Anda di halaman 1dari 25

PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI

ABBASIYAH (750-1258)
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“SEJARAH PERADABAN ISLAM”
Dosen Pengampu :
Abdur Rouf Hasbullah, M.Pd.I

Disusun Oleh: 6
1. Dinda Dwi Rahmawati (932100718)
2. Fanisa Fajar Nugraheni (932101418)
3. Hafizhoh (932101918)
4. Ma‟rifah (932102218)

Kelas : B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah Swt, yang telah


memberikan rahmat, taufik, serta hidayahnya. Tidak lupa shalawat serta
salam bagi Nabi besar Muhammad Saw, beserta segenap keluarga, para
sahabat, dan para pengikutnya atas teladan yang menghantarkan
kebahagiaan dunia dan akhirat dalam bimbingan agama islam sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah “Peradaban Islam Pada Masa
Dinasti Abbasiyah (750-1258)” ini. Semoga dengan adanya makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Adapun tujuan dari makalah ini dibuat adalah untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang diberikan dosen IAIN
Kediri.

Makalah ini penulis buat secara ringkas. Segala upaya telah


dilakukan untuk menyempurnakan, akan tetapi masih banyak kekurangan
dan kesalahan. Oleh karena itu dengan senang hati penulis menerima saran
dan kritik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya. Amin.

Kediri, 11 April 2021

penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I ........................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 2
BAB II ...................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3
A. Sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah ............................................. 3
B. Pemerintahan Pada Dinasti Abbasiyah ............................................ 5
C. Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah ... 10
D. Kemajuan dan Kemunduran Dinasti Abbasiyah ........................... 15
BAB III................................................................................................................... 20
PENUTUP.............................................................................................................. 20
A. Kesimpulan .................................................................................... 20
B. Saran .............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Peradaban islam mengalami puncak kejayaan pada masa daulah
Abbasiyah. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang diawali
dengan penerjemahan naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke
dalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan
dan terbentuknya mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah
dari kebebasan berfikir. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang
paling berhasil dalam mengembangkan peradaban Islam. Para ahli sejarah
tidak meragukan hasil kerja para pakar pada masa pemerintahan dinasti
Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.

Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan


Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri
dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad
SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibn
Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di
Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3
Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari
tahun 750-12 ( Ratu Suntiah dan Maslani, 1997:44). Pada abad ketujuh
terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling
dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang
antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan Ibn Muhammad
(Dinasti Bani Umayyah) yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul
Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria,berakhirlah riwayat Dinasti Bani
Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah (A.
Syalabi. 2008: 175). Pada masa inilah masa kejayaan Islam yang
mengalami puncak keemasan pada masa itu berbagai kemajuan dalam

1
segala bidang mengalami peningkatan seperti bidang pendidikan, ekonomi,
politik dan sistem pemerintahannya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya dinasti abbasiyah?
2. Bagaimana pemerintahan pada dinasti abbasiyah ?
3. Bagaimana perkembangan peradaban islam pada masa dinasti
abbasiyah ?
4. Apa kemajuan dan kemunduran pada dinasti abbasiyah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui mengetahui sejarah berdirinya dinasti abbasiyah
2. Untuk mengetahui pemerintahan pada dinasti abbasiyah
3. Untuk mengetahui perkembangan peradaban islam pada masa dinasti
abbasiyah
4. Untuk mengetahui kemajuan dan kemunduran pada dinasti
abbasiyah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah


Tonggak berdirinya dinasti Bani Abbas, berawal sejak merapuhnya
system internal dan performance penguasa Bani Umayyah yang berujung
pada keruntuhan dinasti Umayah di Damaskus, maka upaya untuk
menggantikannya dalam memimpin umat Islam adalah dari kalangan bani
Abbasiyah. Propaganda revolusi Abbasiyah ini banyak mendapat simpati
masyarakat terutama dari kalangan Syi‟ah, karena bernuansa keagamaan,
dan berjanji akan menegakkan kembali keadilan seperti yang dipraktikkan
oleh khulafaurrasyidin.1
Nama dinasti Abbasiyah diambil dari nama salah seorang paman
Nabi yang bernama al-Abbas ibn Abd al-Muthalib ibn Hisyam. Dinasti ini
didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah
Ibn al- Abbas.2 Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada bani
Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang bani
Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut
mereka, orang Umayyah secara paksa menguasai khilafah melalui tragedi
perang Siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan dinasti Abbasiyah, mereka
mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap
dinasti Umayyah.3 Di antara yang mempengaruhi berdirinya khilafah bani
Abbasiyah adalah adanya beberapa kelompok umat yang sudah tidak
mendukung lagi terhadap kekuasaan imperium bani Umayah yang
notabenenya korupsi, sekuler dan memihak sebagian kelompok diantaranya
adalah kelompok Syiah dan Khawarij (Badri Yatim. 2008:49-50) serta kaum

1
Dudung Abdurrahman dkk.Sejarah Peradaban Islam: Masa Klasik Hingga Modern,
(Yogyakarta:LESFI, 2003), 118
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 49
3
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher,2009), 143.

3
Mawali (orang-orang yang baru masuk islam yang mayoritas dari Persi). Di
saat terjadi perpindahan kekuasaan dari Umayyah ke Abbasiyah, wilayah
geografis dunia islam membentang dari timur ke barat, meliputi Mesir,
Sudan, Syam, Jazirah Arab, Iraq, Parsi sampai ke Cina. Kondisi ini
mengantarkan terjadinya interaksi intensif antara daerah satu dengan daerah
lainnya. Interaksi ini memungkinkan proses asimilasi budaya dan peradaban
setiap daerah. Nyanyian dan musik menjadi tren dan style kehidupan
bangsawan dan pemuka istana era Abbasiyah. Anak-anak khalifah diberikan
les khusus supaya pintar dan cakap dalam mendendangkan suara mereka.
Seniman-seniman terkenal bermunculan, diantaranya Ibrahim bin Mahdi,
Ibrahim al Mosuly dan anaknya Ishaq. Lingkungan istana berubah dan
dipengaruhi nuansa Borjuis mulai dari pakaian, makanan, dan hadirnya
pelayan-pelayan wanita. Para penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat
berdasarkan rasa persamaan. Pendekatan terhadap kaum Malawi dilakukan
antara lain dengan mengadopsi sistim Administrasi dari tradisi setempat
(Persia) mengambil beberapa pegawai dan Menteri dari bangsa Persia dan
meletakan ibu kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh
bangsa dan agama yang berlainan seperti bangsa Aria dan Sumit dan agama
Islam, Kristen, dan Majusi.
Pembagian kelas dalam masyarakat Daulat Abbasiyah tidak lagi
berdasarkan ras atau kesukaan, melainkan berdasarkan jabatan, menurut
jarzid Zaidan, masyarakat Abbasiyah terbagi dalam 2 kelompok besar, kelas
khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri dari khalifah, keluarga
khalifah (Bani Hasyim) para pembesar negara (Menteri, gubernur dan
panglima), Kaum bangsawan non Bani Hasyim (Quraisy) pada umumnya.
petugas khusus, tentara dan pembantu Istana. Sedangkan kelas umum terdiri
dari para seniman, ulama, pujangga fukoha, saudagar dan penguasa buruh
dan petani. Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3 tempat yang
menjadi pusat kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu dengan yang lain
mempunyai kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk
menegakkan kekuasaan keluarga besar paman nabi SAW yaitu Abbas Abdul
Mutholib (dari namanya Dinasti itu disandarkan). Tiga tempat itu adalah

4
Humaimah, Kufah dan Khurasan. Humaimah merupakan kota kecil tempat
keluarga Bani Hasyim bermukim, baik dari kalangan pendukung Ali
maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah terletak berdekatan dengan
Damsyik. Kufah merupakan kota yang penduduknya menganut aliran Syi„ah
pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia bermusuhan secara terang-terangan
dengan golongan Bani Umayyah.
Demikian pula dengan Khurasan, kota yang penduduknya
mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang bertemperamen
pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh pendirian tidak mudah
terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan yang
menyimpang. Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbassiyah mendapatkan
dukungan. Selama kekuasaan mereka tersebut, peradaban Islam sangat
berkembang. Jika pada masa Bani Umayyah lebih dikenal dengan upaya
ekspansinya, maka pada masa Bani Abbasiyah yang lebih dikenal adalah
berkembangnya peradaban Islam. Kalau dinasti Umayyah terdiri atas orang-
orang „Arab Oriented‟, dinasti Abbasiyah lebih bersifat internasional,
assimilasi corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir dan
sebagainya. Dinasti Abbasiyah memiliki kesan baik dalam ingatan publik,
dan menjadi dinasti paling terkenal dalam sejarah Islam. Diktum dari
Tsalabi: „ al-Mansur sang pembuka, al-Ma‟mun sang penengah, dan al-
Mu‟tadhid sang Penutup‟ mendekati kebenaran, Setelah al-Watsiq
pemerintahan mulai menurun hingga al-Mu‟tashim khalifah ke 37, jatuh dan
mengalami kehancuran di tangan orang Mongol 1258.

B. Pemerintahan Pada Dinasti Abbasiyah


Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai
sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin Bani Abbasiyah,
kedaulatan yang ada pada pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari
Allah, bukan dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan
Umar pada zaman khalifahurrasyidin. Hal ini dapat dilihat dengan perkataan
Khalifah Al-Mansur “Saya adalah sultan Tuhan diatas buminya“. Pada
zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang diterapkan

5
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara lain4 :
a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri,
panglima, Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan
Persia dan mawali.
b. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi
pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan.
c. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan
mulia.
d. Kebebasan berfi kir sebagai HAM diakui sepenuhnya .
e. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk
menjalankan tugasnya dalam pemerintah (Hasjmy, 1993).
Selanjutnya periode II , III , IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah
mengalami penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini
dikarenakan negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak
menghiraukan pemerintah pusat , kecuali pengakuan politik saja. Panglima
di daerah sudah berkuasa di daerahnya,dan mereka telah mendirikan atau
membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya Daulah-Daulah
kecil, contoh; daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol, Daulah
Fatimiyah (Syafi q A Mughni,1997).
Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang
dilakukan oleh para Khalifah Daulah Bani Abbasiyah untuk mengamankan
dan mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya
pemberontakan yaitu: pertama, tindakan keras terhadap Bani Umayah. dan
kedua pengutamaan orang-orang turunan persi. Dalam menjalankan
pemerintahan, Khalifah Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh
seorang wazir (perdana mentri) atau yang jabatanya disebut dengan
wizaraat. Sedangkan wizaraat itu dibagi lagi menjadi 2 yaitu: 1) Wizaraat
Tanfi z (sistem pemerintahan presidentil ) yaitu wazir hanya sebagai
pembantu Khalifah dan bekerja atas nama Khalifah. 2) Wizaaratut Tafwidl
(parlemen kabimet). Wazirnya berkuasa penuh untuk memimpin

4
Ahmad AL-Usairy. Sejarah Islam: Akbar Media, (Perum griya galaxy : 2011), 126.

6
pemerintahan. Sedangkan Khalifah sebagai lambang saja. Pada kasus
lainnya fungsi Khalifah sebagai pengukuh Dinasti-Dinasti lokal sebagai
gubernurnya Khalifah (Lapidus,1999). Selain itu, untuk membantu Khalifah
dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang bernama
diwanul kitaabah (sekretariat negara) yang dipimpin oleh seorang raisul
kuttab (sekretaris negara). Dan dalam menjalankan pemerintahan negara,
wazir dibantu beberapa raisul diwan (menteri departemen-departemen).
Tata usaha negara bersifat sentralistik yang dinamakan an-nidhamul idary
almarkazy. Selain itu, dalam zaman daulah Abbassiyah juga didirikan
angkatan perang, amirul umara, baitul maal, organisasi kehakiman. Selama
Dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbedabeda sesuai
dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya.5
Periodesasi Pemerintahan Daulah Abbasiyah
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, ahli
sejarah membagi masa pemerintahan Daulah Abbâsiyah menjadi lima
periode6:
1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode
pengaruh Arab dan Persia pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode
pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan
dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbâsiyah.
Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan
daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbâsiyah;
biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah
kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah
bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif
di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.

5
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997),67
6
Hasjmy A, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), 56

7
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbâsiyyah mencapai
masa keemasan. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat
dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain,
kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga
berhasil menyiapkan landasan bagi ilmu pengetahuan dalam Islam.
Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai
menurun dalam bidang politik, meskipun ilmu pengetahuan terus
berkembang. Masa pemerintahan Abu al-Abbâs, pendiri dinasti ini sangat
singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. Selanjutnya digantikan oleh Abu Ja'far
al-Manshûr (754-775 M), yang keras menghadapi lawanlawannya terutama
dari Bani Umayyah, Khawarij dan juga Syi'ah. Untuk memperkuat
kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingannya
disingkirkan satu persatu. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya
adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah
sebelumnya di Syria dan Mesir dibunuh karena tidak bersedia membaiatnya.
al-Manshûr memerintahkan Abu Muslim al-Khurasani melakukannya, dan
kemudian menghukum mati Abu Muslim al-Khurasani pada tahun 755 M,
karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya.
Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hâsyimiyah, dekat Kufah.
Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru
berdiri itu, al-Manshûr memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru
dibangunnya, Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762
M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbâs berada di
tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-Manshûr
melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di antaranya
dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang
pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazîr
(Perdana Menteri) sebagai koordinator dari kementrian yang ada. Wazîr
pertama yang diangkat adalah Khâlid bin Barmak, berasal dari Balkh,
Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara,
dan kepolisian negara disamping membenahi angkatan bersenjata. Dia
menunjuk Muhammad bin Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga

8
kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani
Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu
hanya sekedar untuk mengantar surat. Pada masa al-Manshûr, jawatan pos
ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga
administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos
bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
Khalifah al-Manshûr berusaha menaklukkan kembali daerahdaerah
yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan
memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha
tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah
Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya
melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosphorus. Di pihak lain,
dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama gencatan senjata 758-
765 M, Byzantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga
berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut
Kaspia, Turki di bagian lain Oxus dan India. Kalau dasar-dasar
pemerintahan Daulah Abbâsiyah diletakkan dan dibangun oleh Abul Abbâs
as-Saffah dan al-Manshûr, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada
pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hâdi (775-
786 M), Harun ar-Rasyîd (786-809 M), al-Ma'mûn (813-833 M), al-
Mu'tashim (833-842 M), al-Watsîq (842- 847 M), dan al-Mutawakkil (847-
861 M). Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan
peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil
pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang
transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah
menjadi pelabuhan yang penting. Popularitas Daulah Abbâsiyah mencapai
puncaknya di zaman khalifah Harun ar-Rasyîd t (786-809 M) dan puteranya
al-Ma'mûn (813-833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-
Rasyîd untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga
pendidikan dokter dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak
sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga
dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan,

9
dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada
masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan
tak tertandingi.7

C. Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah


Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah khususnya pada masa
kekhalifahan Harun ar-rasyid dan putranya Al Makmun adalah masa
keemasan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dalam dunia islam. Pada masa
ini pula umat Islam telah memberikan kebebasan bagi berperangnya akal
dan pikiran untuk kemajuan manusia saat itu. Pada masa kekhalifahan ini
pula hasil pemikiran manusia dan para ahli ilmu dari berbagai bangsa di
dunia yang saat itu berkembang saling melengkapi dan menambah
kemajuan ilmu pengetahuan dalam dunia islam.8

Di samping banyak bermunculan karya-karya ilmuwan muslim


bermunculan pula karya-karya berbahasa asing terutama bahasa Yunani
yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab buku-buku dari berbagai bahasa
dan berbagai judul itu dipilih dan diserahkan kepada para ilmuwan muslim
untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Khalifah menyediakan
dana yang sangat besar untuk kegiatan penerjemahan ini. Yang menarik
dari perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah adalah
bahwa sebagian besar orang-orang yang berkecimpung dalam bidang ini
tidak hanya berasal dari bangsa Arab muslim atau dikenal dengan kaum
mawali. Kaum mawali adalah muslim yang berasal dari bangsa non-arab
terutama orang-orang yang berasal dari Persia.

Para ilmuwan muslim pada masa Bani Abbasiyah menjelajahi tiga


benua untuk menuntut ilmu pengetahuan. Ketiga benua yang dipilih adalah
benua Asia Eropa dan Afrika. Dari 3 benua ini dianggap mengalami
kemajuan yang sangat pesat dari semua ilmu pengetahuan.Setelah kembali
dari tempat pengembaraan para ilmuwan muslim membaca dan

7
Abbas Wahid, N. dan Suratno. Khasanah sejarah Kebudayaan Islam (Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), 22
8
Bahroin Suryantara, Sejarah Kebudayaan Islam, (Yudhistira, Jakarta 2010), 12

10
menerjemahkan buku-buku tersebut. Dalam waktu yang lama mereka
berusaha menggali berbagai pengetahuan dan kemudian menulis berbagai
buku terutama buku-buku dalam bentuk Dairatul Ma'arif atau saat ini lebih
dikenal dengan sebutan ensiklopedia. Dari buku-buku itulah masyarakat
muslim saat itu belajar dan terus mengembangkan pengetahuannya di
berbagai masjid yang saat itu dijadikan sebagai pusat kegiatan
pendidikan.

Dengan semakin giat nya kaum muslimin mempelajari berbagai


ilmu dari berbagai buku yang ditulis oleh para ilmuwan muslim dan buku-
buku berbahasa asing yang diterjemahkan oleh mereka. Maka masyarakat
Islam pada masa itu menunjuk perkembangan ilmu pengetahuan yang
sangat luar biasa. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam berkembang
pula di negara-negara barat(EROPA). Disana perkembangan ilmu
pengetahuan dan peradaban umat Islam berkembang tidak kalah
pesatnya. Berbagai hasil penemuan dan penelitian ilmiah dibukukan oleh
para ilmuwan muslim.

Kegiatan penerjemahan dari berbagai buku karya ilmuwan besar


Eropa terus menerus berlangsung. Pembangunan tempat kegiatan kegiatan
belajar sangat pesat dan sangat diperhatikan oleh para penguasa muslim
yang ada di sana. Kegiatan-kegiatan belajar diikuti oleh umat Islam dari
berbagai kalangan. Kota-kota besar dan berbagai peninggalan yang saat
ini masih dapat disaksikan merupakan bukti sejarah kemajuan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan umat Islam di masa Bani Abbasiyah.

a. Tempat-tempat belajar

Ada yang menarik bahwa perpustakaan yang dibangun oleh


umat Islam juga dikunjungi oleh masyarakat Eropa dari berbagai
agama mereka membaca buku-buku tentang Islam dalam bahasa Arab
masyarakat Eropa pada waktu itu belajar banyak dari umat Islam itu
pula yang menjadi sebab tertariknya masyarakat Eropa untuk lebih
jauh mempelajari Islam dan akhirnya tak sedikit yang memeluk agama

11
Islam. Dari kegiatan kegiatan belajar dan perkembangan ilmu
pengetahuan inilah kemudian muncul ilmuan-ilmuan Islam yang
terkenal dalam berbagai bidang. Ilmu-ilmu yang berkembang sangat
pesat di saat itu antara lain adalah agama sastra filsafat fiqih Tafsir
dan Hadits. Masjid-masjid Di samping sebagai tempat beribadah juga
merupakan sekolah utama bagi umat Islam pada masa Bani
Abbasiyah pertama Selain itu masjid juga dijadikan sebagai pusat
perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian. Misalnya masjid
Basrah yang ada di Irak. Di masjid ini kaum muslimin
mempelajari ilmu pengetahuan tentang Al Quran Hadits fiqih tafsir
akhlak dan lain-lain.

Dari waktu ke waktu tempat tempat belajar pada masa


Daulah Abbasiyah berkembang sangat pesat. Hal ini disebabkan
dengan semakin pesatnya gerakan penerjemahan berbagai macam
kitab atau buku dari berbagai bahasa dan bangsa ke dalam bahasa
Arab. Hal ini juga didukung dengan berkembangnya industri kertas
yang terus dikembangkan oleh para khalifah untuk menunjang
majunya penerbitan buku buku.9

Tempat orang-orang yang berkumpul untuk belajar ilmu


pengetahuan tempat-tempat tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Kuttab, yaitu tempat belajar untuk tingkat pendidikan rendah dan


menengah.
2. Masjid, ya itu yang biasa dipakai belajar untuk tingkat
pendidikan yang lebih tinggi
3. Majlis Muhadharah, yaitu majelis Tempat bertemunya para
ulama, sarjana, ahli fikir untuk membahas masalah masalah
ilmiah
4. Darul Hikmah, didirikan oleh Khalifah Al Makmun. Darul
Hikmah adalah perpustakaan terbesar pada masa Bani
Abbasiyah. Di tempat ini juga disediakan tempat tempat belajar
9
Bahroin suryantara, Sejarah Kebudayaan Islam, (Yudhistira: Jakarta 2010), 13

12
bagi pengunjung perpustakaan. Disamping itu dibangun pula
sebuah perguruan tinggi yang diberi nama Darul Hikmah.
5. Madrasah, pertama kali didirikan oleh Perdana Menteri
Nidhamul Muluk yang memerintah pada tahun 456-485 H.
Madrasah tersebut didirikan di kota Baghdad, Basrah, Muro,
Thabaristan, naisabur, Hara, Isfahan, dan kota kota lainnya.
Madrasah madrasah yang didirikan mulai dari tingkat dasar
menengah dan perguruan tinggi seperti yang ada pada saat ini.
b. Kegiatan Menerjemah
Kemajuan yang dicapai oleh umat Islam pada masa Daulah
Abbasiyah khususnya pada masa Khalifah Al Mansur, salah satunya
disebabkan oleh adanya gerakan penerjemahan buku-buku asing ke
dalam bahasa Arab. Buku-buku Terjemahan ini sangat membantu
umat Islam dalam mempelajari dan memahami berbagai cabang
ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa dan bangsa. Di antaranya
kitab atau buku bidang sejarah ilmu kalam filsafat, ilmu kalam, ilmu
pasti, musik,dan lain-lain. Proses penerjemahan buku-buku asing
tersebut tidak langsung diterjemahkan ke dalam bahasa Arab tetapi
terlebih dahulu diterjemahkan ke dalam bahasa Syria bahasa sirih
adalah bahasa ilmu pengetahuan di Mesopotamia pada waktu itu
bahasa syriac kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada
masa-masa berikutnya penerjemahan dilakukan langsung ke
dalam bahasa Arab.
c. Pusat pusat kegiatan ilmu Pengetahuan

Kota-kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan pada masa


Daulah Abbasiyah terus bertambah. Hal ini disebabkan dengan
semakin semangat dan bertambahnya umat Islam yang hendak
menuntut dan sekaligus memperdalam ilmu pengetahuan di berbagai
bidang. Kota-kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan oleh
khalifah dilengkapi dengan berbagai fasilitas atau perlengkapan Hal
ini dilakukan untuk mempermudah kaum muslimin mencari
sumber dan informasi tentang ilmu pengetahuan yang diminatinya.

13
Adapun kota-kota besar yang menjadi pusat pengembangan ilmu
pengetahuan pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah antara lain
Mekah, Madinah, Kufah, Damaskus, Fusthat, dan Qairawan. Sedangkan
beberapa kota baru yang dibuka sebagai pusat pengetahuan pada masa
Bani Abbasiyah antara lain Baghdad, Isfahan, Naisabur, Basrah dan
lain-lain.

d. Bidang sosial dan budaya

Di antara kemajuan dalam bidang sosial budaya adalah


terjadinya proses akulturasi danasimilasi masyarakat. Seni arsitektur
yang dipakai dalam pembangunan istana dan kotakota, seperti pada
istana qohsrul dzahabi, dan qoshrul khuldi. Kemajuan juga terjadi pada
bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada masa ini lahir seorang
sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas Abu athaHiyah,
Al-Mutanabby, Abdullah bin Muqafa dan lain-lainnya. Karya buah
pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini.

e. Bidang politik dan militer


Pemerintah dinasti Abbasiyah membentuk Departemen
Pertahanan dan Keamanan yang disebut diwanul Jundi. Departemen
ini yang mengatur semua yang berkaitan dengan kemiliteran dan
pertahanan keamanan. Pembentukan lembaga ini didasari atas
kenyataan politik militer bahwa pemerintah dinasti Abbasiyah
banyak terjadi pemberontakan dan bahkan beberapa wilayah
10
berusaha memisahkan diri dari pemerintah dinasti Abbasiyah.

10
Bahroin suryantara, Sejarah Kebudayaan Islam, (Yudhistira, Jakarta 2010), 42

14
D. Kemajuan dan Kemunduran Dinasti Abbasiyah
1. Kemajuan Dinasti Abbasiyah

Dinasti Abbasiyah tidak hanya sebagai pergantian


kepemimpinan, lebih dari itu telah mengubah untuk menoreh wajah
Dunia Islam dalam refleksi kegiatan ilmiah. Pengembangan ilmu
pengetahuan pada Bani Abbas merupakan iklim pengembangan
wawasan dan disiplin keilmuan. Ini bisa kita lihat dari upaya Khalifah
Harun Ar-Rasyid dan puteranya Al-Mamun ketika mendirikan sebuah
akademi pertama dilengkapi pusat peneropongan bintang, perpustakaan
terbesar dan dilengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan.

a. Lembaga dan Kegiatan Illmu Pengetahuan


1) Maktab/kuttub, dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah
, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung,
dan menulis serta anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama.
2) Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam
ilmunya, pergi keluar daerah atau ke mesjid-mesjid bahkan
kerumah-rumah gurunya.
3) Majlis atau saloon kesusastraan, membahas berbagai macam
imu pengetahuan.

Pada perkembangan selanjutnya mulailah dibuka


madrasah-madrasah yang dipelopori Nizhaml Mulk (456-485 H).
beliaulah pelopor pertama yang mendirikan dalam bentuk yang
ada seperti Ditemukan di Baghdad, Balkan, Naishabur, Hara,
Isfahan, Basrah, Mausil, dan kota-kotalainnya.

b. Corak Gerakan keIlmuan


Bersifat spesifik, kemanfaatannya bersifat keduniaan
bertumpu pada ilmu kedokteran, disamping kajian yang bersifat
pada Al-Qur‟an dab Al-Hadits, sedang astronomi, mantik dan
sastra baru dikembangkandengan penerjemahan dari Yunani.

15
c. Kemajuan Dalam Bidang Agama
1) Ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama dua metode
penafsiran, yaitu tafsir bi al-matsur dan tafsir bi al-ra‟yi.
2) Dalam bidang Hadits pada zaman ini mulai diklasifikasikan
secara sistematis dan kronologis. Pengklasifikasian itu secara
ketat dikualifikasikan sehingga kita kenal dengan klasifikasi
hadits Shahih,Dhaif, dan Maudhu. Bahkan dikemukakan pula
kritik sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi
yang meiwayatkanhadits tersebut.
3) Dalam bidang fiqih, pada masa inilahir fuqaha legendaries yang
kita kenal, seperti imam Hanifah (700-767 M), Imam Malik (713-
795 M), Imam Syafei (767-820 M), dan Imam Ahmad ibnu
Hambal (780-855 M).
4) Ilmu Lughah tumbuh berkembang dengan pesat pula karena
bahasa arab yang semakin dewasa memerlukan suatu ilmu bahasa
yag dimaksud adalah nahwu, sharaf, ma‟ani, bayan, badi, arudh,
dan insya.
d. Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi
1) Astronomi, ilmu ini melalui karya India Sindhind kemudian
diterjemahkan oleh Muhammad ibnu Ibrahim Al-Farizi (77 M). ia
adalah Astronom muslim pertama yang membuat astrolabe, yaitu
alat untuk mengukur ketinggian Bintang. Disamping itu, masih
ada ilmuwan-ilmuwan Islam lainnya, seperti Ali ibnu Isa Al-
Asturlabi, Al-Faghani, Al-Batani, Umar Al-Khayan dan Al-Tusi.
2) Kedokteran, pada masa ini dokter yang pertama yang terkenal
adalah Ali ibnu Rabban Al-Thabri. Pada tahun (850 M) ia
mengarang buku Firdaus Al-Hikmah. Tokoh lainnya adalah Ar-
Razi , Al-Farabi, dan Ibnu Sina.
3) Ilmu Kimia, bapak ilmu kimia Islam adalah Jabir ibnu Hayyan
(721-815 M). sebenarnya banyak ahli kimia Islam ternama
lainnya seperti Ar-Razi, Al-Tuqrai yang hidup pada abad ke-12
M.

16
4) Sejarah dan Geografi, pada masa Abbasiyah sejarawan ternama
abad k3-3 H adalah Ahmad Al-Yakubi, Abu Jafar Muhammad bin
Jafar bin Jarir Al-Tabari. Kemudian ahli Ilmu Bumi yang
termashyur adalah ibnu Khurdazabah (820-913 M)
e. Perkembangan Politik, Ekonomi, dan Admistrasi
Pada masa pemerintahan Abbasiyah ini merupakan Golden Age dalam
perjalanan sejarah peradaban Islam, terutama pada masa Khalifah Al-
Makmun. Daulah Bani Abbasiyah berkuasa kurang lebih selama lima
abad (750-1258 M), pemerintahan yang panjang tersebut dapat dibagi
dalam bebeapa periode, sepeti yang disebutkan diatas.
1) Pada masa pemerintahan Abbasiyah periode pertama, kebijakan-
kebiajakan politik yang dikembngkan antara lain.
2) Memindahkan Ibu Kota dari Damaskus ke Baghdad
3) Memusnahkan keturunan Bani Umayyah
4) Merangkul orang-orang Persia, dalam rangka politik, memperkuat
diri, Abbasiyah member peluang dan kesempatan yang besar
kepada kaum Mawali
5) Menumpasa pemberontak-pemberontakan
6) Menghapus politik Kasta.

Adapun langkah-langkah lain yang diambil dalam program politiknya,


diantaranya.

1) Para khalifah tetap dari Arab, sementara para Menteri, gubernur,


panglima perang, dan pegawai lainnya banyak diangkat dari
golongan Mawali;
2) Kota Baghdad ditetapkan sebagai ibu kota ngara dan menjadi
pusat kegiatan politik, ekonomi, dan kebudayaan;
3) Kebebasan berpikir dan berpendapat mendapat porsi yang tinggi.
4) ü Dalam masa permulaan pemerintahan Abbasiyah, pertumbuhan
ekonomi dapat dikatakan cukup stabil da menunjukan angka
vertikal. Devisi Negara penuh berlimpah-limpah. Khalifah Al-
Mansur merupakan tokoh Ekonomi Abbasiyah yang telah mampu

17
meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan
keuangan Negara.
5) Disektor pertanian, daerah-daerah pertanian diperluasa disegenap
wilayah Negara, bendungan-bendungan dan digali dikanal-kanal
sehingga tidak ada daerah pertanian yang tidak terjangkau dengan
irigasi.
6) Disektor perdagangan, kota Baghdad disamping sebagai kota
politik, agama dan kebudayaan, juga merupakan kota
perdagangan yang terbesar di dunia saat itu. Sedangkan kota
Damaskus merupakan kota kedua. Sungai Tigris dan Efrat
menjadi pelabuhan tranmisi bagi kapal-kapal dagang dari
berbagai penjuru dunia. Terjadinya kontak perdagangan tingkat
Internasional ini semenjak Khalifaf Al-Mansur.
7) Disektor Administrasi Negara, masa dinasti Abbasiyah tidak jauh
berbeda dengan Dinasti Umayyah. Hanya saja pada masa ini telah
mengalami kemajuan-kemajuan, perbaikan, dan penyempurnaan.

Secara umum, menurut Philip K. Hitti, kendali pemerintahan dipegang


oleh Khalifah sendiri. Sementara itu, dalam operasionalnya, yang
menyangkut urusan-urusan sipil dipercayakan kepada wazir (menteri),
masalah hukum diserahkan kepada qadi (hakim) dan masalah militer
dipegang oleh amir.

2. Kemunduran Dinasti Abbasiyah


Penyebab kemunduran Bani Umayyah dikelompokan menjadi dua faktor
intern dan ekstern. Diantaranya.11
a. Faktor Intern ialah:
1) Adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang
terhimpun dalam Daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia dan
Turki.

11
Muhammad Amin “KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN DINASTI ABBASIYAH
SERTA DAMPAKNYA TERHADAP DUNIA ISLAM KONTEMPORER” Jurnal el-
Heka, Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016

18
2) Terjadinya peselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran
agama yang ada yang berkembang menjadi pertumpahan darah.
3) Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan sosial
yang berkepanjangan. Akhirnya
4) Terjadinya kemerosotan tingkat perekonomian sebagai akibat dari
bentrokan politik.
b. Faktor ekstern ialah:

Berlangsungnya Perang Salib yang berkepanjangan dalam


beberapa gelombang. Dan yang paling menentukan adalah sebuah
pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang
berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu,
yaitu perpustakaan di Baghdad

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tonggak berdirinya dinasti Bani Abbas, berawal sejak merapuhnya
system internal dan performance penguasa Bani Umayyah yang berujung
pada keruntuhan dinasti Umayah di Damaskus, maka upaya untuk
menggantikannya dalam memimpin umat Islam adalah dari kalangan bani
Abbasiyah. Propaganda revolusi Abbasiyah ini banyak mendapat simpati
masyarakat terutama dari kalangan Syi‟ah, karena bernuansa keagamaan,
dan berjanji akan menegakkan kembali keadilan seperti yang dipraktikkan
oleh khulafaurrasyidin. Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan
berkembang sebagai sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin
Bani Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan (Khalifah) adalah
berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu
Bakar dan Umar pada zaman khalifahurrasyidin.

Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah khususnya pada masa


kekhalifahan Harun ar-rasyid dan putranya Al Makmun adalah masa
keemasan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dalam dunia islam. Pada masa
ini pula umat Islam telah memberikan kebebasan bagi berperangnya akal
dan pikiran untuk kemajuan manusia saat itu. Pada masa kekhalifahan ini
pula hasil pemikiran manusia dan para ahli ilmu dari berbagai bangsa di
dunia yang saat itu berkembang saling melengkapi dan menambah
kemajuan ilmu pengetahuan dalam dunia islam. Penyebab kemunduran Bani
Umayyah dikelompokan menjadi dua faktor intern dan ekstern. Diantaranya
Faktor Intern ialah a danya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa
yang terhimpun dalam Daulah Abbasiyah, terutama Arab, Persia dan Turki.
Faktor ekstern ialah Berlangsungnya Perang Salib yang berkepanjangan
dalam beberapa gelombang. Dan yang paling menentukan adalah sebuah

20
pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil
menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu
perpustakaan di Baghdad

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Baik
dalam proses pengerjaan, isi, penjelasan dan masih banyak lagi. Karena itu,
pemakalah menerima kritik dan saran agar menjadi lebih baik ke depannya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung dkk. Sejarah Peradaban Islam: Masa Klasik Hingga


Modern. Yogyakarta : LESFI. 2003.
Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam: Akbar Media. Perum Griya Galaxy.
2011.

Hasjmy A. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1973.

Karim, M. Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta:


Pustaka Book Publisher. 2009.

Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. akarta: Logos Wacana


Ilmu. 1997.
Muhammad Amin “Kemunduran Dan Kehancuran Dinasti Abbasiyah Serta
Dampaknya Terhadap Dunia Islam Kontemporer” Jurnal el-Heka,
Vol. I, No. 1, Januari-Juli 2016

N, Abbas Wahid dan Suratno. Khasanah sejarah Kebudayaan Islam . Solo:


PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 2009.
Suryantara, Bahroin. Sejarah Kebudayaan Islam. Yudhistira, Jakarta . 2010.

Yatim, Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada. 2002.

22

Anda mungkin juga menyukai