DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
SUMATERA UTARA.
T.A 2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Fiqh Jinayah”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah “Fiqh
Jinayah”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Wassalam
Penulis
KELOMPOK 3
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... 2
DAFTAR ISI....................................................................................................... 3
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
1.Apa defininisi Fiqh Jinayah?
2.Apa Sumber-Sumber Fiqh Jinayah?
C.Tujuan Masalah
4
1.Mengetahui Definisi Fiqh Jinayah
2.Mengetahui Sumber-sumber Fiqh Jinayah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Fiqh Jinayah
Fiqh Jinayah diartikan sesuai dg arti kata Fiqh berasal dari bahasa arab secara
etimologi yang berarti Faham. Secara istilah atau terminologi Fiqh adalah Ilmu dengan
hukum syariah yang berkaitan dengan perbuatan yang di ambil dari dalil tafsir. Jinayah
adalah tindakan atau perbuatan seseorang yang mengancam perbuatan berpotensi
menimbulkan kerugian pada harga diri dan harta kekayaan manusia sehingga tindakan
atau perbuatan itu diangggap haram untuk dilakukan bahkan pelakunya harus dikenai
sanksi hukum, baik diberikan di dunia maupun hukuman Tuhan kelak di akhirat.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Fiqh Jinayah adalah ilmu
tentang hukum-hukum syariat yang digali dan disimpulkan dari bagian-bagian
keagamaan, baik Al-Qur’an ataupun Hadist tentang kriminalitas baik berkaitan dengan
keamanan jiwa maupun anggota badan atau menyangkut seluruh aspek jarimah.
1
Ahmad hanafi M.A, Asas-asa hukum pidana islam, PT.Bulan bintang, Jakarta 1990, Hlm 25
5
Membicarakan sumber hukum pidana islam bertujuan untuk memahami sumber
nilai agama islam yang dijadikan petunjuk kehidupan manusia yang harus ditaati.
Tujuan dimaksud, akan diungkapkan : (1). Sistematika dan hubungan sumber-sumber
ajaran agama dan kedudukan al-qur’an sebagai pedoman dan kerangka kegiatan umat
islam. (2). Mempelajari arti dan fungsi as-sunnah sebagai penjelasan autentik al-qur’an
dan perannya sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia muslim, dan (3). Membahas
kedudukan akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk melaksankan ijtihad.
Selain itu, diungkapkan peran ijtihad sebagai sumber pengembangan nilai ajaran islam
dan unsur-unsur Hukum Pidana Islam. Sistematika sumber ajaran islam terdiri atas : (1)
al-qur’an (2). As-sunnah, dan (3). Ar-ra’yu.
Dari sistematika berikut penulis akan berusaha menjabarkan dari sumber-sumber
fiqh jinayah yang penulis ambil dari berbagai keterangan dan referensi buku yg tersedia,
Sebagaian besar umat islam sepakat menetapkan sumber ajaran islam adalah Al-qur’an,
As-sunnah dan ijtihad kesepakatan itu tidak semata-mata didasarkan kemauan bersama
tapi kepada dasar-dasar normatif yang berasal dari Al-qur’an dan al-sunnah sendiri
diantaranya adalah sebagai berikut : 2
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber ajaran islam yang pertama dan utama, yang berisi dan
memuat wahyu-wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Diantara isi
kandungannya adalah peraturan-peraturan hidup yang mengatur kehidupan manussia
dalam hubungannya kepada Allah SWT, hubungan dengan perkembangan dirinya,
hubungan dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam beserta
makhluk lainnya. Al-Qur’an memuat ajaran islam yang sebagian dari isinya adalah
prinsip-prinsip syariah mengenai ibadah khas (Shalat, puasa, zakat, dan haji) dan
obadah umum (perekonomian, perkawinan, pemerintahan, hukum pidana, hukum
perdata dll). Al-Qur’an adalah sumber hukum ajaran islam yang pertama yang memuat
kumpulan beberapa wahyu yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.
2
Study islam IAIN Sunan Ampel Surabaya. Pengantar Study Islam. IAIN Ampel Press Surabaya, 2009,
hlm : 12
6
Diantaranya kandungan isinya ialah peraturan kehidupan manusia dalam hubungannya
dengan Allah, dengan dirinya sendiri, sesama manusia dan hubungannya dengan alam
beserta makhluk lainnya. 3
Sumber-sumber Hukum pidana dalam al-Qur’an :
1. Q.S. Al-Isra’: 32
َ س ۤا َء
﴾٣٢﴿ سبِ ْياًل َ َواَل تَ ْق َربُوا ال ِّز ٰن ٓى اِنَّ ٗه َكانَ فَا ِح
َ شةً ۗ َو
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.
Ayat di atas menjelaskan tentang terhadap perbuatan zina dam zina itu sangat dimurkai
oleh Allah.
2. Q.S An-Nur : 2
اجلِد ُْوا ُك َّل َوا ِح ٍد ِّم ْن ُه َما ِمائَةَ َج ْل َد ٍة ۖ َّواَل تَأْ ُخ ْذ ُك ْم ِب ِه َما َر ْأفَةٌ ِف ْي ِد ْي ِن هّٰللا ِ اِنْ ُك ْنتُ ْم تُؤْ ِمنُ ْونَ بِاهّٰلل ِ َوا ْليَ ْو ِم
ْ َاَل َّزانِيَةُ َوال َّزانِ ْي ف
فَةٌ ِّمنَ ا ْل ُمؤْ ِم ِنƒِش َه ْد َع َذابَ ُه َما طَ ۤا ِٕٕى
ْ َااْل ٰ ِخ ۚ ِر َو ْلي
3
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali,M.A, Hukum pidana islam, PT.Sinar Grafika, Jakarta , 2009, hlm 15
7
4. Q.S. Al-Baqarah : 219
۞ اƒۗ ƒ ُر ِمنْ نَّ ْف ِع ِه َمƒَٓا اَ ْكبƒس َواِ ْث ُم ُه َم ِ ۖ افِ ُع لِلنَّاƒَ ٌر َّو َمنƒٓا اِ ْث ٌم َكبِ ْيƒ ْل فِ ْي ِه َمƒُ ۗ ِر قƒسِ ِر َوا ْل َم ْيƒلُ ْونَ َك َع ِن ا ْل َخ ْمƒََٔسٔـ
ْ َي
هّٰللا
ِ لُ ْونَ َك َما َذا يُ ْنفِقُ ْونَ ەۗ قُ ِل ا ْل َع ْف ۗ َو َك ٰذلِ َك يُبَيِّنُ ُ لَ ُك ُم ااْل ٰ ٰيƒََٔسٔـ
٢١٩﴿ َت لَ َعلَّ ُك ْم تَتَفَ َّك ُر ْو ۙن ْ َ﴾ َوي
2.Sunnah
Sunnah Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran yang kedua. Karena, hal-hal
yang diungkapkan Al-Qur’an yang bersifat umum atau memerlukan penjelasan, maka
Nabi Muhammad SAW menjelaskan dengan perkataan, perbuatan, dan perizinan Nabi
8
ataupun suatu tindakan yang dilarang Nabi. Sunnah-sunnah nabi Muhammad SAW,
merupakan sumber ajaran islam yang kedua. Karena, hal-hal yang diungkapkan oleh al-
qur’an yang bersifat umum atau memerlukan penjelasan, maka nabi Muhammad SAW.
Menjelaskan melaui sunnah. Sunnah adalah perbuatan, perkataan, dan perizinan nabi
muhammad saw.
Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua berfungsi :
a. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an, sehingga
kedua-duanya (Al Qur’an dan Al Hadits) menjadi sumber hukum. Misalnya
Allah SWT dalam Al Qur’an menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta.
Sabda Rasulullah SAW :
“Ingatlah, aku akan menjelaskan kepadamu sekalian tentang sebesar-
besar dosa besar? Jawab kami (sahabat) : “ya Rasulullah!” Beliau meneruskan
sabdanya : “syirik kepada Allah, durhaka kepada orang tua”. Saat itu
rasulullah sedang bersandar, tiba-tiba duduk seraya bersabda : “Awas,
jauhilah perkataan dusta.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
b. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih
bersifat umum. Misalnya ayat Al Qur’an yang memerintahkan shalat, membayar
zakat, dan menunaikan haji, semuanya itu bersifat garis besar, misalnya tidak
menjelaskan jumlah raka’at dan bagaimana cara melaksanakan shalat, tidak
merinci batas mulai wajib zakat, dan juga tidak memaparkan cara-cara
melaksanakan haji. Tetapi semua itu telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW
dalam Haditsnya. Contoh lain, dalam Al Qur’an Allah SWT mengharamkan
bangkai, darah dan daging babi. Sabda Rasulullah SAW :“Dihalalkan dua
macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah
ikan dan belalang, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa.” (H.R.
Ibnu Majah dan Al Hakim)
c. Menetapkan hukum atau aturan yang tidak didapati dalam Al Qur’an. Misalnya
cara mensucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuh tujuh kali, salah
satu dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Menyucikan bejanamu yang dijilat anjing, sebanyak tujuh kali, salah satunya
9
menyucikan dicampur dengan tanah.” (H.R. Muslim Ahmad, Abu Daud dan
Baihaqi)
As-Sunnah dibagi menjadi empat macam, yakni:
Sunnah Qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
Sunnah Fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
Sunnah Taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Nabi terhadap
pernyataan ataupun perbuatan orang lain
Sunnah Hammiyah, yakni sesuatu yang telah direncanakan akan
dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan.
Ada beberapa ahli hadis yang mengatakan bahwa istilah hadis dipergunakan
khusus untuk sunnah qauliyah (perkataan Nabi), sedangkan sunnah fi’liyah (perbuatan)
dan sunnah taqririyah tidak disebut hadis, tetapi sunnah saja.
{ريك
َ {أن ش َّ اإلس{الَ ِم ِ {ان فِي ٍ { أ َّو ُل لع:ض َي هللاَ َع ْنهُ قال
َ {{ان ك ِ ملك َر
ِ وعن أنس بن
َ ْالبَيَّنَ{ة:صلَّي هللاَ َعلَي{ ِه َو َس{لَّ َم
َ فقا َ َل النَّبِ ِّي,بن سحما َء ق َذفَهُ هال ُل ب ُْن أميةً بأمرت ِه
َ
)ك (أخرجه أبو يعلى ورجال ثقات
َ هر
ِ ظَ وإالَّ فح َّد فِي
Artinya :
“Dari anas ibn Malik r.a ia berkata : Li’an pertama yang terjadi dalam Islam
ialah bahwa syarik ibn Sahman dituduh oleh Hilal bin Umayyah berzina dengan
istrinya. Maka nabi berkata kepada Hilal: Ajukanlah saksi apabila tidak ada maka
engkau akan kena hukuman had”. (Hadits diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan perawi
yang dipercaya).”
10
Hadits tentang khamar:
صلَّى هللاَ َعلَي ِه َو َسلَّ َم قَ َل ُك{{لُّ ُم ْس { ِك ِر َّ ِعمر رضيَى هللا عنهما َ أَ َّن النَّب
َ ي َ َو َع ْن ا ْب ِن
(َخ ْم ُر َو ُك ُل َخ ْم ٍر َح َرا ُم )رواه مسلم
Artinya : “Dari ibnu umar r.a bahwa nabi saw bersabda: setiap yang
memabukkan adalah khamar dan setiap yang memabukkan adalah haram”. (H.R.
Muslim).”
Hadits Tentang pencurian:
3. Ar-Ra’yu
Ar-Ra’yu atau penalaran adalah sumber ajaran islam yang ketiga. Penggunaan
akal (penalaran) manusia dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dan sunnah yang
bersifat umum. Hal ini dilakukan oleh para Ahli Hukum Islam karena memerlukan
penalaran manusia yang maksimal. Oleh karena itu Ar-Ra’yu terbagi menjadi beberapa
cabang pemikiran, antara lain :
4. Ijma’
Ijma’ adalah kebulatan pendapat fuqhoha’ mujtahidin pada suatu masa atas
sesuatu hukum sesudah nabi muhammad saw. Ijma’ adalah kebulatan kesepakatan
semua mujtahidin terhadap suatu pendapat hukum yang mereka sepakati bersama, baik
dalam pertemuan maupun secara terpisah-pisah maka hukumnya menjadi mengikat.
Ijma’ merupakan dalil qat’i, akan tetapi kalau hukum tersebut hanya keluar dari
11
kebanyakan mujtahidin, maka hanya dianggap sebagai dalil dhanni, dan bagi
perseorangan boleh mengikuti, sedang bagi orang-orang tingkatan mujtahidin boleh
berpendapat lain, selama oleh para penguasa tidak diwajibkan melaksanakannya.
Ijma’ harus mempunyai dasar, yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.,
karena ijma’ tidak boleh didasarkan atas kesukaan hati sendiri, melainkan harus
ditegakkan atas aturan-aturan Syara’. Kebulatan mujtahidin dalam suatu kesepakatan
hukum tertentu menunjukkan dengan pasti bahwa hukum tersebut sesuai dengan
ketentuan syara’.
Kekuatan ijma’ sebagai sumber hukum yang mengikat ditentukan al-Qur’an dan
Sunnah.
“Taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri...” (an-Nisa’: 59)
12
3. Bahwa kesepakatan itu; diantara mujtahid yang ada ketika masalah yang
diperbincangkan itu dikemukakan dan dibahas.
4. Kesepakatan mujtahid itu terjadi setelah nabi wafat.
5. Bahwa kesepakatan itu harus masing-masing mujtahid memulai penyampian
pendapatnya dengan jelas pada suatu waktu.
6. Bahwa kesepakatan itu dalam pendapat yang bulat yang sempurna dalam
pleno lengkap.
Kewajiban kita mengikuti ijma’ adalah disebabkan keputusan yang dihasilkan
dari produk ijma’ tersebut tidak dilakukan semena-mena, mempunyai sandaran, dan
berpijak kepada sumber-sumber terdahulu. Ijma’ harus ditegakkan di atas aturan-aturan
yang umum serta roh syari’at. Oleh karena itu, meskipun pendapat tersebut keluar dari
berbagai negeri dan bangsa yang berbeda, kebulatan pendapat tersebut menunjukkan
loyalitas mereka terhadap kebenaran syari’at. Itulah sebabnya, hukum yang berasal dari
ijma itu sesuai dengan prinsip-prinsip dan roh syari’at. Satu hal lagi adalah umat Islam
sebagai umat Nabi Muhammad SAW., tidak akan berkolaborasi dalam kesalahan.
Seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW., dalam sebuah hadis yang Artinya :
“Tidak akan bersepakat umatku dalam kesalahan.” Kalau umat Nabi yang
umumnya manusia biasa atau orang kebanyakan saja tidak akan bersepakat dalam
membuat kesalahan, apalagi umat-umat pilihan, ulamat-ulama, para mujtahidin.
Keputusan mereka bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi demi kepentingan umat. Di
samping itu, keputusan mereka tidak akan keluar dari prinsip-prinsip umum dan roh
syari’at dan bukan karena akal semata.
5. Qiyas
Qiyas adalah Mempersamakan hukum suatu Perkara yang belum ada ketetapan
hukumnya dengan suatu perkara yang sudah ada ketetapan hukumnya. Persamaaan
Ketentuan hukum yang dimaksud didasari oleh adanya unsure-unsur kesamaan yang
sudah ketetapan hukumnya dengan yang belum ada ketertapan hukumnya disebut illat.
13
Qiyas memiliki Empat Rukun yaitu :
Dalil
Masalah yang di Qiyaskan
Hukum yang terdapat pada dalil
Kesamaan alasan/sebab terhadap masalah yang di Qiyaskan.
Tapi dalam hukum material Qias masih di perseslisihkan, bahkan ada satu
pendapat bahwa Qias tidak di masukkan dalam sumber-sumber hukum Islam. Isi dalam
kandungan al-Qur’an terdiri dari 2 tema pokok:
a. Bagian yang tetap seperti: datangya kematian, datangnya hari kiamat,
ditiupnya sangkakala, kebangkitan surga dan neraka.
b. Bagian yang bisa berubah seperti: terjadinya fenomena pemanjangan dan
pemendekan usia, tetapi bukan penghapusan kematian.
14
BAB III
KESIMPULAN
Sumber hukum pidana islam terdiri dari Al-Qur’an, Hadist dan Ijtihad (Ijma’
dan Ar-Ra’yu). Oleh karena itu, meskipun pendapat di atas tersebut keluar dari berbagai
negeri dan bangsa yang berbeda, kebulatan pendapat tersebut menunjukkan loyalitas
mereka terhadap kebenaran syari’at. Al-Qur’an adalah sumber hukum ajaran islam yang
pertama yang memuat kumpulan beberapa wahyu yang telah diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW. Diantaranya kandungan isinya ialah peraturan kehidupan manusia
dalam hubungannya dengan Allah, dengan dirinya sendiri, sesama manusia dan
hubungannya dengan alam beserta makhluk lainnya. Sunnah-sunnah nabi Muhammad
SAW, merupakan sumber ajaran islam yang kedua. Karena, hal-hal yang diungkapkan
oleh al-qur’an yang bersifat umum atau memerlukan penjelasan. Ar-Ra’yu atau
penalaran adalah sumber ajaran islam yang ketiga. Penggunaan akal (penalaran)
manusia dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dan sunnah yang bersifat umum. Hal
ini dilakukan oleh para Ahli Hukum Islam karena memerlukan penalaran manusia yang
maksimal.
SARAN
Sebagai muslim yang baik sudah sewajarnya saling mentaati peraturan agama
khusus Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah) agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang
dilarang oleh agama itu sendiri. Para ulama sudah menjelaskan dan mengijtihadkan
hukum pidana islam yang sudah ada dengan baik dan sudah barang tentu sesuai dengar
syari’ah pastilah ada nilai tersendiri yang ingin ditanamkan bagi setiap muslim yang
menjalankan syari’ah tersebut
15
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi ahmad M.A.1990. asas-asas Hukum Pidana Islam.Jakarta: PT.Bulan
Bintang
Study Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya . 2009.Pengantar Study Islam.IAIN
Ampel Press Surabaya.
Prof.Dr.H.Ali Zainuddin.M.A.2009.Hukum Pidana Islam.Jakarta:PT.sinar
Grafika.
16