NILAI/TAHAWUTH)
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Ushul Fiqih dan
Maqashid Syariah
Oleh
Daffa Albari Naufal
2020405004
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM TAZKIA
1442 H/2021 M
ABSTRAK
Islamic hedging atau lindung nilai Islam adalah salah satu instrumen dalam
manajemen keuangan yang dipakai untuk mengurangi risiko terkait dengan
pergerakan harga dan mata uang. Namun dalam perspektif konvensional, lindung
nilai melibatkan penggunaan instrument derivatif yang kontroversi dalam
pandangan Islam. Tujuan mulia lindung nilai ini telah disalahpahami hanya untuk
mendapatkan keuntungan. Oleh sebab itu, konsep lindung nilai perlu didiskusikan
lebih lanjut karena penafsiran terhadap makna lindung nilai. Studi ini
memperlihatkan cara/proses transaksi hedging dengan mengedepankan maqashid
syariah sehingga menghilangkan hal-hal yang dilarang dan meminimalisir risiko
yang dapat timbul di masa yang akan datang.
Kata kunci : Maqashid Syariah, Hedging, Islamic Hedging
ABSTRACT
Islamic hedging is an instrument in financial management that is used to reduce
risks associated with price and currency movements. However, in the
conventional perspective, hedging involves the use of derivative instruments,
which is controversial from an Islamic point of view. The noble purpose of
hedging has been misunderstood only to seek profit. Therefore, the concept of
hedging needs to be discussed further because of the interpretation of the meaning
of hedging. This study shows the method/process of hedging transactions by
prioritizing maqashid sharia so that it can eliminate things that are prohibited
and minimize risks that may arise in the future.
I
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Maqashid Syariah Terhadap
Hedging (Lindung Nilai/Tahawuth)” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqih dan
Maqashid Syariah. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang
kesesuaian hedging terhadap prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan oleh maqashid
syariah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen penulis Dr. Ahmad Levi Fachrul
Avivy, M.A. selaku dosen mata kuliah Ushul Fiqih dan Maqashid Syariah.
Ucapan terima kasih juga disampaika kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membagun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
II
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. I
KATA PENGANTAR .......................................................................................... II
BAB I Pendahuluan ...............................................................................................1
Latar Belakang Masalah .......................................................................................2
Rumusan Masalah ................................................................................................3
Tujuan Penulisan ..................................................................................................3
BAB II Pembahasan ...............................................................................................4
Pengertian Maqashid Syariah Menurut Para Ahli ................................................4
Maqashid Syariah Dalam Tinjauan Hukum Islam ...............................................5
Maqashid Syariah Pada Hedging (Lindung Nilai/Tahawuth) ..............................5
BAB III Penutup ..................................................................................................14
Simpulan ...........................................................................................................14
Saran..................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
1
Suryani dan Muhammad Anwar Fathoni. “Lindung Nilai (Hedging) Perspektif Islam:
Komparasi Indonesia dan Malaysia”. INFERENSI: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan. Vol. 11
No. 2, Desember 2017, hal. 352.
2
Suryani dan Muhammad Anwar Fathoni. “Lindung Nilai (Hedging) Perspektif Islam:
Komparasi Indonesia dan Malaysia”. INFERENSI: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan. Vol. 11
No. 2. Desember 2017. hal. 352.
3
Inti Ulfi Sholichah. “AT-TAHAWWUTH AL-ISLAMI (ISLAMIC HEDGING)
PERSPEKTIF FATWA, REGULASI DAN PRAKTI DALAM PERBANKAN SYARIAH”. Madani
Syari’ah. Vol. 3, Februari 2020, hal. 28.
1
kemungkinan memperoleh keuntungan dari investasi.4 Secara sederhana,
hedging dapat dilakukan dengan cara mematok harga valuta pada kurs
tertentu untuk mengantisipasi adanya kerugian akibat dari naik atau
turunnya suatu nilai valuta asing tersebut dengan melakukan forward atau
swap atau option. Dalam bisnis, hal ini tentu menghasilkan keuntungan
yang besar, namun juga bisa menjadi suatu kerugian akibat nilai tukarnya
rendah.5
Salah satu cara yang sering digunakan dalam lindung nilai adalah
dengan menggunakan kontrak derivatif. Derivatif adalah instrument
keuangan yang nilainya bergantung dari nilai aset dasarnya seperti
komoditas, saham, indeks saham, dan mata uang asing. Pasar derivatif
4
Arifin Joyo, Skripsi: “Kebijakan Hedging (Lindung Nilai) Dalam Menstabilkan Harga
Komoditas Dalam Perspektif Hukum Islam” (Surabaya, Fakultas Syariah Institut Agama Islam
Negeri Sunan Ampel, 2008), hal. 46.
5
Oni Sahroni, dkk. “Instrumen Hedging Dan Solusinya Menurut Syariah”. Jurnal Al-
Intaj. Vol. 2 No. 2, September 2017, hal. 71.
6
Agus Fajri Zam, dkk. “Analisis Kesesuaian Instrumen Hedge Konvensional Terhadap
Prinsip Syariah”. Media Riset Bisnis & Manajemen. Vol. 8 No. 3, Desember 2008, hal. 5.
7
Suryani dan Muhammad Anwar Fathoni. “Lindung Nilai (Hedging) Perspektif Islam:
Komparasi Indonesia dan Malaysia”. INFERENSI: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan. Vol. 11
No. 2, Desember 2017, hal. 352.
2
berbeda dengan pasar komoditas sebab dalam pasar komoditas,
penyerahan barang dan pembayaran dapat dilakukan saat waktu dan
tempat transaksi dilakukan. Berbeda dengan pasar derivatif yang
dilakukan antara waktu transaksi dengan pembayaran dan penyerahan
barangnya tidaklah sama.
2. RUMUSAN MASALAH
3. TUJUAN PENULISAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi, Maqashid Syariah terdiri dari dua suku kata yaitu
maqashid dan as-Syari’ah. Maqashid adalah bentuk jamak dari maqshid
yang berarti tujuan atau kesengajaan. As-Syari’ah diartikan sebagai ilal
maa yang berarti jalan menuju ke sumber air dan jalan menuju ke sumber
air inilah yang dapat dikatakan sebagai jalan ke arah sumber utama
kehidupan manusia.
8
Muh. Muhyiddin, dkk. “Dialektika Maqasid as-Syari’ah Dalam Metode Istinbath
Hukum Islam”. Tasamuh: Jurnal Studi Islam. Vol. 13 No. 1, April 2021. hal. 86.
9
Muh. Muhyiddin, dkk. “Dialektika Maqasid as-Syari’ah Dalam Metode Istinbath
Hukum Islam”. Tasamuh: Jurnal Studi Islam. Vol. 13 No. 1, April 2021. hal. 87.
10
Muh. Muhyiddin, dkk. “Dialektika Maqasid as-Syari’ah Dalam Metode Istinbath
Hukum Islam”. Tasamuh: Jurnal Studi Islam. Vol. 13 No. 1, April 2021. hal. 87.
4
akidah yaitu perintah dan larangan yang memiliki hubungan dengan
kebenaran dan keyakinan hati iman seseorang dengan meyakini perkara
yang ghaib.11
1. Hukum syari’at Islam adalah hukum yang bersumber dari wahyu Allah
SWT dan diperuntukkan bagi umat manusia. Oleh sebab itu, suatu
hukum akan selalu berhadapat dengan perubahan sosial. Dalam posisi
seperti itu, apakah hukum Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan
sunnah turun pada beberapa abad yang sudah lama dapat beradaptasi
dengan perubahan zaman dan sosial.
11
Muh. Muhyiddin, dkk. “Dialektika Maqasid as-Syari’ah Dalam Metode Istinbath
Hukum Islam”. Tasamuh: Jurnal Studi Islam. Vol. 13 No. 1, April 2021. hal. 87.
12
Satria Efendi, Ushul Fiqh (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 237.
13
Abd al-Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Al-Fiqh (Kairo: Maktabah al-Dawah al-Islamiyah,
1968), hal. 198.
5
bahwa pengetahuan tentang maqashid syariah adalah persoalan
dharuri (urgen) bagi seseorang mujtahid ketika ia akan memahami
nash (al-Qur’an dan hadits) untuk menggali isntinbath hukum dengan
tujuan untuk mengetahui rahasia syariat Islam.
14
Muh. Muhyiddin, dkk. “Dialektika Maqasid as-Syari’ah Dalam Metode Istinbath
Hukum Islam”. Tasamuh: Jurnal Studi Islam. Vol. 13 No. 1, April 2021. hal. 88.
15
Agus Fajri Zam, dkk. “Analisis Kesesuaian Instrumen Hedge Konvensional Terhadap
Prinsip Syariah”. Media Riset Bisnis & Manajemen. Vol. 8 No. 3, Desember 2008, hal. 3-5.
6
Pertama, pendapatan. Dalam perbankan konvensional, transaksi
ini dikenal dengan swap suku bunga atau interest rate swap yang meliputi
:
Penjagaan ini dilakukan supaya nilai valuta asing tetap pada nilai
nominalnya saat diperlukan. Hal itu dilakukan dengan cara membuat
kontrak penjualan pada hari ini (spot) dan pembelian kembali dari
pihak lain untuk pengiriman pada masa yang akan dating (forward),
16
Oni Sahroni, dkk. “Instrumen Hedging Dan Solusinya Menurut Syariah”. Jurnal Al-
Intaj. Vol. 2 No. 2, September 2017, hal. 1.
7
atau sebaliknya, membeli pada hari ini dan menjual kepada pihak lain
untuk jangka waktu tertentu. Dalam perbankan syariah, hal ini juga
dilaksanakan karena di sisi penghimpunan dana bank syariah juga
membuka rekening giro (wadiah), tabungan (Mudharabah) dan
deposito (Mudharabah) dalam waluta asing. Demikian juga
penempatan antar bank dan pinjaman luar ngeri. Seperti juga giro,
tabungan, deposito, PKLN dan i/B. misalnya giro dalam fatwa DSN
adalah qardh (pinjaman), maka bank selaku debitur berkepentingan
untuk menghedging giro agar saat pengembaliannya, harga valuta
asing tidak naik. Misalnya dalam transaksi giro valas (dollar), saat
nasabah menitipkan ke bank, harga dollar ; 12.000, tetapi harga ini
berpotensi naik ke 12.500. Maka bank menghedging giro tersebut
dengan kurs 12.000.
1. Ekspor Impor. Bagi eksportir, dibutuhkan lindung nilai dari mata uang
yang digunakan importir sebagai pembayaran yang dikenal sebagai
lindung nilai terhadap risiko gejolak nilau tukar mata uang.
8
4. Kontrak serah dan kontrak berjangka. Adalah lindung nilai terhadap risiko
pergerakan harga pasar di pasar komoditi.
5. Lindung nilai terjadi risiko kredit macet. Dimana kredit ialah risiko dalam
bisnis perbankan, namun risiko yang tidak dikehendaki oleh para
pedagang. Maka untuk melakukan lindung nilai, pedagang menjual
obligasi yang dipegangnya dengan potongan harga.
6. Lindung nilai terhadap mata uang yang digunakan oleh para investor guna
melindungi investasinya di negara lain, ini juga oleh dunia industri yang
menggunakan berbagai mata uang dalam perdagangannya.
7. Bagi debitu, yang dikhawatirkan ialah risiko akibat naiknya kurs pokok
pinjaman, bagi penjual yang dikhawatirkan adalah turunnya kurs valuta
asing.
Risiko investasi adalah terjadi suatu hal yang tidak diinginkan (ihtimal
al-makruh) dalam investasi. Maka melakukan mitigasi terhadap risiko-risiko
tersebut dengan cara yang dibolehkan oleh syariah itu dianjurkan karena
termasuk menjaga harta/aset (hifzh al-mal) sebagai salah satu maqashid
syariah. Hifzh al-mal tidak terbatas pada ketentuan-ketentuan hukum (ijra’at
wa al-ahkam al-‘ammah) seperti hukuman potong tangan bagi pencuri, denda
bagi safih, kewajiban pelaku pidana untuk mengganti. Bahkan banyak dalil
dalam syariat Islam yang mewajibkan pelaku usaha untuk melakukan bisnis
dengan mempertimbangkan risiko sehingga bisnisnya terjaga dan
menguntungkan.18
فيما روي أن العباس ابن عبد المطلب إذا دفع المال مضاربة اشترط على صاحبه أن ال يسلك به
بحرا وال ينزل به واديا وال يشترى به دابة ذات كبد رطبة فإن فعل ذلك فهو ضامن فرفع شرطه
إلى رسول هلال صلى هلال عليه وسلم فأجازه.
18
Dr. Toha Andiko, dkk. “Maqashid Syariah Dalam Ekonomi Islam” (DI Yogyakarta:
Penerbit Samudra Biru, 2018), hal. 126.
9
“Diriwayatkan, jika Ibnu Abbas menyerahkan modal Mudharabah, maka
ia memberikan syarat kepada pengelola agar tidak melewati lautan, jurang,
tidak untuk dibelikan tunggangan yang memiliki hati yang basah. Jika si
pengelola melakukan hal-hal terlarang tersebut, maka ia bertanggung
jawab. Kemudian Ibnu Abbas menanyakan syarat-syarat tersebut kepada
Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW membolehkannya”.19
فالمساقة والمزارعة تعتمد على أمانة العامل وقد يتعذر ذلك كثيرا.....: قال ابن تيمية رحمه هلال
فيحتاج الناس إلى المؤاجرة التي فيها مال مضمون في الذمة ولهذا يعدل كثير من الناس في
كثير من األمكنة واألزمنة عن المزارعة إلى المؤاجرة ألجل ذلك
19
Dr. Toha Andiko, dkk. “Maqashid Syariah Dalam Ekonomi Islam” (DI Yogyakarta:
Penerbit Samudra Biru, 2018), hal. 126.
20
Dr. Toha Andiko, dkk. “Maqashid Syariah Dalam Ekonomi Islam” (DI Yogyakarta:
Penerbit Samudra Biru, 2018), hal. 127.
21
Dr. Toha Andiko, dkk. “Maqashid Syariah Dalam Ekonomi Islam” (DI Yogyakarta:
Penerbit Samudra Biru, 2018), hal. 127.
10
Instrumen Hedging yang Dibolehkan Menurut Fikih
a. Akad pertama adalah akad antara dua belah pihak, pihak pertama menjual
komitmen (iltizam nya) kepada pihak kedua. Komitmen yang dimaksud adalah
komitmen untuk menjual valuta asing yang dibutuhkan pada kurs tertentu.
Kemudian pihak kedua membayar upah (rasm) kepada pihak pertama atas jasa
komitmennya tersebut. Sedangkan pihak kedua selaku pihak yang
mendapatkan manfaat (pemilik hak) itu hak khiyar; boleh membeli atau tidak
jadi membeli.
b. Akad kedua adalah akad antara untuk jual beli valuta asing sesuai dengan hak
yang diberikan pada akad pertama. Akad kedua ini adalah akad najiz, bukan
akad mu’alaq atau mudhaf ila mustaqbal karena belum ada jual beli
sebelumnya ketika masuk ke dalam iltizam ini. Iltizam tersebut boleh diperjual
belikan dengan syarat-syarat berikut :
- Iltizam bermanfaat bagi penerima hak.
- Manfaat iltizam dibolehkan pada kondisi normal.
- Iltizam itu berharga (bernilai uang) sesuai ‘urf masyarakat.
- Iltizam bisa dipenuhi oleh penjualnya.22
a. Bank membeli barang kepada pihak lain dengan mata uang dollar secara tidak
tunai dan terjadi taqabudh, kemudian bank menjual barang tersebut kepada
pihak lain dengan mata uang euro secara tidak tunai juga dan terjadi taqabudh
diantara kedua belah pihak dengan kesepakatan ; harga (uang euro) akan
dibayarkan pada tanggal/waktu yang sama dengan pembayaran transaksi
pertama. Sehingga pada tanggal pembayaran, bank mendapatkan kelebihan
euro dan kekurangan dollar.23 Atau
b. Bank membeli barang kepada pihak lain dengan mata uang dollar secara tidak
tunai dan terjadi taqabudh, kemudian bank menjual barang tersebut kepada
pihak yang sama dengan mata uang euro secara tidak tunai juga dan terjadi
taqabudh diantara kedua belah pihak dengan kesepakatan; harga (uang euro)
akan dibayarkan pada tanggal/waktu yang sama dengan pembayaran transaksi
pertama. Sehingga pada tanggal pembayaran, bank mendapatkan kelebihan
euro dan kekurangan dollar.
22
Dr. Toha Andiko, dkk. “Maqashid Syariah Dalam Ekonomi Islam” (DI Yogyakarta:
Penerbit Samudra Biru, 2018), hal. 129.
23
Dr. Toha Andiko, dkk. “Maqashid Syariah Dalam Ekonomi Islam” (DI Yogyakarta:
Penerbit Samudra Biru, 2018), hal. 129.
11
Transaksi ini tidak termasuk bai’ al-‘inah¸ karena bai’ al-‘inah terdiri dari
transaksi beli secara tunai dan jual secara tidak tunai dengan harga yang lebih
besar, kedua harga dalam transaksi tersebut menggunakan mata uang yang sama.
Sedangkan dalam transaksi tersebut menggunakan mata uang yang sama.
Sedangkan dalam transaksi ini kedua transaksi dilakukan secara tidak tunai dan
dengan mata uang yang berbeda, dengan syarat akad yang pertama tidak
disyaratkan harus ada akad kedua. Kecuali kalau dikatakan bahwa transaksi ini
tentu rekayasa (hilah) jual beli dollar dengan euro tanpa ada serah terima terutama
kedua mata uang tersebut.24
Bank berjanji (yang sifatnya mengikat) untuk membeli barang milik pihak
tertentu pada tanggal yang telah ditentukan, dengan syarat harga yang berlaku di
pasar itu lebih kecil dari harga yang telah disepakati. Pada waktu yang
diperjanjukan, dan harga pasar lebih kecil dari harga yang disepakati, dibuatkan
akad jual beli.25
24
Dr. Toha Andiko, dkk. “Maqashid Syariah Dalam Ekonomi Islam” (DI Yogyakarta:
Penerbit Samudra Biru, 2018), hal. 130.
25
Dr. Toha Andiko, dkk. “Maqashid Syariah Dalam Ekonomi Islam” (DI Yogyakarta:
Penerbit Samudra Biru, 2018), hal. 131.
12
1. Forward agreement dengan cara dibuat kesepakatan penentuan harga, bukan
akad tetapi hanya agreement (janji).
2. Bai’ al-iltizam dengan cara reinterpretasi bahwa yang menjadi objek akad
bukan uang tetapi hak. Menurut Nazih Hammad, hak itu berharga bisa
diperjual belikan.
4. Al-bai’ bi al-syart, akadnya dengan syarat harga normal, jika tidak, maka tidak
jadi transaksi.
13
BAB III
PENUTUP
1. SIMPULAN
2. SARAN
14
DAFTAR PUSTAKA