“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-
orang yang dibunuh; orangmerdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan
wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat pemaafan dari saudaranya,
hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang makruf dan hendaklah yang diberi
maaf membayar diyat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula, dengan
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu Rahmat . Barang siapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”.
II. ASAS HUKUM PIDANA
• Asas Hukum perdata Islam adalah asas-asas Hukum yang mendasari pelaksanaan hukum perdata Islam
diantaranya adalah :
a.Asas Kekeluargaan; adalah asas hubungan perdata yang disandarkan pada hormat-menghormati, kasih mengasihi,
serta tolong menolong dalam mencapai kebaikan. Asas ini berdasarkan al qurán surah al Maidah (5;2)
b.Asas kebolehan atau Mubah, adalah: Asas yang membolehkan melakukan semua kegiatan hubungan perdata
sepanjang tidak ada larangan, baik di dalam al qurán maupun di dalam al Hadits Nabi Muhammad SAW, asas ini
berdasarkan al Qurán Surah al Baqarah (2: 185 dan 286);
c.Asas Kebajikan adalah Aasas yang mengandung pengertian bahwa setiap hubungan keperdataan sejogjanya
mendatangkan kebajikan kepada kedua belah pihak lainnya dalam masyarakat, asas ini berasal dari al Qurán Surah
al Maidah (2: 90)
d.Asas Kemaslahatan Hidup adalah: Asas yang mendasari segala sesuatu pekerjaan yang mendatangkan kebaikan ,
berguna , bermanfaat, kepada kehidupan pribadi manusia dan kehidupan social kemasyarakatan.
B.ASAS PENERAPAN HUKUM ISLAM
• Dalam Pelaksanaan Hukum Islam ada 3 (tiga) asas yang disepakati oleh para ahli Hukum Islam yaitu :
(1) Hukum Islam tidak memberatkan dan tidak mempersempit, yaitu ajaran Islam tidak memberatkan dalam pelaksanaannya ,
hal ini disebabkan oleh berbagai factor yang memungkinkan umat manusia melaksanakannya, terutama factor kemampuan .
Allah, Swt menegaskan dalam al Qurán al Hajj (22;78) dan surah al Baqarah (2: 185)
Dari kedua dalil tersebut bahwa semua ketentuan dalam Hukum Islam selalu mempersyaratkan kemampuan (istithaáh) bagi
orang mukallaf, karena bagi mereka yang tidak mempunyaij kemampuan melaksanakan suatu perintah akan terbebas dari
kewajiban dan tidak dibebani tanggungjawab baginya. Misal orang sakit, orang miskin, Islam tidak menghendaki kesulitan dalam
ushul fiqih lahir ketentuan rukhsah yang merupakan jalan kemudahan bagi orang-orang yang mengalami kesulitan dalam
beribadah atau bermuamallah.
(2)Asas tidak memperbanyak beban adalah Hukum Islam dihadirkan pada batas kewajaran kemampuan ummat; Ibadah yang
diperintahkan Allah,SWT tidak pernah melebihi batas kemampuan manusia sesuai dengan firman Allah, Swt al Baqarah (2:286)
sesuaia juga hadis yang menyatakan :
“Pokok dari ibadah itu adalah keharaman sampai pada dalil yang memerintahkannya (Imam Bukhari No.6462, Hamka Haq
2001;59)
(3)Asas Tadruj, adalah Asas yang memiliki kesinambungan (bertahap) dari asas Pertama dan Kedua, penerapan Hukum Islam
berlaku secara bertahap, tidak secara drastis dan sekaligus. Dimaksudkan umat Islam secara bertahap dalam memperoleh ilmu
sampai pada puncak kesempurnaannya, hal ini berdasarkan firman Allah, SWT surah al Maidah (5; 3), salah satu kasus adalah
meminum minuman khamer
C. KAIDAH-KAIDAH FIKIH
• Pada pokok yang dibahas dalam ketentuan asas pokok di atas, tercermin garis hukum di dalam kepustakaan Hukum
Islam yang dikenal dengan sebutan fikih yang dapat diterapkan ke dalam kasus tertentu dalam kehidupan sosial
masyarakat sebagai contoh, yaitu sebagai berikut :
1. Hukum itu ada dalam illat-nya;
Perputaran hukum melalui llat-nya disebut dalam kaidah fiqhiyah , “Hukum itu berputar bersama illat-nya , baik ada tidak
adanya”.
Kaidah fiqhiyah tersebut dapat dipahami bahwa ketentuan hukum bergantung kepada illat yang melatarbelakanginya;
bila ada illat , maka hukum pun ada , dan jika illat tidak ada maka hukum pun tidak ada, maka menetapkan suatu illat
hukum merupakan hal yang sangat penting. Ini ada sebabnya yaitu memahami jiwa hukum merupakan keharusan untuk
menunjuk illat hukum secara tepat;
Menenentukan illat hukum yang tidak tercantum dalam ketentuan hukum itu sendiri merupakan upaya pemikiran,
hingga dimungkinkan terjadi pendapat yang berbeda antara seorang ahli hukum Islam dengan ahli Hukum Islam lainnya.
Maka peran Ra’yu dalam pemikiran Hukum Islam meskipun ketentuannya diperoleh secara jelas dari Dalil Hukum al
Qur’an dan al Hadis.
2.Kebolehan / Mubah
Kaidah fiqih Istishshab disebut mubah atau kebolehan. Kaidah fiqihnya sebagai berikut :”pada dasarnya segala sesuatu
hukumnya Mubah”, contoh adalah penagihan hutang, tetapi yang ditetapkan disini cara menagihnya saja dengan Makruf.
3. Adat Kebiasaan atau Urf:
Kaidah hukum fiqih memberi pengertian bahwa untuk menentukan hukum yang berdasarkandari hasil penalaran
dapat diterima salah satu teknik menentukan hukum melalui adat kebiasaan.
Adat atau kebiasaan dikenal didalam Hukum Islam ., pada dasarnya mempunyai persamaan arti , contoh harta gono
gini, akan tetapi kebiasaan dan adat mempunyai kekuatan mengikat secara hukum dalam masyarakat adat tersebut.
2.Sunnah :
Sunnah (mandub) adalah suatu perbuatan yang dianjurkan oleh Allah,Swt dan Rasul-Nya kepada manusia Mukallaf .,
namun bentuk anjuran itu diimbangi dengan pahala kepada orang mukallaf yang mengerjakannya dan tidak mendapat
dosa bagi yang meninggalkannya. Sunnah terbagi 3 (tiga) yaitu Sunnah muakkad, Sunnah zaidah, dan Sunnah fadhilah
a. Sunnah Muakkad adalah suatu ketentuan hukum Islam yanag tidak mengikat tetapi penting karena Rasulullah , SAW
senantiasa melakukannya dan hamper tidak pernah meninggalkannya. Contoh, azan, sholat berjamaah sebelum fardhu,
b. Sunnah Zaidah adalah Ketentuan Hukum Islam yang tidak mengikat dan tidaksepenting Sunnah Muakkad, sebab
Baginda Rasul sering melakukannya dan juga meninggalkannya, contoh puasa Sunnah;
c. Sunnah Fadhilah adalah ketentuan hukum Islam yang mengikuti tradisi Nabi Muhammad dari segi kebiasaan-kebiasaan
budayanya, sebagai contoh tata cara makan, minum tidur dansebagainya.
3.Makruh adalah sesuatu perbuatan yang dilarang oleh Allah, Swt dan RasulNya kepada Manusia Mukhallaf, namun banyak
bentuk larangan itu tidak sampai kepada yang haram sebagai contoh , ketika melaksanakan ibadah puasa di bulan
Ramadhan memperlambat berbuka puasa
4.Haram adalah suatu tuntutan hukum Islam kepada orang-orang Mukallaf untuk meninggalkannya dengan tuntutan yang
mengikat dan bagi yang mentaatinya mendapatkan imbalan pahala dan bagi yang melanggarnya mendapatkan dosa.
Tuntutan tersebut biasanya dinyatakan dalam bentuk kalimat larangan, cntohnya adalah berzina, mabuk, mencuri dlsbgnya
5.wajib adalah sesuatu yang diperintahkan allah, Swt kepada manusia mukallaf untuk mengerjakannya., contoh yang harus
dilakukan adalah sholat lima waktu
E.HUKUM WADHÍ
• Hukum Wadh’I yaitu hukum yang mengandung sebab, syarat, halangan yang akan terjadi atau terwujud sesuatu ketentuan
hukum bagi orang Mukhallaf , hal ini diuraikan sebagai berikut :
1 Sebab , adalah sesuatu yang tampak jelas yang dijadikan oleh Hukum Islam sebagai penentu adanya Hukum. Contoh
ketentuan waktu sholat , ada ketentuan dengan masuknya waktu sholat, oleh karena itu penyebabnya adalah adanya waktu
masuk sholat.
2. Syarat adalah sesuatu yang terwujud atau tidak terwujud sesuatu perbuatan hukum yang tergantung padanya. Kalau
syarat ini tidak terpenuhi maka ketentuan hukum tidak akan ada, namun tidak berarti setiap ada syarat ada hukum, lain hal
nya dengan sebab , setiap ada sebab ada hukum.
Syarat ada 2 (dua) macam yaitu (1) syarat yang menyempurnakan sebab seperti haul (genap setahun) yang merupakan
persyaratan wajib nya zakat sekaligus juga menjadi penyempurnaan terhadap nishab (ketentuan jumlah harta yang wajib
dizakati) yang merupakan sebab wajibnya zakat (2) syarat yang menyempurnakan sebab wudhu, menutup dan menghadap
ke kiblat ketika melaksanakan sholat.
3. Mani’ adalah suatu perbuatan hukum yang dapat menghalangi perbuatan hukum yang lain. Adanya mani mengakibatkan
perbuatan hukum yang lain tidak dapat dijalankan. Contoh ketentuan nishab harta yang dizakatkan , termasuk ahli waris
yang melakukan tindak pidana pembunuhan.
TERIMAKASIH
MINGGU DEPAN MATERI
EKSISTENSI HUKUM ISLAM
DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA