Abstract
This study aims to determine the validity of the settlement of Islamic
economic disputes through litigation, namely the Religious Court in the
Constitutional Court Decision Number 93 / PUU-X / 2012, the dualism of the
settlement of sharia economic disputes at that time made legal uncertainty in the
settlement of sharia economic disputes. Law Number 3 of 2006 concerning Religious
Courts (which currently has been revised into Law Number 5 of 2009 concerning
Religious Courts) gives full authority to the Religious Courts in the settlement of
sharia economic disputes but in Law Number 21 of 2008 concerning Sharia Banking
provides flexibility to the General Courts in resolving disputes which can be carried
out as long as the contract states that the General Courts are the place to resolve
sharia economic disputes.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin luas dan beragamnya pola bisnis berbasis ekonomi syariah, maka
aspek perlindungan dan kepastian hukum dalam penerapan asas perjanjian dalam
akad atau kontrak di setiap lembaga dan transaksi ekonomi syariah menjadi
semakin urgen diupayakan implementasinya. Karena pada tataran pelaksanaan
transaksi bisnis ekonomi syariah tidak menutup kemungkinan terjadinya
penyimpangan-penyimpangan dari kesepakatan yang telah dibuat oleh kedua
belah pihak. Sehingga dalam koridor masyarakat yang sadar hukum, tidak dapat
dihindari munculnya perilaku saling tuntut menuntut satu sama lain, yang
mengakibatkan kuantitas dan kompleksitas perkara-perkara bisnis akan sangat
tinggi dan beragam.
Konflik yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan akan berkembang menjadi
sengketa apabila pihak yang mengalami kerugian menyatakan tidak puas hati atau
prihatin, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pihak yang
dianggap sebagai penyebab kerugian. Secara prinsip dalam hal penegakan hukum
di Indonesia hanyalah dilakukan oleh kekuasaan kehakiman (judicial power) yang
dilembagakan secara konstitusional yang lazim disebut badan yudikatif sesuai
dengan pasal 24 UUD 1945. Dengan demikian yang berwenang memeriksa dan
mengadili sengketa hanyalah badan peradilan yang bernaung di bawah kekuasaan
kehakiman yang berpuncak di Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah dalam bidang bisnis menurut Hukum
Islam bisa dilakukan dengan dua cara yaitu secara litigasi di Pengadilan dan
secara Non Litigasi yaitu dengan model mediasi syariah (ash shulhu) ataupun
arbitrase (at tahkim) yaitu melalui jalur Basyarnas (Badan Arbitrase Syariah
Nasional). Penyelesaian sengketa secara litigasi terjadi sejak dikeluarkannya
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 memberikan kewenangan
mutlak kepada Peradilan Agama. Hal tersebut berkaitan dengan penyelesaian
sengketa ekonomi syariah secara litigasi di Peradilan Agama. Peradilan Agama
sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bertugas menyelenggarakan
penegakaan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu,
antar orang yang beragama Islam dalam bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah,
wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah. Landasan hukum positif
penerapan hukum Islam diharapkan lebih kokoh dengan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2006 ini, karena telah menghapus permasalahan pilihan hukum.
Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang telah penulis paparkan diatas,
maka penulis akan membahas masalah ini dengan mengangkat judul penelitian
“KOMPETENSI PERADILAN AGAMA DALAM PENYELESAIAN
SENGKETA EKONOMI SYARIAH (sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012)”.
PENUTUP
Pertimbangan hukum Hakim Konstitusi sehingga putusannya bersifat ultra
petita sebagaimana tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-
X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
lebih mendasarkan pada keterangan ahli dari Mahkamah Konstitusi yang intinya
menegaskan bahwa hanya bagian Penjelasan Pasal 55 ayat (2) saja yang berpotensi
menimbulkan ketidakpastian hukum dan kebingungan hukum, sementara Pasal 55
secara keseluruhan tetap sesuai dengan konstitusi. Oleh karena itu, Majelis Hakim
memutuskan untuk membatalkan bagian Penjelasan dimaksud walaupun tidak
dimintakan pembatalannya oleh Pemohon.
Implikasi yuridis dan peluang implementasi dari putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 atas sengketa bisnis dan lembaga keuangan Syariah,
yaitu Majelis Hakim Pengadilan Negeri wajib menyatakan tidak berwenang atas
sengketa yang terjadi dalam kasus yang berhubungan dengan perbankan syariah. Hal
ini dipertegas dengan sifat putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final and
binding, serta mengikat semuar warga Negara (erga omnes). Sehingga dapat
memberikan kepastian hukum terkait dengan lingkungan peradilan yang berwenang
menyelesaikan sengketa yang mungkin terjadi serta memberikan kekuatan hukum
kepada BASYARNAS dalam penyelesaian sengketa jalur non-litigasi.
Daftar Pustaka
Abbas, Syahrizal. Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah Hukum Adat dan Hukum
Nasional. Jakarta: Kencana Preneda Media Group. 2009.
Afdol. Legislasi Hukum Islam di Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press.
2006.
Ah. Azharudin Latif dan Nahrowi. Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum
Positif & Hukum Islam. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta. 2009.
Arifin, Muhammad. Arbitrase Syariah Sebagai Pilihan Forum Penyelesaian
Sengketa Perbankan Syariah. Jakarta: Pustaka Pelajar. 2016.
Asyhadie, Zaeni dan Sudiarto. Mengenal Arbitrase Salah Satu Alternatif
Penyelesaian Sengketa Bisnis. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004.
Bisri, Cik Hasan. Peradilan Agama Di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
1996.
Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Aditya Bakti.
2000.
Djamil, Faturrahman. Arbitrase dalam Perspektif Sejarah Islam. Jakarta: Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia Bekerja Sama dengan Bank Muamalat
Indonesia. 1994.
Sutantio, Retnowulan. Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek. Bandung:
Mandar Maju. 1989.
Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia. Bandung: PT
CitraAditya Bakti. 2002.
Pertaatmadja, Karmaen, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia. Jakarta: Usaha
Kami. 1999.
Winarta, Frans Hendra. Hukum Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Sinar Grafika. 2013.
Andi Tenri Soraya dkk. Basyarnas Sebagai Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa Bisnis Syariah. Program Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin. Desember 2014.
Fauzi, Yuslam. Seminar Nasional Ekonomi Syariah. Jakarta: ABFII perbanas, 20
Februari 2013.
Sofiani, Triana. Dualisme Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah. Jurnal Jurusan
Syariah dan Ekonomi. 2 Desember 2015.
Sufriadi. Memberdayakan Peran Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas)
dalamPenyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Luar Pengadilan. Jurnal
Ekonomi Islam La_Riba. 2 Desember 2007.
Rahmi, Diani. Ruang Lingkup Kewenangan Peradilan Agama Dalam Mengadili
Sengketa Ekonomi Syariah. Jurnal Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN
Antasari. Tanpa Tahun.