dibawah ini ada tiga cara mengajukan eksepsi
diantaranya:
a. Cara Mengajukan Eksepsi Kewenangan Absolut (Exceptio Dec Linatoir) :
1. Dapat diajukan tergugat setiap saat
Menurut pasal 134 HIR maupun pasal 136 Rv eksepsi kewenagan absolut dapat diajukan
tergugat setiap saat :
 Selama proses pemeriksaan berlangsung disidang tingkat pertama (PN)
 Tergugat dapat dan berhak mengajukannya setiap proses pemeriksaan dimulai
sampai sebelum putusan dijatuhkan
Dengan demikian, jenis eksepsi ini dapat diajukan kapan saja, sebelum putusan
dijatuhkan, pengajuannya tidak dibatasi hanya pada sidang pertama, tetapi terbuka dalam segala
tahap proses pemeriksaan.
2. Secara Ex-Officio
Hakim harus menyatakan diri tidak berwenang tentang hal ini, lebih jelas diatur dalam
pasal 132 Rv yang berbunyi : “Dalam hal ini hakim tidak berwenang karena jenis pokok
perkaranya maka, ia meskipun tidak diajukan tangkisan tentang ketidak wenangannya, karena
jabatannya wajib menyatakan dirinya tidak berwenang”.2
Pada dasarnya tidak ada perbedaan prinsip antara pasal 134 HIR dengan pasal 136 Rv,
perbedaannya hanya terletak pada penegasan pengajuannya pasal 134 HIR mengatur dengan
tegas eksepsi kopetensi absolut dapat diajukan setiap saat. Bertitik tolak pada kedua pasal yang
dimaksud, dapat dikemukakan Landasan Yurisdiksi berkenaan dengan eksepsi kompetensi
absolut.

2
Bredit, Engel.1992.Himpunan Peraturan Perundang Undangan RI.Jakarta:Internusa.hal 618

3
a) Tergugat dapat mengajukannya setiap saat, selama proses pemeriksaan berlangsung
b) Hakim secara ex officio, wajib menyatakan diri tidak berwenang mengadili perkara yang
diperiksanya dengan ketentuan:
 apabila perkara yang diajukan, secara absolut berada diluar yurisdiksinya atau termasuk
dalam kewenangan lingkungan peradilan lain.
 Kewajiban itu mesti dilakukannya secara ex-officio meskipun tergugat tidak mengajukan
eksepsi tentang itu.
3. Dapat diajukan pada tingkat banding dan kasasi
Pada dasarnya Yurisdiksi Absolut merupakan persoalan ketertiban umum (public order).
Oleh karena itu, tidak boleh dilanggar oleh siapapun pelanggaran terhadapnya batal demi hukum.
Jika hal tersebut diperhatikan, tergugat dapat mengajukan eksepsi tentang hal itu pada tingkat
banding maupun tingkat kasasi yang dituangkan dalam memori banding dan kasasi, atas alasan
telah terjadi mengadili melampaui batas kewenangan. Akan tetapi, meskipun hal itu tidak
diajukan dalam memori, hakim tingkat banding maupun kasasi wajib memeriksa dan memutus
tentang hal itu berdasarkan fungsi Ex-Officio yang digariskan pada pasal 134 HIR.3
b. Cara Mengajukan Eksepsi Kompetensi Relatif (Relative Competentie)
Bentuk dan saat pengajuan eksepsi kompetensi relatif diatur dalam pasal 125 ayat (2) dan
pasal 133 HIR. Bertitik tolak dari kedua pasal tersebut, dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut:
1. Bentuk pengajuan
Pengajuan eksepsi kompetensi yang dibenarkan oleh hukum:
a) Berbentuk Lisan (Oral)
Hal ini diatur dalam pasal 133 HIR, yang memberi hak kepada tergugat untuk
mengajukan eksepsi kompetensi relatif secara lisan. Oleh karena Undang-Undang sendiri
meyakini keabsahanya berbentuk lisan, PN:
 Tidak boleh menolak ataupun mengenyampingkannya

3
Soepomo.1993.Hukum Acara Pengadilan Negeri.Jakarta:Pradnya Paramita.hal 52

4
 Hakim wajib menerima dan mencatatnya dalam berita acara sidang, untuk dinilai
dan dipertimbangkan sebagaimana mestinya.
Hakim yang menolak dan tidak mempertimbangkan eksepsi lisan, dianggap melanggar
tata tertib beracara dan tindakan itu dikualifikasikan sebagai penyalah gunaan wewenang
(absolut of authority)
b) Berbentuk Tulisan (Inwriting)
Diatur dalam pasal 125 ayat 2 jo. Pasal 121 HIR. Menurut pasal 121 HIR, tergugat pada
hari sidang yang ditentukan diberi hak untuk memberi jawaban tertulis, sedang pasal 125 ayat 2
menyatakan :
 Dalam surat jawaban tergugat dapat mengajukan eksepsi kompetensi relatif
menyatakan perkara yang disengketakan tidak termasuk kewenangan relatif PN
yang bersangkutan.
 Oleh karena eksepsi itu dikemukakan dalam surat jawaban, berarti pengajuannya
bersama-sama dan merupakan bagian yang tidak terpisah dari bantahan terhadap
pokok perkara
2. Saat pengajuan eksepsi kompetensi relatif
Memperhatikan ketentuan pasal 125 ayat 2 dan pasal 133 HIR, pengajuan eksepsi ini
harus disampaikan :
 Pada sidang pertama
 Bersamaan pada saat mengajukan jawaban pertama terhadap materi pokok
perkara.
Apabila pada siding pertama belum diajukan jawaban, tidak gugur hak mengajukan
eksepsi kompetensi relatif, misalnya: pada hari sidang pertama pihak penggugat atau tergugat
tidak hadir baik berdasarkan alasan yang sah maupun tidak sah berdasarkan peristiwa itu, siding
dimundurkan. Maka, Patokan sidang pertama untuk mengajukan eksepsi adalah pada sidang
berikutnya pada saat tergugat mengajukan jawaban pertama atau pada pihak hadir pada sidang
pertama, tetapi tergugat meminta sidang diundur untuk menyusun jawaban.
c. Cara dan Saat Pengajuan Eksepsi Lain
Meskipun Undang-Undang menyebutkan eksepsi mengadili secara absolute dan relatif,
masih banyak lagi eksepsi lain yang diakui keabsahan dan keberadaannya oleh doktrin hukum
dam praktek peradilan. Sebenarnya keabsahan dan keberadaan eksepsi lain diluar eksepsi

5
kompetensi, duakui secara tersirat dalam pasal 136 HIR, pasal 114 Rv yang berbunyi : “
perlawanan yang sekiranya hendak dikemukakan oleh tergugat (exceptie), kecuali tentang hal
hakim tidak berkuasa, tidak akan dikemukakan dan ditimbang masing-masing, tetapi harus
dibicarakan dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara.4
Ditinjau dari doktrin dan praktek sangat banyak bentuk eksepsi lain diluar eksepsi
kompetensi, dengan cara pengajuan yang dijelaskan dibawah ini :
1. Saat pengajuannya
Mengenai saat pengajuan, lebih jelas diatas pada pasal 114 Rv ketentuan tersebut telah
dijadikan pedoman oleh kalangan praktisi hukum, yang menggariskan :
 Semua eksepsi, kecuali kompetensi absolut, harus disampaikan secara bersama-
sama pada jawaban pertama terhadap pokok perkara
 Dengan ancaman, apabila tidak diajukan bersamaan pada jawaban pertama
terhadap pokok perkara maka, hilang hak tergugat untuk mengajukan eksepsi
Antara pasal 136 HIR dan pasal 114 Rv, tidak terdapat perbedaan mengenai cara
pengajuan eksepsi kompetensi relatif dengan eksepsi lain yaitu mesti diajukan pada jawaban
pertama, bersama-sama dengan jawaban pokok perkara.
2. Bentuk pengajuan
Jika bertitik tolak dari sistem proses persidangan yang dianut oleh HIR atau RBg, yaitu
beracara secara lesan atau mondelinge procedure (oral hearing) pemeriksaan sengketa diantara
para pihak berlangsung secara Tanya jawab dengan lesan dalam persidangan, sehingga dapat
disimpulkan bentuk pengajuan eksepsi:
 Dapat dilakukan dengan lisan
Apabila penajuannya secara lisan, hakim memerintahkan untuk mencatat dalam
berita acara sidang yang penting menjadi pegangan, eksepsi tersebut diajukan
pada jawaban pertama bersama-sama dengan jawaban pokok perkara.
 Berbentuk tertulis
Baentuk ini yang paling baik dengan cara mencantumkannya dalam jawaban
pertamamendahului uraian bertahan terhadap pokok perkara (Ver Weer Ten
Principale).

4
Soesilo.1985.RIB/RBG Dengan Penjelasan.Bogor:Politeix.hal 96

6
Dewasa ini jarang sekali terjadi pengajuan eksepsi secara lisan tetapi diajukan secara
bentuk tertulis dengan syarat diajukan didalam jawaban pertama.5

C. Jenis – Jenis Eksepsi


Dalam praktik hukum acara perdata yang berlaku saat ini,tangkisan atau eksepsi tergugat
dapat dibagi kepada dua kelompok besar,yaitu:
a. Eksepsi formal atau prossessfal exeptie
Eksepsi ini di dasarkan pada tangkisan supaya pokok perkara yang di jadikan dalil gugat
oleh penggugat ditolak periksaannya oleh majelis hakim, sebab hal tersebut tidak oleh ketentuan
yang diatur oleh hukum acara perdata.
Tangkisan atau eksepsi yang termasuk dalam kelompok ini antara lain sebagai berikut :
 Eksepsi Absolut
Eksepsi Absolut ini bertujuan agar hakim menyatakan dirinya tidak berwenang
memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya, karena perkara tersebut bukan
menjadi kewenangan bada peradilan yang lain. Tangkisan terhadap kopetensi absolute ini dapat
diajukan setiap saat sepanjang pemeriksaan perkara (pasal 134 HIR dan Pasal 160 RBg)bahkan
hakim wajib secara 6 kali officio segara memutuskan berkuasa atau yidaknya ia memeriksa
perkara yang bersangkutan tanpa menunggu diajukannya tangkisan oleh tergugat.
 Eksepsi Relatif
Eksepsi ini bertujuan agar hakim menyatakan bahwa dirinya tidak berwenang memeriksa
dan memutuskan perkara aguo karena perkara tersebut menjadi kewenangan pengadilan lain
dalam satu lingkungan badan peradilan yang sama.misalnya, pengadilan agama tegal dengan
pengadilan agama malang.
Eksepsi terhadap kopetensi relative ini diajukan pada permulaan siding pertama atau pada
kesempatan pertama sebagaimana disebutkan dalam pasal 125 ayat (2) HIR, pasal 133 HIR,
pasal 149 ayat (2) dan pasal 159 RBg.

5
Harapah, M.Yahya.1977.Hukum Acara Perdata Peradilan Indonesia. Medan:Zakir.hal 29

7
 Eksepsi Van Gewijsdd zaak
Eksepsi ini diajukan oleh tergugat dengan tujuan agar hakim menyatakan gugatan
tersebut tidak dapat diterima karena perkara itu sudah nebis in idem, yaitu sudah pernah diputus,
diperiksa, dan diputus lagi untuk kedua kalinya. Dalam pasal 1917 BW dikemukakan bahwa
kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap mutlak tidak
lebih luas dari pada sekedar mengenai putusan.
 Eksepsi Gemis Aan Hoe Danig Heid
Eksepsi ini bertujuan untuk menggagalkan tujuan suatu gugatan karena penggugat tidak
mempunyai kedudukan untu mengajukan gugatan, mungkin dalam tangkisan atau eksepsi ini
disebutkan bahwa penggugat bukan berhak mengajukan gugatan, misalnya seorang bapak
mengajukan gugatan cerai untuk anaknya, meminta pengadilan agar mereka diceraikan dengan
suaminya, semestinya gugatan tersebut diajukan oleh anaknya sendiri, bukan oleh bapaknya.
b. Eksepsi Materiil atau material Exeptie
Eksepsi ini ditujukan dengan tujuan agar hakim yamg memeriksa perkara yang sedang
berlangsung tidak melanjutkan pemeriksaannya karena pemeriksaan tersebut dalil gugatannya
bertentangan dengan hukum perdata (hukum materiil)
Eksepsi yang termasuk kelompok ini dapat dikelompokan sebagai berikut :
1. Dilatoir eksepsi
Eksepsi ini dilakukan dengan tujuan untuk menggagalkan suatu gugatan, dengan tujuan
gugatan yang diajukan oleh penggugat belum tiba saatnya untuk diajukan atau posita gugat
masih tergantung pada saat yang belum terpenuhi, misalnya: utang itu dibayar, karena tergugat
tidak mau membayar maka, penggugat mengajukan gugatan kepada pengadilan.
2. Eksepsi Aan Hanging Beding
Eksepsi yang menyatakan bahwa perkara yang sama sekarang masih bergantung, masih
dalam proses pengadilan lain, dan belum ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Tergantungnya perkara ini dalam pemeriksaan karena pengadilan yang mengadili perkara
tersebut sedang menunggu fatwa dari MA karena kemungkinan terjadi perselisihan kewenangan

8
mengadili antar pengadilanyang berbeda atau pengadilan perkara tersebut terpaksa menghentikan
pemeriksaan sementara karena saksi-saksi belum ada atau dapat diajukan.

3. Eksepsi van Connexiteit


Eksepsi ini hamper sama dengan ekseppsi aan hangin , bedanya perkara yang sedang
berproses sekarang ada hubungannya dengan pearkara yang sedang diperiksa dipengadilan yang
lain dan belum ada keputusan yang pasti.
4. Eksepsi Premtoir (premtoir exeptie)
Tangkisan yang menyangkut gugatan pokok, atau meskipun tergugat mengakui dalil
gugat akan tetapi tergugatmengemukakan keterangan tambahan yang prinsipal, sehingga oleh
karena gugatan oleh penggugat tidak diteruskan pemeriksaannya, misalnya: tergugat mengakui
memang ada hutang terhadap penggugat, tetapi hutang tersebut sudah dibayar lunas olehnya
maka, tidak ada alasan bagi penggugat untuk menggugat hutangnya kepada tergugat.
5. Eksepsi plurium Litis Consortium
Tangkisan yang menyatakan bahwa seharusnya digugat juga tergugat-tergugat yang lain,
tidak hanya tergugat sendiri yang menjadi tergugat tanpa menggugat tergugat yang lain maka,
subyek gugatan menjadi tidak lengkap sebab ada keharusan dalam hukum acara perdata bahwa
para pihak dalam gugatan harus dicantumkan secara lengkap.
6. Eksepsi Non Adimpleti Contractus
Tangkisan yang menyatakan bahwa penggugat juga tidak melakukan isi persetujuan,
tergugat tidak ingin memenuhi persetujuan, tergugat tidak mau berprestasi karena penggugat
juga wan prestasi keadaan ini bisa terjadi dalam hal persetujuan timbale balik.
7. Eksepsi Obscuur Libel
Tangkisan yang bertujuan agar hakim memutuskan bahwa gugatan penggugat dinyatakan
tidak diterimakarena gugatan yang diajukan tidak jelas permasalahannya (kabur). Dalam 125
ayat 1 HIR dan pasal 149 ayat 1 RBg dikemukakan bahwa gugatan yang kabur adalah gugatan
yang melawan hak dan tidak beralasan. Dalam gugatan itu tidak dicantumkan dengan jelas dan
rinci obyek yang menjadi sengketa, kalau seumpama tanah yang menjadi sengketa tidak
disebutkan berapa luasnya dan batas-batasnya.
8. Posita dan Petitum Berbeda

9
Tangkisan ini berupa permintaan kepada hakim agar menghentikan pemeriksaan perkara
karena perkara yang diajukan oleh tergugat tidak didukung oleh posita, segala hal yang diminta
oleh penggugat dalam petitum gugatan tidak pernah sama sekali disebutkan dalam posita
gugatan.

9. Gugatan yang daluarsa


Eksepsi ini bertujuan agar hakim memutus bahwa gugatan penggugat dinyatakan tidak
diterima karena perkara yang diajukan itu telah terlampaui waktunya. Dalam pasal 1946
BW dikemukakanbahwa daluarsa merupakan suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau
dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-
syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang6

D. Pengerian dan Fungsi Surat Dakwaan


Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak dijelaskan apa itu
surat dakwaan. Secara sederhana surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan
tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil
pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di
muka sidang pengadilan.7 Berdasarkan pengertian tersebut, maka surat dakwaan sebagai dasar
pemeriksaan di depan sidang pengadilan mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Bagi Jaksa Penuntut Umum dalam upaya mengajukan dan mengungkapkan pembuktian
serta menyusun Naskah/Surat Tuntutan (Requisitor) dan replik, demikian pula dalam
melakukan upaya hukum tidak boleh menyimpang dan harus selalu didasarkan pada surat
dakwaan;
2. Bagi Terdakwa/Advokat/Penasihat Hukum dalam melakukan eksepsi dan pembelaan
(pleidoi) serta duplik dan upaya hukum tidak boleh menyimpang dan harus selalu
didasarkan pada Surat Dakwaan;

6
Manan,Abdul.2008.Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama.Jakarta:Kencana. hal 218-223
7
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Tuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm 386-387

10
3. Bagi Pengadilan/Majelis Hakim dalam upaya mengadili membuktikan kesalahan
terdakwa serta dalam bermusyarawarah, untuk menjatuhkan putusannya tidak boleh
menyimpang dan harus didasarkan pada Surat Dakwaan.8

E. Syarat Surat Dakwaan


Mengenai syarat surat dakwaan dapat dilihat pada Pasal 143 KUHAP menyatakan
sebagai berikut:
a. Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar
segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan;
b. Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta
berisi:

 nama lengkap, tempat lahir, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
 uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Memperhatikan pasal tersebut, ditentukan dua syarat yang harus dipenuhi surat dakwaan.
a. Harus memuat syarat formal;
Surat dakwaan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut umum/jaksa;
Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka (Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP)

b. Harus memuat syarat materiil;


 uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan;
 menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

8
HMA. Kuffal, SH. Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum. (Malang: UMM Press, 2008), hlm 225

11
12
BAB III

KESIMPULAN

Eksepsi disusun dan diajukan berdasarkan isi gugatan yang dibuat penggugat dengan cara
mencari kelemahan-kelemahan ataupun hal lain diluar gugatan yang dapat menjadi alasan
menolak/menerima gugatan. Adapun tujuan pokok pengajuan eksepsi yaitu agar pengadilan
mengakhiri proses pemeiksaan tanpa lebih lanjut memeriksa materi pokok perkara, pengakiran
yang diajukan melalui eksepsi bertujuan agar pengadilan menjatuhkan putusan yang negatif,
yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima (Niet Onvant Klihk)

A. Cara pengajuan eksepsi ada tiga cara yaitu :


a. Cara Mengajukan Eksepsi Kewenangan Absolut (Exceptio Dec Linatoir)
b. Cara Mengajukan Eksepsi Kompetensi Relatif (Relative Competentie)
c. Cara dan Saat Pengajuan Eksepsi Lain
B. Jenis-jenis eksepsi antara lain:
a. Eksepsi formal atau prossessfal exeptie, terdiri dari :
 Eksepsi Absolut
 Eksepsi Relatif
 Eksepsi Van Gewijsdd zaak
 Eksepsi Gemis Aan Hoe Danig Heid
b. Eksepsi Materiil atau material Exeptie

Eksepsi yang termasuk kelompok ini dapat dikelompokan sebagai berikut :

 Dilatoir eksepsi
 Eksepsi Aan Hanging Beding
 Eksepsi van Connexiteit
 Eksepsi Premtoir (premtoir exeptie)
 Eksepsi plurium Litis Consortium
 Eksepsi Non Adimpleti Contractus
 Eksepsi Obscuur Libel

13
 Posita dan Petitum Berbeda
 Gugatan yang daluarsa

Surat dakwaan diartikan sebagai dasar bagi pemeriksaan perkara selanjutnya, baik
pemeriksaan dipersidangan, pengadilan negeri maupun di tingkat banding dan pemeriksaan
ditingkat kasasi serta pemeriksaan peninjauan kembali (PK), bahkan surat dakwaan sebagai
pembatasan tuntutan.

Mendapatkan lima syarat dai surat dakwaan yaitu: Dibuat oleh penuntut umum, Diberi
tanggal dan ditandatangani, Memuat identitas tersangka, Uraian cermat, jelas dan lengkap
mengenai tindak pidana yang didakwaakan, Waktu dan tempat pidana yang didakwakan.

Berikut bentuk-bentuk surat dakwaan: Surat Dakwaan bentuk tunggal/biasa, Surat


Dakwaan berbentuk alternative, Surat Dakwaan berbentuk subsidair, surat dakwaan berbentuk
komulatif, Surat Dakwaan berbentuk Kombinasi.

Sebagai dasar sebelum merumuskan surat dakwaan, diteliti dan dicermati juga pedoman-
pedoman berikut : Surat dakwaan sinkron/sejalan/sesuai dengan penyidikan, Rumusan tentang
waktu dan tempat tindak pidana, Rumusan tentang posisi para terdakwa apakah sebagai
dader,medader, deonpleger, uitlocker atau medeplichtige, Rumusan feit yang terjadi apakah satu
feit, dua feiten atau perbuatan berlanjut., Rumusan unsur-unsur pasal yang
dilanggar/didakwakan, Unsur-unsur pasal yang dilanggar (didakwakan) diformulasikan dengan
perbuatan yang dilakukan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan.2008.Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan


Agama.Jakarta:Kencana.

Engel Bredit.1992.Himpunan Peraturan Perundang Undangan RI.Jakarta:Internusa.

Harapah, M.Yahya.1977.Hukum Acara Perdata Peradilan Indonesia. Medan:Zakir.

M.Yahya Harapah.2009.Hukum Acara Perdata. Jakarta :Sinar Grafika.

Soepomo.1993.Hukum Acara Pengadilan Negeri.Jakarta:Pradnya Paramita.

Soesilo.1985.RIB/RBG Dengan Penjelasan.Bogor:Politeix.

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan


Tuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, 2005,

15
HMA. Kuffal, SH. Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum. (Malang: UMM Press,
2008),

16

Anda mungkin juga menyukai