Hak Milik
(Asal Usul dan Pengertian Hak Milik)
Pembahasan
Asal-Usul Hak
Setiap manusia hidup bermasyarakat, saling tolong-
menolong dalam menghadapi berbagai macam persoalan
untuk menutupi kebutuhan antara yang satu dengan yang
lain. Ketergantungan seseorang kepada yang lain di
rasakan ada ketika manusia itu lahir. Setelah dewasa,
manusia tidak ada yang serba bisa. Seseorang hanya ahli
di bidang tertentu saja, seperti seorang petani mampu
(dapat) menanam ketela pohon dan padi dengan baik,
tetapi dia tidak mampu membuat cangkul.
Jadi, petani mempunyai ketergantungan kepada seorang
ahli pandai besi yang pandai membuat cangkul, juga
sebaliknya, orang yang ahli dalam pandai besi tidak
sempat menanam padi, padahal makanan pokoknya
adalah beras. Jadi, seseorang yang ahli dalam pandai besi
memiliki ketergantungan kepada petani.
Setiap manusia mempunyai kebutuhan sehingga sering
terjadi pertentangan-pertentangan kehendak. Untuk
menjaga keperluan masing-masing, perlu ada aturan-
aturan yang mengatur kebutuhan manusia agar manusia
itu tidak melanggar dan memperkosa hak-hak orang lain.
Maka, timbulah hak dan kewajiban di antara sesama
manusia.
1
Muslich , Ahmad Wardi. 2013. Fiqh
Muamalat. Jakarta: Amzah
Pengertian Hak Milik
Kesimpulan
Hak milik adalah kekuasaan seseorang terhadap
sesuatu atau terhadap suatu barang dan
mempunyai kebebasan bertindak secara bebas
terhadap barang tersebut, baik akan dijual
maupun akan digadaikan, baik dia sendiri
maupun dengan perantara orang lain.
Daftar Pustaka
Muslich , Ahmad Wardi. 2013. Fiqh Muamalat.
Jakarta: Amzah
Harun , Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah.
Jakarta: Gaya Media Pratama
Ghazaly, Abdul Rahman.dkk. 2010. Fiqh
Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
3
Ghazaly, Abdul Rahman.dkk. 2010. Fiqh
Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
BAB III
Hak Milik
(Pembagian-Pembagian Hak)
Abstrak
Hak menurut para fuqaha mendefinisikan secara umum
memberi pengertian yang meliputi benda-benda yang dimiliki,
manfaat dan maslahah yang ditetapkan secara syara`. Namun
demikian adakalanya syara` menetapkan hak-hak itu secara
langsung tanpa adanya sebab, disamping itu syara` juga
menetapkan hak melalui suatu sebab. Transaksi jual beli
dikatakan tidak sah menurut syara` apabila aqidain (penjual dan
pembeli) tidak mempunyai kriteria Ahli Tabarru (orang yang
mempunyai hak penuh dalam hartanya. Dalam hak milik juga
harus dilandasi oleh aspek-aspek keimanan dan moral, serta
dijabarkan didalam aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan
kepastian, sehingga tidak terjadi kezaliman, pertentangan-
pertentangan kehendak, dan tidak boros dalam membelanjakan
hartanya, tidak melakukan transaksi jual beli yang keluar dari
ketentuan syara`. Islam telah menetapkan adanya hak milik
perseorangan maupun kelompok terhadap harta yang dihasilkan
dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum syara’. Maka
dari itu didalam fiqih muamalah hak terbagi menjadi beberapa
bagian yang ditinjau dari berbagai macam segi, yaitu dari segi
pemiliknya, dari segi dapat tidaknya digugurkan, dari segi dapat
tidaknya diwariskan, dari segi objek hak, dan dari segi
kewenangan terhadap hak.
Metodologi Penelitian
Metode penulisan bersifat pustaka. Studi kepustakaan
adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi
penelaahan terhadap buku-buku, literature-literature, catatan-
catatan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan
informasi yang diperoleh dari buku dan jurnal.
Pembahasan
Hak berasal dari Bahasa Arab yaitu haqq, secara
etimologi mempunyai beberapa pengertian yang secara umum
maknanya adalah tsubut yaitu, tetap, kokoh dan wajib. Dan hak
juga dapat diartikan dengan benda, milik, wujud, ketetapan,
kewajiban atau kepastian.4 Sedangkan menurut Ahli Ushul hak
adalah:
مجموعة القواعد والنصوص الشرعية التي تنتظم علي سبيل االلزام عال ئق الناس من
حيث اال شخاص واألموال
“Sekumpulan qaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus
ditaati untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik
mengenai orang maupun mengenai harta.”5
Bicara masalah pembagian hak, maka jumlah dan
macamnya banyak sekali. Hak dapat dibagi menjadi beberapa
bagian ditinjau dari dari beberapa segi. Para Ulama Fiqih telah
membaginya kepada berbagai segi, yaitu:6
A. Ditinjau dari segi pemiliknya, hak terbagi kepada tiga macam,
yaitu:
1. Hak Allah SWT
Hak Allah adalah hak yang kemanfaatannya umum
menyeluruh dan tidak khusus. Dihubungkan dengan nama
Allah adalah karena kepentingannya yang besar dan
kemanfaatannya yang mencakup kesemua manusia. Hak ini
dinisbahkan kepada Allah, karena urgensi dan kemerataan
manfaat yang dihasilkannya untuk kepentingan masyarakat.
Sebagai contoh adalah ibadah sholat. Hak Allah ini juga tidak
bisa diwariskan. Terhadap hak Allah ini berlaku at-tadakhul
4
Sri Sudiarti, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Medan, FEBI UIN-SU Press,
2018), hlm. 15
5
H. Hendi Suhendi, fiqih Muamalat, (Jakarta, PT. GrajaGrafindo Persada,
2011), hlm. 33
6
Dr. Sri Sudiarti, Op.Cit, hlm. 16
(saling menimpa), maka orang yang melakukan perzinaan
berulang kali atau mencuri berkalikali dan belum pernah
dihukum terhadap kejahatan yang dilakukannya, maka cukup
diberlakukan untuknya satu kali hukuman. Karena tujuan
dari hukuman itu adalah agar yang bersangkutan jera atau
berhenti, dan itu sudah tercapai dengan satu kali hukuman.7
2. Hak Manusia
Hak manusia adalah sesuatu kemaslahatan atau kekuasaan
yang dimaksudkan untuk kepentingan khusus pemiliknya,
baik hak itu bersifat umum seperti menjaga kesehatan,
menjaga harta, melawan kejahatan dan kezaliman, menikmati
fasilitas umum milik negara. Dengan demikian, apa yang
berkaitan dengan hak manusia ini dikaitkan kepada sifatnya
dapat dipahami bahwa hakhak manusia yang berhubungan
dengan hukuman mempunyai sifat sebagai berikut:
a. Adanya pemaafan, pembebasan dan perdamaian dari
pihak pihak yang bersangkutan.
b. Adanya hak penuntutan pada pihak yang terkena korban
atau walinya.
c. Tidak berlaku sistem at-tadakhul (saling menimpa), jadi
hukuman dapat bertambah apabila perbuatan pidana
berulang.
d. Hak ini bisa diwariskan dan berlaku secara turun
temurun atau pewarisan.8
3. Hak Bersama
Hak bersama antara hak Allah dan hak manusia. Namun,
terkadang hak Allah lebih dominan, seperti hukuman qadzaf
(tuduhan berbuat zina). Hukuman ini dimaksudkan untuk
melindungi wanita yang baikbaik dari tindak pidana tuduhan
yang tidak pada tempatnya dan membersihkan masyarakat
dari tindak pidana tersebut dari segala akibatnya dengan
tujuan terciptanya kemaslahatan umum.
7
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Juz 4 (Jakarta, Gema Insani,
2011), hlm. 365
8
Wahbah al-Zuhaili, Op.Cit, 368
B. Ditinjau dari segi dapat tidaknya digugurkan, hak terbagi dua,
yaitu:
1. Hak yang dapat digugurkan
Pada dasarnya hak-hak dapat digugurkan kecuali apabila
terdapat sebab-sebab yang menghalangi pemiliknya untuk
menggugurkanya. Hakhak yang dapat digugurkan misalnya:
hak mitra lama (syarik qadim) untuk membeli secara
otoritatif (qahri) barang kongsian yang telah dijual oleh
mitra lama lainnya kepada mitra baru (hak syuf`ah).9 Hakhak
yang dapat digugurkan dibagi menjadi: hak yang sah
mengambil penggantiannya seperti hak qishas dan hak yang
tidak sah mengambil penggantinya seperti hak syuf`ah.
2. Hak-hak yang tidak dapat digugurkan
Salah satu contoh hak yang tidak dapat digugurkan adalah
hak hadanah (pemeliharaan anak) bagi ibu yang tidak dapat
digugurkan karena dipihak anak mempunyai hak untuk
dipelihara. Demikian juga hak hukuman qadzaf karena
disamping hak seseorang yang dituduh tersebut, juga ada hak
Allah.
C. Ditinjau dari segi dapat tidaknya diwariskan, hak terbagi
kepada dua, yaitu:
1. Hak yang dapat diwariskan
Seperti hak penjual menahan barang yang dijual sebelum
dilunasi harganya,
2. Hak yang tidak dapat diwariskan
Adapun hak-hak yang tidak dapat diwariskan seperti: hak
syuf`ah, hak hadanah (mengasuh anak), dan hak perwalian.
D. Ditinjau dari segi objek hak, yaitu berkaitan dengan benda
atau tidak, dibagi pula kepada dua, yaitu:
1. Hak Maliyah
ما يتعلق بالمال كملكية االعيان والديون
9
Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah, (Kediri, Lirboyo Press,
2013), hlm. 253
“Sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan
benda-benda atau utang-utang.”10
2. Hak Ghairu Maaliyah
Hak ghairu Maliyah adalah hak yang tidak berhubungan
dengan benda, seperti: hak wali atas nama anak-anak atau
orang-orang yang dibawah perwaaliannya, Terhadap hak
ghairu Maliyah dibagi menjadi dua yaitu: hak syakhshi dan
hak `aini.
a. Hak syakhshi
مطلب يقره الشرع لشخص علي اخر
“Suatu tuntutan yang ditetapkan syara` bagi seseorang
terhadap orang lain”.11
Hak ini hubungannya kadang-kadang dengan kewajiban
melaksanakan suatu perbuatan yang mempunyai nilai untuk
kemaslahatan pemilik hak seperti dalam perjanjian jual beli,
dan terkadang hubungannya dengan keharusan untuk tidak
melakukan perbuatan yang akan merugikan pemilik hak
seperti dalam perjanjian wadi’ah (penitipan).
b. Hak `Aini
Hak ‘aini ada dua macam; ashli dan thab’i. Hak ‘aini ashli
ialah adanya wujud benda tertentu dan adanya shahub al-haq
seperti hak milikiyah dan hak irtifaq. Sedangkan Hak ‘aini
thab’I ialah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang
mengutangkan uangnya atas yang berutang. Macam –macam
hak ‘aini ialah sebagai berikut:
1) Hak Milkiyah
Haq al-milikiyah ialah hak yang memberikan
pemiliknya hak wilayah. Boleh dia memiliki,
menggunakan, mengambil kemanfaatannya,
10
Sohari Sahrani dan Hj. Ro`fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor, Ghalia
Indonesia, 2011), hlm. 33
11
Mustafa Ahmad Zarqa, Nazhariyyah al-Iltizan, (Beirut, Dar al-Fikr, 1946),
hlm. 10
menghabiskannya, dan membinasakannya, dengan syarat
tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
2) Hak Intifa
Hak intifa ialah hak yang hanya boleh dipergunakan
dan diusahakan hasilnya.
3) Hak Irtifaq
Haq al-irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang
ditetapkan untuk suatu kebun atas kebun yang lain.
Misalnya saudara Ibrahim memiliki sawah di sebelahnya
sawah saudara Ahmad. Air dari selokan dialirkan ke
sawah saudara Ibrahim. Sawah Tuan Ahmad pun
membutuhkan air. Air dari sawah saudara Ibrahim
dialirkan ke sawah Tuan Ahmad dan air tersebut bukan
milik saudara Ibrahim.
4) Hak Istihan
Haq al-isti’han ialah hak yang diperoleh dari harta
yang digadaikan.
5) Hak Ihtibas
Haq al-ihtibas ialah hak menahan suatu benda. Hak
menahan barang (benda) seperti hak multaqith (yang
menemukan barang) menahan benda luqathah.
6) Hak Qarar
Hak qarar (menetap) atas tanah wakaf, yang termasuk
hak menetap atas tanah wakaf ialah:
a) Haq al-hakr ialah hak menetap di atas tanah wakaf
yang disewa, untuk yang lama dengan seizin hakim.
b) Haq al-ijaratain ialah hak yang diperoleh karena ada
akad ijarah dalam waktu yang lama, dengan seizin
hakim, atas tanah wakaf yang tidak sanggup di
kembalikan ke dalam keadaan semula.
c) Haq al-qadar ialah hak menambah bangunan yang
dilakukan oleh penyewa.
d) Haq al-marsyad ialah hak mengawasi atau
mengontrol.
7) Hak Murur
حق مرور االنسان الي ملكه من طريق عام ام طريق خاص في ملك
غيره
“Hak jalan manusia pada miliknya dari jalan umum
atau jalan khusus pada milik orang lain.”12
8) Hak Ta`alli
ان يكون لإلنسان حق في ان يعلو بناءه بناء غيره
“Hak manusia untuk mendapatkan bangunannya
diatas bangunan orang lain.”13
9) Hak Jiwar
Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan
oleh berdempetnya batas batas tempat tinggal, yaitu hak-
hak untuk mencegah pemilik agar tidak menimbulkan
kesulitan terhadap tetangganya.
10) Hak Syuf`ah atau Hak Syurb
حاجة االنسان الي الماء لشربه ولشرب دوابه وانتفاعه المنزلي
“Kebutuhan manusia terhadap air untuk diminum
sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk
kebutuhan rumah tangganya.”
Ditinjau dari hak syirb, maka jenis air dibagi menjadi
tiga macam, yaitu sebagai berikut:
a) Air umum yang tidak dimiliki oleh seseorang,
misalnya air sungai, rawa-rawa, telaga, dan yang
lainnya. Air milik bersama (umum) boleh digunakan
oleh siapa saja dengan syarat tidak memadharatkan
orang lain.
b) Air yang ditempat ada pemiliknya, seperti sumur yang
dibuat oleh seseorang untuk mengairi tanaman
dikebunnya, selain pemilik tanah tersebut tidak
berhak untuk menguasai tempat air yang dibuat oleh
pemiliknya. Orang lain boleh mengambil manfaat
dari sumur tersebut atas izin pemilik kebun tersebut.
12
Sohari Sahrani dan Hj. Ro`fah Abdullah, Op.Cit, hlm. 35
13
Ibid.,
c) Air yang terpelihara, yaitu air yang dikuasai oleh
pemiliknya, dipelihara dan disimpan disuatu yang
telah disediakan, misalnya air kolam, kendi, dan
bejana-bejana tertentu.14
E. Ditinjau dari segi kewenangan terhadap hak, hak terbagi dua
yaitu:
1. Hak Diyani (hak keagamaan), yaitu hakhak yang tidak
boleh dicampuri (diintervensi) oleh kekuasaan pengadilan.
Misalnya, dalam hal persoalan hutang yang tidak dapat
dibuktikan pemberi hutang karena tidak cukupnya alat
bukti di depan pengadilan. Sekalipun tidak dapat
dibuktikan di depan pengadilan, maka tanggung jawab
orang yang berhutang di hadapan Allah tetap ada dan
dituntut pertanggung jawabannya. Oleh sebab itu, apabila
lepas dari hak kekuasaan pengadilan, seseorang tetap
dituntut dihadapan Allah SWT.
2. Hak Qadhai` (hak pengadilan), yaitu seluruh hak yang
tunduk dibawah kekuasaan pengadilan, dan pemilik hak
itu didepan hakim. Dalam kaitan dengan kedua hak inilah
para ulama fiqih membuat kaidah fiqih yang menyatakan:
hakim hanya menangani persoalan-persoalan yang nyata
saja, sedangkan Allah akan menangani persoalan-
persoalan yang tersembunyi (yang sebenarnya) dalam
hati.15
Kesimpulan
Didalam fiqih muamalah pembagian hak itu terbagi
menjadi 5 segi, setiap segi mempunyai beberapa macam cabang
lagi, diantaranya yaitu:
A. Ditinjau dari segi pemiliknya, hak terbagi menjadi tiga
macam, yaitu;
1. Hak Allah SWT adalah hak yang kemanfataannya umum
menyeluruh dan tidak khusus.
14
Ibid.,
15
Sri Sudiarti, Op.Cit, hlm. 22-23
2. Hak Manusia adalah sesuatu kemaslahatan atau kekuasaan
yang dimaksudkan untuk kepentingan khusus miliknya,
baik hak itu bersifat umum maupun hak yang bersifat
khusus.
3. Hak Bersama adalah antara hak Allah dengan hak
Manusia.
B. Ditinjau dari segi dapat tidaknya digugurkan, hak terbagi
menjadi dua, yaitu:
1. Hak yang dapat digugurkan, seperti hak khiyar dalam
transaksi jual beli.
2. Hak yang tidak dapat digugurkan, seperti hak ayah atas
perwalian anaknya.
C. Ditinjau dari segi dapat tidaknya diwariskan, hak terbagi
kepada dua, yaitu:
1. Hak yang dapat diwariskan, seperti hak-hak irtifaq
2. Hak yang tidak dapat diwariskan, seperti hak syuf`ah
D. Ditinjau dari segi objek hak, yaitu berkaitan dengan benda
atau tidak, dibagi pula kepada dua, yaitu:
1. Hak Maliyah adalah sesuatu yang berpautan dengan harta,
seperti kepemilikan benda-benda atau utang-piutang.
2. Hak Ghairu Maliyah adalah hak yang tidak berhubungan
dengan benda.
E. Ditinjau dari segi kewenangan terhadap hak, hak terbagi dua
yaitu:
1. Hak Diyani (hak keagamaan) adalah hak yang tidak boleh
diintervensi oleh kekuasaan pengadilan.
2. Hak Qadhai` (hak pengadilan) adalah seluruh hak yang
tunduk dibawah kekuasaan pengadilan, dan pemilik hak
itu didepan hakim.
Daftar Pustaka
Sudiarti, Sri, 2018, Fiqih Muamalah Kontemporer,
Medan: FEBI UIN-SU Press
Suhendi, Hendi, 2011, Fiqih Muamalat, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Az-Zarqa, Mustafa Ahmad, 1946, Nazhariyyah Al-Iltizan,
Beirut: Dar al-Fikr
Az-Zuhaili, Wahbah, 2011, Fiqih Islam wa Adillatuhu,
Juz 4, Jakarta: Gema Insani
Pelangi, Tim Laskar, 2013, Metodologi Fiqih Muamalah,
Kediri: Lirboyo Press
Sahrani, Sohari dan Abdullah, Hj. Ru`fah, 2011, Fikih
Muamalah, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia
BAB III
Hak Milik
(Sebab-Sebab Kepemilikan Dan Hikmah Kepemilikan)
ABSTRAK
Pada umumnya sebab-sebab hak milik ternyata tidak semudah
yang dipikirkan oleh manusia. Hak milik dapat dimiliki oleh
seseorang asal tidak bertentangam dengan aturan hukum yang
berlaku, baik hukum islam maupun hukum adat. Harta
berdasarkan sifatnya dapat dimiliki oleh manusia dapat memiliki
suatu benda dari hal tersebut dapat kita ketahui hikmah dari
kepemilikan.
Kata kunci : Sebab-sebab kepemilikan, Hikmah Kepemilikan
PENDAHULUAN
Corak ekonomi Islam berdasarkan Al-Quran dan Hadits,
yaitu suatu corak yang mengakui adannya hak pribadi dan hak
umum,pembahasan mengenai hak milik penting untuk dilakukan
mengingat seringnya penyimpangan hak milik seseorang oleh
orang lain dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang
tentunya merugikan salah satu pihak dan dengan mengetahui
cara-cara pemilikan harta menurut syariat Islam banyak hikmah
yang dapat digali untuk kemashlatan hidup manusia.
METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan ini bersifat studi
pustaka. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data
dengan mengadakan studi penelahaan terhadap buku-buku, yang
di peroleh dari buku, jurnal, dan artikel.
PEMBAHASAN
A. Sebab-sebab memiliki dapat dilihat dari dua bentuk
kepemilikan tersebut.
17
Harun, 2017, Fiqh Muamalah, Surakarta: Muhammadiyah University Press,
hlm.26.
penguasaan harta tersebut ada maksud
memiliknya. Misalnya, ada orang menangkap ikan
di laut, kemudian melepaskannya di sungai,
perbuatan ini menandakan tidak adanya maksud
untuk memilki ikan tersebut. Tanda-tanda
penguasaan terhadap benda mubah untuk dimilki
menurut cara yang lazim atau adat istiadat,
misalnya menampung air hujan di suatu wadah
(tandon), meskipun dibiarkan dan tidak
dipindahkan ke tempat lain, maka orang lain tidak
berhak mengambil air dalam wadah tersebut,
sebab telah dikuasai oleh seseorang. Ada empat
cara yang lazim untuk tujuan memiliki benda
mubah, yaitu (i) ihya al-mawat yakni membuka
tanah (ladang) baru yang tidak dimanfaatkan oleh
orang lain (tidak dimilki) dan berada di luar
tempat tinggal penduduk; (ii) berburu hewan; (iii)
dengan mengumpulkan kayu dan rerumputan di
rimba belukar; (iv) melalui penggalian yang
tersimpan di perut bumi.
18
b. Dengan cara akad (pernjanjian,perikatan)
pemindahan milik (al`uqud an-aqilah lil milkiyah).
Ini melalui suatu transaksi yang dilakukan dengan
seseorang atau suatu lembaga hukum, seperti jual
beli,sewa menyewa,pinjam meminjam dan lain-
lain. 19Akad merupakan sebab terjadi kepemilikan
yang paling kuat dan berlaku luas dalam
kehidupan manusia yang membutuhkan distribusi
harat kekayaan. Akad dilihat sebagai sebab
kepemilikan dapat dibedakan menjadi uquud
jabariyah dan tamlik Jabari. Uqud jabariyah
adalah akad-akad yang harus dilakukan
berdasarkan keputusan hakim, seperti menjual
18
Sri Sudiarti, ibid., hlm.26.
19
Harun, 2017, Fiqh Muamalah, Surakarta: Muhammadiyah University Press,
hlm.27.
harta orang yang berutang secara paksa untuk
melunasi beban utangnya. Tamlik Jabari, yaitu
pemilikan secara paksa, yang terbagi dua,yaitu (1)
pemilikan secara paksa terhadap harta tetap yang
akan dijual. Sepert i dalam hak syuf`ah, yaitu hak
secara syar`I yang diberikan kepada tetangga dekat
dengan harta tetap yang akan dijual; (2) pemilikan
secara paksa untuk kepentingan umum. Seperti
ketika ada kebutuhan yang bersifat umum,
misalnya untuk perluasan bangunan masjid, maka
islam membolehkan pemilikan secara paksa
terhadap benda (tanah) yang berdekatan dengan
masjid, meskipun pemilik tanah tersebut tidak
berkenan untuk menjualnya.
20
c. Dengan cara penggantian (al-khalafiyah), artinya
menempati atau mengganti kedudukan pemilik
yang memeiliki harta warisan dari ahli warisnya
yang wafat. Al-khalafiyah dapat terjadi (i) dalam
hal pewarisan , seorang ahli waris menggantikan
posisi pemilikan orang yang meninggal dunia
terhadap harta yang ditinggalkannya; (ii) hak
kepemilikan atas ganti rugi ketika seseorang
merusakan atau menghilangkan harta benda orang
lain.
21
Sri Sudiarti, 2018, Fiqh Muamalah Kontemporer, Medan: FEBI UIN-SU
Press,hlm.27.
seperti seseorang meminjam buku kepadan orang
lain.
c. Wakaf, merupakan akad pemilikan manfaat
terhadap kepentingan orang yang diberi wakaf,
karena wakaf itu adalah menahan atau mencegah
benda untuk dimiliki seseorang dan menyerahkan
manfaat harta tersebut kepada yang dikehendaki
pemberi wakaf.
d. Wasiat, yaitu pemberian yang berlaku setelah yang
berwasiat wafat, Jadi wasiat merupakan akad yang
bersifat pemberian sukarela dari pemilik harta
kepada orang yang lain tanpa ganti rugi yang
berlaku setelah yang memberi wasiat wafat.
Mempergunakan fasilitas umum, ini hanya menurut
golongan Hanafi, dimana mereka berpendapat selain yang empat
diatas, mempergunakan fasilitas umum sebagai izin khusus dari
pemilik harta (ibahah), ini merupakan kebolehan yang diberikan
untuk mempergunakan suatu harta dan termasuk kepada bentuk
kepemilikan tidak sempurna.
22
Sedangkan menurut Pasal 18 Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah, benda dapat diperoleh dengan cara :
a. Pertukaran
b. Pewarisan
c. Hibah
d. Pertambahan alamiah
e. Jual beli
f. Luqathah ( barang temuan ) yang diperoleh tanpa
bersusah payah seperti menemukan barang di tengah jalan
tempat tersembunyi. Dalam hal ini seseorang yang
menemukan suatu barang di jalan atau di tempat umum,
maka harus diteliti terlebih dahulu. Apabila barang
tersebut memungkinkan untuk disimpan dan diumumkan
untuk dicari siapa pemiliknya.
g. Wakaf
22
Mardani, 2012, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana, hlm.67.
h. Cara lain yang dibenarkan menurut syariah
2. Khalafiyah, ialah :
23
Hendi Suhendi,2013, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers
“ Bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru
bertempat ditempat yang lama, yang telah hilang
berbagai macam haknya.”
B. HIKMAH KEPEMILIKAN
1. 24Manusia tidak boleh sembarang memiliki harta,
tanpa mengetahui aturan-aturan yang berlaku dan
yang telah disyariat`kan.
2. Manusia akan mempunyai prinsip bahwa harta itu
harus dijaga dengan cara-cara yang baik,benar, dan
halal
3. Memiliki harta bukan hak mutlak bagi manusia, tetapi
merupakan suatu amanah dari Allah SWT. Yang harus
digunakan dan di manfaatkan untuk kepentingan
hidup manusia dan di salurkan di jalan Allah SWT,
4. Menjaga diri untuk tidak terjerumus kepada hal-hal
yang diharamkan oleh syara`
5. Manusia akan hidup tenang dan tenteram dengan
memilki harta yang dicari dengan jalan yang
baik,benar, dan halal sesuai panduan Allah SWT.
KESIMPULAN
Menurut ulama ada empat cara pemilikan harta yang di
syariatkan islam ,yaitu :
1. Melalui penguasaan harta yang belum dimiliki seseorang
atau lembaga hukum lainnya, yang dalam islam disebut
harta yang mubah, contohnya bebatuan di sungai yang
belum dimiliki seseorang atau badan hukum, apabila
seseorang mengambil bebatuan itu lalu membawanya
pulang, maka bebatuan itu menjadi miliknya.
24
Abdul Rahman Ghazaly,2015, Fiqh Muamalat, Jakarta: Prenamedia
Group,hlm.50.
2. Melalui transaksi yang ia lakukan dengan seseorang atau
suatu lembaga badan hukum, seperti jual beli, hibah, dan
wakaf.
3. Melalui peninggalan seseorang , seperti menerima harta
warisan dari ahli warisnya yang wafat.
4. Hasil/buah dari harta yang telah dimiliki seseorang, baik
dari hasil itu datang secaara alami , misalnya buah pohon
di kebun, anak sapi yang lahir, maupun melalui usaha
kepemilikan, misalnya keuntungan dagang yang diperoleh
5. Oleh pedagang, gaji yang didapat oleh pekerja, dan
lain-lain.
Hikmah dari kepemilikan
1. Dapat mengambil manfaat dari benda yang dimiliknya
2. Hak dapat digunakan sebagai pembatas seseorang
dalam melakukan sesuatu
3. Memiliki kekuatan atas hukum suatu benda
REFERENSI
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah,( Jakarta:
Kencana,2012).
Harun, Fiqh Muamalah,( Surakarta:
Muhammadiyah University Press,2017).
Sudiarti Sri, Fiqh Muamalah Kontemporer,
( Medan: FEBI UIN-SU Press,2018).
Ghazaly Abdul Rahman, Fiqh Muamalat,
( Jakarta: Prenamedia Group,2015.
BAB III
Hak Milik
(Macam-Macam Hak Kepemilikan)
ABSTRAK
Islam memberikan ruang dan kesempatan kepada manusia untuk
mengakses segala sumber kekayaan yang dianugerahkan-Nya di
bumi ini, guna memenuhi semua tuntutan kehidupannya. Konsep
kepemilikan dalam ajaran Islam berangkat dari pandangan
bahwa manusia memiliki kecendrungan dasar (fithrah) untuk
memiliki harta secara individual, tetapi juga membutuhkan pihak
lain dalam kehidupan sosialnya. Harta atau kekayaan yang telah
dianugerahkan-Nya di alam semesta ini, merupakan pemberian
dari Allah kepada manusia untuk dapat dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya guna kesejahteraan seluruh umat manusia secara
ekonomi, sesuai dengan kehendak Allah Swt.
KATA KUNCI : Islam, Kepemilikan dan Konsep, Klasifikasi,
Sistem, Macam-macam
PENDAHULUAN
Sebagai sutu sistem kehidupan universal dan komprehensif, Islam
hadir dan dipercaya oleh pemeluknya sebagai ajaran yang
mengatur tentang segala bentuk aktivitas manusia, termasuk
masalah ekonomi. Salah satu bentuk aktivitas yang berkaitan
dengan masalah ekonomi adalah persoalan kepemilikan. (al-
milkiyyah)
Islam senantiasa memberikan ruang dan kesempatan kepada
manusia untuk mengakses segala sumber kekayaan yang
dianugerahkan-Nya di bumi ini, guna memenuhi semua tuntutan
kehidupan, memerangi kemiskinan, dan merealisasikan
kesejahteraan dalam semua sisi kehidupan manusia. Secara
historis, persoalan kepemilikan sebenarnya telah ada dan muncul
sejak adanya manusia pertama di muka bumi ini. Ketika itu,
makna kepemilikan tidak lebih dari sekedar penggunaan sesuatu
guna memenuhi kebutuhan hidupnya, karena manusia belum
berfikiran untuk menyimpan apa yang ia miliki. Hal ini,
disebabkan karena penghuni bumi saat itu masih sedikit,
sedangkan kebutuhan hidup sangat melimpah. Kepemilikan
terhadap sesuatu pada saat itu, hanya sekedar penggunaan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, seiring dengan
perkembangan waktu dan tuntutan kebutuhan masyarakat, sedikit
demi sedikit jumlah manusia mulai bertambah dan memenuhi
penjuru bumi. Ketika itu mulailah persaingan guna mencukupi
kebutuhan hidupnya, setiap orang ingin memenuhi kebutuhan
hidupnya. Maka sejak ini mulai pergeseran makna kepemilikan
yang awalnya hanya penggunaan untuk memenuhi kebutuhan
hidup, menjadi kewenangan dan kekuasaan, saat ini muncul
istilah kepemilikan (property), atau dikenal juga dengan “al-
milkiyyah”.
METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan ini bersifat studi
pustaka. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data
dengan mengadakan studi penelahaan terhadap buku-buku, yang
di peroleh dari buku, jurnal, dan artikel.
PEMBAHASAN
Kepemilikan dalam syariat Islam adalah penguasaan terhadap
sesuatu sesuai dengan aturan hukum, dan memiliki wewenang
untuk bertindak terhadap apa yang ia miliki selama dalam jalur
yang benar dan sesuai dengan hukum. Pada prinsipnya Islam
tidak membatasi bentuk dan macam usaha bagi seseorang dalam
memperoleh harta, begitupun Islam tidak membatasi pula kadar
banyak sedikit hasil yang dicapai oleh usaha seseorang. Hal ini
tergantung pada kemampuan, kecakapan dan ketrampilan
masing-masing, asalkan dilakukan dengan ikhlas.
KONSEP KEPEMILIKAN
Secara Etimologis, Kepemilikan dalam bahasa Arab adalah
milkun yang Washiyah 'milik atau Kepemilikan'. Menurut
Zuhaily (1989: 56-57 Juz IV), Kepemilikan bermakna pemilikan
manusia atas suatu harta atau kewenanganuntuk bertransaksi
secara bebas terhadapnya. Menurut ulama fiqih, kepemilikan
adalah keistimewaan atas suatu benda yang menghalangi pihak
lain bertindak atasnya dan memungkinkan kepemilikannya untuk
bertransaksi secara langsung di atasnya selama tidak ada
halangan syariah.
Menurut Majid (1986:36), Kepemilikan didefinisikan sebagai
kekhususan terdapat pemilik suatu barang menurut syariah untuk
bertindak secara bebas yang bertujuan mengambil manfaatnya
selama tidak ada penghalang syar'i. Apabila seseorang telah
memiliki suatu benda yang sah menurut syariah, orang tersebut
bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual maupun
akan digadaikan, baik dia sendiri maupun perantara orang lain.
Namun, ada barang yang tidak dapat dimiliki kecuali dibenarkan
oleh syariah, seperti harta yang telah diwakafkan dan aset-aset
baitul mal. Harta yang diwakafkan tidak boleh dijualbelikan atau
dihibahkan, kecuali sudah rusak atau biaya perawatannya lebih
mahal daripada penghasilannya. Dalam hal ini, pengadilan atau
pemerintah boleh memberikan izin untuk mentransaksikan harta
tersebut.
Menurut Zuhaily (1989: 56-57 Juz IV), aset baitul mal atau aset
pemerintah tidak boleh dijualbelikan, kecuali ada ketetapan
pemerintah yang melatarbelakangi adanya darurat atau masalah
yang mendesak. Ada juga barang yang dapat dimiliki secara
mutlak, yaitu selain harta diatas.25
SISTEM KEPEMILIKAN
25
Muslich , Ahmad Wardi. 2013. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia selalu membutuhkan
orang lain, merefleksikan diri saling tolong-menolong dalam
berbagai hal, termasuk dalam menghadapi berbagai macam
problema yang ada dalam masyarakat, bahkan secara ekonomi,
untuk memenuhi kebutuhan antara yang satu dan yang lain
memiliki sifat kebergantungan kepada yang lain. Manusia tidak
ada yang serba bisa, karena manusia bersifat lemah (dha'if).
Seseorang hanya ahli dalam bidang tertentu saja, di segi yang lain
ada kekurangannya, seperti seorang petani mampu (dapat)
menanam padi, tebu, dan tanaman yang lain, tetapi dia tidak
mampu membuat peralatan di bidang pertanian.
Seseorang petani mempunyai kebergantungan pada keahlian
orang lain untuk membuat peralatan di bidang yang lain. Di sisi
lain, orang yang ahli dalam bidang membuat peralatan pertanian
tidak pandai bertani. Oleh karena itu, seseorang selalu
mempunyai kebergantungan pada profesi orang lain.
Setiap manusia mempunyai kebutuhan secara ekonomi, sosial,
politik, dan lainnya sehingga sering terjadi pertentangan-
pertentangan kehendak atau sering terjadi konflik dalam
kehidupan bermasyarakat. Untuk menjaga stabilitas kebutuhan
masing-masing perlu ada aturan-aturan yang mengatur kebutuhan
manusia agar tidak saling melanggar dan memperkosa hak-hak
orang lain.
Sistem Kepemilikan secara ekonomi menurut Suhendi (2008: 31-
32) disebutkan sebagai berikut :
1. Karakteristik Syariah Islam ialah bebas dan membebaskan.
Dengan karakteristik ini umat Islam dapat membentuk suatu
kepribadian yang bebas dari pengaruh negara-negara Barat dan
Timur dan mempertahankan diri dari pengaruh-pengaruh
komunis, sosialis, dan kapitalis (individual).
2. Syariah Islam dalam menghadapi berbagai kemusykilan
senantiasa bersandar kepada kepentingan umum (mashlahah)
sebagai salah satu sumber dari sumber-sumber pembentukan
hukum Islam.
3. Corak ekonomi Islam berdasarkan Al-Quran dan Sunnah
adalah suatu corak yang mengakui adanya hak pribadi dan hak
umum. Bentuk ini dapat memelihara kehormatan diri yang
menunjukkan jati diri. Individual adalah corak kapitalis, seperti
negara Amerika Serikat, sedangkan sosialis adalah ciri khas
komunis, seperti negara Rusia pada tahun 1980-an. Sementara
itu, ekonomi yang dianut dalam Islam ialah sesuatu yang menjadi
kepentingan umum dijadikan milik bersama, seperti rumput, api
dan air, sedangkan sesuatu yang tidak menjadi kepentingan
umum dijadikan milik pribadi.26
MACAM-MACAM KEPEMILIKAN
Ulama fiqih membagi kepemilikan kepada dua bagian yaitu :
1. Milku Al-Tam (milik yang sempurna), yaitu apabila materi
atau manfaat harta itu dimiliki sepenuhnya oleh seorang,
sehingga seluruh hak yang terkait dengan harta itu di
bawah penguasaan-nya. Milik seperti ini bersifat mutlak
tidak dibatasi waktu dan tidak digugurkan orang lain.
KESIMPULAN
28
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 1997. Pengantar
Fiqh Muamalah. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra
Sesuai dengan apa yang telah dipaparkan di atas, bahwa
perbedaan hak dan pemilik adalah tidak semua yang memiliki
berhak menggunakan dan tidak semua yang punya hak
penggunaan dapat memiliki. Setiap pemilikan benda pasti diikuti
dengan pemilikan atas manfaat.
DAFTAR PUSTAKA