Anda di halaman 1dari 41

TUGAS MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

MAWARIS DALAM ISLAM

Oleh:
THARA YUNITA ASRY
173110189

UNIVERSITAS TULANG BAWANG LAMPUNG


2017/2018
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3


2.1 Pengertian Waris....................................................................................................... 3
2.2 Istilah-istilah dalam Mawaris ................................................................................... 3
2.3 Dasar dan Sumber Hukum Kewarisan dalam Islam ................................................. 5
2.4 Ketentuan Waris ....................................................................................................... 8
2.4.1 Ketentuan Waris Menurut KUHPerdata ....................................................... 8
2.4.2 Ketentuan Waris Menurut Hukum Islam...................................................... 9
2.4.3 Warisan Menurut Hukum Adat .................................................................... 15
2.5 Syarat dan Rukun Waris ........................................................................................... 19
2.6 Golongan Ahli Waris ................................................................................................ 20
2.7 Beberapa Hak yang Bersangkutan dengan Harta Waris ........................................... 22
2.8 Ketentuan Perolehan Harta Waris ............................................................................ 23
2.9 Sebab-sebab Tidak Mendapatkan Harta Waris ........................................................ 26
2.10 Hijab ...................................................................................................................... 27
2.10.1 Kaedah Hijab ............................................................................................. 28
2.11 Pengecualian ......................................................................................................... 28
2.12 Perhitungan Waris ................................................................................................. 29
2.13 Korelasi Hibah,Wasiat dan Waqaf ........................................................................ 31
2.14 Waris, Hibah dan Wasiat....................................................................................... 32

ii
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 35
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 35
3.2 Saran ......................................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 37

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Allah telah menetapkan aturan main bagi kehidupan manusia di atas dunia ini.
Aturan ini dituangkan dalam bentuk titah atau kehendak Allah tentang perbuatan
yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia. Aturan Allah tentang tingkah
laku manusia secara sederhana adalah syariah atau hukum syara’ yang sekarang
ini disebut hukum islam

Hukum islam melingkupi seluruh segi kehidupan manusia di dunia, baik untuk
mewujutkan kebahagiaan di atas dunia maupun di akhirat. Di antara aturan yang
mengatur yang mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan Allah
adalah aturan tentang harta warisan, yaitu harta dan pemilikan yang timbul
sebagai akibat dari suatu kematian. Harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang
meninggal dunia memerlukan pengaturan tentang siapa yang berhak
menerimanya, berapa jumlahnya, dan bagaimana cara mendapatkannya.1

Untuk apa kita mempelajari hukum waris? Bukankah sudah ada kiyai dan para
ulama yang bisa menangani urusan waris? Bukankah biasanya membagi waris
menjadi tugas dan wewenang Kantor Urusan Agama (KUA)?. Barangkali
pertanyaan seperti itu muncul di benak kita ketika pertama kali melihat buku
ini.Pertanyaan seperti itu mungkin ada benarnya. Sebab biasanya urusan
pembagian waris memang menjadi urusan para kiyai dan ulama, setidaknya
menjadi 'job' pak KUA. Jadi buat apa kita yang tidak punya urusan ini pakai sok
belajar ilmu waris?. Pada bab pertama ini kita akan mempelajari kenapa kita
yang awam ini perlu dan harus belajar ilmu waris.

1
Muhibbin, Moh.Drs. H. S.H., M.Hum dan Drs. H. Abdul wahid S.H., M.A, Hukum Kewarisan Islam
(Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm :1-4
Ada beberapa sebab dan alasan yang melatarbelakangi hal itu. Antara lain :
1. Ilmu Waris Akan Dicabut
2. Perintah Khusus Dari Nabi SAW
3. Sejajar Dengan Belajar Al-Quran
4. Menghindari Perpecahan Keluarga
5. Ancaman Akhirat

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diperoleh rumusan masalah


sebagai berikut :
1. Pengertian waris dan dasar hukum dalam islam
2. Ketentuan waris
 Apa saja syarat dan rukun waris
3. Ahli waris
 Sebutkan golongan ahli waris
 Jelaskan mengenai bagian-bagian ahli waris
4. Sebutkan hak-hak yang bersangkutan dengan harta waris
5. Apa sajakah Sebab-sebab tidak mendapatkan harta waris
6. Apa yang di maksud dengan ‘Aulu
7. Hal-hal apa saja yang menghalangi waris
8. Perhitungan waris
9. Korelasi antara Hibah, Wasiatdan Waqaf

1.3 Tujuan

1. Untuk melaksanakan pembagian harta warisan kepada ahli waris yang


berhak menerimanya sesuai ketentuan syara.

2. Untuk mengetahui secara jelas siapa yang berhak menerima, berapa


bagian masing-masing dan siapa yang tidak berhak

3. Untuk menentukan pembagian harta warisan secara adil dan benar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Waris

Pengertian waris menurut bahasa ini tidak terbatas hanya pada hal-hal yang
berkaitan dengan harta, akan tetapi mencakup harta benda dan non harta
benda.Sedangkan secara terminologi hukum, kewarisan dapat diartikan sebagai
hukum yang mengatur tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan ahli
waris, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari peninggalan untuk setiap ahli
waris yang berhak menerimanya.

Adapun dalam istilah umum, waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang
yang meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup. Seperti yang
disampaikan oleh Wiryono Projodikoro, definisi waris adalah soal apakah dan
bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan
seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih
hidup.Dengan demikian secara garis besar definisi warisan yaitu perpindahan
berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang yang meninggal dunia
kepada orang lain yang masih hidup dengan memenuhi syarat dan rukun dalam
mewarisi.

2.2 Istilah-istilah dalam Mawaris

Selain kata waris tersebut, kita juga menemukan istilah lain yang berhubungan
dengan warisan, diantaranya adalah:
1. WARIS, adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak
menerima warisan.
2. MUWARIS, adalah orang yang diwarisi harta bendanya (orang
yang meninggal) baik secara haqiqy maupun hukmy karena
adanya penetapan pengadilan.

3
3. Al-IRSI, adalah harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli
waris yang berhak setelah diambil untuk pemeliharaan jenazah,
melunasi hutang dan menunaikan wasiat.
4. WARASAH, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli
waris.
5. TIRKAH, yaitu seluruh harta peninggalan orang yang meninggal
dunia sebelum diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi
hutang, menunaikan wasiat.
6. KALALAH, adalah ahli waris bukan orang tua atau anak tetapi
terdiri dari saudara Perempuan atau Laki-laki sekandung, seayah
atauseibu.
7. GHARRAWAIN, atau Umariyatain atau disebut Gharibatain
adalah masalah yang terdiri dari Suami atau Istri, Ibu dan Ayah.
8. MUSYTARAKAH, adalah setiap masalah yang ahli warisnya
terdiri dari Suami, Ibu, dua saudara seibu atau lebih dan seorang
saudara Laki-laki sekandung atau lebih.
9. AR-RADD (Penambahan Saham), adalah jumlah saham para ahli
waris lebih kecil daripada asal masalah, harus diselesaikan
pembagiannya dengan Radd, sehingga tidak tersisa (kelebihan
harta warisan). Rukunnya: Adanya ashabul furudh, Adanya
kelebihan harta waris, dan Tidak adanya ahli waris ashobah.
(Suami/Istri tidak mendapatkan Radd)
10. Al-’AUL (Penambahan Asal Masalah), tambahan dalam asal
masalah (jumlah harta waris), karena tidak mencukupi bahagian
jumlah saham yang ada. Pokok masalah yang mengalami aul.2

Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)


adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli
waris dan berapa bagiannya (Pasal 171 huruf a KHI).

2
Umar Basyir, Warisan Belajar Mudah Hukum Waris Sesuai Syariat Islam, Rumah Dzikir, Surakarta,
2006; hlm 5-6.

4
2.3 Dasar dan Sumber Hukum Kewarisan dalam Islam

Dasar dan sumber hukum utama dari hukum Islam, sebagai hukum agama(Islam)
adalah nash atau teks yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi.

Ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang secara langsung mengatur kewarisan
adalah :

 Ayat-ayat Al-Qur’an

a) Ayat waris untuk anak

“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)


anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja,
maka ia memperoleh separuh harta. (QS. An-Nisa' : 11)”

b) Ayat waris untuk orang tua


“Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa
saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat
atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang
lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan
dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. (QS. An-Nisa' : 11)”

5
c) Ayat waris buat suami dan istri
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak.
Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat
seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi
wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya.
Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan
jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak,
maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar utang-utangmu. (QS. An-Nisa' : 12)”

d) Ayat waris Kalalah


Kalalah adalah seorang wafat tanpa meninggalkan ayah dan anak,
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki atau perempuan.

“Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang


tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau
seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-
masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi
jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka
mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya
dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-
benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun (QS. An-Nisa' : 12)”

e) Ayat waris Kalalah

Kalalah lainnya adalah seorang meninggal dunia, dan ia tidak


mempunyai anak dan saudara perempuan.

6
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).
Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah
(yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka
bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta
yang ditinggalkannya. (QS. An-Nisa' : 176)”

“Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya


lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di
dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu. (QS. Al-Anfal : 75)3”

 Al-Hadis
Hadits Nabi Muhammad SAW. Yang secara langsung mengatur kewarisan
adalah :
a) Hadits Nabi dari Ibnu Abbas menurut riwayat ayat al-Bukhari
:“Berikanlah Faraid(bagian-bagian yang ditentukan) itu kepada
yang berhak dan selebihnya berikanlah untuk laki-laki dari
keturunan laki-laki yang terdekat.”4
b) Hadits Nabi dari ‘Umran bin Husein menurut riwayat
Ahmad“Dari’ Umran bin Husein bahwa seseorang laki-laki
mendatangi Nabi sambil berkata “bahwa anak laki-laki saya
meninggal dunia, apa yang saya dapat dari harta warisannya.
“Nabi berkata :’kamu dapat seperenam”.
c) Hadits Nabi dari Usamah bin Zaid menurut riwayat al-Bukhariy,
Muslim, Abu Dawud,al-Tirmizi dan Ibnu Majah.
“Dari Usman bin Zaid (Semoga Allah meridhoinya)bahwa Nabi
SAW bersabda :”Seorang muslim tidak mewarisi non-muslim dan
non-muslim tidak mewarisi seorang muslim”.”

3
Prof.Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta 2004 Prenada Media, hlm 7-11
4
al-Bukhariy, Shahih al-Bukhariy IV,(Cairo, Daar wa Mathaba’ al-Sya’biy) hlm 181

7
d) Hadist Nabi dari Abu Hurairah menurut riwayat al-Bukhariy dan
Muslim.
“Dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad SAW. Yang berkata
:“saya adalah lebih utama bagi seseorang muslim dari diri mereka
sendiri. Siapa-siapa yang meninggal dan mempunyai hutang dan
tidak meninggalkan harta untuk membayarnya, maka sayalah yang
akan melunasinya. Barangsiapa yang meninggalkan harta, maka
harta itu untuk ahli warisnya”.”5

2.4 Ketentuan Waris

2.4.1 Ketentuan Waris Menurut KUHPerdata

Dalam penerapan hukum waris, apabila seorang pewaris yang beragama selain
Islam meninggal dunia, maka yang digunakan adalah sistem pewarisan
berdasarkan Hukum Waris sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(“KUHPerdata”).

Menurut KUHPerdata, prinsip dari pewarisan adalah :

1. Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila
terjadinya suatu kematian. (Pasal 830 KUHPerdata);

2. Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk
suami atau isteri dari pewaris. (Pasal 832 KUHPerdata), dengan
ketentuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris
meninggal dunia. Artinya, kalau mereka sudah bercerai pada saat pewaris
meninggal dunia, maka suami/isteri tersebut bukan merupakan ahli waris
dari pewaris.

5
Al-Bukhariy,op cit hlm 94

8
Berdasarkan prinsip tersebut, maka yang berhak mewaris hanyalah orang-orang
yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Baik itu berupa keturunan
langsung maupun orang tua, saudara, nenek/kakek atau keturunannya dari
saudara-saudaranya. Sehingga, apabila dimasukkan dalam kategori, maka yang
berhak mewaris ada empat golongan besar, yaitu:
1. Golongan I: suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya
(Pasal 852 KUHPerdata).
2. Golongan II: orang tua dan saudara kandung Pewaris
3. Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu
pewaris
4. Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun
dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung
dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai
derajat keenam dihitung dari pewaris.

Mengapa ahli waris dibagi ke dalam 4 golongan ini?Golongan ahli waris ini
menunjukkan siapa ahli waris yang lebih didahulukan berdasarkan urutannya.
Artinya, ahli waris golongan II tidak bisa mewarisi harta peninggalan pewaris
dalam hal ahli waris golongan I masih ada.6

2.4.2 Ketentuan Waris Menurut Hukum Islam

Hukum Kewarisan menuuut hukum Islam sebagai salah satu bagian dari hukum
kekeluargaan (Al ahwalus Syahsiyah) sangat penting dipelajari agar supaya
dalam pelaksanaan pembagian harta warisan tidak terjadi kesalahan dan dapat
dilaksanakan dengan seadil-adilnya, sebab dengan mempelajari hukum
kewarisan Islam maka bagi ummat Islam, akan dapat menunaikan hak-hak yang
berkenaan dengan harta warisan setelah ditinggalkan oleh muwarris (pewaris)
dan disampaikan kepada ahli waris yang berhak untuk menerimanya. Dengan
demikian seseorang dapat terhindar dari dosa yakni tidak memakan harta orang

6
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4ecc7cf50640b/empat-golongan-ahli-waris-menurut-
kuh-perdata tanggal 05 Nov. 17 jam 23.24 Wib

9
yang bukan haknya, karena tidak ditunaikannya hukum Islam mengenai
kewarisan. Hal ini lebih jauh ditegaskan oleh Rasulullah SAW. Yang artinya:

“Belajarlah Al Qur’an dan ajarkanlah kepada manusia, dan belajarlah


faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena sesungguhnya aku
seorang yang akan mati, dan ilmu akan terangkat, dan bisa jadi akan
ada dua orang berselisih, tetapi tak akan mereka bertemu seorang yang
akan mengabarkannya (HR. Ahmad Turmudzi dan An Nasa’I”.

Berdasarkan hadits tersebut di atas, maka ilmu kewarisan menururt Islam adalah
sangat penting, apalagi bagi para penegak hukum Islam adalah mutlak adanya,
sehingga bisa memenuhi harapan yang tersurat dalam hadits rasulullah di atas.

Dalam pasal 171 Kompilasi Hukum Islam, ada beberapa ketentuan mengenai
kewarisan ini, yaitu:
1. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa
yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
2. Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang-orang
lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
3. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan
dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.
4. Baitul Maal adalah balai harta keagamaan.7

Sedang kewajiban ahli waris terhadap pewaris menurut ketentuan pasal 175 KHI
adalah:
a) Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai.
b) Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan
termasuk kewajiban pewaris maupun menagih piutang.
c) Menyelesaiakan wasiat pewaris.
d) Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak.
7
http://nurzavikran.blogspot.co.id/2011/05/makalah-sitem-pembagian-waris-menurut.html tanggal 05
Nov. 17 jam 23.44 Wib

10
Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan
permintaan kepada ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang
bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk
dilakukan pembagian harta warisan (pasal 188 KHI).Bila pewaris tidak
meninggalkan ahli waris sama sekali, atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau
tidaknya, maka harta tersebut atas putusan Pengadilan Agama diserahkan
penguasaannya kepada Baitul Maal untuk kepentingan agama Islam dan
kesejahteraan umum (Pasal 191 KHI).

Bagi pewaris yang beristeri dari seorang, maka masing-masing isteri berhak
mendapat bagian dagi gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya sedangkan
keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak milik para ahli warisnya (Pasal
190 KHI).Duda mendapat separuh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan
anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat
bagian (Pasal 179 KHI).Janda mendapat seperempat bagian, bila pewaris tidak
meninggalkan anak, dan apabila pewaris meninggalkan anak, maka janda
mendapat seperempat bagian (Pasal 180 KHI).

Masalah waris malwaris dikalangan ummat Islam di Indonesia, secara jelas


diatur dalam pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, bahwa Pengadilan
Agama berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara
kewarisan baik ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam
dibidang:
a) Perkawinan.
b) Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam.
c) Wakaf dan sedekah.

Menurut hukum Islam hak waris itu diberikan baik kepada keluarga wanita
(anak-anak perempuan, cucu-cucu perempuan, ibu dan nenek pihak perempuan,
saudara perempuan sebapak seibu, sebapak atau seibu saja). Para ahli waris

11
berjumlah 25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 dari
pihak perempuan.
Ahli waris dari pihak laki-laki ialah:
1. Anak laki-laki (al ibn).
2. Cucu laki-laki, yaitu anak laki-laki dan seterusnya kebawah (ibnul ibn)
3. Bapak (al ab).
4. Kakek, yaitu bapak dari bapak (al jad).
5. Saudara laki-laki seibu sebapak (al akh as syqiq).
6. Saudara laki-laki sebapak (al akh liab).
7. Saudara laki-laki seibu (al akh lium).
8. Keponakan laki-laki seibu sebapak (ibnul akh as syaqiq).
9. Keponakan laki-laki sebapak (ibnul akh liab).
10. Paman seibu sebapak.
11. Paman sebapak (al ammu liab).
12. Sepupu laki-laki seibu sebapak (ibnul ammy as syaqiq).
13. Sepupu laki-laki sebapak (ibnul ammy liab).
14. Suami (az zauj).
15. Laki-laki yang memerdekakan, maksudnya adalah orang yang
memerdekakan seorang hamba apabila sihamba tidak mempunyai ahli
waris.

Sedangkan ahli waris dari pihak perempuan adalah:


1. Anak perempuan (al bint).
2. Cucu perempuan (bintul ibn).
3. Ibu (al um).
4. Nenek, yaitu ibunya ibu ( al jaddatun).
5. Nenek dari pihak bapak (al jaddah minal ab).
6. Saudara perempuan seibu sebapak (al ukhtus syaqiq).
7. Saudara perempuan sebapak (al ukhtu liab).
8. Saudara perempuan seibu (al ukhtu lium).
9. Isteri (az zaujah).
10. Perempuan yang memerdekakan (al mu’tiqah).

12
 Istri
Sedangkan bagian masing-masing ahli waris adalah isteri mendapat ¼ bagian
apabila sipewaris mati tidak meninggalkan anak atau cucu, dan mendapat
bagian 1/8 apabila sipewaris mempunyai anak atau cucu, dan isteri tidak
pernah terhijab dari ahli waris.
Adapun yang menjadi dasar hukum bagian isteri adalah firman Allah dalam
surat An Nisa’ ayat 12, yang artinya:
“Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan, jika
kamu tidak mempunyai anak, dan jika kamu mempunyai anak, maka
isteri-isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan
sesudah dipenuhi wasiat atau setelah dibayar hutang-hutangmu”.

 Suami
Suami mendapat ½ bagian apabila pewaris tidak mempunyai anak dan mendapat
¼ bagian apabila pewaris mempunyai anak, berdasarkan firman Allah surat an
Nisa’ ayat 12, yang artinya:
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua bagian dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika tidak mempunyai anak, dan jika
ada anak maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkan
sesudah dipenuhi wasiat dan sesudah dibayar hutang-hutangnya”.

 Sedangkan bagian anak perempuan adalah:


1. Seorang anak perempauan mendapat ½ bagian, apabila pewaris
mempunyai anak laki-laki.
2. Dua anak perempauan atau lebih, mendapat 2/3 bagian, apabila pewaris
tidak mempunyai anak laki-laki.
3. Seorang anak perempuan atau lebih, apabila bersama dengan anak laki-
laki, maka pembagiannya dua berbanding satu (anak laki-laki mendapat
dua bagian dan anak perempuan mendapat satu bagian), hal ini
berdasarkan firman Allah dalam Surat An Nisa’ Ayat 11 yang artinya:
“Jika anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan”.

13
 Bagian anak laki-laki adalah:
1. Apabila hanya seorang anak laki-laki saja, maka dia mengambil semua
warisan sebagai ashabah, jika tidak ada ahli waris dzawil furudz, namun
jika ada ahli waris dzawil furudz maka ia hanya memperoleh ashabah
(sisa) setelah dibagikan kepada ahli waris dzwil furudz tersebut (ashabah
bin nafsih).
2. Apabila anak laki-laki dua orang atau lebih, dan tidak ada anak
perempauan, serta ahli waris dzwil furudz yang lain, maka ia membagi
rata harta warisan itu, namun jika ada anak perempuan, maka dibagi dua
banding satu (ashabah bil ghair), berdasarkan surat Anisa’ ayat 11 dan 12
tersebut.

 Ibu dalam menerima pusaka/bagian harta waris adalah sebagai berikut:


1) Ibu mendapat seperenam, apabila pewaris meninggalkan anak.
2) Ibu mendapat sepertiga bagian, apabila pewaris tidak mempunyai anak.

Dan diantara ahli waris yang ada, apabila ada ibu maka yang dihijab ibu adalah
nenek dari pihak ibu, yaitu ibu dari ibu dan seterusnya keatas. Nenek dari pihak
bapak yaitu ibu dari bapak dan seterusnya keatas. Hal ini berdasarkan surat An
Nisa’ ayat 11 yang artinya:
”Dan untuk dua orang ibu bapak, baginya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika pewaris itu mempunyai anak”.

 Bagian Bapak adalah:


1. Apabila sipewaris mempunyai anak laki-laki atau cucu dari anak laki-
laki, maka bapak mendapat 1/6 dari harta peninggalan dan sisanya jatuh
kepada anak laki-laki.
2. Apabila pewaris hanya meninggalkan bapak saja, maka bapak
mengambil semua harta peninggalan dengan jalan ashabah.
3. Apabila pewaris meninggalkan ibu dan bapak, maka ibu mendapat 1/3
dan bapak mengambil 2/3 bagian.

14
 Sedangkan bagian nenek adalah:
1. Apabila seorang pewaris meninggalkan seorang nenek saja, dan tidak
meninggalkan ibu, maka nenek mendapat bagian 1/6.
2. Apabila seorang pewaris meninggalkan nenek lebih dari seorang dan
tidak meninggalkan ibu, maka nenek mendapat 1/6 dibagi rata diantara
nenek tersebut.8

2.4.3 Warisan Menurut Hukum Adat


Hukum waris adat meliputi norma-norma hukum yang menetapkan harta
kekayaan baik yang materiil maupun yang immateriil yang manakah dari
seseorang yang dapat diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga
mengatur saat, cara dan proses peralihannya.9

Menurut Hilman Hadikusuma; Hukum Waris Adat adalah hukum adat yang
memuat garis-garis ketentuan-ketentuan tentang sistem dan azas-azas hukum
waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris serta cara bagaimana harta
warisan, itu dialihkan penguasaan dan kepemilikannya dari kepada ahli waris.10

Hukum Waris Adat di dalamnya terdapat adanya kesatuan dan berjenis-jenis


dalam Hukum Adat Indonesia, dapat disusun aturan-aturan pokok dan asas-asas
yang sangat umum berlakunya, tetapi tidak dapat disusun suatu aturan yang di
semua lingkungan hukum berperangai lahir yang sama. Dalam Hukum Adat ini
para ahli waris tidak dapat ditetapkan, karena di berbagai daerah itu terdapat
bermacam-macam sistem kekeluargaan. Jadi para ahli warisnya digolongkan
berdasar sifat kekeluargaan masing-masing. Tetapi yang pasti menjadi ahli waris
adalah anak.11

8
http://nurzavikran.blogspot.co.id/2011/05/makalah-sitem-pembagian-waris-menurut.html tanggal 06
Nov. 17 jam 00.08 Wib
9
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar adat Asas-asas Hukum Adat, Hlm. 161
10
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hlm.7
11
Tamakiran S. , Asas Asas Hukum Waris menurut Tiga Sistem Hukum, Pionir Jaya, Bandung, 2000,
Hlm. 62

15
Terdapat tiga unsur dalam hukum waris adat, yaitu:

1. Unsur proses.

Proses peralihan atau pengoperan pada waris adat sudah dapat dimulai
semasa pemilik harta kekayaan itu masih hidup dan proses itu berjalan
terus hingga keturunannya masing-masing menjadi keluarga-keluarga baru
yang berdiri sendiri (mentas atau mencar di Jawa), yang kelak pada
waktunya mendapat giliran juga untuk meneruskan proses tersebut kepada
generasi (keturunan) yang berikutnya.

Soepomo selanjutnya menyatakan bahwa meninggalnya bapak atau ibu


adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu, akan tetapi
sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan
pengoperan harta benda dan harta bukan benda tersebut.12

2. Unsur benda-benda yang diwariskan.


Benda-benda yang diwariskan berupa benda berwujud (matriil) dan tidak
berwujud (immateriil). Harta warisann materiil, yaitu harta warisan
berwujud benda yang diwariskan kepada generasi berikutnya, contohnya
rumah, tanah, gedung, perhiasan, dan lain-lain. Harta warisan immateriil,
yaitu harta warisan yang tidak berwujud tetapi diwariskan kepada para ahli
waris, contohnya gelar ataupun jabatan.

3. Unsur generasi.
Defenisi tentang hukum waris menyebutkan bahwa proses pewarisan itu
berlangsung dari suatu generasi kepada generasi berikutnya.[5] Dalam
kesatuan rumah tangga, yang akan menjadi ahli waris dari seseorang
adalah anak-anak dari orang yang bersangkutan sesuai dengan sistem cara
menarik garis keturunan.

Hukum waris adat tidak mengenal legitieme portie, akan tetapi hukum waris adat
menetapkan dasar persamaan hak. Hak sama ini mengandung hak untuk

12
Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977hlm. 79

16
diperlakukan sama oleh orang tuanya di dalam proses meneruskan dan
mengoperkan harta benda keluarga.

Selain dasar persamaan hak, hukum waris adat juga meletakkan dasar kerukunan
pada proses pelaksanaan pembagian, berjalan secara rukun dengan
memperhatikan keadaan istimewa dari tiap waris. Harta warisan dalam hukum
waris adat tidak boleh dipaksakan untuk dibagi antara para ahli waris.13

Hukum Waris adat menunjukan corak-corak yang memang typerend bagi aliran
pikiran tradisional Indonesia, bersendi atas prinsip-prinsip yang timbul dari aliran-
aliran pikiran komunal dan konkrit dari bangsa Indonesia.14

Sifat yang lain dalam hukum waris adat diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Harta peninggalan dapat bersifat tidak dapat dibagi-bnagi atau pelaksanaan


pembagiannya ditunda untuk waktu yang cukup lama ataupun hanya
sebagian yang dibagi-bagi.
2. Memberi kepada anak angkat, hak nafkah dari harta peninggalan orang tua
angkatnya.
3. Dikenal sistem “penggantian waris”.
4. Pembagiannya merupakan tindakan bersama, berjalan secara rukun dalam
suasana ramah-tamah dengan memperhatikan keadaan khusus tiap waris.
5. Anak perempuan, khususnya di Jawa, apabila tidak ada anak laki-laki, dapat
menutup hak mendapat bagian harta peninggalan, kakek-neneknya dan
saudara-saudara orang tuanya.
6. Harta peninggalan tidak merupakan satu kesatuan harta warisan, melainkan
wajib diperhatikan sifat/macam, sala dan kedudukan hukum dari pada barang
masing-masing yang terdapat dalam harta peninggalan itu.[8]

13
Soerojjo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, hlm 163

14
Soepomo, Op. Cit., hlm 78

17
Berbicara mengenai sistem pewarisan, kita tidak dapat lepas dari sistem
kekeluargaan yang dianut di Negara kita ini. Apabila masyarakat Indonesia yang
menganut bermacam agama, kepercayaan, terdiri dari berjenis-jenis suku bangsa,
mempunyai bentuk-bentuk kekerabatan dan keturunan yang berbeda-beda. Pada
umumnya sistem kekeluargaan yang ada di dalam masyarakat hukum adat
Indonesia terdapat tiga jenis yaitu :15

1. Sistem Patrilineal, yaitu suatu masyarakat hokum, dimana anggota-


anggotanya menarik garis keturunan ke atas melalui pihak Bapak, bapak
dari bapak terus ke atas sehingga dijumpai seorang laki-laki sebagai
moyangnya.

Akibat hokum yang timbul dari sistem ini adalah, anak-anak yang lahir dan semua
harta kekayaan yang ada adalah milik Bapak atau keluarga bapak. Dapat
dikatakan kedudukan pria lebih menonjol dari wanita di dalam pewarisan.

1. Sistem Matrilineal, yaitu suatu sistem di mana masyarakat tersebut


menarik garis keturunan ke atas melalui ibu, ibu dari ibu, terus ke atas
sehingga dijumpai seorang perempuan sebagai moyangnya.

2. Sistem Parental atau Bilateral, adalah masyarakat hokum, dimana para


anggotanya menarik garis keturunan ke atas melalui garis Bapak dan garis
Ibu, sehingga dijumpai seorang laki-laki atau seorang perempuan sebagai
moyangnya.

Ketiga sistem tersebut di atas masih cukup kuat bertahan terutama di daerah
pedesaan, sedangkan perkembangan di kota-kota besar pada saat ini nampaknya
sudah mengarah ke sistem parental. Adakalanya sistem keturunan yang satu dan

15
Ibid., hlm. 164

18
yang lain disebabkan karena perkawinan dapat berlaku bentuk campuran atau
alternerend.16

2.5 Syarat dan Rukun Waris

Terdapat tiga syarat waris yang telah disepakati oleh para ulama, tiga syarat
tersebut adalah:

1) Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara haqiqy, hukmy (misalnya


dianggap telah meninggal) maupun secara taqdiry.

2) Adanya ahli waris yang hidup secara haqiqy pada waktu pewaris
meninggal dunia.

3) Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik bagian masing-masing.17

Adapun rukun waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada tiga macam,
yaitu

1) Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang
mewariskan hartanya. Syaratnya adalah muwaris benar-benar telah
meninggal dunia. Kematian seorang muwaris itu, menurut ulama
dibedakan menjadi 3 macam :

a) Mati Haqiqy (mati sejati).Mati haqiqy (mati sejati) adalah matinya


muwaris yang diyakini tanpa membutuhkan putusan hakim
dikarenakan kematian tersebut disaksikan oleh orang banyak
dengan panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat bukti yang
jelas dan nyata.
b) Mati Hukmy ( mati menurut putusan hakim atau yuridis)Mati
hukmy (mati menurut putusan hakim atau yuridis) adalah suatu

16
I.G.N. Sugangga, Hukum Adat Khusus, Hukum Adat Waris Pada Masyarakat Hukum Adat yang
bersistem Patrilineal di Indonesia, Semarang, 1988, hlm 11.
17
https://sayyidahchalimah07.wordpress.com/2014/06/22/makalah-hukum-waris/#_ftn8 Tanggal 14
Nov. 17 jam 22.35 Wib

19
kematian yang dinyatakan atas dasar putusan hakim karena adanya
beberapa pertimbangan. Maka dengan putusan hakim secara
yuridis muwaris dinyatakan sudah meninggal meskipun terdapat
kemungkinan muwaris masih hidup. Menurut pendapat Malikiyyah
dan Hambaliyah, apabila lama meninggalkan tempat itu
berlangsung selama 4 tahun, sudah dapat dinyatakan mati. Menurut
pendapat ulama mazhab lain, terserah kepada ijtihad hakim dalam
melakukan pertimbangan dari berbagai macam segi
kemungkinannya.
c) Mati Taqdiry (mati menurut dugaan).Mati taqdiry (mati menurut
dugaan) adalah sebuah kematian (muwaris) berdasarkan dugaan
keras, misalnya dugaan seorang ibu hamil yang dipukul perutnya
atau dipaksa minum racun. Ketika bayinya lahir dalam keadaan
mati, maka dengan dugaan keras kematian itu diakibatkan oleh
pemukulan terhadap ibunya.

2) Waris (ahli waris), yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan


kekerabatan baik hubungan darah (nasab), hubungan sebab semenda atau
perkawinan, atau karena memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya adalah
pada saat meninggalnya muwaris, ahli waris diketahui benarbenar dalam
keadaan hidup. Termasuk dalam hal ini adalah bayi yang masih dalam
kandungan (al-haml). Terdapat juga syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu:
antara muwaris dan ahli waris tidak ada halangan saling mewarisi.

3) Maurus atau al-Miras, yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurangi


biaya perawatan jenazah, pelunasan hutang, dan pelaksanaan wasiat.

2.6 Golongan Ahli Waris

Orang-orang yang berhak menerima harta waris dari seseorang yang meninggal
sebanyak 25 orang yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang
dari pihak perempuan.
 Golongaan ahli waris dari pihak laki-laki, yaitu :

20
1. Anak laki-laki.
2. Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu) dari pihak anak
laki-laki, terus kebawah, asal pertaliannya masih terus
laki-laki.
3. Bapak.
4. Kakek dari pihak bapak, dan terus ke atas pertalian yang
belum putus dari pihak bapak.
5. Saudara laki-laki seibu sebapak.
6. Saudara laki-laki sebapak saja.
7. Saudara laki-laki seibu saja.
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak.
9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja.
10. Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang
seibu sebapak.
11. Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja.
12. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang
seibu sebapak.
13. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang
sebapak saja.
14. Suami.
15. Laki-laki yang memerdekakannya (mayat).

 Apabila 10 orang laki-laki tersebut di atas semua ada, maka yang


mendapat harta warisan hanya 3 orang saja, yaitu :
1. Bapak.
2. Anak laki-laki.
3. Suami.
4. Golongan dari pihak perempuan, yaitu :
Anak perempuan.
Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke
bawah, asal pertaliannnya dengan yang meninggal masih
terus laki-laki.

21
5. Ibu.
Ibu dari bapak.
Ibu dari ibu terus ke atas pihak ibu sebelum berselang
laki-laki.
6. Saudara perempuan seibu sebapak.
7. Saudara perempuan yang sebapak.
8. Saudara perempuan seibu.
9. Istri.
10. Perempuan yang memerdekakan si mayat.

 Apabila 10 orang tersebut di atas ada semuanya, maka yang dapat


mewarisi dari mereka itu hanya 5 orang saja, yaitu :
1. Isteri.
2. Anak perempuan.
3. Anak perempuan dari anak laki-laki.
4. Ibu.
5. Saudara perempuan yang seibu sebapak.

Sekiranya 25 orang tersebut di atas dari pihak laki-laki dan dari pihak perempuan
semuanya ada, maka yang pasti mendapat hanya salah seorang dari dua suami
isteri, ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.Anak yang berada dalam
kandungan ibunya juga mendapatkan warisan dari keluarganya yang meninggal
dunia sewaktu dia masih berada di dalam kandungan ibunya

2.7 Beberapa Hak yang Bersangkutan dengan Harta Waris

Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang harus di
dahulukan. Hak-hak tersebut adalah :

 Hak yang bersangkutang dengan harta itu, seperti zakat dan


sewanya.
 Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah
menggali tanah kubur, dan sebagainya. Sesudah hak yang

22
pertama tadi di selesaikan, sisanya barulah di pergunakan untuk
biaya mengurus mayat.
 Hutang yang di tinggalkan oleh si mayat.
 Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari
harta penginggalan si mayat.

2.8 Ketentuan Perolehan Harta Waris

Dalam fiqih mawaris ada ilmu yang digunakan untuk mengetahui tata cara
pembagian dan untuk mengetahui siapa-siapa saja yang berhak mendapat bagian,
siapa yang tidak mendapat bagian dan berapa besar bagiannya adalahilmu
faroidl. Al-Faraaidh ( ‫الفرائض‬ ) adalah bentuk jamak dari kata Al-
Fariidhoh(‫ ) الفريضه‬yang oleh para ulama diartikan semakna dengan lafazh
mafrudhah, yaitu bagian-bagian yang telah ditentukan kadarnya.

Pembagian harta waris dibagi menjadi dua bagian, yakni: Dlawil Furudh dan
Ashobah.

1. Dzawil Furudh, yakni ahli waris yang ketentuan perolehannya sudah


ditentukan oleh syara’ yakni : 1/2,1/4, 1/8, 1/3, 1/6 dan 2/3.disebut juga
Furudhul Muqaddarah.

2. Ashobah, yaitu ahli waris yang mendapat bagian warisannya tidak


ditentukan, yaitu setelah diambil oleh ahli waris yang termasuk dzawil
furudh. Ashobah terbagi menjadi tiga bagian yaitu Ashobah binafsihi,
ashobah bighoirihi dan ashobah ma’a ghoirihi
 Ashobah binafsihi ; yaitu ahli waris yang menjadi
ashobah dengan sendirinya (secara otomatis).
 Ashobah bighoihi, ahli waris yang menjadi ashobah
dengan sebab ditarik oleh ahli waris tertentu dari ashobah.

23
 Ashobah ma’a ghoirihi ;yaitu ahli waris yang menjadi
ashobah karena bersama-sama ahli waris lain yang
tertentu dari dzawil furudh.18

Untuk lebih jelasnya lihat skema berikut ini semua akan dijelaskan pada
skema dibawah ini dengan penjelasan yang mudah dipahami.

NAMA AHLI WARIS BAGIAN KETENTUAN


A ANAK
Ashobah
1 Anak lk. seorang/lebih Tidak terhalang siapapun
binafsishi
Ashobah
2 Anak perempuan Jika ada anak laki-laki
bighoirihi
Jika tidak ada anak laki-
3 Anak prp. tunggal 1/2
laki
Anak prp. lebih dari satu Jika tidak ada anak laki-
4 2/3
org. laki
B CUCU Terhalang/hijab jika masih ada anak
Cucu prp. tunggal atau Ashobah Jika bersama cucu laki-
1
lebih bighoirihi laki
Cucu prpn. tunggal dari Jika tidak ada anak /cucu
2 1/2
anak laki-laki laki-laki
Cucu prpn. 2 atau lbh dari Jika ada seorang anak
3 2/3
anak laki-laki prpn.
Jika ada seorang anak prp.
Cucu perempuan seorang
tetapi bila anak prp. nya
atau lebih.
4 1/6 lebih dari seorang maka
cucu hijab( tidak
mendapat warisan).
C AYAH/IBU
Jika tidak ada anak
Ashobah binafsihi lk/cucu laki2 dari anak
1 Ayah laki2.
Jika ada anak lk/cucu
1/6
laki2 dari anak laki2.
1/3 Jika tidak ada anak /cucu .
2 Ibu Jika ada anak /cucu atau
1/6
dua org/lebih sdr lk/prp.
D KAKEK/NENEK
1 KAKEK Ashobah binafsihi Jika tidak ada ayah/cucu

18
https://utlubililma.wordpress.com/2011/04/04/pembagian-harta-pusaka-dalam-islam/ tanggal 14
November 2017 jam 23.31 Wib

24
lk. dr anak lk.2
Jika tidak ada ayah dan
1/6
ada anak / cucu
jika masih ada anak /
Terhalang/ hijab
bapak
1/6 Jika tidak ada ibu
bila masih ada ibu
2 NENEK
Terhalang/ hijab

E SAUDARA LAKI-LAKI
1 saudara laki2. skdg.
2 saudara laki2.sebapak
anak laki2.dari saudara
3
laki-laki skdg (ponakan)
anak laki2.dari saudara Jika tidak ada ayah/anak
4 laki-laki sebapak laki2 dari anak
(ponakan) laki2/kakek dari ayah dst
saudara laki2.bapak ke atas.
5 (paman/wa’) yang skdg.
dengan bapak
saudara laki2.bapak
6 (paman/wa’) yang
sebapak dengan bapak
Jika masih ada ayah/anak
anak laki dari saudara laki2 dari anak
7 laki2.bapak (paman/wa’) Ashobah laki2/kakek dari ayah dst
yang skdg dg bapak binafsishi
ke atas, maka semua
sudara tsb. Mahjub (tidak
mendpt warisan).

anak laki2. dari saudara


8 laki2.bapak (paman/wa’)
yang sebapak dg bapak

(dari satu s.d delapan,


merupakan urutan
prioritas).
SAUDARA
F
PEREMPUAN
Jika tidak ada anak
Saudara perempuan 1/2 lk/cucu lk. dari anak
1
tunggal yang sekandung laki2.
Ashobah Jika bersama saudara laki2

25
bighoirihi yang sekandung
Jika bersama-sama dengan
Ashobah ma’a anak prp. atau cucu prp.
ghoirihi dari anak laki-laki.

Jika tidak ada anak


1/2 laki2/cucu laki2 dari anak
laki2.
Jika bersama saudara
Saudara perempuan Ashobah laki2. yang sebapak
2
tunggal yang sebapak bighoirihi

Jika bersama-sama dengan


Ashobah ma’a
anak prp. atau cucu prp.
ghoirihi
dari anak laki2.
Dua orang saudara
perempuan atau lebih Jika tidak ada anak
3 2/3
yang sekandung/sebapak lk/cucu lk dari anak lk
saja
1/2 Jika tidak ada anak /cucu .
G SUAMI
1/4 Jika ada anak /cucu laki2.
1/4 Jika tidak ada anak /cucu .
H ISTRI
1/8 Jika ada anak /cucu laki2.

2.9 Sebab-sebab Tidak Mendapatkan Harta Waris

Sebab-sebab yang menghalangi ahli waris menerima bagian warisan adalah


sebagai berikut ini :

1. Kekafiran, kerabat yang muslim tidak dapat mewarisi kerabatnya yang kafir,
dan orang yang kafir tidak dapat mewarisi kerabatnya yang muslim. Sabda
Rasulullah saw : “Orang kafir tidak mewarisi orang muslim dan orang
muslim tidak mewarisi orang kafir”. (H.R Bukhari dan Muslim).
2. Pembunuhan. Jika pembunuhan dilakukan dengan sengaja, maka pembunuh
tersebut tidak bisa mewarisi yang dibunuhnya.
Sabda Rasululah saw : ” Pembunuh tidak berhak mendapatkan apapun dari
harta peninggalan orang yang dibunuhnya”. (H.R Ibnu Abdil Bar).
3. Perbudakan. Seorang budak tidak dapat mewarisi apapun ataupun diwarisi,
baik budak secara utuh ataupun sebagiannya.

26
4. Perzinaan. Seorang anak yang terlahir dari hasil zina tidak dapat diwarisi
dan mewarisi bapaknya. Ia hanya dapat mewarisi dari ibunya.
5. Li’an. Anak suami istri yang melakukan li’an tidak dapat mewarisi dan
diwarisi bapak yang tidak mengakuinya sebagai anak. Hal ini diqiyaskan
dengan anak dari hasil zina.19

2.10 Hijab

Hijab berarti tabir atau penghalang bagi ahli waris untuk mendapat harta warisan
karena ada ahli waris yang lebih dekat atau lebih berhak. Hijab ada dua :

1. Hijab Nuqshon, adalah hijab yang dapat mengurangi bagian dari harta
warisan bagi ahli waris tertentu karena bersama-sama dengan ahli waris lain
tertentu pula. Missal istri mendapat bagian ¼ namun karena bersama anak
atau cucu maka ia mendapat 1/8 .
2. Hijab Hirman, adalah hijab yang menyebabkan ahli waris kehilangan haknya
atas harta warisan karena terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat atau lebih
berhak, antara lain :
a) cucu laki-laki tidak berhak memperoleh harta warisan
karena ada anak laki-laki.
b) kakek tidak berhak memperoleh harta warisan selama ada
bapak.
c) nenek tidak berhak memperoleh harta warisan selama ada
ibu
d) Saudara sekandung tidak berhak memperoleh harta
warisan selama ada anak laki-laki dan bapak.
e) Saudara laki-laki/perempuan sebapak tidak berhak
memperoleh harta warisan selama ada anak laki-laki ,
cucu laki , bapak, saudara laki-laki sekandung dan saudara
perempuan sekandung jika berashobah dengan anak
perempuan sekandung.

19
http://pengayaan.com/sebab-sebab-tidak-mendapatkan-harta-warisan/ tanggal 15 Nov. 17 jam 00.34
Wib

27
2.10.1 Kaedah Hijab

 Ushul (Asal Mayit): Setiap ahli waris akan menghalangi hak ahli waris yang
ada diatasnya dengan kesamaan jenis.
 Furu’ (Keturunan Mayit): Ahli waris laki-laki menghalangi ahli waris
dibawahnya, baik sejenis maupun tidak.
 Hawasyi (Cabang Asal Mayit): Setiap ahli waris laki-laki baik asal maupun
cabang mayit akan menghalangi hak waris hawasyi baik laki-laki maupun
perempuan. Antara Hawasyi bahwa mereka yang mendapat secara ashobah
akan menghalangi ahli waris dibawahnya.20

2.11 Pengecualian

1. ‘AUL(menambah).
Definisi al-Aul menurut Istilah, yaitu bertambahnya jumlah harta waris dari yang
telah ditentukan dan berkurangnya bagian para ahli waris. Hal ini terjadi ketika
makin banyaknya ashabul furudh sehingga harta yang dibagikan habis, padahal
diantara mereka ada yang belum menerima bagian. Oleh karena itu, masalah
pokoknya harus ditambah sehingga seluruh harta waris dapat mencukupi jumlah
ashabul furudh yang ada meskipun bagian mereka menjadi berkurang.21

2. RAAD (mengembalikan)
Radd menurut istilah ialah berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya
jumlah bagian ashabul furudh. Radd merupakan kebalikan dari aul.
Ar-radd tidak akan terjadi dalam suatu keadaan, kecuali bila terwujud tiga
syarat:
 Adanya ashhab al-furudh
 Tidak adanya ashobah
 Ada sisa harta waris

20
https://utlubililma.wordpress.com/2011/04/04/pembagian-harta-pusaka-dalam-islam/ tanggal 15
Nov 2017 jam 00.49 Wib
21
Ahmad Saebani dan Syamsul Falah. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
2011. Hal. 234

28
Adapun ashabul furudh yang dapat menerima ar-radd ada delapan orang :22
 Anak perempuan
 Cucu perempuan keturunan anak laki-laki
 Saudara kandung perempuan
 Saudara perempuan seayah
 Ibu kandung
 Nenek sahih (ibu dari bapak)
 Saudara perempuan seibu
 Saudara laki-laki seibu.

2.12 Perhitungan Waris

1. Cara Ashobah jika ahli waris ada yang mendapat ashobah


Ahmad meninggal dunia dengan meninggalkan harta sebesar Rp. 53.000.000
Biaya pemakaman Rp. 500.000
Zakatnya Rp. 200.000
Wasiat Rp. 4.300.000
Ahli waris terdiri dari istri,ibu,1 anak perempuan, seorang cucu perempuan dan
saudara laki-laki sekandung. Berapa bagian masing-masing ?
Jawab:
pengeluaran jumlahkan, kemudian harta semuanya kurangioleh pengeluaran
jadi sisanya yang dibagikan := Rp 53.000.000 - Rp. 5000.000 =
Rp.48.000.000, Jadi bagian
Istri : 1/8 X Rp. 48.000.000 = Rp. 6.000.000
Ibu : 1/6 X Rp. 48.000.000 = Rp. 8.000.000
1 anak pr : 1/2 X Rp. 48.000.000 = Rp. 24.000.000
1cucu pr : 1/6 X Rp. 48.000.000 = Rp. 8.000.000
1 saudara kandung laki-laki ashobah yaitu bagian yang diatas dijumlahkan dulu :
kemudian yang Rp. 48.000.000 dikurangi oleh jumlah yang sudah dibagikan(Rp
46.000.000), jadi untuk saudara laki-laki kandung dapat Rp. 2.000.000

22
http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/12/pengertian-aul-dan-radd-serta-sistem.html tanggal 15 Nov.
17 jam 01.11 Wib

29
2. Cara Arrad jika harta yang dibagikan masih ada, dan tidak ada ashobah,
dengan catatan suami/istri tidak berhak ngambil bagian dari sisanya.

Karim meninggal dunia ,meninggalkan hartanya Rp. 30.000.000, ahli warisnya


ada istri, ibu, dan 2 orang anak perempuan, berapabagian masinh-masing ?
Jawab:
Istri : 1/8 ( 3/24 ) X Rp.30.000.000 = Rp. 3.750.000
Ibu : 1/6 ( 4/24 ) X Rp. 30.000.000 = Rp. 5.000.000
2 anak pr : 2/3 ( 16/24) X Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000
jumlah Rp 28.750.000, jadi uangnya masih ada sisa : Rp. 30.000.000-
Rp. 28.000.000 = Rp 1.250.000, ini dibagikan kepada ibu dan anak dengan
bagian masing-masing
Ibu dan 2 anak perempuan = 4 + 16 = 20 bagian = Rp. 1.250.000
Ibu : (4/20 X Rp. 1.250.000) + Rp. 5.000.000 = Rp. 5.250.000
Anak pr (16/20 X Rp. 1.250.000) + Rp.20.000.000 = Rp. 21.000.000

3. Cara Al Aul jika harta yang dibagikan kurang


Aminah, meninggal dunia, hartanya Rp. 6.000.000
Ahli waris terdiri dari suami. Ibu, 1 saudara perempuan sekandung, 1 perempuan
sebapak:
Semula : suami : 1/2 X Rp. 6.000.000 = Rp. 3.000.000
Ibu : 1/6 X Rp. 6.000.000 = Rp. 1.000.000
1 saudara pr kandung : 1/2 X Rp.6.000.000 = Rp. 3.000.000
1 saudara pe sebapak : 1/6 X Rp. 6.000.000 = Rp. 1.000.000

Jumlah yang harus dikeluarkan Rp. 8.000.000, sedangkan jumlah hartanya


hanya Rp. 6.000.000, maka kurang Rp. 2,000,000, jadi harus dengan cara aul
Suami : 1/2 = 3/6 = 3 bagian
Ibu : 1/6 = 1/6 = 1 bagian
1 sdr pr kandung : 1/2 = 3/6 = 3 bagian
1 sdr pr sebapak : 1/6 = 1/6 = 1 bagian, jumlah 8 bagian
Suami : 3/8 X Rp. 6.000.000 = Rp. 2.250.000

30
Ibu : 1/8 X Rp. 6.000.000 = Rp. 750.000
1 sdr pr sekandung : 3/8 X Rp 6.000.000 = Rp.2.250.000
1 sdr pr sebapak : 1/8 X Rp. 6.000.000 = Rp. 750.000
Jumlah = Rp. 6.000.000

4. Cara Alghorowain / Alghorobatain, jika ahli waris terdiri dari suami/istri,


ibu dan ayah.
Aminah meninggal dunia . Hartanya Rp. 15.000.000
Ahliwarisnya suami, ibu dan bapak. Berapa bagian masing-masing ?
Jawab:
Suami : 1/2 X Rp. 15.000.000 = Rp. 7.500.000
Ibu : 1/3 X sisa (Rp. 15.000.000 – Rp.7.500.000)= Rp . 2.500.000
Bapak : 2/3 X sisa (Rp. 15.000.000 – Rp 7.500.000 )= Rp . 5.000.000.

2.13 Korelasi Hibah,Wasiat dan Waqaf

HibahMenurut bahasa berarti suatu pemberian terhadap orang lain, yang


sebelumnya orang lain itu tak punya hak terhadap hak tersebut. Para fuqaha
mendefinisikan sebagai akad yang mengandung penyerahan hak milik kepada
orang lain semasa hidupnya tanpa ganti rugi.

Wasiaadalah pernyataan atau perkataan seseorang kepada orang lain, bahwa ia


memberikan hartanya kepada orang lain, membebaskan hutang orang itu atau
memberikan manfaat suatu barang kepunyaannya setelah ia meninggal dunia

Wakafasal katanya adalah waqf, berarti menahan, mengekang, menghentikan.


Dalam hal ini menghentikan perpindahan hak milik atas suatu harta yang
bermanfaat dan tahan lama dengan cara menyerahkan harta itu kepada pengelola,
baik perorangan, keluarga maupun lembaga untuk digunakan bagi kepentingan
umum di jalan Allah Swt.

Jadi, perbedaan Wakaf dengan hibah (hadiah), jika hibah adalahpemberian harta
milik seseorang pada saat masih hidup kpad orang lain. Hibah tejadipada benda-

31
benda yang mubah apapun, mulai dari makanan, minuman, uang, baju, rumah,
tanah dan sebagainya.

Sedangkan harta yang diwakafkan disyarat harus tetap utuh atau awet ketika
dimanfaatkan. Tidak boleh mewakafkan harta yang mudah rusah, habis atau
lenyap saat dimanfaatkan. Syarat seperti ini tidak berlaku pada harta yang hendak
dihibahkan,

Harta yang dhibahkan maupun manfaatnya berhak dimiliki oleh penerimaan


hibah. Adapun pada wakaf, penerimaan wakaf hanya berhak atas manfaat dan
gunanya saja.23

2.14 Waris, Hibah dan Wasiat

Ada tiga istilah yang berbeda namun memiliki kesamaan dalam beberapa halnya,
yaitu waris, hibah dan wasiat. Ketiganya memiliki kemiripan sehingga kita
seringkali kesulitan saat membedakannya.

Pembeda WARIS HIBAH WASIAT

Waktu Setelah wafat Sebelum wafat Setelah wafat

Penerima Ahli waris ahli waris & bukan ahli waris


bukan ahli waris
Nilai Sesuai faraidh Bebas Maksimal 1/3

Hukum wajib Sunnah Sunnah

 Waktu
Dari segi wattu, harta waris tidak dibagi-bagi kepada para ahli
warisnya, juga tidak ditentukan berapa besar masing-masing
bagian, kecuali setelah pemiliknya (muwarrits) meninggal dunia.
Dengan kata lain, pembagian waris dilakukan setelah pemilik
harta itu meninggal dunia. Maka yang membagi waris pastilah
bukan yang memiliki harta itu.

23
http://luthfianandini.blogspot.co.id/2015/01/perbedaan-hibah-wasiat-wakaf-dan-waris.html tanggal
15 Nov. 17 jam 20.48 wib

32
Sedangkan hibah dan washiyat, justru penetapannya dilakukan
saat pemiliknya masih hidup. Bedanya, kalau hibah harta itu
langsung diserahkan saat itu juga, tidak menunggu sampai
pemiliknya meninggal dulu. Sedangkan washiyat ditentukan oleh
pemilik harta pada saat masih hidup namun perpindahan
kepemilikannya baru terjadi saat dia meninggal dunia

 Penerima
Yang berhak menerima waris hanyalah orang-orang yang terdapat
di dalam daftar ahli waris dan tidak terkena hijab hirman.
Tentunya juga yang statusnya tidak gugur.

Sedangkan washiyat justru diharamkan bila diberikan kepada ahli


waris. Penerima washiyat harus seorang yang bukan termasuk
penerima harta waris. Karena ahli waris sudah menerima harta
lewat jalur pembagian waris, maka haram baginya menerima
lewat jalur washiat.Sedangkan pemberian harta lewat hibah,
boleh diterima oleh ahli waris dan bukan ahli waris. Hibah itu
boleh diserahkan kepada siapa saja.

 Nilai
Dari segi nilai, harta yang dibagi waris sudah ada ketentuan
besarannya, yaitu sebagaimana ditetapkan di dalam ilmu faraidh.
Ada ashabul furudh yang sudah ditetapkan besarannya, seperti
1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8 hingga 2/3. Ada juga para ahli waris dengan
status menerima ashabah, yaitu menerima warisan berupa sisa
harta dari yang telah diambil oleh para ashabul furudh. Dan ada
juga yang menerima lewat jalur furudh dan ashabah sekaligus.

Sedangkan besaran nilai harta yang boleh diwasiatkan maksimal


hanya 1/3 dari nilai total harta peninggalan. Walau pun itu

33
merupakan pesan atau wasiat dari almarhum sebagai pemilik
harta, namun ada ketentuan dari Allah SWT untuk membela
kepentingan ahli waris, sehingga berwasiat lebih dari 1/3 harta
merupakan hal yang diharamkan. Bahkan apabila terlanjur
diwasiatkan lebih dari 1/3, maka kelebihannya itu harus
dibatalkan.

 Hukum
Pembagian waris itu hukumnya wajib dilakuan sepeninggal
muwarrits, karena merupakan salah satu kewajiban atas
harta.Sedangkan memberikan washiyat hukumnya hanya sunnah.
Demikian juga memberikan harta hibah hukumnya sunnah.24

24
https://www.slideshare.net/ahmadsubhan92/makalah-waris tangal 15 Nov. 17 jam 23.24 wib

34
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan penjelasan-penjelasan mengenai hukum waris di atas, maka dapat di


simpukan bahwa :
1) Waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal
dunia kepada ahli waris yang masih hidup.
2) Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum
Islam (KHI) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-
siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya (Pasal
171 huruf a KHI).
3) Ahli waris adalah orang-orang mendapatkan hak memperoleh harta
peninggalan orang yang telah meninggal yang masih mempunyai
hubungan darah.
4) Bagian-bagian yang di peroleh ahli waris telah di tetapkan dalam Al-
Qur’an, sehingga tidak ada kata tidak adil karena Al-Qur’an adalah
Firman Allah SWT. Yang di jamin kebenarannya.
Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang harus
di dahulukan. Hak-hak tersebut adalah :
a) Hak yang bersangkutang dengan harta itu, seperti zakat
dan sewanya.
b) Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah
menggali tanah kubur, dan sebagainya. Sesudah hak yang
pertama tadi di selesaikan, sisanya barulah di pergunakan
untuk biaya mengurus mayat.
c) Hutang yang di tinggalkan oleh si mayat.

35
d) Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari
sepertiga dari harta penginggalan si mayat.

Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan di jalankan sesudah
seseorang meninggal dunia dan hukum wasiat adalah sunnah.

3.2 Saran

Dari urain makalah yang telah kami susun jelaslah masih terdapat banyak
kesalahan atau kekeliruan, sehingga kami memohon kritik dan saran untuk
dapat memperbaiki makalah kami sebagai bahan evaluasi kami.

36
DAFTAR PUSTAKA

Muhibbin, Moh.Drs. H. S.H., M.Hum dan Drs. H. Abdul wahid S.H., M.A, Hukum
Kewarisan Islam (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm :1-4
Umar Basyir, Warisan Belajar Mudah Hukum Waris Sesuai Syariat Islam, Rumah
Dzikir, Surakarta, 2006; hlm 5-6.
Prof.Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta 2004 Prenada Media,
hlm 7-11
Al-Bukhariy, Shahih al-Bukhariy IV,(Cairo, Daar wa Mathaba’ al-Sya’biy) hlm 181
Al-Bukhariy,op cit hlm 94
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4ecc7cf50640b/empat-golongan-ahli-
waris-menurut-kuh-perdata
http://nurzavikran.blogspot.co.id/2011/05/makalah-sitem-pembagian-waris-
menurut.html
http://nurzavikran.blogspot.co.id/2011/05/makalah-sitem-pembagian-waris-
menurut.html
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar adat Asas-asas Hukum Adat, Hlm. 161
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hlm.7
Tamakiran S. , Asas Asas Hukum Waris menurut Tiga Sistem Hukum, Pionir Jaya,
Bandung, 2000, Hlm. 62
Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977hlm. 79

Soerojjo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, hlm 163

I.G.N. Sugangga, Hukum Adat Khusus, Hukum Adat Waris Pada Masyarakat
Hukum Adat yang bersistem Patrilineal di Indonesia, Semarang, 1988, hlm 11.
https://sayyidahchalimah07.wordpress.com/2014/06/22/makalah-hukum-
waris/#_ftn8
https://utlubililma.wordpress.com/2011/04/04/pembagian-harta-pusaka-dalam-islam
http://pengayaan.com/sebab-sebab-tidak-mendapatkan-harta-warisan
https://utlubililma.wordpress.com/2011/04/04/pembagian-harta-pusaka-dalam-islam/

37
Ahmad Saebani dan Syamsul Falah. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Bandung:
Pustaka Setia. 2011. Hal. 234
http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/12/pengertian-aul-dan-radd-serta-sistem.html
http://luthfianandini.blogspot.co.id/2015/01/perbedaan-hibah-wasiat-wakaf-dan-
waris.html
https://www.slideshare.net/ahmadsubhan92/makalah-waris

38

Anda mungkin juga menyukai