Anda di halaman 1dari 13

KAEDAH KULLIYYAH KUBRO KEDUA

AL-YAQIN LA YUZALU BI AS-SYAKK

Di Susun Guna Memenuhi Tugas :


Mata Kuliah : Qowaid Fiqhiyah
Dosen Pengampu : Dr. Muhaimin, M.H.I

Di susun oleh kelompok 4


1. Tria Novinda Isnaini (2020410036)
2. Intan Ayu Mulya Utami (2020410040)

B4ZWR

FALKUTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


PROGAM STUDI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN PELAJARAN 2022/ 2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu WaTa’ala, yang telah melimpahkan
Hidayah, Inayah dan Rahmat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan
makalah Kaedah Kulliyyah Kubro Kedua Al-Yaqin La Yuzalu Bi As-Syakk ini. Sholawat
serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarga, para sahabat dan kita semua para umatnya sampai akhir zaman.
Penyusunan makalah ini kami buat sebagai tugas mata kuliah Qowaid Fiqhiyah dalam
penyusunan makalah ini kami lakukan semaksimal mungkin dengan mendapatkan bantuan
dari berbagai sumber,terutama narasunber yang sudah bersedia untuk di wawancarai sehingga
bisa memudahkan kami dalam penyusunan makalah ini.
Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa serta aspek-aspek
lainnya. Maka dari itu, kami menerima kritik dan saran dari para pembaca yang ingin
memberikan kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini
bias bermanfaat bagi saya dan para pembaca Terimakasih.

Kudus, 9 April 2022


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................................... 3

A. Pengertian Al Yakinu La Yuzalu bi Syakki ................................................................................ 3

B. Dasar Hukum Kaidah ‫ اليقين اليزال بالشك‬......................................................................................... 4

C. Kaidah – Kaidah Turunan ‫ اليقين اليزال بالشك‬................................................................................. 5

BAB III PENUTUP.............................................................................................................................. 9

A. Kesimpulan ................................................................................................................................. 9

B. Saran ........................................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam makalah kali ini akan membahas tentang kaidah kedua keyakinan tidak
hilang dengan kemudahan (al-yaqin la yuzalu bi as-syak). Manusia sendiri memiliki
perasaan senang-sedih, optimis-pesimis, dan yang berkaitan dengan masalah ini adalah
keyakinan dan keraguan.Karenanya, keraguan yang menganggu pikiran sebagaimana
pesan substansial kaidah ini tidakakan mampu menggoyahkan status hukum yang telah
dimiliki oleh keyakinan.
Didalam kaidah fiqhiyah Al Yaqinu La Yuzalu bi Shakki yang artinya keyakinan
itu tidak bisa dihilangkan dengan adanya keraguan. Yang dimaksud yakin dalam kaidah
ini adalah tercapainya kemantapan hati pada satu objek hukum yang telah dikerjakan,
baik kemantapan itu sudah mencapai kadar pengetahuan yang mantap atau presepsi kuat
(Zann). Jadi bukanlah sebuah kemantapan hati yang disertai dengan keraguan saat
melaksanakan pekerjaan, karena hal itu tidak kategori yakin. Alasan mendasar
menganggap kebimbangan tidak bisa menghilangkan keyakinan adalah karena posisi
keraguan (Shakk) dianggap lebih lemah dari pada keyakinan. Keyakinan hanya bisa
hilang bila telah ada sebab-sebab pasti yang mampu menghilangkan nilai-nilai dasar
keyakinan.
Kekhawatiran atau keraguan tersebut bisa dihilangkan dengan adanya keyakinan
tidak pernah menyusui orang lain selain anaknya. Dasar dari kaidah ini adalah "apabila
salah satu dari kalian menemukan sesuatu di dalam perut, kemudian diragukan
karenanya apakah keluar sesuatu atau tidak, maka jangan keluar dr masjid atau
membatalkan shalat sehingga mendengar suara atau mencium bau (aroma)." (HR.
Muslim dan Abu Hurairah)1
Kaidah ini menandaskan bahwa hukum yang sudah berlandaskan keyakinan tidak
dapatdipengaruhi oleh keraguan yang timbul kemudian. Rasa ragu yang merupakan
unsur eksternaldan muncul setelah keyakinan tidak akan menghilangkan hukum yakin
yang telah adasebelumnya. Seseorang yang sebelumnya telah yakin bahwa dia berada
dalam kondisi sucidengan berwudlu misalnya tidak akan hilang hukum kesucianya di

1
H. M. Yahya Khusnan Manshur, Ulasan Nadham Qowaidul Fiqhiyah, (Jombang : PUSTAKA AL
MUHIBBIN, 2011), hal: 18.

1
sebabkan munculnyakeraguan setelah itu. Karena sebelum keraguan itu timbul, dia telah
menyakini keabsahanthaharah yang telah dilakukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Al-Yaqin La Yuzalu Bi As-Syakk ?
2. Apa saja dasar hukum Al-Yaqin La Yuzalu Bi As-Syakk ?
3. Apa saja kaidah-kaidah turunan Al-Yaqin La Yuzalu Bi As-Syakk ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Al-Yaqin La Yuzalu Bi As-Syakk.
2. Untuk mengetahui Apa saja dasar hukum Al-Yaqin La Yuzalu Bi As-Syakk.
3. Untuk mengetahui apa saja kaidah-kaidah turunan Al-Yaqin La Yuzalu Bi As-Syakk.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al Yakinu La Yuzalu bi Syakki


ُ‫ا ْليَ ِقينُ اليزال ِبالش َِّك‬

Artinya : “suatu keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan adanya suatu keraguan
(syak)”
Kaidah ini disimpulkan berdasarkan hadits :
ُ‫علَى مااستيقن‬ َّ ‫صلَّى أثَلثاأم ُأْ ْربَعَُا َفلَيَ ْط َرحُ ال‬
ُِ ‫شتْلَةُ َوُلَيَب‬
َ ‫ْن‬ َ ‫إذاشك أَ َحدَّك ُْم فِي ِص ََلتِ ُِه َفلَ ُْم يَد ْرك ُْم‬
Artinya: “jika salah seorang ragu-ragu diantara kamu dalam mengerjakan
shalat dan tidak tau berapa reka'at itu, apakah yang telah mengerjakan tiga atau
empat raka'at maka hendaklah menghilangkan keraguan itu dan tetap dengan apa
yang diyakini. (HR.Muslim ra)”
• Al Yaqin
Adapun yang dimaksud dengan "yakin" adalah :
ُ‫ظ ُِر أَ ُِو الدَّليل‬
َ َّ‫ه َُو َما كَانَُ ثَابِتَا بِالن‬
Artinya: “sesuatu yang menjadi mantap karena pandangan atau dengan
adanya dalil.”2
Menurut istilahnya :
a. Al Ghozali menegaskan bahwa Al Yaqin adalah kemantapan hati untuk
membenarkan sebuah objek hukum yang benar.
b. As Suyuthi mengatakan bahwa Al Yaqin adalah sesuatu yang tetap dan pasti
yang telah dibuktikan melalui penelitian dan menyertakan bukti-bukti yang
mendukungnya.
Jadi Al Yaqin sendiri adalah sesuatu yang pasti. Maka, sudah dipastikan
bahwa sesuatu yang pasti itu lebih kuat kedudukannya daripada yang
meragukan dan membingungkan karena sesuatu yang pasti bersifat tetap dan
bisa dibuktikan dengan alat bukti yang sah, sedangkan sesuatu yang meragukan
dan membingungkan dan penuh dengan berbagai kemungkinan-kemungkinan
yang akan terjadi dikemudian hari dan jika ada keragu-raguan maka tidak bisa
menghapuskan sesuatu yang pasti.

2
Dr. H. Yasin, M.Ag, Qawaid Fiqhiyah, (Kudus: Dipa STAIN Kudus, 2009) hal: 61

3
• Syakk
Yang dimaksud dengan syak adalah :
ُ‫طُأ َ دونَُ تَ ْر ِجيح‬
َ ‫اب َوا ْل َخ‬
َُ ‫عدَمِ ُِه َم َُع تساوىطرفى الص ََّو‬ ُِ ‫َان مترددابين الثُّبو‬
َ ‫ت َو‬ َ ‫أ َ َحدَّه َما‬
ُِ ‫علَى ْاْل َخ ُِر ه َُو َماك‬
Artinya : “sesuatu yang berada antara ketetapan dan ketidak tetapan
dimana hal tersebut berada dalam posisi yang sama antara batas kebenaran
dan kesalahan, tanpa dapat dikuatkan salah satunya.”
Secara Istilah, menurut Imam Al-Jurjani Asy-Syakk adalah sesuatu yang
tidak menentu (meragukan) antara sesuatu yang saling berlawanan, tanpa dapat
dimengerti.
Jadi maksud kaidah ini adalah: Apabila seseorang telah meyakini suatu
perkara, maka yang telah diyakininya itu tidak dapat dihilangkan dengan
keraguan, sedang arti keraguan (syak) adalah persamaan antara dua hal yang
saling bertentangan sehingga menjadi bagian neraca (timbangan) yang
seimbang.
Jika seseorang yang yakin telah wudhu kemudian datang, keraguan
apakah ia berhadats? dalam hal ini ditetapkan hukum yang telah diyakini yakini
masih ada wudhu dan belum berhadats.
Contoh lain: Apabila orang yang yakin telah terkena najis jilatan anjing,
kemudian ia ragu apakah ia telah mencucinya dengan debu atau belum, dalam
hal ini ditetapkan belum mencuci dengan debu, karena yang diyakini adalah
najis.3

B. Dasar Hukum Kaidah ُِ‫ا ْليَقِينُاليزالُبِالشَّك‬


1. Firman Allah dalam Al-Quran surat Yunus : 36
َُ‫ع ِليْمُُۢبِ َما يَ ْفعَل ْون‬
َ َ‫ّللا‬
ُٰ َُّ‫شيْـًٔاُ اِن‬ ُِ ‫ي ِمنَُ ا ْل َح‬
َ ‫ق‬ ُْ ِ‫ظنَُّ َُال ي ْغن‬ َ ‫َو َما يَتَّبِعُ اَ ْكثَره ُْم ا َُِّال‬
َّ ‫ظنًّاُ اِنَُّ ال‬
Artinya : “Dan kebanyakan mereka hanya mengikuti dugaan. Sesungguhnya
dugaan itu tidak sedikit pun berguna untuk melawan kebenaran. Sungguh, Allah
Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”4
2. Hadis Rasulullah SAW :
Dari Abu Sa'id Al Khudri berkata: Rasulullah bersabda: "Apabila salah
seorang diantara kalian ragu-ragu dalam shalatnya, sehingga tidak mengetahui

3
Ibid, hal :62
4
Al-qur’an Surat Yunus: 36

4
sudah berapa rakaatkah ia mengerjakan shalat, maka hendaklah ia membuang
keraguan dan lakukanlah sujud dua kali sebelum salam, jika ternyata shalatnya
itu lima rakaat maka kedua sujud itu bisa menggenapkan shalatnya, dan jikalau
ternyata shalatnya sudah sempurna maka kedua sujud itu bisa membuat jengkel
setan." (HR. Muslim)

C. Kaidah – Kaidah Turunan ُ‫ا ْليَ ِقينُاليزالُ ِبالش َِّك‬


ِ ‫ا ْْلَصْلُ بِ َرانَ ُِة‬
1. ُ‫الذ َّم ِة‬
Artinya: “ hukum dasar adalah kebebasan seseorang dari tanggung
jawab”
Pada hakikatnya manusia dilahirkan bebas dari segala hutang,kewajiban
atau pertanggungjawaban. Ada suatu kewajiban pertanggunjawaban itu adalah
karena adanya hak-hak yang telah dimiliki, yang datannya tidak lain karena sebab
sebab yang timbul setelah manusia itu lahir.
Contoh:
a. Jika seseorang menghadiahkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat
memberikan gantinya dan kemudian mereka berdua bertengkar tentang wujud
penggantianya, maka yang dibenarkan adalah perkataan orang yang menerima
hadiah. Sebab menurut asalnya ia bebas dari tanggungan memberikan
gantinya.
b. Jika dua orang bertengkar tentang harga barang yang dirusakkan, maka yang
dimenangkan adalah rang yang merasa dirugikan. Sebab menurut asalnya ia
tidak dibebani tanggungan tambahan.

َ َُ‫ْاْلَصْلُ بَقَاءُ َما كَان‬


2. َُ‫علَى َما كَان‬
Artinya: “yang menjadi dasar adalah tetap apa yang telah ada atas apa
yang telah ada.”
Kaidah ini identik dengan dalil istishhab yang digunakan oleh ulama' ushul
fiqh, yakni memperlakukan ketentuan hukum yang telah ditetapkan atau telah ada
pada masa yang lampau, sampai ada ketentuan hukum lain yang merubahnya.
Berdasarkan kaidah ini, jika seseorang menjumpai suatu keraguan
mengenai hukum suatu perkara, maka diperlakukan hukum yang telah ada atau

5
yang ditetapkan pada masa yang telah lewat sampai ada hukum lain yang
merubahnya, karena apa yang telah ada lebih dapat diyakini.
Diantara contoh furu'iyyahnya ialah :
➢ Dalam lapangan ibadah
a. jika seorang telah berwudhu kemudian datang keraguan dalam hatinya,
barangkali telah berhadats, maka dalam keadaan ini, ditetapkan sebagai
hukum yang telah ditetapkan sebelum datang keraguan, yaitu masih ada
wudhu (belum berhadats) atau orang tersebut masih dalam keadaan
berwudhu.
b. Seseorang makan sahur di akhir malam dengan dicekam rasa ragu-ragu,
apakah waktu fajar sudah terbit. Puasa orang tersebut hukumnya sah.
Sebab menurut dasar yang asli diberlakukan keadaan waktunya masih
malam, bukan waktu fajar.
c. Seterusnya bila berbuka puasa di masa-masa menjelang maghrib dengan
dihinggapi keraguan barang kali matahari belum terbenam, maka batalah
puasanya. Lantaran waktu yang ditetapkan berlaku adalah sebelum
maghrib itu.

➢ Dalam lapangan mu'amaalah


Yaitu, bila seorang hakim menghadapi perkara yang terjadi karena suatu
perselisihan antara seorang debitur dengan seorang kreditor, dimana debitur
mengatakan bahwa ia telah melunasi hutangnya kepada keditur, namun
kreditur menolak perkataan si debitur tersebut, yang dikuatkan dengan
sumpah. Berdasarkan kaidah ini hakim harus menetapkan bahwa hutang
tesebut masih ada (belum dilunasi). Keputusan ini dapat berubah mana kala
ada bukti-bukti lain yang meyakinkan yang mengatakan bahwa hutang
tersebut telah lunas.

➢ Dalam lapagan munakahat


Seperti seorang suami yang lama meninggalkan istrinya dan tidak
diketahui kemana arah kepergianya, maka tidak dapat menikah dengan orang
lain. Karena dipandang bahwa hukum yang berlaku adalah wanita masih
terikat dalam tali perkawinan, sebab yang jelas pada waktu suami pergi, tidak
menjatuhkan talaq terhadap istrinya itu.
6
ْ َ‫علَى الدَّلي ُِل يَ ِد ُُّل َحتَّاالشياء ْاْلبَاح َُةَ فِي ْاْل‬
3. ُ‫ص ِل‬ َ ُ‫تَحُْ ِريم‬
Artinya: “Asal sesuatu adalah boleh, sampai ada dalil yang menunjukkan
keharamanya”.5
Kaidah ini bersumber dari sabda Rasulullah SAW:
‫ما أحل هللا فهو حَلل وما حرم هللا فهو حرام وما سكت عنه فهو عفو فاقبلوا من هللا عافيته فإن هللا لم يكن‬
ُ‫لينسى شيئا‬
Artinya: “Apa yang dihalalkan Allah adalah halal dan apa-apa yang
diharamkan Allah adalah haram dan apa-apa yang didiamkan dima'afkan maka
terimalah dari Allah perma'afanya. Sungguh Allah itu tidak melupakan
sesuatupun”. (HR. Al-Bazar dan At Thabarani)
Kandungan hadits ini ialah bahwa segala sesuatu yang belum ditunjukkan
oleh dalil yang tegas tentang halal dan haram nya, hendaklah dikembalikan
kepada ketentuan aslinya yaitu mubah.
Contoh:
a. Segala macam binatang yang sukar untuk ditentukan keharamanya lantaran
tidak didapatkan sifat-sifat dan ciri-ciri yang dapat dikalsifikasikan kepada
binatang haram, adalah halal dimakan.
b. Binatang jerapah adalah binatang yang halal dimakan, karena tidak memiliki
sifat-sifat atau ciri-ciri yang mengharamkanya (bertaring lagi buas).

ِ ‫ت تَ ْق‬
4. ُ‫دير ُِه باقرب ز ِم ْنه‬ َ ‫ْاْلَصْلُ ِفي ك ُِل ح‬
ُِ ‫َاال‬
Artinya: “Asal setiap peristiwa penetapanya menurut masa yang terdekat
dengan kejadianya”.
Contoh :
Seseorang yang mengambil air wudhu untuk melakukan shalat dari suatu
sumur. Beberapa hari kemudian diketahuinya bahwa didalam sumur tersebut
terdapat bangkai tikus, sehingga menimbulkan keraguan-keraguannya perihal
wudhu dan shalat yang telah dikerjakan beberapa hari yang lalu. Dalam masalah
yang demikian itu ia tidak wajib mengqadha' shalat yang sudah dikerjakanya.
Masa yang terdekat sejak dari peristiwa di ketahuinya bangkai tikus itulah yang
dijadikan titik tolak untuk menetapkan kenajisan air yang mengakibatkan tidak
sahnya shalat dan mengharuskan untuk mengqhada'nya. Kecuali kalau ia yakin
5
Prof Dr. Mukhtar Yahya Dan Prof.Drs.Fatchurrahman, Dasar dasar Pembinaan Hukum Figh
Islam, (Bandung: PT.AL-MA'ARIF, 1986) .Hal: 500

7
bahwa bangkai itu sudah lama berada dildalam sumur sebelum ia melakuakan
shalatnya atas adanya bukti-bukti yang meyakinkan. Jika demikian air yang di
pergunakan berwudhu itu adalah air mutanajis, sehingga shalat yang ia kerjakan
harus di qadha’.

5. ُ‫شيْئا أَ ُْم َُال فاالصل أَنَّهُ لَ ُْم َي ْف َع ْله‬


َ ‫َك أَفَ َع ُِل‬ ُْ ‫ِم‬
ُِ ‫ن ش‬
Artinya: “Barang siapa ragu-ragu apakah ia mengerjakan sesuatu atau
tidak, maka menurut asalnya ia dianggap tidak melakukanya”.
Contoh:
Seseorang yang ragu-ragu dalam melakukan shalat apakah ia mengerjakan
I'tidal atau tidak, maka ia harus mengulang mengerjakannya. Sebab ia dianggap
seolah oleh tidak mengerjakanya.6

6
Dr. H. Yasin, M.Ag, Qawaid Fiqhiyah, (Kudus: Dipa STAIN Kudus, 2009) hal: 68

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah kami diatas yang berjudul Al Yaqinu La Yuzalu Bi
Syakk, maka dapat disimpulkan Al Yaqin merupakan sesuatu yang pasti dan tetap,
sebab adanya penglihatan dan bukti (dalil). Sedangkan, Syakk yaitu menurut bahasa
adalah sesuatu yang membingungkan, keraguan atau kebimbangan diantara segi yang
salah atau segi yang benar karena sama-sama kuat. Dasar hukum ‫ اليقين اليزال بالشك‬yaitu
terdapat di al-qur’an surat Yunus ayat 36 dan sabda Rasulullah SAW.
Selain itu, terdapat juga kaidah-kaidah turunan dalam Al Yaqinu La Yuzalu Bi
Syakk diantaranya :
ِ ‫ْاْلَصْلُ ِب َرانَ ُِة‬
1. ‫الذ َّم ُِة‬

َ َُ‫ْاْلَصْلُ بَقَاءُ َما كَان‬


2. َُ‫علَى َما كَان‬

3. ُ‫ص ِل‬ْ َ ‫علَى الدَّلي ُِل يَ ِد ُُّل َحتَّاالشياء ْاْلبَاح َُةَ فِي ْاْل‬ ِ َ‫ت‬
َ ُ‫حْريم‬
4. ‫دير ُِه باقرب ز مِ ْن ُه‬ ِ ‫ت ت َ ْق‬ َ ‫ْاْلَصْلُ فِي ك ُِل ح‬
ُِ ‫َاال‬
5. ُ‫شيْئا أَ ُْم َُال فاالصل أَنَّهُ لَ ُْم يَ ْفعَ ْله‬
َ ‫ن شَكُِ أَ َفعَ ُِل‬
ُْ ِ‫م‬

B. Saran
Kami sebagai penulis meyakini bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
agar lebih baik lagi dalam pembuatan makalah. Semoga pembaca lebih memahami
tentang penyajian pembahasan ini serta penulis dapat lebih baik kedepannya dalam
pembuatan makalah.

9
DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’an Surat Yunus ayat 36


Dr. H. Yasin, M.Ag, Qawaid Fiqhiyah, (Kudus: Dipa STAIN Kudus, 2009)
Manshur, M. Yahya Khusnan. Ulasan Nadham Qowaidul Fiqhiyah, (Jombang : PUSTAKA
AL MUHIBBIN, 2011)
Prof Dr. Mukhtar Yahya Dan Prof.Drs.Fatchurrahman, Dasar dasar Pembinaan Hukum Figh
Islam, (Bandung: PT.AL-MA'ARIF, 1986)

10

Anda mungkin juga menyukai