Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH FIQIH

FIQH ATH'IMAH

PEMBIMBING:
NAKATURIISTIQOMAH

OLEH:
AHMAD ROZA PRATAMA
I.Kata pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul fiqih ibadah" dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran fiqh Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang manusia fiqh bagi para pembaca
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu nakaturiistiqomah selaku dosen fiqh Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

A. Pengertian Ath'imah
Makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Makanan memiliki pengaruh yang sangat besar
baik pada jasmani maupun rohani kita. Allah memerintahkan untuk memakan makanan yang halal dan
thoyib (baik). Allah berfirman,

ِ ْ‫َيا َأ ُّي َها ال َّناسُ ُكلُو ْا ِممَّا فِي اَألر‬


ً ‫ض َحالَالً َطيِّبا‬

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.” (QS Al Baqarah:
168)

B. Hukum Makanan

Hukum asal dari makanan (termasuk minuman) adalah halal. Banyak sekali dalil dari Al Qur’an dan As
Sunnah yang menunjukkan akan hal ini. Diantaranya adalah firman Allah ta’ala,

ِ ْ‫ه َُو الَّذِي َخلَقَ لَ ُكم مَّا فِي اَألر‬


ً ‫ض َجمِيعا‬

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS Al Baqarah: 29)

Allah menciptakan apa-apa yang ada di bumi untuk kemaslahatan manusia. Seluruh makanan dan
minuman halal bagi manusia kecuali yang telah dijelaskan keharamannya. Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya Allah ta’ala telah mewajibkan beberapa perkara, maka janganlah kamu
meninggalkannya dan telah menetapkan beberapa batas, maka janganlah kamu melampauinya dan
telah mengharamkan beberapa perkara maka janganlah kamu melanggarnya dan Dia telah mendiamkan
beberapa perkara sebagai rahmat bagimu bukan karena lupa, maka janganlah kamu membicarakannya.”
[HR Daruquthniy 3450. Hasan] Segala sesuatu yang Allah dan RasulNya tidak jelaskan keharamannya
baik berupa makanan, minuman, pakaian atau yang lainnya maka hukum asalnya adalah halal.

Kaidah: Setiap makanan yang suci (thohir) dan tidak bermudharat maka halal. Sebaliknyamakanan yang
najis atau bermudharat maka haram seperti bangkai, darah, air kencing, tinja, khamr, dan lainnya.
Makanan yang bermudharat maka haram dikonsumsi seperti racun, khamr, termasuk juga rokok. Allah
melarang kita menjatuhkan diri dalam kebinasaan. Allah berfirman,
‫َوالَ ُت ْلقُو ْا ِبَأ ْيدِي ُك ْم ِإلَى ال َّت ْهلُ َك ِة‬

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS Al Baqarah: 195)

Kaidah: Setiap makanan yang suci (thohir) dan tidak bermudharat maka halal. Sebaliknya makanan yang
najis atau bermudharat maka haram seperti bangkai, darah, air kencing, tinja, khamr, dan lainnya.
Makanan yang bermudharat maka haram dikonsumsi seperti racun, khamr, termasuk juga rokok. Allah
melarang kita menjatuhkan diri dalam kebinasaan. Allah berfirman,

‫َوالَ ُت ْلقُو ْا ِبَأ ْيدِي ُك ْم ِإلَى ال َّتهْلُ َك ِة‬

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS Al Baqarah: 195)

C. Jenis Makanan

Makanan ada dua jenis: tumbuh-tumbuhan dan hewan. Adapun tumbuh-tumbuhan seperti biji-bijian,
buah-buahan, sayuran dan lainya maka seluruhnya halal kecuali yang bermudharat. Adapun untuk
hewan ada dua jenis: hewan yang hidup di darat (bariyyah) dan hewan yang hidup di laut/air
(bahriyyah).

1. Hewan Darat

Hewan darat hukumnya halal kecuali yang diharamkan syariat. Secara ringkas hewan yang
diharamkan ada enam macam:

1. Hewan yang dengan jelas disebutkan keharamnya dalam nash (dalil syar’i) seperti babi [QS Al
Ma’idah: 3] dan keledai piaraan [HR Bukhari 4219 dan Muslim 1941].

2. Yang ditetapkan kaidah tentang keharamannya seperti “Setiap hewan buas yang bertaring dan burung
yang bercakar”. Disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang
dari setiap hewan buas yang bertaring dan burung yang bercakar” [HR Muslim 1934, Abu Dawud 3803].
Termasuk dalam hal ini adalah anjing, singa, dan elang.

3. Yang memakan bangkai seperti burung nasar (burung pemakan bangkai)


4. Hewan yang khabits (menjijikkan) seperti ular, tikus, serangga.

5. Hasil perkawinan hewan yang halal dimakan dengan hewan yang haram dimakan seperti bighal
(peranakan keledai piaraan dengan kuda), Apa-apa diperintahkan untuk membunuhnya atau dilarang
untuk membunuhnya. Diantara hewan yang diperintahkan membunuhnya adalah lima binatang fasiq
(membahayakan) yaitu tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak dan anjing gila [Lihat HR
Bukhari 3314 dan Muslim 1198]. Contoh yang dilarang membunuhnya adalah burung hud hud, burung
shurad dan lainnya.

6. Selain yang disebut diatas maka hukumnya halal seperti kuda, hewan ternak (sapi, kambing, onta, dll),
keledai liar, kelinci dan lainnya. Dikecualikan dalam hal ini jalalah, yaitu hewan (sapi, kambing, ayam,
atau yang lain) yang makanannya atau mayoritas makanannya adalah najis.

2. Hewan Laut (Air)

Hewan yang hidup di air seperti ikan dan lainnya halal dan tidak perlu disembelih. Rasulullah
bersabda tentang air laut, “Dia thohur (suci) airnya dan halal bangkainya” [HR Abu Dawud 83, Tirmidziy
69, Nasa’I 59 dan Ibnu Majah 386]

D. Penyembelihan yang Syar’i

Salah satu syarat halalnya hewan adalah disembelih dengan cara yang sesuai syar’i. Allah berfirman,

َّ ‫ َل‬/‫ا َأ َك‬//‫ ُة َو َم‬/‫يح‬


‫ا‬//‫ ُب ُع ِإالَّ َم‬/‫الس‬ ُ /‫ير َو َما ُأ ِه َّل لِغَ ي ِْر هّللا ِ ِب ِه َو ْال ُم ْن َخ ِن َق ُة َو ْال َم ْوقُو َذةُ َو ْال ُم َت َر ِّد َي‬
َ ِ‫ة َوال َّنط‬/ ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْي َت ُة َو ْال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِز‬
ْ ‫حُرِّ َم‬
‫ب‬
ِ ‫ص‬ ُ ‫َذ َّك ْي ُت ْم َو َما ُذ ِب َح َعلَى ال ُّن‬
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah , daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas
nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.”
(QS Al Ma’idah: 3)

Yang dimaksud bangkai adalah hewan yang mati bukan dengan cara penyembelihan yang syar’i
(tenggelam, tercekik dan semisalnya). Sedang yang yang dimaksud darah yang diharamkan adalah darah
yang mengalir. Adapun darah yang tersisa pada daging setelah penyembelihan maka halal dan tidak
najis. Seluruh bangkai hukumnya haram dimakan kecuali belalang dan ikan (dan seluruh hewan yang
hanya hidup di air). Disebutkan dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma secara marfu’,
“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang.
Sedangkan dua darah yaitu hati dan limpa” [HR Ahmad 5723 dan Ibnu Majah 3218]

Syarat penyembelihan ada 4:

1. Ahliyatu al mudzakiy: orang yang menyembelih harus berakal, beragama islam atau ahlil kitab (yahudi
dan nashrani). Maka tidak sah sembelihan orang yang gila, anak kecil yang belum mumayyis atau orang
musyrik (selain ahlil kitab)

2. Dengan alat yang tajam seperti pisau dari besi. Setiap benda yang tajam boleh digunakan untuk
menyembelih selain gigi dan tulang [Lihat HR Bukhari 2488 dan Muslim 1968].
3. Memutus al hulqum (jalur nafas), al mar’i (jalur makan dan minum) dan salah satu al wadjain (dua
urat pembulu darah). Untuk onta disunnahkan disembelih dengan cara nahr, yaitu ditusuk pada bagian
pangkal lehernya. Adapun untuk selain onta (seperti kambing dan sapi) maka disunnahkan disembelih di
halq (ujung lehernya, yang dekat kepala). Tetapi jika tidak mampu menyembelih pada tempat tersebut
misal hewannya liar sehingga tidak dapat dipegang atau lari maka boleh disembelih dengan melukai
bagian tubuhnya yang memungkinkan (misal dipanah) [Lihat HR Bukhari 3075 dan Muslim 1968].Saat
menyembelih menyebut nama Allah (bismillah).

4. Dimakruhkan menyembelih dengan alat menyembelih yang tumpul (tidak tajam) karena hal tersebut
menyakiti hewan. Demikian juga dimakruhkan menyembelih tidak menghadap kiblat, memutus leher
serta menguliti sebelum hewannya benar-benar mati.

E. Tentang Berburu

Berburu binatang (shaid) diperbolehkan jika memang itu kebutuhan. Adapun jika sekedar hobi atau
kesenangan bukan karena kebutuhan maka makruh. Jika sampai mengandung unsur kedzoliman seperti
menyebabkan rusaknya tanaman atau harta benda orang lain maka haram. Dalil tentang bolehnya
berburu adalah firman Allah ta’ala,
َّ ‫قُ ْل ُأ ِح َّل َل ُك ُم‬
َّ‫ين ُت َعلِّمُو َنهُن‬ ِ ‫ات َو َما َعلَّ ْم ُتم م َِّن ْال َج َو‬
َ ‫ار ِح ُم َكلِّ ِب‬ ُ ‫الط ِّي َب‬

“Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang
telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu.” (QS Ma’idah: 4)

Berburu dapat menggunakan alat untuk berburu seperti panah atau hewan yang dilatih untuk berburu
(seperti anjing atau elang). Disyaratkan menyebut nama Allah (“bismillah”) saat melepas alat atau
hewan untuk berburu. Jika hasil buruan masih hidup saat tertangkap maka harus disembelih dengan
cara yang syar’i (sebagaimana dijelaskan sebelumnya).

F. Pentutup

Sekian penjelasan singkat tentang fiqih makanan, tatacara penyembelihan dan berburu. Hendaknya kita
menjauhi makanan yang haram karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap jasmani dan rohani kita.
Makanan yang haram adalah salah satu penyebab tidak terkabulkannya do’a. Namun perlu diperhatikan
bahwa dalam keadaan darurat sesuatu yang haram boleh dikonsumsi. Allah ta’ala berfirman:
‫اغ َواَل َعا ٍد َفاَل ِإ ْث َم َعلَ ْي ِه ۚ ِإنَّ هَّللا َ غَ فُو ٌر رَّ حِي ٌم‬ ُ
ٍ ‫َف َم ِن اضْ طرَّ غَ ي َْر َب‬

“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS Al-Baqarah: 173)

Anda mungkin juga menyukai