Oleh :
NUR HALISA
NIM. 2220400027
SAMSUDIN
NIM. 2220400028
Dosen Pengampu:
Dr. H. Moh. Mahrus, M.H.I.
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
inayah, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan segala kemampuan kami yang ada. Makalah ini ditulis dengan kalimat yang
Dalam makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan, untuk itu dengan senang hati kami mengharapkan kritik dan saran yang
Dengan harapan agar makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua terutama
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sangat lama dan sudah dikenal oleh masyarakat sejak dahulu. Dalam hal ini
tidak lain karena Allah, yang telah menciptakan manusia dengan tujuan untuk
masyarakat Islam. Salah satu contoh wakaf yang paling awal adalah masjid
Quba’ di Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad Saw, dimana praktik
wakaf kemudian diikuti oleh para sahabat nabi dan para khalifah.
harta benda yang diwakafkan agar tidak diwariskan, digunakan dalam bentuk
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
‘alaih
2
BAB II
PEMBAHASAN
berupa jenis harta benda yang bersifat tahan lama dan dapat dimanfaatkan
dalam waktu jangka panjang. Peruntukkan harta benda yang akan diwakafkan
benda yang akan diwakafkan, maka penerima manfaat atau yang disebut
yang sesuai dan diperbolehkan oleh hukum Islam. Karena tujuan wakaf pada
dasarnya adalah amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka mauquf
‘alaih harus bersumber dari pihak kebajikan. Para ulama fiqih sepakat
berpendapat bahwa infaq kepada kebajikan itulah yang membuat wakaf sebagai
hadiah yang mendekatkan diri kepada Tuhan. Namun di kalangan ulama fiqih
1
Mohammad Shohibuddin, Pejuang Keadilan Agraria, (Yogyakarta: Insistpress, 2019), 318.
2
Dalam Kompilasi Hukum Islam sebagaimana Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf
sebagaimana dalam Pasal 1 Ayat 5 pengertian mauquf ‘alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk
memperoleh manfaat dari peruntukkan hata benda wakaf sesuai pernyataan kehendak wakif yang
dituangkan dalam akta ikrar wakaf.
3
terdapat perbedaan mengenai jenis ibadat di sini, apakah ibadat menurut
keyakinan wakif atau keduanya, yaitu pandangan Islam dan keyakinan wakif.3
ibadah dari sudung pandang Islam dan menurut keyakinan wakif. Jika
a. Sah wakaf orang Islam berlaku kepada semua syi’ar-syiar Islam dan
tidak sah.
sudut pandang wakif. Wakaf muslim sah berlaku kepada semua syi’ar
3
Maskur dan Soleh Gunawan, “Unsur dan Syarat Wakaf dalam Kajian Para Ulama dan
Undang-Undang di Indonesia”, Tazkiya: Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan, Vol. 19,
No. 2, (2018), 89.
4
Islam dan badan-badan sosial umum, dan tidak sah wakaf non muslim
wakif. Oleh karena itu, sah wakaf muslim dan non muslim kepada
kebajikan dalam Islam seperti masjid. Dan tidak sah wakaf muslim dan
Islam seperti gereja. Secara khusus ahli fiqih dari mazhab syafi’i
4
Maskur dan Soleh Gunawan, “Unsur dan Syarat Wakaf dalam Kajian, ..., 90.
5
b. Wakaf kepada orang yang tidak tertentu
bahwa untuk mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda hanya dapat
diperuntukkan bagi:
beasiswa
diberi harta wakaf, maka dalam hal ini ada dibagi menjadi dua macam, yaitu:
5
Sarpini, “Telaah Mauquf ‘Alaih dalam Hukum Perwakafan”, Ziswaf: Jurnal Zakat dan Wakaf,
Vol. 6, No. 1, (2019), 24-28.
6
Maskur dan Soleh Gunawan, “Unsur dan Syarat Wakaf dalam Kajian, ..., 90.
6
1. Wakaf ahli (dzurri)
Indonesia tidak memisahkan perjanjian wakaf ahli dan khairi dan tidak
wakaf ahli yang terdapat dalam Pasal 30 PP Nomor 42 Tahun 2006 yang
wakaf kepada sebagian orang atas dasar keturunan (nasab) atau kriteria
lainnya. Di satu sisi wakaf ahli ini sangat baik, karena wakif akan
mendapat dua kebaikan, yaitu manfaat dari amal ibadah wakafnya, serta
Namun disisi, lain wakaf ahli justru sering menimbulkan masalah, jika
7
Muhammad Maksum, Hukum Perwakafan Kontemporer Perspektif Hukum Islam dan Positif,
(Serang: A-Empat, 2017), 26.
7
jka keturunan wakif yang akan menjadi tujuan wakaf tersebut
wakaf.
mendapat manfaat dari harta benda wakaf agar harta wakaf tetap bisa
dimanfaatkan dengan baik dan memiliki status hukum yang jelas, maka
sebaiknya dalam ikrar wakaf ahli ini disebutkan bahwa wakaf tersebut
wakaf tersebut tidak ada, maka wakaf dapat diberikan secara langsung
kepada fakir miskin. Namun, jika untuk kasus anak cucu yang
hal tersebut menjadikan wakaf ahli untuk saat ini dianggap kurang
sudah ditiadakan.8
2. Wakaf khairi
8
Supani, Pembaharuan Hukum Wakaf di Indonesia, (Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu, 2019),
63.
8
tertentu. Kemudian diberikan kepada orang atau beberapa orang
sakit atau sekolah. Dengan kata lain, wakaf khairi adalah wakaf yang
sekolah, rumah sakit, panti asuhan, dan lain sebagainya. Dalam tinjauan
manfaat dari harta benda yang diwakafkan, seperti wakaf masjid maka
keluarganya.
praktik wakaf yang dilakukan oleh Umar bin Khattab yang mewakafkan
9
Agus Purnomo, Luthfi Hakim, “Implementasi Wakaf Produktif dalam Perspektif Ekonomi
Syariah”, Nuansa: Jurnal Penelitian Ilmu Sosial dan Keagamaan, Vol. 16, No. 2, (2019), 106.
9
tanahnya di Khaibar setelah mendapat petunjuk dari Rasulullah. Umar
Jawa Tengah.10
Dalam hal distribusi wakaf, aturan syariah tidak begitu jelas dan tegas.
Hal ini tentu berbeda dengan zakat yang menegaskan distribusi zakat untuk
ashnaf yang jelas. Yang dimaksud dengan mauquf ’alaih adalah tujuan wakaf.
syariat Islam. Syarat-syarat mauquf ’alaih adalah qurbat atau pendekatan diri
kepada Allah. Oleh karena itu yang menjadi objek atau tujuan wakaf (mauquf
’alaih)nya harus objek kebajikan yang termasuk dalam bidang qurbat kepada
Allah. Mauquf ’alaih tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, hal ini
sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dari ibadah.11
10
Ahmad Mujahidin, Wakaf di Indonesia dan Proses Penanganan Sengketanya, (Jakarta:
Kencana, 2021), 77-78.
11
al-Kabisi dan Muhammad Abid Abdullah, Hukum Wakaf, terj.Ahrul Sani Faturrahman dan
Kuwais, (Jakarta: Mandiri Cahaya Persada, 2004), 111.
10
Mauquf ’alaih harus merupakan hal-hal yang termasuk dalam kategori
dibolehkan atau mubah meurut nilai Islam. Selain tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai ibadah, mauquf ’alaih harus jelas untuk kepentingan umum.
dipergunakan dan murni hak milik wakif. Harta wakaf dapat berupa benda tetap
nilai-nilai ibadah, hal ini sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu
mereka mauquf ’alaihi dibagi menjadi mu’ayyan dan ghair muayyan. Al-
Mu’ayyan dapat berupa satu orang, dua orang, ataupun sekumpulan orang
(jamak). Sedangkan ghair al-mu’ayyan atau jihat al-waqf adalah kaum fuqara,
jenazah.13
12
Anshori dan Abdul Ghafur, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta: Pilar
Media, 2008), 120.
13
Basyir dan Ahmad Azhar, Hukum Islam Tentang Wakaf, (Bandung: Al Ma‟arif, 1987), h.187.
11
Berkenaan dengan al-mu’ayyan, para fuqaha bersepakat bahwa
belum ada), almajhul (yang belum dikenal), dan untuk diri sendiri.14
menambahkan bahwa akhir dari wakaf ahli hendaknya berupa sasaran yang
1. Sasaran itu berupa salah satu bentuk kebajikan (al-birr) seperti subsidi
14
Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan Dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010), 211.
15
Siah Khosyi‟ah, Wakaf dan Hibah Perspektif Ulama Fiqh Dan Perkembangannya di
Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 189.
12
3. Tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.
6. Pihak yang diberi wakaf cakap hukum untuk memiliki dan menguasai harta
hanya dapat diperuntukan bagi sarana dan kegiatan ibadah; sarana dan kegiatan
pendidikan serta kesehatan; bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim
peraturan perundang-undangan.16
kebajikan yang lebih cocok dan diperlukan sesuai dengan keadaan masyarakat,
tingkat ekonomi, dan kontruksi sosialnya. Dengan hal ini diharapkan dan
16
Mundzif Qahaf , Manajemen Wakaf Produktif, (Jakarta: Khalifa, 2008), 256.
13
mengundang manusia mewakafkan harta untuk tujuan-tujuan yang paling
banyak manfaatnya.17
Imamiyah, Syafi‟i, dan Hambali, wakaf tersebut tidak sah, namun menurut
Maliki sah. Dalam kitab Syarah az-Zarqani Ala Abi Dhiya, jilid VII,
dikatakan, “Wakaf untuk orang yang akan dilahirkan adalah sah, dan ia
berlaku sejak anak tersebut dilahirkan. Akan tetapi, bila tidak ada harapan
Para ulama mazhab sepakat terhadap orang yang belum ada tetapi
merupakan kelanjutan dari orang yang sudah ada adalah sah, misalnya
Imamiyah, Syafi‟i, dan Hambali, tidak sah sebab dia belum memiliki
17
al-Kabisi dan Muhammad Abid Abdullah, Hukum Wakaf…, 121.
18
Anshori dan Abdul Ghafur, Hukum dan Praktik…, 145.
14
kelayakan untuk memiliki, kecuali sesudah dilahirkan dalam keadaan
hidup.19
tidak dapat, dengan alasan bahwa hamba sahaya adalah person yang tidak
berhak memiliki harta. Lain halnya apabila seorang hamba menerima wakaf
untuk hamba sahaya tuan A, maka wakafnya sah. Dan apabila pada suatu
milik tuannya. Persoalan ini lebih meruncing apabila hamba sahaya tersebut
hamba adalah person yang tidak berhak memiliki harta. Namun demikian,
19
Basyir dan Ahmad Azhar, Hukum Islam…, 202.
20
Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan…, 298.
15
3. Apakah seseorang boleh mewakafkan harta untuk dirinya sendiri.
(‘ala nafsih) tidaklah sah meskipun diikuti dengan selain ahli waris, seperti
ungkapan “aku wakafkan harta ini untuk diriku dan untuk fulan”. Dalam
hal ini wakaf untuk diri sendiri menjadi batal, demikian pula untuk orang
lain yang bersamanya kecuali jika harta itu dikuasai oleh orang tersebut.
Atau dapat (dikatakan) juga wakaf bagi diri sendiri menjadi batal,
sedangkan untuk yang lain tetap sah, baik wakaf untuk diri sendiri itu
lain.21
Wakaf untuk diri sendiri juga batal, dikarenakan siapa yang mewakafkan
sesuatu secara sah, maka manfaat hartanya menjadi milik mauquf ‘alaih dan
sebaliknya akan hilang dari diri wakif kepemilikan terhadap harta dan
21
Siah Khosyi‟ah, Wakaf dan Hibah…, 227.
16
manfaatnya. Tidak sah baginya untuk mengambil manfaat dari harta itu,
maupun manfaat, dan keduanya tidak sah dalam hal ini. Padahal tidak
dirinya sendiri, seperti halnya menjual sesuatu untuk diri sendiri. Hanya
saja, bagi diri wakif diperbolehkan untuk mengambil manfaat dari mauquf,
jika ia mewakafkan untuk orang lain seperti masjid, dalam beberapa hal:22
makan secara ma’ruf dan tidak munkar, dan disebabkan bahwa Umar
22
Mundzif Qahaf , Manajemen Wakaf…, 270-271.
17
c) Wakif mensyaratkan untuk memberi makan keluarganya, maka wakaf
dan syarat tersebut dibenarkan karena Nabi SAW mensyaratkan hal itu
sendiri, maka diperbolehkan baginya untuk makan dari harta wakaf itu,
sedekahnya.
Hanifah, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf, dan Ahmad membolehkan wakaf
untuk diri sendiri berdasarkan petunjuk Nabi kepada orang yang bertanya
dirimu sendiri”.23
Apabila yang dimaksud adalah untuk binatang hukumnya tidak sah karena
23
al-Kabisi dan Muhammad Abid Abdullah, Hukum Wakaf… 223.
18
dimaksud adalah mewakafkan kepada pemiliknya, bukan kepada
binatangnya.24
24
Anshori dan Abdul Ghafur, Hukum dan Praktik…, 243.
25
Basyir dan Ahmad Azhar, Hukum Islam…, 190.
26
Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan…, 311.
19
Namun demikian para ulama membolehkan wasiat untuk
memelihara kuburan para Nabi, para Wali, dan Ulama serta orang-orang
yang mengkhususkan orang kaya tanpa orang miskin karena hal itu
27
Siah Khosyi‟ah, Wakaf dan Hibah…, 276.
20
wakaf untuk sasaran yang tidak tampak sebagai qurbah dengan
wakaf seorang muslim atau dzimmi untuk gereja atau seorang kafir harbi
tidaklah sah disebabkan hal tersebut tidak dapat disebut sebagai qurbah.
Wakaf untuk dzimmi dikarenakan wakaf tidak merupakan qurbah bagi diri
kita dan dirinya secara bersamaan. Sedangkan wakaf bagi harbi, dikarenakan
seorang muslim untuk dzimmi meskipun ia bukan ahl kitab adalah sah, dan
mereka berdua rawan (‘urdat) untuk dibunuh sehingga tidak ada (jaminan)
Tidak ada wakaf bagi seseorang yang tidak memiliki kelanggengan apalagi
28
Mundzif Qahaf , Manajemen Wakaf…, 286.
29
al-Kabisi dan Muhammad Abid Abdullah, Hukum Wakaf…, 215.
21
dengan kekufurannya. Wakaf bagi murtad dan harbi merupakan jihat
ma‟siyat. Sedangkan wakaf dari seorang muslim atau dzimmi bagi dzimmi
Syafi‟iyyah. Wakaf untuk murtad dan harbi tidak sah, dikarenakan harta
mereka pada asalnya adalah mubah, boleh diambil dengan penaklukan atau
diriwayatkan bahwa Shafiyyah bin Huyyi istri Nabi Sallahu „alai wasallam
30
Anshori dan Abdul Ghafur, Hukum dan Praktik…, 170.
31
Basyir dan Ahmad Azhar, Hukum Islam…, 157.
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
kepentingan secara kelompok tertentu. Sejalan dengan jenis harta benda yang
akan diwakafkan, maka penerima manfaat atau yang disebut dengan mauquf
‘alaih.
diberi harta wakaf, maka dalam hal ini ada dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Wakaf ahli (dzurri) adalah wakaf yang pada awalnya ditujukan kepada
diberikan kepada orang atau beberapa orang tertentu, seperti seseorang yang
Allah. Oleh karena itu yang menjadi objek atau tujuan wakaf (mauquf
’alaih)nya harus objek kebajikan yang termasuk dalam bidang qurbat kepada
23
Allah. Mauquf ’alaih tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, hal ini
sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dari ibadah.
dipergunakan dan murni hak milik wakif. Harta wakaf dapat berupa benda tetap
nilai-nilai ibadah, hal ini sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu
upaya untuk menentukan sasaran dan peruntukan wakaf sangat terbuka. Acuan
bahwa sasaran tersebut haruslah berupa qurbah atau merupakan bentuk al-birr
dalam menentukan pilihan. Artinya peruntukan wakaf dimulai dari yang lebih
dalam distribusi hasil wakaf. Dengan mencermati hal tersebut semoga tujuan
utama wakaf serta kepentingan wakif dalam mewakafkan hartanya dapat terjaga
dan terealisasi.
24
DAFTAR PUSTAKA
al-Kabisi dan Muhammad Abid Abdullah, Hukum Wakaf, terj.Ahrul Sani Faturrahman
dan Kuwais. Jakarta: Mandiri Cahaya Persada, 2004.
Anshori dan Abdul Ghafur. Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia. Yogyakarta:
Pilar Media, 2008.
Basyir dan Ahmad Azhar. Hukum Islam Tentang WakafBandung: Al Ma‟arif, 1987.
Khosyi’ah, Siah. Wakaf dan Hibah Perspektif Ulama Fiqh Dan Perkembangannya di
Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Maskur dan Soleh Gunawan. “Unsur dan Syarat Wakaf dalam Kajian Para Ulama dan
Undang-Undang di Indonesia”, Tazkiya: Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan
& Kebudayaan, Vol. 19, No. 2, (2018).
Purnomo, Agus dan Luthfi Hakim. “Implementasi Wakaf Produktif dalam Perspektif
Ekonomi Syariah”, Nuansa: Jurnal Penelitian Ilmu Sosial dan Keagamaan,
Vol. 16, No. 2, (2019).
Sarpini. “Telaah Mauquf ‘Alaih dalam Hukum Perwakafan”, Ziswaf: Jurnal Zakat dan
Wakaf, Vol. 6, No. 1, (2019).
25