Disusun :
Hanif Muzhoffar ( 1702026052 )
Siti Nur Faizah ( 1702026056 )
Raden Lintar Rahma ( 1702026079 )
Latar Belakang
Islam adalah agama yang dasar-dasar hukumnya bersumber dari Al Qur’an, hadist, dan Ar-
ra’yu sehingga dalam pelaksanaan hukumannya. Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
keadilan. Adapun aturan-aturan yang telah di gariskan, islam sebagai agama Rahmatal’lilalamin,
senatiasa berisikan aturan yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia, yang
akhir-akhir ini menjadi dalih semua orang untuk mendapatkan keadilan, bahkan hukuman yang
telah lama ada dan bersumber langsung dari Allah SWT ini, merupakan hukuman yang seadil-
adilnya karena hokum di Islam berlandaskan Qishas, yaitu hukuman balasan. Contohnya, apabila
orang membunuh maka orang tersebut harus di hokum mati juga. Kemudian, di Islam juga di
kenakan macam-macam hukuman untuk hukuman ta’zir. Semisal hukuman mati, hukuman jilid,
dan lain-lain sesuai tingkat ringan maupun berat atas sesuatu kesalahan atau kejahatan.
Walaupun dalam kenyataannya, masih banyak umat islam yang belum tahu dan paham
tentang apa dan bagaimana hukum pidana islam itu, serta bagaimana ketentuan-ketentuan hukum
tersebut seharusnya disikapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka pada kesempatan
ini pemakalah akan mencoba menjelaskan tentanghadits-hadits yang berkaitan dengan
hukum ta’zir, berikut dengan pengertian, dasar hukum serta jarimah-jarimah yang meliputinya.
Di makalah ini pemakalah akan membahas jarimah ta’zir atau pengajaran dari definisi dan
batasan batasan jarimah ta’zir, asas legalitas jarimah ta’zir, ruang lingkup jarimah ta’zir dan
ketentuan hukuman jarimah ta’zir.
Rumusan Masalah
1. Jelaskan Definisi jarimah ta’zir ?
2. Jelaskan asas legalitas jarimah ta’zir ?
3. Bagaimana batasan dan ruang lingkup jarimah ta’zir ?
4. Bagaimana ketentuan hukuman ( u’qubah ) jarimah ta’zir ?
PEMBAHASAN
A. Pengertan Jarimah Ta’zir
Jarimah ta’zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir, pengertian ta’zir
menurut bahasa ialah ta’dib atau memberi pelajaran.dan menurut istilah,sebagaimana yang
dikemukakan oleh Iman Al Mawardi,pengertiannya sebagai berikut: “Ta’zir itu adalah hukuman
pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara’”.
Secara ringkas dapat di katakan bahwa hukuman ta’zir itu adalah hukuman yang belum
ditetapkan oleh syara’melainkan diserahkan kepada hakim, baik penentuan maupun
pelaksanaannya. Dalam menentukan hukuman tersebut, hakim hanya menetapkan secara global
saja. Artinya pembuat undang-undang tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing jarimah
ta’zir,melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman,dari yang seringan-ringannya sampai
seberat-seberatnya.1
1. Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas,artinya hukuman tersebut belum ditentukan
oleh syara’ dan ada batas minimal dan ada batas maksimal.
2. Penetapan hukuman tersebut adalah hak hakim.
Bisa dikatakan pula, bahwa ta’zir adalah suatu jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir
(selain had dan qishash diyat). Pelaksanaan hukuman ta’zir, baik yang jenis larangannya
ditentukan oleh nas atau tidak, baik perbuatan itu menyangkut hak Allah atau hak perorangan,
hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada hakim. Hukuman dalam jarimah ta’zir tidak
ditentukan ukurannya atau kadarnya, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi
diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa). Dengan demikian, syari’ah mendelegasikan
kepada hakim untuk menentukan benruk bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah.
1
Djazuli, H.A, Fiqh Jinayat Menanggulangi Kejahatan dalam Islam.( Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.2000)
hal.89.
Dasar hukum disyariatkan ta’zir terdapat dalam beberapa hadis Nabi SAW. Dan
tindakan sahabat. Hadis-hadis tersebut antara lain sebagai berikut:
َ ﱠ َﺟ ن ﱠ َأ ﻰ ﱠﻰ ِاﻟﻨﱠﺒ ُ ّ ﻠَﺻ ِ ﷲ َ ْﮫﯿَﻠَﻋ َ ﻠﱠ َﻢ َﺳو ِﻰ, ﻦَ ﻋ ِ ْﺰﮭَﺑ ٍ ْﻦاﺑ ْ ْﻢﯿِ َﻜﺣ ِ ﻦَ ﻋ ْ ْﮫﯿِﺑَأ ِﻮ ﻦَ ﻋ ﺪﱢھ
ْ ِ ﺲﺒَﺣ ِ ﻓ ﺔ) رواه اﺑﻮ داودو َ ْﻤ اﻟﺘﱡﮭ
ﺴﺎﺋ ّﻰ ﺮ ﻣﺬى ّاﻟﺘ ﺤﮫّ واﻟﻨ واﻟﺒﯿﮭﻘﻰ ( وﻏﺤ اﻟﺤﺎﻛﻢ. 2
Dari Bahz ibn hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi SAW menahan seseorang
karena disangka melakukan kejahatan. (Hadis diriwayatkan oleh Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i,
dan baihaqi, serta dishahihkan oleh Hakim)
Dasar hukum ta’zir adalah hukuan atas pelanggaran yang mana hukumannya tidak
ditetapkan dalam al-Qur’an dan Hadis, yang bentuknya sebagai hukuman ringan. Ta’zir
merupakan hukuman yang lebih ringan yang kesemuanya diserahkan kepada pertimbangan
hakim. Menurut Syafi’i yang dikutib oleh sudarsono menyatakan, bahwa hukuman ta’zir adalah
sebanyak 39 kali hukuman cambuk untuk orang yang merdeka, sedangkan untuk budak sebanyak
19 kali hukuman cambuk.3 Ta’zir dishari’atkan terhadap segala kemaksiatan yang tidak
dikenakan had dan tidak kaffarat. Serendah-rendah batas ta’zir dilihat kepada sebab-sebabnya
ta’zir, boleh dita’zirkan lebih dari serendah-rendahnya had, asalkan tidak sampai kepada setinggi
tingginya.
a. Nas (al-Qur’an dan hadis yang melarang perbuatan dan mengancamkan hukuman
terhadapnya, dan unsur ini biasanya disebut sebagai unsur formil ( rukun syara’ ).
b. Adanya tingkah laku yang membentuk jarimah , baik berupa perbuatan-perbuatan nyata
ataupun sikaptidak berbuat. Dan unsur ini biasanya disebut sebagai unsur materil.
c. Pelaku adalah orang mukallaf , yaitu orang yang dimintai pertanggung jawabannya atas
perbuatan jarimah tersebut. Dan unsur ini biasanya disebut unsur moril.4
2
Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Hadis-Hadis Hukum, Jus IX, (Pustaka Riski Putra, Semaran, 2001)., hal
202
3
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakrta: Rineka Cipta, 1992)., hal 584
4
Ahmad. Djazuli , Fiqh Jinayah, (Jakarta : PT. Grafindo Persada 1992)., hal 161
2. Macam-macam jarimah Ta’zir
Dapat dijelaskan bahwa dari hak yang dilanggar, jarimah ta’zair dapat dibagi kepada dua
bagian, yaitu
Dari segi sifatnya, jarimah ta’zir dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu
Di samping itu, dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), ta’zir juga dapat di bagi menjadi
kepada tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1) Jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qishas, tetapi syarat-syaratnya
tidak dipenuhi, atau ada syubhat, seperti pencurian yang tidak mencapai nishab, atau oleh
keluaraga sendiri.
2) Jarimah ta’zir yang jenisnya disebutkna dalam nas syara’ tetapi hukumannya belum
ditetapkan, sepeti riba, suap,dan mengurangi takaran dan timbangan.
3) Jarimah ta’zir yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan oleh syara’.
Jenis ketiga ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri, seperti pelanggaran disiplin pegawai
pemerintah.
Abdul aziz amir membagi secara rinci kepada beberapa bagian, yaitu
c) Jarimah ta’zir yang berkaitna dengan kejahatan kehormatan dan kerusakan akhlak;
Penecualian dalam tanggung jawab hukuman, Ali bin Abi thalib berkata kepada Umar bin
Khattab : “apakah engkau tahu bahwa tidaklah di catat perbuatan baik atau buruk, dan tidak pula
dituntut tanggung jawab atas apa yang dilakukan, karena hal berikut:
Berdasarkan riwayat diatas, kita dapat mengetahui tanggung jawab hukum atau tidak
pidana dalam syariat.Tanggung jawab atau tindak pidana yang dilakukan dibenarkan kepada
pelaku kejahatan itu sendiri. Ayah, Ibu, saudara atau kerabatnya yang laintak dapat mengambil
alih/menjalankan hukuman karena kejahatan yang dilakukan sebagaimana yang telah terjadi pada
masa jahiliyah, sebelum islam. Al-Qur’anul karim menjelaskan bahwa tak seorangpun yang akan
memikul beban orang lain. Tanggung jawab bersama itu hanya akan dipikul oleh keluarga
tersebut dalam hal pembayaran hutang darah (Diyat) atau kerusakan karena suatu kejahatan.
Dalam hal ini, si pelaku, demikian pula kerabatnya dari pihak ayah, secara bersama akan
bertanggung jawab untuk membayar “Diyat” (hutang darah) atau kerusakan fisik yang
diakibatkan oleh kejahatannya.6
5
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidan Islam, (Jakarta: Sinar grafika, 2005), hlm 255-156
6
Abdur rahman, tindak pidana dalam syariat islam, (Jakarta): Rineka cipta, 1992), hlm 16
Hukuman ta’zir adalah jumlahnya sangat banyak, karena mencakup semua perbuatan maksiat
yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’ dan diserahkan kepada ulil amri utnuk
mengaturnya dari hukuman yang paling ringan sampai yang paling berat. Dalam penyelesaian
perkara yang termasuk jarimah ta’zir, hakim diberi wewenang untuk memilih diantara kedua
hukuman tersebut,mana yang sesuai dengan jarimah yang dilakukan oleh palaku.
Dalam ta’zir, hukuman itu tidak ditetapkan dengan ketentuan (dari Allah dan rasulnya), dan
Qodhi diperkenankan untuk mempertimbangkan baik bentuk hukuman yang akan dikenakan
kadarnya.7
Melukai atau penganiayaan bisa sengaja, semi sengaja, dan kesalahan. Dalam hal ini para
ulama membaginya menjadi lima macam, yaitu:
2. Idzhab ma’a al-athraf, yaitu menghilangkan fungsi anggota badan (anggota badan tetap ada
tapi tidak bisa berfungsi), misalnya membuat korban tuli, buta, bisu, dan sebagainya.
4. Al-jarh, yaitu pelukaan terhadap selain wajah dan kepala termasuk di dalamnya yang tidak
masuk ke dalam perut atau rongga dada dan yang masuk ke dalam perut atau anggota dada.
5. Pelukaan yang tidak termasuk ke dalam salah satu dari empat jenis pelukaan di atas.
a. Hukuman mati
7
Abdur rahman, tindak pidana dalam syariat islam, (Jakarta): Rineka cipta, 1992), hlm 14
dengan hukuman mati apabila jarimah tersebut dilakukan berulang-ulang. Contohnya pencurian
yang berulang-ulang dan menghina nabi beberapa kali yang dilakukan oleh kafir dzimmi,
meskipun setelah itu ia masuk islam.
Alat yang digunakan untuk hukuman jilid ini adalah cambuk yang pertengahan (sedang,
tidak terlalu besar dan tidak terlalau kecil) atau tongkat. Pendapat ini juga dikemukakan oleh
imam Ibn Taimiyah, dengan alas an karena sebaik-baiknya perkara adlah pertengahan.
Apabila orang yang dihukum ta’zir itu laki-laki maka baju yang menghalanginya
sampainya cambuk ke kulit harus dibuka. Akan tetapi, apabila orang terhukum itu seorang
perempuan maka bajunya tidak boleh dibuka, karena jika demikian akan ternukalah auratnya.8
a) Hukuman penjara
Maksud hukuman penjara disini bukanlah menahan pelaku di tempat yang sempit,
melainkan menahan sseorang yang mencegahnya agar ia tidak melakukan perbuatan hukum, baik
penahanan tersebut di dalam rumah, atau masjid, maupun ditempat lainnya. Penahan itulah yang
dilakukan pada masa nabi dan Abu bakar. Artinya, pada masa Nabi dan Abu bakar tidak ada
tempat yang khusus disediakan untuk menahan seseorang pelaku.9
b) Hukuman pengasingan
Hukuman pengasingan termasuk hukuman had yang diterapkan untuk pelaku tindak
pidana hirabah (perampokan) berdasarkan Qs. Al- Maidah ayat 33 :
إنما جزاء الذين يحاربون هللا ورسوله ويسعون في األرض فسادا أن يقتلوا أو يصلبوا أو تقطع أيديهم
وأرجلهم من خالف أو ينفوا من األرض ذلك لهم خزي في الدنيا ولهم في اآلخرة عذاب عظيم
Yang artinya :
“sesungguhnya pembalsan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasulnya dan
membuat kerusakan di mka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau di potong tangan
8
Ahmad wardi muslich, Hukum Pidan Islam, (Jakarta: Sinar grafika, 2005), hlm 260
9
Ibid
dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya) (QS.
Al-Maidah:33)10
a. Status hukumannya
Para ulama berpendapat tentang dibolehkannya hukuman ta’zir dengan cara mengambil
harta. Pendapat ini di bolehkan apabila dipandang membawa maslahat. Pengambilan harta ini
bukan semata untuk diri hakim atau untuk kas umum (Negara), melainkan hanya menahannya
untuk sementara waktu. Adapun apabila pelaku tidak bias di harapkan untuk bertobat maka
hakim dapat men-tasarufkan harya tersebut untuk kepentingan yang mengandung maslahat.
Selain hukuman-hukuman yang telah di sebutukan di atas, terdapat hukuman ta’zir yang
lain hukuman tersebut adalah sebagai berikut:
1. Peringatan keras
4. Celaan
5. Pengucilan
6. Pemecatan
PENUTUP
10
Ahmad wardi muslich, Hukum Pidan Islam, (Jakarta: Sinar grafika, 2005), hlm 264
11
Ahmad wardi muslich, Hukum Pidan Islam, (Jakarta: Sinar grafika, 2005), hlm 264-268
Kesimpulan
Jarimah ta’zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir.Pengertian ta’zir
secara bahasa adalah memberi pengajaran. Sedangkan pengertian jarimah ta’zir adalah tindakan
yang berupa edukatif (pengajaran) terhadap pelaku perbuatan dosa yang tindkannya tidak ada
sanksi had dan kifaratnya. Atau dengan kata lain, ta’zir adalah hukuman yang bersifat edukatif
yang ditentukan oleh hakim, terhadap pelaku tindak pidana atau pelaku perbuatan maksiat yang
hukumannya belum ditentukan oleh syari’at.
Mengenai macam-macam hukuman yang ada pada jarimah ta’zir adalah mulai dari
memberi nasehat, peringatan, hukuman cambuk, penjara, dan lain-lain, bahkan sampai hukuman
mati, jika jarimah uang dilakukan benar-benar sangat membahayakan, baik yang diraskan oleh
dirinya maupun masyarakat oleh karena itu hakim boleh memilih hukuman mulai yang paling
ringan smapai yang paling berat. Pemberian berat hukuman tersebut tentunya disesuaikan dengan
jenis perbuata atau tindak pidana yang dilakukan baik mengenai kriteria maupun factor-faktor
penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli, H.A, Fiqh Jinayat Menanggulangi Kejahatan dalam Islam.. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.2000
Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Hadis-Hadis Hukum, Jus IX,. Semarag, Pustaka Riski Putra,
2001