Anda di halaman 1dari 4

Line Facility

Line facility (at tashilat) adalah fasilitas plafon pembiayaan yang diberikan oleh
bank syariah dalam jangka waktu tertentu untuk nasabah tertentu dengan ketentuan yang
disepakati dan mengikat secara moral dan dijalankan berdasarkan prinsip syariah.
Ketentuan line facility:
1. Dilakukan berdasarkna wad dan dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayan
tertentu.
2. Bisa dilakukan dengan akad.
3. Akad yng digunakan dapat berbentuk akad mudharabah, istishna, mudharabah,
musyarakah, dan ijarah.
4. Bank syariah hanya boleh mengambil margin, bagi hasil atas akad-akad yang
direalisasikan dari line facility.
5. Fee penarikan uang tunai yaitu fee atas penggunaan dan pelayanan fasilitas untuk
penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqu) sebagai fee atas pelayanan dan
penggunaan fasilitas yng besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan.
Denda keterlambatan (Late Charge) adalah denda akibat keterlambatan pembayaran.
Denda melampui pagu (overlimit charge) adalah denda yang dikenakan karena pemegang
kartu melampui pagu yang diberikan. Denda ini dapat dikenakan tanpa persetujuan penerbit.
Pelaksanaan akad-akad pembiayaan yang mengikuti Line Facility harus berpedoman pada :
Fatwa DSN nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah,
Fatwa DSN nomor: 06/DSNMUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna,
Fatwa DSN nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh),
Fatwa DSN nomor: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah,
Fatwa DSN nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah

atwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 45/DSN-MUI/II/2005 tentang
Line Facility (At-Tashilat)
Menimbang :a. Bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan
masyarakat adalah line facility (attashilat), yaitu fasilitas plafon pembiayaan dalam jangka
waktu tertentu untuk masabah tertentu dengan ketentuan yang disepakati dan mengikat secara
moral b. Bahwa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) perlu merespon kebutuhan masyarakat
tersebut dalam berbagai produknya. c. Bahwa agar fasilitas tersebut dilaksanakan sesuai
dengan Syariah Islam, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa untuk
dijadikan pedoman. Mengingat :

o QS. al-Maidah [5]: 1Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu.
(Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut
yang dikehendaki-Nya.
o QS. al-Isra [17]: 34:Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim,
kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa penuhilah
janji,. sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabannya.
o QS. al-Baqarah [2]: 275:Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghunipenghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.
1. Firman Allah SWT, antara lain: 2. Hadis-hadis Nabi s.a.w.; antara lain:

Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari `Amr bin `Auf alMuzani, Nabi s.a.w.
bersabda:Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.

Hadits Nabi riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daraquthni, dan yang lain, dari Abu Said
al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri
maupun orang lain.

Hadis Nabi Riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah:Tanda orang munafik ada
tiga; jika berkata, ia dusta; apabila berjanji, ia ingkari; dan apabila diberi amanat, ia
khianat.

Kaidah-kaidah Fiqh; antara lain:

Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.

Kesulitan dapat menarik kemudahan.

Hajat dapat menduduki posisi darurat.

Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku
berdasarkan syara (selama tidak bertentangan dengan syariat).

Memperhatikan:

Keputusan Majma Al-Fiqh Al Islami Organisasi Konferensi Islam (OKI), Nomor: 40


& 41 Tahun 1988 tentang al-Wafa bi-al-Wad wa al-Murabahah li-al-Amir bi-alSyira.

Hasil workshop BPH-DSN, 9-10 Dzulqadah 1425/21-22 Desember 2004.

Surat Direksi BSM No.6/552/DIR tertanggal 21 September 2004 perihal permohonan


fatwa.

Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan ,Syariah Nasional pada hari Selasa, 13
Muharram 1426/ 22 Februari 2005.

MEMUTUSKANMenetapkan FATWA TENTANG LINE FACILITY Pertama: Ketentuan


Umum Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:

Line Facility adalah suatu bentuk fasilitas plafon pembiayaan yang diberikan oleh
LKS kepada nasabah tertentu dalam jangka waktu tertentu yang dijalankan
berdasarkan prinsip syariah.

Wad adalah kesepakatan atau janji dari satu pihak (LKS) kepada pihak lain (nasabah)
untuk melaksanakan sesuatu yang dituangkan ke dalam suatu dokumen Memorandum
of Understanding.

Akad adalah transaksi atau perjanjian syari yang menimbulkan hak dan kewajiban
serta merupakan realisasi dari Line Facility.

Kedua : Ketentuan Akad

Line Facility boleh dilakukan berdasarkan wad dan dapat digunakan untuk
pembiayaan-pembiayaan tertentu sesuai prinsip syariah.

Akad yang digunakan dalam pembiayaan tersebut di atas dapat berbentuk akad
Murabahah, Istishna, Mudharabah, Musyarakah dan Ijarah.

LKS hanya boleh mengambil margin, bagi hasil dan/ataufee atas akad-akad yang
direalisasikan dari Line Facility.

Penetapan margin, nisbah bagi hasil daniatau fee (ujrah) yang diminta oleh LKS harus
mengacu kepada ketentuanketentuan masing-masing akad dan ditetapkan pada saat
akad tersebut dibuat.

Pelaksanaan akad-akad pembiayaan yang mengikuti Line Facility harus berpedoman


pada Fatwa DSN nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, Fatwa DSN
nomor: 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna, Fatwa DSN nomor:
07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), Fatwa DSN
nomor: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, Fatwa DSN nomor
09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.

Ketiga : Ketentuan Penutup

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Anda mungkin juga menyukai