Anda di halaman 1dari 39

BAB III

Hak Milik
(Asal Usul dan Pengertian Hak Milik)

Cahya Dwi Al Hayya (1908203044)


Perbankan Syariah B Semester 2
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
IAIN Syech Nurjati Cirebon
Email: cahyaaa1401@gmail.com
Abstrak
Setiap pemindahan jual beli hak milik atas tanah disamping
harus taat kepada seluruh aturan baik dalam Al Qur’an maupun
Al hadits, maka juga harus mentaati atau melaksanakan
perundang-undangan yang di ciptakan oleh pemerintah selama
tidak memerintahkan kemaksiatan. Berdasarkan hasil
pengamatan sementara, kalau kita melihat praktek jual beli
tanah hak milik antara penjual dan pembeli sebagian terbesar
terdiri dari orang-orang suku Madura dan suku asli
Banyuwangi. Ini dapat diasumsikan bahwa mereka adalah
orang-orang yang beragama islam. Asumsi berikutnya, para
pemilik tanah dan pembeli hak milik atas tanah
khususnyakecamatan Muncar dalam melaksanakan
bermua’malah selalu terikat dan mematuhi aturan hukum dan
norma-norma jual beli baik menurut hukum positif dalam hal ini
upa maupun hukum islam. Adapun, rumusan masalah dalam
pembahasan ini adalah; 1) Bagaimana deskripisi tentang praktek
jual beli tanah hak milik dengan akte dibawah tangan yang
dilakukan orang-orang yang Bergama islam dikabupaten
banyuwangi setelah berlakunya upa sampai tahun 1989/1990,
2). Bagaimana tinjauan hukum islam terhadap praktek jual beli
tanah hak milik dengan akte dibawah tangan diatas dan adakah
penyimpangan-penyimpangan dari aturan-aturan hukum islam.
Sumber data dalam pembahsan ini yakni sumber data pokok,
yakni anggapan-anggapan dasar masyarakat (responden)
tentang praktek jual beli tanah hak milik dengan akte dibawah
tangan meliputi prosedur jual beli tanah, melakukan ijab Kabul,
melakukan hak milik atas tanah, status jual beli tanah), dan
sumber data tambahan yakni para informan, (pegawai kantor
badan pertahanan Nasional, Hakim perdata pengadilan negeri,
para camat dan para kepala desa).
Kata Kunci : Asal Usul dan Pengertian Hak Milik
Metodologi Penelitian
Metode penulisan bersifat pustaka. Studi kepustakaan adalah
teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan
terhadap buku-buku, literature-literature, catatan-catatan yang ada
hubungannya dengan masalah yang dipecahkan informasi yang
diperoleh dari buku dan jurnal.

Pembahasan
Asal-Usul Hak
Setiap manusia hidup bermasyarakat, saling tolong-
menolong dalam menghadapi berbagai macam persoalan
untuk menutupi kebutuhan antara yang satu dengan yang
lain. Ketergantungan seseorang kepada yang lain di
rasakan ada ketika manusia itu lahir. Setelah dewasa,
manusia tidak ada yang serba bisa. Seseorang hanya ahli
di bidang tertentu saja, seperti seorang petani mampu
(dapat) menanam ketela pohon dan padi dengan baik,
tetapi dia tidak mampu membuat cangkul.
Jadi, petani mempunyai ketergantungan kepada seorang
ahli pandai besi yang pandai membuat cangkul, juga
sebaliknya, orang yang ahli dalam pandai besi tidak
sempat menanam padi, padahal makanan pokoknya
adalah beras. Jadi, seseorang yang ahli dalam pandai besi
memiliki ketergantungan kepada petani.
Setiap manusia mempunyai kebutuhan sehingga sering
terjadi pertentangan-pertentangan kehendak. Untuk
menjaga keperluan masing-masing, perlu ada aturan-
aturan yang mengatur kebutuhan manusia agar manusia
itu tidak melanggar dan memperkosa hak-hak orang lain.
Maka, timbulah hak dan kewajiban di antara sesama
manusia.

Hak milik diberi gambaran nyata oleh hakikat dan sifat


syariat dan islam sebagai berikut.
 Tabiat dan sifat syariat islam ialah merdeka
(bebas). Dengan tabiat dan sifat ini umat islam
dapat membentuk dirinya, suatu kepribadian yang
bebas dari pengaruh Negara-negara Barat dan
Timur dan mempertahankan diri dari pengaruh-
pengaruh komunitas (sosialis) dan Kapitalis
(individual).

 Syariat islam dalam menghadapi berbagai


kemusyikilan senantiasa bersandar kepada
maslahat (kepentingan umum) sebagai salah satu
sumber dari sumber-sumber pembentukan hukum
islam.

 Corak ekonomi islam berdasarakan Al qur’an dan


Al-sunnah, yaitu suatu corak yang mengakui
adanya hak pribadi dan hak umum. Bentuk ini
dapat memelihara kehormatan diri yang
menunjukan jati diri. Individual adalah corak
kapitalis seperti Negara Amerika Serikat ,
sedangkan sosialis adalah ciri khas komunis
seperti Negara Rusia pada tahun 1980-an,
sementara itu, ekonomi yang dianut dalam Islam
ialah sesuatu yang menjadi kepentingan umum
dijadikan milik bersama, seperti rumput, api dan
air, sedangkan Sesuatu yang tidak menjadi milik
bersama, seperti rumput, api dan air, sedangkan
sesuatu yang tidak menjadi kepentingan umum
dijadikan milik pribadi .1

1
Muslich , Ahmad Wardi. 2013. Fiqh
Muamalat. Jakarta: Amzah
Pengertian Hak Milik

 Menurut pengertian umum, hak milik ialah:


“Suatu ketentuan yang di gunakan oleh syara’
untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu
beban hukum.”
 Pengertian hak sama dengan arti hukum dalam
istilah ahli ushul yaitu: “Sekumpulan
kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus di
taati untuk mengatur hubungan manusia dengan
manusia, baik mengenai orang maupun mengenai
harta.”
 Adapun juga hak yang di definisikan sebagai
berikut: “Kekuasaan mengenai sesuatu atau
sesuatu yang wajib dari seseorang kepada yang
lainnya.”
Hak yang di jelaskan di atas, adakalanya
merupakan sulthah adakalanya merupakan taklif.
a. Sulthah terbagi dua, yaitu sulthah ‘ala
annafsi dan sulthah ‘ala syai’in.
Sulthah ‘ala nafsi ialah hak seseorang
terhadap jiwa seseorang,seperti hak
hadlana (pemeliharaan anak).
Sulthah ‘ala syaiin muayanin ialah hak
manusia untuk memiliki sesuatu seperti
berhak memiliki sebuah mobil
b. Taklif adalah orang yang bertanggung
jawab, taklif adakalanya tanggungan
pribadi seperti seseorang menjalankan
tugasnya adakalanya tanggungan harta
seperti membayar utang .2
Pembagian Hak
Dalam pengertian umum, hak terbagi menjadi dua yaitu
mal dan ghoiru mal,
2
Harun , Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah.
Jakarta: Gaya Media Pratama
 Hak mal ialah sesuatu yang berpautan dengan
harta seperti pemilikan benda benda atau utang
utang.
 Hak ghoiru mal terbagi dua bagian,yaitu hak
syakhshi dan hak ‘aini.
Hak syakhshi ialah:”Suatu tuntunan yang di
tetapkan syara’ dari seseorang terhadap orang
lain.”
Hak ‘aini ialah hak orang dewasa dengan
bendannya tanpa dibutuhkan orang kedua. Hak
‘aini ada dua macam, ashli dan thab’i. hak ‘aini
ashli ialah adanya wujud benda tertentu dan
adanya shahub al-haq seperti hak milkiyah dan
hak irtifak.
Hak ‘aini thab’i ialah jaminan yang di tetapkan
untuk seseorang yang mengutangkan uangnya atas
yang berutang. Apabila yang berutang tidak
sanggup membayar, maka murtahim berhak
menahan barang itu.

Macam-macam hak ‘aini ialah sebagai berikut:


a) Hak al-milkiyah ialah hak yang
memberikan pemiliknya hak wilayah.
Boleh dia memiliki, mengggunakan,
mengambil manfa’at, menghabiskannya
merusakannya, dan
membinasakannya,dengan syarat tidak
menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
b) Haq al-infita ialah hak yang hanya boleh
di pergunakan dan di usahakan hasilnya.
Haq al-isti’mal (menggunakan) terpisah
dari haq al-istighal (mencari hasil),
misalnya rumah yang diwakafkan untuk
didiami. Si mauquf’alaih hanya boleh
mendiami, ia tidak boleh mencari
keuntungan dari rumah itu.
c) Haq al-irtifaq ialah hak yang memiliki
manfaat yang di tetapkan untuk suatu
kebun atas kebun yang lain, yang di miliki
bukan oleh pemilik kebun pertama.
Misalnya, saudara Ibrahim memiliki
sawah di sebelahnya sawah saudara
Ahmad. Air di selokan dialirkan ke sawah
saudara Ibrahim. Sawah tuan Ahmadpun
membutuhkan air dan sawah saudara
Ibrahim di alirkan ke sawah tuan Ahmad
dan air tersebut bukan milik saudara
Ibrahim.
d) Haq istihan ialah yang di peroleh dari
harta yang di gadaikan. Rahn
menimbulkan hak ‘aini bagi murtahin,
hak itu berkaitan dengan harga barang
yang di gadaikan., tidak berkaitan dengan
zakat benda, karena rahn hanyalah
jaminan belaka.
e) Haq al-ihtibas ialah hak menahan sesuatu
benda. Hak menahan barang (benda)
seperti hak multaqith (yang menemukana
barang) menahan benda luqathah.
f) Haq qarar (menetap) atas tanah waqaf,
yang termasuk hal menetap atas tanah
wakaf ialah:
 Haq al-haqr ialah hak menetap di atas
tanah wakaf yang di sewa, untuk yang
lama dengan seizin hakim.
 Haq al ijaratain ialah hak yang di peroleh
karena ada akal ijarah dalam waktu yang
lama, dengan seizing hakim, atau tanah
wakaf yang tidak sanggup di kemabalikan
ke dalam keadaan semula misalnya
karena kebakaran dengan harga yang
menyamai harga tanah, sedangkan
sewanya di bayar setiap tahun.
 Haq al-qadar ialah hak menambah
bangunan yang di lakukan oleh penyewa.
 Haq al-marshad hak mengawasi atau
mengontrol.
g) Haq al murur ialah
“Hak manusia untuk menempatkan
bangunannya di atas bangunan orang lain.”
h) Haq ta’ali ialah:
“Hak manusia untuk menempatkan
bangunannya di atas bangunan orang lain.
i) Haq al jiwar ialah:
“Hak yang timbul di sebabkan oleh
berdempetnya batas batas tempat tinggal,
yaitu hak hak untuk mencegah pemilik agar
dari menimbulkan terhadap tetangganya.”
j) Haq syafah atau haq syurb ialah:
“ Kebutuhan kebutuhan manusia terhadap air
untuk diminum sendiri dan untuk diminum
binantangnya serta untuk kebutuhan rumah
tangganya.” Ditinjau dari hak syirb, air dibagi
menjadi tiga macam, yaitu:
1) Air umum yang tidak di miliki oleh
seseorang, misalnya, air sungai, rawa-
rawa, telaga, dan lainya. Air milik
bersama (umum) boleh digunakan oleh
siapa saja dengan syarat tidak
memadharatkan orang lain.
2) Air yang di tempat-tempat yang ada
pemiliknya, seperti sumur yang dibuat
oleh seseorang untuk mengairi tanaman di
kebunnya, selain pemilik tanah tersebut
tidak berhak untuk menguasai tempat air
yang dibuat oleh pemiliknya. Orang lain
boleh mengambil manfaat dari sumur
tersebut atas seizin pemilik kebun.
3) Air yang terpelihara, yaitu air yang
diuasai oleh pemiliknya, di pelihara dan
di simpan di suatu tempat yang telah
disediakan, misalnya air di kolam, kendi,
dan bejana-bejana tertentu. 3

Kesimpulan
Hak milik adalah kekuasaan seseorang terhadap
sesuatu atau terhadap suatu barang dan
mempunyai kebebasan bertindak secara bebas
terhadap barang tersebut, baik akan dijual
maupun akan digadaikan, baik dia sendiri
maupun dengan perantara orang lain.

Daftar Pustaka
Muslich , Ahmad Wardi. 2013. Fiqh Muamalat.
Jakarta: Amzah
Harun , Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah.
Jakarta: Gaya Media Pratama
Ghazaly, Abdul Rahman.dkk. 2010. Fiqh
Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group

3
Ghazaly, Abdul Rahman.dkk. 2010. Fiqh
Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
BAB III
Hak Milik
(Pembagian-Pembagian Hak)

Fikri Sanakri (1908203048)


Perbankan Syariah B Semester 2
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
IAIN Syech Nurjati Cirebon
Email: sanakri86@gmail.com

Abstrak
Hak menurut para fuqaha mendefinisikan secara umum
memberi pengertian yang meliputi benda-benda yang dimiliki,
manfaat dan maslahah yang ditetapkan secara syara`. Namun
demikian adakalanya syara` menetapkan hak-hak itu secara
langsung tanpa adanya sebab, disamping itu syara` juga
menetapkan hak melalui suatu sebab. Transaksi jual beli
dikatakan tidak sah menurut syara` apabila aqidain (penjual dan
pembeli) tidak mempunyai kriteria Ahli Tabarru (orang yang
mempunyai hak penuh dalam hartanya. Dalam hak milik juga
harus dilandasi oleh aspek-aspek keimanan dan moral, serta
dijabarkan didalam aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan
kepastian, sehingga tidak terjadi kezaliman, pertentangan-
pertentangan kehendak, dan tidak boros dalam membelanjakan
hartanya, tidak melakukan transaksi jual beli yang keluar dari
ketentuan syara`. Islam telah menetapkan adanya hak milik
perseorangan maupun kelompok terhadap harta yang dihasilkan
dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum syara’. Maka
dari itu didalam fiqih muamalah hak terbagi menjadi beberapa
bagian yang ditinjau dari berbagai macam segi, yaitu dari segi
pemiliknya, dari segi dapat tidaknya digugurkan, dari segi dapat
tidaknya diwariskan, dari segi objek hak, dan dari segi
kewenangan terhadap hak.

Kata Kunci: Hak; Pengertian; Pembagian

Metodologi Penelitian
Metode penulisan bersifat pustaka. Studi kepustakaan
adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi
penelaahan terhadap buku-buku, literature-literature, catatan-
catatan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan
informasi yang diperoleh dari buku dan jurnal.

Pembahasan
Hak berasal dari Bahasa Arab yaitu haqq, secara
etimologi mempunyai beberapa pengertian yang secara umum
maknanya adalah tsubut yaitu, tetap, kokoh dan wajib. Dan hak
juga dapat diartikan dengan benda, milik, wujud, ketetapan,
kewajiban atau kepastian.4 Sedangkan menurut Ahli Ushul hak
adalah:
‫مجموعة القواعد والنصوص الشرعية التي تنتظم علي سبيل االلزام عال ئق الناس من‬
‫حيث اال شخاص واألموال‬
“Sekumpulan qaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus
ditaati untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik
mengenai orang maupun mengenai harta.”5
Bicara masalah pembagian hak, maka jumlah dan
macamnya banyak sekali. Hak dapat dibagi menjadi beberapa
bagian ditinjau dari dari beberapa segi. Para Ulama Fiqih telah
membaginya kepada berbagai segi, yaitu:6
A. Ditinjau dari segi pemiliknya, hak terbagi kepada tiga macam,
yaitu:
1. Hak Allah SWT
Hak Allah adalah hak yang kemanfaatannya umum
menyeluruh dan tidak khusus. Dihubungkan dengan nama
Allah adalah karena kepentingannya yang besar dan
kemanfaatannya yang mencakup kesemua manusia. Hak ini
dinisbahkan kepada Allah, karena urgensi dan kemerataan
manfaat yang dihasilkannya untuk kepentingan masyarakat.
Sebagai contoh adalah ibadah sholat. Hak Allah ini juga tidak
bisa diwariskan. Terhadap hak Allah ini berlaku at-tadakhul
4
Sri Sudiarti, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Medan, FEBI UIN-SU Press,
2018), hlm. 15
5
H. Hendi Suhendi, fiqih Muamalat, (Jakarta, PT. GrajaGrafindo Persada,
2011), hlm. 33
6
Dr. Sri Sudiarti, Op.Cit, hlm. 16
(saling menimpa), maka orang yang melakukan perzinaan
berulang kali atau mencuri berkalikali dan belum pernah
dihukum terhadap kejahatan yang dilakukannya, maka cukup
diberlakukan untuknya satu kali hukuman. Karena tujuan
dari hukuman itu adalah agar yang bersangkutan jera atau
berhenti, dan itu sudah tercapai dengan satu kali hukuman.7
2. Hak Manusia
Hak manusia adalah sesuatu kemaslahatan atau kekuasaan
yang dimaksudkan untuk kepentingan khusus pemiliknya,
baik hak itu bersifat umum seperti menjaga kesehatan,
menjaga harta, melawan kejahatan dan kezaliman, menikmati
fasilitas umum milik negara. Dengan demikian, apa yang
berkaitan dengan hak manusia ini dikaitkan kepada sifatnya
dapat dipahami bahwa hakhak manusia yang berhubungan
dengan hukuman mempunyai sifat sebagai berikut:
a. Adanya pemaafan, pembebasan dan perdamaian dari
pihak pihak yang bersangkutan.
b. Adanya hak penuntutan pada pihak yang terkena korban
atau walinya.
c. Tidak berlaku sistem at-tadakhul (saling menimpa), jadi
hukuman dapat bertambah apabila perbuatan pidana
berulang.
d. Hak ini bisa diwariskan dan berlaku secara turun
temurun atau pewarisan.8
3. Hak Bersama
Hak bersama antara hak Allah dan hak manusia. Namun,
terkadang hak Allah lebih dominan, seperti hukuman qadzaf
(tuduhan berbuat zina). Hukuman ini dimaksudkan untuk
melindungi wanita yang baikbaik dari tindak pidana tuduhan
yang tidak pada tempatnya dan membersihkan masyarakat
dari tindak pidana tersebut dari segala akibatnya dengan
tujuan terciptanya kemaslahatan umum.

7
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Juz 4 (Jakarta, Gema Insani,
2011), hlm. 365
8
Wahbah al-Zuhaili, Op.Cit, 368
B. Ditinjau dari segi dapat tidaknya digugurkan, hak terbagi dua,
yaitu:
1. Hak yang dapat digugurkan
Pada dasarnya hak-hak dapat digugurkan kecuali apabila
terdapat sebab-sebab yang menghalangi pemiliknya untuk
menggugurkanya. Hakhak yang dapat digugurkan misalnya:
hak mitra lama (syarik qadim) untuk membeli secara
otoritatif (qahri) barang kongsian yang telah dijual oleh
mitra lama lainnya kepada mitra baru (hak syuf`ah).9 Hakhak
yang dapat digugurkan dibagi menjadi: hak yang sah
mengambil penggantiannya seperti hak qishas dan hak yang
tidak sah mengambil penggantinya seperti hak syuf`ah.
2. Hak-hak yang tidak dapat digugurkan
Salah satu contoh hak yang tidak dapat digugurkan adalah
hak hadanah (pemeliharaan anak) bagi ibu yang tidak dapat
digugurkan karena dipihak anak mempunyai hak untuk
dipelihara. Demikian juga hak hukuman qadzaf karena
disamping hak seseorang yang dituduh tersebut, juga ada hak
Allah.
C. Ditinjau dari segi dapat tidaknya diwariskan, hak terbagi
kepada dua, yaitu:
1. Hak yang dapat diwariskan
Seperti hak penjual menahan barang yang dijual sebelum
dilunasi harganya,
2. Hak yang tidak dapat diwariskan
Adapun hak-hak yang tidak dapat diwariskan seperti: hak
syuf`ah, hak hadanah (mengasuh anak), dan hak perwalian.
D. Ditinjau dari segi objek hak, yaitu berkaitan dengan benda
atau tidak, dibagi pula kepada dua, yaitu:
1. Hak Maliyah
‫ما يتعلق بالمال كملكية االعيان والديون‬

9
Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah, (Kediri, Lirboyo Press,
2013), hlm. 253
“Sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan
benda-benda atau utang-utang.”10
2. Hak Ghairu Maaliyah
Hak ghairu Maliyah adalah hak yang tidak berhubungan
dengan benda, seperti: hak wali atas nama anak-anak atau
orang-orang yang dibawah perwaaliannya, Terhadap hak
ghairu Maliyah dibagi menjadi dua yaitu: hak syakhshi dan
hak `aini.
a. Hak syakhshi
‫مطلب يقره الشرع لشخص علي اخر‬
“Suatu tuntutan yang ditetapkan syara` bagi seseorang
terhadap orang lain”.11
Hak ini hubungannya kadang-kadang dengan kewajiban
melaksanakan suatu perbuatan yang mempunyai nilai untuk
kemaslahatan pemilik hak seperti dalam perjanjian jual beli,
dan terkadang hubungannya dengan keharusan untuk tidak
melakukan perbuatan yang akan merugikan pemilik hak
seperti dalam perjanjian wadi’ah (penitipan).
b. Hak `Aini
Hak ‘aini ada dua macam; ashli dan thab’i. Hak ‘aini ashli
ialah adanya wujud benda tertentu dan adanya shahub al-haq
seperti hak milikiyah dan hak irtifaq. Sedangkan Hak ‘aini
thab’I ialah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang
mengutangkan uangnya atas yang berutang. Macam –macam
hak ‘aini ialah sebagai berikut:
1) Hak Milkiyah
Haq al-milikiyah ialah hak yang memberikan
pemiliknya hak wilayah. Boleh dia memiliki,
menggunakan, mengambil kemanfaatannya,

10
Sohari Sahrani dan Hj. Ro`fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor, Ghalia
Indonesia, 2011), hlm. 33
11
Mustafa Ahmad Zarqa, Nazhariyyah al-Iltizan, (Beirut, Dar al-Fikr, 1946),
hlm. 10
menghabiskannya, dan membinasakannya, dengan syarat
tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
2) Hak Intifa
Hak intifa ialah hak yang hanya boleh dipergunakan
dan diusahakan hasilnya.
3) Hak Irtifaq
Haq al-irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang
ditetapkan untuk suatu kebun atas kebun yang lain.
Misalnya saudara Ibrahim memiliki sawah di sebelahnya
sawah saudara Ahmad. Air dari selokan dialirkan ke
sawah saudara Ibrahim. Sawah Tuan Ahmad pun
membutuhkan air. Air dari sawah saudara Ibrahim
dialirkan ke sawah Tuan Ahmad dan air tersebut bukan
milik saudara Ibrahim.
4) Hak Istihan
Haq al-isti’han ialah hak yang diperoleh dari harta
yang digadaikan.
5) Hak Ihtibas
Haq al-ihtibas ialah hak menahan suatu benda. Hak
menahan barang (benda) seperti hak multaqith (yang
menemukan barang) menahan benda luqathah.
6) Hak Qarar
Hak qarar (menetap) atas tanah wakaf, yang termasuk
hak menetap atas tanah wakaf ialah:
a) Haq al-hakr ialah hak menetap di atas tanah wakaf
yang disewa, untuk yang lama dengan seizin hakim.
b) Haq al-ijaratain ialah hak yang diperoleh karena ada
akad ijarah dalam waktu yang lama, dengan seizin
hakim, atas tanah wakaf yang tidak sanggup di
kembalikan ke dalam keadaan semula.
c) Haq al-qadar ialah hak menambah bangunan yang
dilakukan oleh penyewa.
d) Haq al-marsyad ialah hak mengawasi atau
mengontrol.
7) Hak Murur
‫حق مرور االنسان الي ملكه من طريق عام ام طريق خاص في ملك‬
‫غيره‬
“Hak jalan manusia pada miliknya dari jalan umum
atau jalan khusus pada milik orang lain.”12
8) Hak Ta`alli
‫ان يكون لإلنسان حق في ان يعلو بناءه بناء غيره‬
“Hak manusia untuk mendapatkan bangunannya
diatas bangunan orang lain.”13
9) Hak Jiwar
Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan
oleh berdempetnya batas batas tempat tinggal, yaitu hak-
hak untuk mencegah pemilik agar tidak menimbulkan
kesulitan terhadap tetangganya.
10) Hak Syuf`ah atau Hak Syurb
‫حاجة االنسان الي الماء لشربه ولشرب دوابه وانتفاعه المنزلي‬
“Kebutuhan manusia terhadap air untuk diminum
sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk
kebutuhan rumah tangganya.”
Ditinjau dari hak syirb, maka jenis air dibagi menjadi
tiga macam, yaitu sebagai berikut:
a) Air umum yang tidak dimiliki oleh seseorang,
misalnya air sungai, rawa-rawa, telaga, dan yang
lainnya. Air milik bersama (umum) boleh digunakan
oleh siapa saja dengan syarat tidak memadharatkan
orang lain.
b) Air yang ditempat ada pemiliknya, seperti sumur yang
dibuat oleh seseorang untuk mengairi tanaman
dikebunnya, selain pemilik tanah tersebut tidak
berhak untuk menguasai tempat air yang dibuat oleh
pemiliknya. Orang lain boleh mengambil manfaat
dari sumur tersebut atas izin pemilik kebun tersebut.
12
Sohari Sahrani dan Hj. Ro`fah Abdullah, Op.Cit, hlm. 35
13
Ibid.,
c) Air yang terpelihara, yaitu air yang dikuasai oleh
pemiliknya, dipelihara dan disimpan disuatu yang
telah disediakan, misalnya air kolam, kendi, dan
bejana-bejana tertentu.14
E. Ditinjau dari segi kewenangan terhadap hak, hak terbagi dua
yaitu:
1. Hak Diyani (hak keagamaan), yaitu hakhak yang tidak
boleh dicampuri (diintervensi) oleh kekuasaan pengadilan.
Misalnya, dalam hal persoalan hutang yang tidak dapat
dibuktikan pemberi hutang karena tidak cukupnya alat
bukti di depan pengadilan. Sekalipun tidak dapat
dibuktikan di depan pengadilan, maka tanggung jawab
orang yang berhutang di hadapan Allah tetap ada dan
dituntut pertanggung jawabannya. Oleh sebab itu, apabila
lepas dari hak kekuasaan pengadilan, seseorang tetap
dituntut dihadapan Allah SWT.
2. Hak Qadhai` (hak pengadilan), yaitu seluruh hak yang
tunduk dibawah kekuasaan pengadilan, dan pemilik hak
itu didepan hakim. Dalam kaitan dengan kedua hak inilah
para ulama fiqih membuat kaidah fiqih yang menyatakan:
hakim hanya menangani persoalan-persoalan yang nyata
saja, sedangkan Allah akan menangani persoalan-
persoalan yang tersembunyi (yang sebenarnya) dalam
hati.15
Kesimpulan
Didalam fiqih muamalah pembagian hak itu terbagi
menjadi 5 segi, setiap segi mempunyai beberapa macam cabang
lagi, diantaranya yaitu:
A. Ditinjau dari segi pemiliknya, hak terbagi menjadi tiga
macam, yaitu;
1. Hak Allah SWT adalah hak yang kemanfataannya umum
menyeluruh dan tidak khusus.

14
Ibid.,
15
Sri Sudiarti, Op.Cit, hlm. 22-23
2. Hak Manusia adalah sesuatu kemaslahatan atau kekuasaan
yang dimaksudkan untuk kepentingan khusus miliknya,
baik hak itu bersifat umum maupun hak yang bersifat
khusus.
3. Hak Bersama adalah antara hak Allah dengan hak
Manusia.
B. Ditinjau dari segi dapat tidaknya digugurkan, hak terbagi
menjadi dua, yaitu:
1. Hak yang dapat digugurkan, seperti hak khiyar dalam
transaksi jual beli.
2. Hak yang tidak dapat digugurkan, seperti hak ayah atas
perwalian anaknya.
C. Ditinjau dari segi dapat tidaknya diwariskan, hak terbagi
kepada dua, yaitu:
1. Hak yang dapat diwariskan, seperti hak-hak irtifaq
2. Hak yang tidak dapat diwariskan, seperti hak syuf`ah
D. Ditinjau dari segi objek hak, yaitu berkaitan dengan benda
atau tidak, dibagi pula kepada dua, yaitu:
1. Hak Maliyah adalah sesuatu yang berpautan dengan harta,
seperti kepemilikan benda-benda atau utang-piutang.
2. Hak Ghairu Maliyah adalah hak yang tidak berhubungan
dengan benda.
E. Ditinjau dari segi kewenangan terhadap hak, hak terbagi dua
yaitu:
1. Hak Diyani (hak keagamaan) adalah hak yang tidak boleh
diintervensi oleh kekuasaan pengadilan.
2. Hak Qadhai` (hak pengadilan) adalah seluruh hak yang
tunduk dibawah kekuasaan pengadilan, dan pemilik hak
itu didepan hakim.
Daftar Pustaka
Sudiarti, Sri, 2018, Fiqih Muamalah Kontemporer,
Medan: FEBI UIN-SU Press
Suhendi, Hendi, 2011, Fiqih Muamalat, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Az-Zarqa, Mustafa Ahmad, 1946, Nazhariyyah Al-Iltizan,
Beirut: Dar al-Fikr
Az-Zuhaili, Wahbah, 2011, Fiqih Islam wa Adillatuhu,
Juz 4, Jakarta: Gema Insani
Pelangi, Tim Laskar, 2013, Metodologi Fiqih Muamalah,
Kediri: Lirboyo Press
Sahrani, Sohari dan Abdullah, Hj. Ru`fah, 2011, Fikih
Muamalah, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia
BAB III
Hak Milik
(Sebab-Sebab Kepemilikan Dan Hikmah Kepemilikan)

Azzahra Shafa Salsabila (1908203043)


Perbankan Syariah B Semester 2
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
IAIN Syech Nurjati Cirebon
Email: azzahrabilla7777@gmail.com

ABSTRAK
Pada umumnya sebab-sebab hak milik ternyata tidak semudah
yang dipikirkan oleh manusia. Hak milik dapat dimiliki oleh
seseorang asal tidak bertentangam dengan aturan hukum yang
berlaku, baik hukum islam maupun hukum adat. Harta
berdasarkan sifatnya dapat dimiliki oleh manusia dapat memiliki
suatu benda dari hal tersebut dapat kita ketahui hikmah dari
kepemilikan.
Kata kunci : Sebab-sebab kepemilikan, Hikmah Kepemilikan
PENDAHULUAN
Corak ekonomi Islam berdasarkan Al-Quran dan Hadits,
yaitu suatu corak yang mengakui adannya hak pribadi dan hak
umum,pembahasan mengenai hak milik penting untuk dilakukan
mengingat seringnya penyimpangan hak milik seseorang oleh
orang lain dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang
tentunya merugikan salah satu pihak dan dengan mengetahui
cara-cara pemilikan harta menurut syariat Islam banyak hikmah
yang dapat digali untuk kemashlatan hidup manusia.
METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan ini bersifat studi
pustaka. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data
dengan mengadakan studi penelahaan terhadap buku-buku, yang
di peroleh dari buku, jurnal, dan artikel.
PEMBAHASAN
A. Sebab-sebab memiliki dapat dilihat dari dua bentuk
kepemilikan tersebut.

1. Sebab-sebab pemilik sempurna.

Ada empat cara pemilikan harta secara sempurna yang


telah disepakati oleh ulama fiqh sesuai yang di
syari`atkan islam yaitu :
16
a. Dengan cara pengambilan atau penguasaan harta
yang dibolehkan (ihraz al-mubahah). Melalui
penguasaan terhadap harta yang belum seseorang
atau lembaga hukum lainnya, yang dalam islam
tersebut sebagai harta yang mubah. Seperti
bebatuan dan pasir di sungai, ikan dilaut yang di
ambil dan diusahakan kemudian dibawanya
pulang. Dan dia boleh memanfaatkannya sendiri
atau mau diperjual belikannya dan berbagai bentuk
pengalihan kepemilikan, karena harta tersebut
sudah menjadi miliknya. 17Setiap orang berhak
menguasai harta benda tersebut untuk tujuan
dimilikinya dengan cara menurut kemampuan atau
keahliannya. Perbuatan atau cara penguasaan harta
mubah ini untuk tujuan pemilikan, dinamakan
ihrazu atau istilah lain al-isti`la. Penguasaan
terhadap benda mubah (ihrazul mubahat) ini
disyaratkan : (1) benda itu belum dikuasai atau
dimiliki oleh orang lain lebih dahulu menguasai
harta bebas, maka sungguh ia telah memiliki; (2)
16
Sri Sudiarti, 2018, Fiqh Muamalah Kontemporer, Medan: FEBI UIN-SU
Press,hlm.26

17
Harun, 2017, Fiqh Muamalah, Surakarta: Muhammadiyah University Press,
hlm.26.
penguasaan harta tersebut ada maksud
memiliknya. Misalnya, ada orang menangkap ikan
di laut, kemudian melepaskannya di sungai,
perbuatan ini menandakan tidak adanya maksud
untuk memilki ikan tersebut. Tanda-tanda
penguasaan terhadap benda mubah untuk dimilki
menurut cara yang lazim atau adat istiadat,
misalnya menampung air hujan di suatu wadah
(tandon), meskipun dibiarkan dan tidak
dipindahkan ke tempat lain, maka orang lain tidak
berhak mengambil air dalam wadah tersebut,
sebab telah dikuasai oleh seseorang. Ada empat
cara yang lazim untuk tujuan memiliki benda
mubah, yaitu (i) ihya al-mawat yakni membuka
tanah (ladang) baru yang tidak dimanfaatkan oleh
orang lain (tidak dimilki) dan berada di luar
tempat tinggal penduduk; (ii) berburu hewan; (iii)
dengan mengumpulkan kayu dan rerumputan di
rimba belukar; (iv) melalui penggalian yang
tersimpan di perut bumi.
18
b. Dengan cara akad (pernjanjian,perikatan)
pemindahan milik (al`uqud an-aqilah lil milkiyah).
Ini melalui suatu transaksi yang dilakukan dengan
seseorang atau suatu lembaga hukum, seperti jual
beli,sewa menyewa,pinjam meminjam dan lain-
lain. 19Akad merupakan sebab terjadi kepemilikan
yang paling kuat dan berlaku luas dalam
kehidupan manusia yang membutuhkan distribusi
harat kekayaan. Akad dilihat sebagai sebab
kepemilikan dapat dibedakan menjadi uquud
jabariyah dan tamlik Jabari. Uqud jabariyah
adalah akad-akad yang harus dilakukan
berdasarkan keputusan hakim, seperti menjual
18
Sri Sudiarti, ibid., hlm.26.
19
Harun, 2017, Fiqh Muamalah, Surakarta: Muhammadiyah University Press,
hlm.27.
harta orang yang berutang secara paksa untuk
melunasi beban utangnya. Tamlik Jabari, yaitu
pemilikan secara paksa, yang terbagi dua,yaitu (1)
pemilikan secara paksa terhadap harta tetap yang
akan dijual. Sepert i dalam hak syuf`ah, yaitu hak
secara syar`I yang diberikan kepada tetangga dekat
dengan harta tetap yang akan dijual; (2) pemilikan
secara paksa untuk kepentingan umum. Seperti
ketika ada kebutuhan yang bersifat umum,
misalnya untuk perluasan bangunan masjid, maka
islam membolehkan pemilikan secara paksa
terhadap benda (tanah) yang berdekatan dengan
masjid, meskipun pemilik tanah tersebut tidak
berkenan untuk menjualnya.
20
c. Dengan cara penggantian (al-khalafiyah), artinya
menempati atau mengganti kedudukan pemilik
yang memeiliki harta warisan dari ahli warisnya
yang wafat. Al-khalafiyah dapat terjadi (i) dalam
hal pewarisan , seorang ahli waris menggantikan
posisi pemilikan orang yang meninggal dunia
terhadap harta yang ditinggalkannya; (ii) hak
kepemilikan atas ganti rugi ketika seseorang
merusakan atau menghilangkan harta benda orang
lain.

d. Dengan cara pertambahan atau kelahiran (at-


tawallud min al-mamluk). Hasil/buah dari harta
yang telah dimiliki seseorang baik hasil tersebut
datang secara alami seperti buah dari pohon yang
dimiliki dan bulu domba yang dihasilkan dari
domba yang dimiliki, ataupun hasil tersebut secara
perbuatan seperti hasil usahanya sebagai pekerja
maupun keuntungan dagang yang diperoleh
seorang pedagang. Ataupun, seperti anak yang lahi
r dari hewan menjadi hak milik bagi yang
memiliki hewan itu, atau air susu yang keluar dari
20
Harun, Ibid., hlm.27
hewan sapi menjadi hak bagi orang memiliki
hewan sapi tersebut.

Keempat cara diatas (memporeleh milik sempurna)


merupakan pendapat yang sudah di sepakati ulamah fiqh,
namun pad acara yang kedua yaitu dengan cara akad ,
Abdurrazaq as-Sunhuri dalam kitabnya Mashadirul Haq
fi Fiqhil Islamiy telah merinci akad menjadi dua bagian,
yaiitu akad yang terjadi pada dua pihak ,seperti jual beli,
dan akad yang terjadi hanya pada satu pihak saja seperti
wasiat.
Jika dicermaati cara memporeleh milik sempurna
melalui pertambahan yang berkaitan maupun yang
terpisah adalah menjadi miliknya, tentulah tak seorangpun
yang dapat turut camput memilikinya. Dengan demikian,
segala harta yang tumbuh atau lahir dari padanya
ditetapkan berdasarkan sebab pertama yang
menjadikannya tetapnya milik harta pokok. Barang siapa
memiliki seekor binatang ternak yang diperoleh dengan
cara akad ataupun pewarisan, maka ia memiliki binatang
itu dan segala yang lahir dari padanya di masa-masa yang
akan datang, sebab hasil-hasil itu ketika terwujud adalah
merupakan bagian yang terpisah dar harta pokok.
21
2. Sebab-sebab tidak sempurna.
Pemilikan tidak sempurna (al-milk an-naqish) akan
diperoleh melalui empat cara (al-Khafif,t.th: 41), yaitu:
a. Ijarah (sewa menyewa), ini merupakan pemilikan
manfaat dengan kewajiban membayar ganti
rugi/sewa, seperti sewa rumah, hotel dan lain-lain
b. Al-I`arah (pinjam meminjam), ini merupakan akad
terhadap pemilikan manfaat tanpa ganti rugi

21
Sri Sudiarti, 2018, Fiqh Muamalah Kontemporer, Medan: FEBI UIN-SU
Press,hlm.27.
seperti seseorang meminjam buku kepadan orang
lain.
c. Wakaf, merupakan akad pemilikan manfaat
terhadap kepentingan orang yang diberi wakaf,
karena wakaf itu adalah menahan atau mencegah
benda untuk dimiliki seseorang dan menyerahkan
manfaat harta tersebut kepada yang dikehendaki
pemberi wakaf.
d. Wasiat, yaitu pemberian yang berlaku setelah yang
berwasiat wafat, Jadi wasiat merupakan akad yang
bersifat pemberian sukarela dari pemilik harta
kepada orang yang lain tanpa ganti rugi yang
berlaku setelah yang memberi wasiat wafat.
Mempergunakan fasilitas umum, ini hanya menurut
golongan Hanafi, dimana mereka berpendapat selain yang empat
diatas, mempergunakan fasilitas umum sebagai izin khusus dari
pemilik harta (ibahah), ini merupakan kebolehan yang diberikan
untuk mempergunakan suatu harta dan termasuk kepada bentuk
kepemilikan tidak sempurna.
22
Sedangkan menurut Pasal 18 Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah, benda dapat diperoleh dengan cara :
a. Pertukaran
b. Pewarisan
c. Hibah
d. Pertambahan alamiah
e. Jual beli
f. Luqathah ( barang temuan ) yang diperoleh tanpa
bersusah payah seperti menemukan barang di tengah jalan
tempat tersembunyi. Dalam hal ini seseorang yang
menemukan suatu barang di jalan atau di tempat umum,
maka harus diteliti terlebih dahulu. Apabila barang
tersebut memungkinkan untuk disimpan dan diumumkan
untuk dicari siapa pemiliknya.
g. Wakaf
22
Mardani, 2012, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana, hlm.67.
h. Cara lain yang dibenarkan menurut syariah

Untuk memiliki harta ,ternyata tidak semudah yang


dipikirkan oleh manusia, harta dapat dimilki oleh seseorang asal
tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, baik
hukum Islam maupun hukum adat. Harta berdasarkan sifatnya
bersedia dan dapat dimiliki oleh manusia, sehingga dapat dimiliki
antara lain sebagai berikut.
23
1. Ikraj al mubahat, untuk harta yang mubah (belum
dimiliki seseorang) atau:

“Harta yang tidak termasuk dalam harta yang dihormati


(milik yang sah) dan tak ada penghalang syara`untuk
dimiliki.”

Untuk memiliki benda-benda mubhat diperlukan dua


syarat yaitu :
 Benda mubhat belum diikhrazkan oleh orang lain.
Seorang mengumpulkan air dalam satu wadah,
kemudian air tersebut dibiarkan,maka orang lain
tidak berhak mengambil air tersebut, sebab telah di
ikhrazkan orang lain.
 Adanya niat (maksud) memilki. Maka seseorang
memperoleh harta mubhat tanpa adanya niat, tidak
termasuk ikhraz umpamanya seorang pemburu
meletakkan jaringannya di sawah, kemudian
terjeratlah burung-burung, bila pemburu
meletakkan jaringannya sekedar untuk
mengeringkan jaringannya , ia tidak berhak
memiliki burung-burung tersebut.

2. Khalafiyah, ialah :

23
Hendi Suhendi,2013, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers
“ Bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru
bertempat ditempat yang lama, yang telah hilang
berbagai macam haknya.”

Khalifah ada dua macam, yaitu :


 Khalifah syakshy`an syakhsy,yaitu si waris
menempati tempat si muwaris dalam memiliki
harta yang ditinggalkan oleh muwaris, harta yang
di tinggalkan oleh muwaris disebut tirkah;
 Khalifah sya`ian, yaitu apabila seseorang
merugikan milik orang lain atau menyerobot
barang orang lain, kemudian rusak di tangannya
atau hilang, maka wajiblah dibayar harganya dan
diganti kerugian-kerugian pemilik harta. Maka
khalafiyah sya`ian ini disebut tadlimin atau ta`wil
(menjamin kerugian).

3. Tawllud min mamluk, yaitu segala yang terjadi dari benda


yang telah dimiliki, menjadi hak bagi yang memiliki
benda tersebut. Misalnya bulu domba menjadi milik
pemilik domba.
 Mengingat ada dan tidak adanya ikhtiar terhadap
hasil-hasil yang dimiliki (i`tibar wusjud al-
ikhtiyar wa`adamihi fiha).
 Pandangan terhadap bekasnya (i`tibar atsariha).

Dari segi ikhtiar, sebab malaiyah (memiliki) dibagi dua


macam, yaitu ikhtiyariyah dan jubariyah. Sebab ikhtiyariyah
adalah :
“sesuatu yang mempunyai hak ikhtiar manusia dalam
mewujudkannya.”
Sebab-sebab jabariyah ada dua macam, yaitu irts dan
tawallud mim al-mamluk.
4. Karena penguasaan terhadap pemilik negara atas pribadi
yang sudah lebih dari tiga tahun,Umar r.a ketika menjabat
menjadi khalifah ia berkata; ”sebidang tanah akan
menjadi milik seseorang yang memanfaatkannya dari
seseorang yang tidak memanfaatkannya selama tiga
tahun.” Hanafiyah bependapat bahwa tanah yang belum
ada pemiliknya kemudian dimanfaatkan oleh seseorang
maka itu berhak memiliki tanah itu.

B. HIKMAH KEPEMILIKAN
1. 24Manusia tidak boleh sembarang memiliki harta,
tanpa mengetahui aturan-aturan yang berlaku dan
yang telah disyariat`kan.
2. Manusia akan mempunyai prinsip bahwa harta itu
harus dijaga dengan cara-cara yang baik,benar, dan
halal
3. Memiliki harta bukan hak mutlak bagi manusia, tetapi
merupakan suatu amanah dari Allah SWT. Yang harus
digunakan dan di manfaatkan untuk kepentingan
hidup manusia dan di salurkan di jalan Allah SWT,
4. Menjaga diri untuk tidak terjerumus kepada hal-hal
yang diharamkan oleh syara`
5. Manusia akan hidup tenang dan tenteram dengan
memilki harta yang dicari dengan jalan yang
baik,benar, dan halal sesuai panduan Allah SWT.

KESIMPULAN
 Menurut ulama ada empat cara pemilikan harta yang di
syariatkan islam ,yaitu :
1. Melalui penguasaan harta yang belum dimiliki seseorang
atau lembaga hukum lainnya, yang dalam islam disebut
harta yang mubah, contohnya bebatuan di sungai yang
belum dimiliki seseorang atau badan hukum, apabila
seseorang mengambil bebatuan itu lalu membawanya
pulang, maka bebatuan itu menjadi miliknya.

24
Abdul Rahman Ghazaly,2015, Fiqh Muamalat, Jakarta: Prenamedia
Group,hlm.50.
2. Melalui transaksi yang ia lakukan dengan seseorang atau
suatu lembaga badan hukum, seperti jual beli, hibah, dan
wakaf.
3. Melalui peninggalan seseorang , seperti menerima harta
warisan dari ahli warisnya yang wafat.
4. Hasil/buah dari harta yang telah dimiliki seseorang, baik
dari hasil itu datang secaara alami , misalnya buah pohon
di kebun, anak sapi yang lahir, maupun melalui usaha
kepemilikan, misalnya keuntungan dagang yang diperoleh
5. Oleh pedagang, gaji yang didapat oleh pekerja, dan
lain-lain.
 Hikmah dari kepemilikan
1. Dapat mengambil manfaat dari benda yang dimiliknya
2. Hak dapat digunakan sebagai pembatas seseorang
dalam melakukan sesuatu
3. Memiliki kekuatan atas hukum suatu benda

REFERENSI
 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah,( Jakarta:
Kencana,2012).
 Harun, Fiqh Muamalah,( Surakarta:
Muhammadiyah University Press,2017).
 Sudiarti Sri, Fiqh Muamalah Kontemporer,
( Medan: FEBI UIN-SU Press,2018).
 Ghazaly Abdul Rahman, Fiqh Muamalat,
( Jakarta: Prenamedia Group,2015.

BAB III
Hak Milik
(Macam-Macam Hak Kepemilikan)

Sovi Putri Maedini (1908203062)


Perbankan Syariah B Semester 2
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
IAIN Syech Nurjati Cirebon
Email: sovimaedini271@gmail.com

ABSTRAK
Islam memberikan ruang dan kesempatan kepada manusia untuk
mengakses segala sumber kekayaan yang dianugerahkan-Nya di
bumi ini, guna memenuhi semua tuntutan kehidupannya. Konsep
kepemilikan dalam ajaran Islam berangkat dari pandangan
bahwa manusia memiliki kecendrungan dasar (fithrah) untuk
memiliki harta secara individual, tetapi juga membutuhkan pihak
lain dalam kehidupan sosialnya. Harta atau kekayaan yang telah
dianugerahkan-Nya di alam semesta ini, merupakan pemberian
dari Allah kepada manusia untuk dapat dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya guna kesejahteraan seluruh umat manusia secara
ekonomi, sesuai dengan kehendak Allah Swt.
KATA KUNCI : Islam, Kepemilikan dan Konsep, Klasifikasi,
Sistem, Macam-macam
PENDAHULUAN
Sebagai sutu sistem kehidupan universal dan komprehensif, Islam
hadir dan dipercaya oleh pemeluknya sebagai ajaran yang
mengatur tentang segala bentuk aktivitas manusia, termasuk
masalah ekonomi. Salah satu bentuk aktivitas yang berkaitan
dengan masalah ekonomi adalah persoalan kepemilikan. (al-
milkiyyah)
Islam senantiasa memberikan ruang dan kesempatan kepada
manusia untuk mengakses segala sumber kekayaan yang
dianugerahkan-Nya di bumi ini, guna memenuhi semua tuntutan
kehidupan, memerangi kemiskinan, dan merealisasikan
kesejahteraan dalam semua sisi kehidupan manusia. Secara
historis, persoalan kepemilikan sebenarnya telah ada dan muncul
sejak adanya manusia pertama di muka bumi ini. Ketika itu,
makna kepemilikan tidak lebih dari sekedar penggunaan sesuatu
guna memenuhi kebutuhan hidupnya, karena manusia belum
berfikiran untuk menyimpan apa yang ia miliki. Hal ini,
disebabkan karena penghuni bumi saat itu masih sedikit,
sedangkan kebutuhan hidup sangat melimpah. Kepemilikan
terhadap sesuatu pada saat itu, hanya sekedar penggunaan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, seiring dengan
perkembangan waktu dan tuntutan kebutuhan masyarakat, sedikit
demi sedikit jumlah manusia mulai bertambah dan memenuhi
penjuru bumi. Ketika itu mulailah persaingan guna mencukupi
kebutuhan hidupnya, setiap orang ingin memenuhi kebutuhan
hidupnya. Maka sejak ini mulai pergeseran makna kepemilikan
yang awalnya hanya penggunaan untuk memenuhi kebutuhan
hidup, menjadi kewenangan dan kekuasaan, saat ini muncul
istilah kepemilikan (property), atau dikenal juga dengan “al-
milkiyyah”.

METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan ini bersifat studi
pustaka. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data
dengan mengadakan studi penelahaan terhadap buku-buku, yang
di peroleh dari buku, jurnal, dan artikel.

PEMBAHASAN
Kepemilikan dalam syariat Islam adalah penguasaan terhadap
sesuatu sesuai dengan aturan hukum, dan memiliki wewenang
untuk bertindak terhadap apa yang ia miliki selama dalam jalur
yang benar dan sesuai dengan hukum. Pada prinsipnya Islam
tidak membatasi bentuk dan macam usaha bagi seseorang dalam
memperoleh harta, begitupun Islam tidak membatasi pula kadar
banyak sedikit hasil yang dicapai oleh usaha seseorang. Hal ini
tergantung pada kemampuan, kecakapan dan ketrampilan
masing-masing, asalkan dilakukan dengan ikhlas.
KONSEP KEPEMILIKAN
Secara Etimologis, Kepemilikan dalam bahasa Arab adalah
milkun yang Washiyah 'milik atau Kepemilikan'. Menurut
Zuhaily (1989: 56-57 Juz IV), Kepemilikan bermakna pemilikan
manusia atas suatu harta atau kewenanganuntuk bertransaksi
secara bebas terhadapnya. Menurut ulama fiqih, kepemilikan
adalah keistimewaan atas suatu benda yang menghalangi pihak
lain bertindak atasnya dan memungkinkan kepemilikannya untuk
bertransaksi secara langsung di atasnya selama tidak ada
halangan syariah.
Menurut Majid (1986:36), Kepemilikan didefinisikan sebagai
kekhususan terdapat pemilik suatu barang menurut syariah untuk
bertindak secara bebas yang bertujuan mengambil manfaatnya
selama tidak ada penghalang syar'i. Apabila seseorang telah
memiliki suatu benda yang sah menurut syariah, orang tersebut
bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual maupun
akan digadaikan, baik dia sendiri maupun perantara orang lain.
Namun, ada barang yang tidak dapat dimiliki kecuali dibenarkan
oleh syariah, seperti harta yang telah diwakafkan dan aset-aset
baitul mal. Harta yang diwakafkan tidak boleh dijualbelikan atau
dihibahkan, kecuali sudah rusak atau biaya perawatannya lebih
mahal daripada penghasilannya. Dalam hal ini, pengadilan atau
pemerintah boleh memberikan izin untuk mentransaksikan harta
tersebut.
Menurut Zuhaily (1989: 56-57 Juz IV), aset baitul mal atau aset
pemerintah tidak boleh dijualbelikan, kecuali ada ketetapan
pemerintah yang melatarbelakangi adanya darurat atau masalah
yang mendesak. Ada juga barang yang dapat dimiliki secara
mutlak, yaitu selain harta diatas.25

SISTEM KEPEMILIKAN

25
Muslich , Ahmad Wardi. 2013. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia selalu membutuhkan
orang lain, merefleksikan diri saling tolong-menolong dalam
berbagai hal, termasuk dalam menghadapi berbagai macam
problema yang ada dalam masyarakat, bahkan secara ekonomi,
untuk memenuhi kebutuhan antara yang satu dan yang lain
memiliki sifat kebergantungan kepada yang lain. Manusia tidak
ada yang serba bisa, karena manusia bersifat lemah (dha'if).
Seseorang hanya ahli dalam bidang tertentu saja, di segi yang lain
ada kekurangannya, seperti seorang petani mampu (dapat)
menanam padi, tebu, dan tanaman yang lain, tetapi dia tidak
mampu membuat peralatan di bidang pertanian.
Seseorang petani mempunyai kebergantungan pada keahlian
orang lain untuk membuat peralatan di bidang yang lain. Di sisi
lain, orang yang ahli dalam bidang membuat peralatan pertanian
tidak pandai bertani. Oleh karena itu, seseorang selalu
mempunyai kebergantungan pada profesi orang lain.
Setiap manusia mempunyai kebutuhan secara ekonomi, sosial,
politik, dan lainnya sehingga sering terjadi pertentangan-
pertentangan kehendak atau sering terjadi konflik dalam
kehidupan bermasyarakat. Untuk menjaga stabilitas kebutuhan
masing-masing perlu ada aturan-aturan yang mengatur kebutuhan
manusia agar tidak saling melanggar dan memperkosa hak-hak
orang lain.
Sistem Kepemilikan secara ekonomi menurut Suhendi (2008: 31-
32) disebutkan sebagai berikut :
1. Karakteristik Syariah Islam ialah bebas dan membebaskan.
Dengan karakteristik ini umat Islam dapat membentuk suatu
kepribadian yang bebas dari pengaruh negara-negara Barat dan
Timur dan mempertahankan diri dari pengaruh-pengaruh
komunis, sosialis, dan kapitalis (individual).
2. Syariah Islam dalam menghadapi berbagai kemusykilan
senantiasa bersandar kepada kepentingan umum (mashlahah)
sebagai salah satu sumber dari sumber-sumber pembentukan
hukum Islam.
3. Corak ekonomi Islam berdasarkan Al-Quran dan Sunnah
adalah suatu corak yang mengakui adanya hak pribadi dan hak
umum. Bentuk ini dapat memelihara kehormatan diri yang
menunjukkan jati diri. Individual adalah corak kapitalis, seperti
negara Amerika Serikat, sedangkan sosialis adalah ciri khas
komunis, seperti negara Rusia pada tahun 1980-an. Sementara
itu, ekonomi yang dianut dalam Islam ialah sesuatu yang menjadi
kepentingan umum dijadikan milik bersama, seperti rumput, api
dan air, sedangkan sesuatu yang tidak menjadi kepentingan
umum dijadikan milik pribadi.26

KLASIFIKASI DAN HUBUNGAN KEPEMILIKAN


Klasifikasi Kepemilikan itu dapat ditinjau dari karakteristik dan
hubungan antara milik dan yang dimiliki.
1. Klasifikasi Kepemilikan
Tinjauan klasifikasi Kepemilikan yang dibahas dalam fiqih
muamalah secara garis besar, dilihat dari unsur harta dan
manfaat, dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut.
a. Kepemilikan yang sempurna (milik tanaman), yaitu suatu
pemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya sekaligus, artinya
bentuk benda (zat benda) dan kegunaannya dapat dikuasai.
Kepemilikan tamman bisa diperoleh dengan banyak cara, jual
beli misalnya.
Zuhaily (1986: 59-61 Juz IV) menyatakan bahwa dalam benda
tamman, pemilik memiliki kewenangan yang mutlak atas harta
yang dimiliki, ia bebas melakukan transaksi, investasi, dan
lainnya, seperti hibah, wakaf, wasiyat, ijarah, dan lainnya, karena
ia memiliki zat harta dan manfaatnya. Jika ia merusak barang
yang dimiliki maka ia tidak berkewajiban untuk menggantinya.
26
Harun , Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media
Pratama
Akan tetapi, dari sisi agama, ia mendapatkan sanksi, karena
merusak harta benda yang hukumnya haram.
b. Kepemilikan yang masih belum sempurna (milkun naqishah).
Menurut pendapat Zuhaily (1986: 59-61), milkun naqishah adalah
pemilikan atas salah satu unsur harta benda saja. Bisa berupa
pemilikan barang atas manfaat, tanpa memiliki bendanya disertai
asas pemilikan atas bendanya. Apabila seseorang hanya memiliki
salah satu dari benda tersebut, ia memiliki benda tanpa memiliki
manfaatnya atau memiliki manfaat (kegunaannya) saja tanpa
memiliki zatnya.
Pemilikan harta tanpa manfaat yaitu memiliki hartanya tanpa
manfaat, seperti pemilik mobil memberikan wasiat kepada orang
lain selama satu tahun. Ketika orang yang mewasiatkan mobil
tersebut meninggal maka mobil tersebut secara fisik dimiliki ahli
warisnya. Selama wasiat tersebut dalam satu tahun belum habis
maka ahli waris tidak memiliki manfaat pada mobil tersebut,
sedangkan orang yang diberi wasiat tersebut hanya memiliki
manfaat atas mobil tersebut, tapi tidak memiliki atas benda atau
mobil tersebut.
Milik naqish yang berupa penguasaan terhadap zat barang
(benda) disebut milik raqabah, sedangkan milik naqish-naqish
yang berupa penguasaan terhadap kegunaannya saja disebut milik
manfaat atau hak guna pakai, dengan cara i'arah, wakaf, dan
washiyah.
Pemilikan manfaat adalah hak untuk memanfaatkan harta benda
orang lain melalui sebab-sebab yang dibenarkan oleh syariah.
Pemilikan ini dapat diperoleh melalui lima sebab, yaitu sebagai
berikut :
1. Menurut Mazhab Hanafiyah dan Malikiyah, i'arah adalah
pemindahan pemilikan manfaat tanpa adanya kompensasi. Orang
yang meminjamkan (musta'ir) diperbolehkan kepada pihak lain,
tetapi tidak boleh menyewakan (ijarah), karena i'dnah adalah
akad ghairu lazim.
Menurut pendapat Mazhab Syafi'iyah dan Hambaliyah, i'dnah
adalah membolehkan orang lain untuk mengambil suatu manfaat
tanpa adanya kompensasi. Dengan demikian, musta'ir tidak
diperkenankan meminjamkan kepada orang lain.
2. Ijarah adalah akad pemindahan pemilikan manfaat dengan
kompensasi. Penyewa berhak mendapatkan manfaat atas barang
yang disewa, namun tidak memiliki hak apa pun atas bentuk fisik
barang yang disewakan. Hak yang dimiliki adalah hak manfaat.
Penyewa boleh mengambil manfaat atas dirinya atau untuk orang
lain.
3. Waqaf adalah amanah harta benda milik seseorang yang
diperuntukkan kepada orang yang diwakafi (mauquf alaihi).
Dengan adanya wakaf dimungkinkan terjadinya pemindahan
pemilikan manfaat dari orang yang mewakafkan (waqif) kepada
mauquf 'alaihi yang diperkenankan untuk mengambil nilai
manfaat untuk pribadinya atau untuk orang lain.
4. Washiyyah bil manfa'ah adalah sebuah kesepakatan seseorang
yang memberikan wasiat kepada orang lain (mushibih) untuk
mengambil nilai suatu manfaat. Orang yang diberi wasiat dapat
menggunakan nilai manfaat, baik untuk diri pribadinya atau
untuk orang lain, baik dengan atau tanpa kompensasi.
5. Al-ibahah adalah sebuah perizinan untuk mengonsumsi barang
atau menggunakannya, seperti izin untuk memakan buah-buahan,
mengendarai mobil seseorang, izin untuk menggunakan fasilitas
umum, jalan raya, jembatan dan fasilitas umum lainnya.
Perizinan ini hanya diberikan kepada orang yang mendapatkan
izin, tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain untuk menikmati
manfaatnya.

Karakteristik milk al-naqis, menurut Zuhaily (1989: 62),


disebutkan sebagai berikut :
- milk naqish bisa dibatasi menurut waktu, tempat atau
persyaratan lainnya. Orang yang meminjamkan mobil boleh
mengajukan syarat, misalnya mobil hanya boleh dikendarai orang
peminjam, hanya boleh dikendarai di perkotaan, atau hanya boleh
dipinjam dalam waktu dua hari, dan syarat lainnya.
- milk naqish tidak boleh diwariskan, sebab harus berupa harta,
sedangkan manfaat bukan harta.
Klasifikasi Kepemilikan bila dilihat dari segi mahal (tempat),
milik dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut :
a. Pemilikan milk al-'ain atau disebut pula milk al-raqabah, yaitu
memiliki semua benda, baik benda tetap (ghair manqul) maupun
benda-benda yang dapat dipindahkan (manqul), seperti pemilikan
terhadap rumah, kebun, mobil, dan motor. Pemilikan terhadap
benda-benda disebut milk al-'ain.
b. Milk al-manfaah, yaitu seseorang hanya memiliki manfaatnya
saja dari suatu benda seperti benda hasil meminjam, wakaf, dan
lainnya.
c. Milk al-dayn, yaitu pemilikan karena adanya utang, misalnya
sejumlah uang dipinjamkan kepada seseorang atau pengganti
benda yang diharuskan. Utang wajib dibayar oleh orang yang
berutang.27

MACAM-MACAM KEPEMILIKAN
Ulama fiqih membagi kepemilikan kepada dua bagian yaitu :
1. Milku Al-Tam (milik yang sempurna), yaitu apabila materi
atau manfaat harta itu dimiliki sepenuhnya oleh seorang,
sehingga seluruh hak yang terkait dengan harta itu di
bawah penguasaan-nya. Milik seperti ini bersifat mutlak
tidak dibatasi waktu dan tidak digugurkan orang lain.

Ghazaly, Abdul Rahman.dkk. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta:


27

Kencana Prenada Media Group


Misalnya seseorang mempunyai rumah , maka ia berkuasa
penuh terhadap rumah itu harta itu.
2. Al-Milku Al-Naqis (milik yang tidak sempurna), yaitu
apabila seseorang hanya menguasai materi harta itu ,
tetapi manfaatnya dikuasai orang lain, seperti sawah
seseorang yang pemanfaatannya diserahkan kepada orang
lain melalui wakaf, atau rumah yang pemanfaatannya
dikuasai orang lain, baik melalui sewa-menyewa atau
pinjam-meminjam.
Ada beberapa ciri khusus al-milku al-tam dan al-milku al-naqis.
Yang menjadi ciri khusus al-milku al-tam yaitu :
1. Sejak awal, kepemilikan terhadap materi itu dan terhadap
manfaat harta itu bersifat sempurna.
2. Kepemilikannya tidak didahului oleh sesuatu yang
dimiliki sebelumnya, artinya materi dan manfaatnya
sudah ada sejak kepemilikan benda itu.
3. Kepemilikannya tidak dibatasi waktu.
4. Kepemilikannya tidak boleh digugurkan.
5. Apabila kepemilikan itu kepunyaan bersama, maka
masing-masing orang dianggap bebas menggunakan
miliknya, sebagaimana milik mereka masing-masing.
Adapun ciri-ciri khusus milku al-naqis, yaitu :
1. Boleh dibatasi waktu, tempat, dan sifatnya.
2. Tidak boleh diwariskan menurut ulama hanafiah, karena
manfaat tidak termasuk harta dalam pengertian mereka,
sedangkan jumhur ulama membolehkannya, seperti
pewarisan pemanfaatan rumah kepada seseorang.
3. Orang yang akan memanfaatkan harta itu dapat menuntut
harta itu dari pemiliknya dan apabila harta itu telah
diserahkan oleh pemiliknya, kepada orang yang akan
memanfaatkannya, maka harta itu menjadi amanah di
tangannya dan ia dikenakan ganti rugi apabila bertindak
sewenang-wenang terhadap harta itu.
4. Orang yang memanfaatkan harta itu berkewajiban
mengeluarkan biaya pemeliharaannya, seperti hewan
ternak harus diberi makan, dan mobil harus dibersihkan
dan diisi bensinnya dan diganti olinya, dan seterusnya.
5. Orang yang memanfaatkan barang itu berkewajiban untuk
mengembalikan harta itu apabila diminta kembali oleh
pemiliknya, kecuali apabila orang yang memanfaatkan
harta itu mendapat mudarat dengan pengembalian harta
itu. Misalnya apabila lahan yang dimanfaatkan itu adalah
sawah lalu ketika padi yang ditanam di sawah itu belum
layak panen, pemilik sawah meminta kembali sawahnya.
Dalam hal ini, karena padi belum boleh dipanen, maka
harta itu belum boleh dikembalikan kepada pemiliknya,
sekalipun ia minta, karena kalau sawah itu dikembalikan
berarti pacunya harus dipanen, sedangkan padi itu belum
layak panen. Jika dipaksakan akan membawa mudarat
bagi pemilik padi yang memanfaatkan sawah itu.28

KESIMPULAN

Setiap manusia memiliki kebutuhan, sehingga sering terjadi


pertentangan kehendak. Untuk menjaga keperluan manusia agar
tidak melanggar hak-hak orang lain, maka timbulah hak-hak
diantara sesama manusia, lebih tepatnya hak kepemilikan.

28
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 1997. Pengantar
Fiqh Muamalah. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra
Sesuai dengan apa yang telah dipaparkan di atas, bahwa
perbedaan hak dan pemilik adalah tidak semua yang memiliki
berhak menggunakan dan tidak semua yang punya hak
penggunaan dapat memiliki. Setiap pemilikan benda pasti diikuti
dengan pemilikan atas manfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Muslich , Ahmad Wardi. 2013. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah


Harun , Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media
Pratama
Ghazaly, Abdul Rahman.dkk. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 1997. Pengantar
Fiqh Muamalah. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra

Anda mungkin juga menyukai