Anda di halaman 1dari 12

HADIS SHAHIH DAN HADIS HASAN

Untuk melaksanakan tugas mata kuliah:


Ulumul Hadis

Dosen pengampu:
Dr. Hj. Musyarapah, M. Pd.I

Disusun oleh:
Kelompok 7:
Ahmad Rahmani
Hindi Faisal
M. Bahruddin
Muhammad Rasyid Ridha

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


RASYIDIYAH KHALIDIYAH
AMUNTAI
2019
PEMBAHASAN
1. Hadis Sahih
A. Pengertian
Hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, yang
diriwayatkan oleh rawi yang adil dan zabit dari rawi lain yang
(juga) adil dan zabit sampai akhir sanad, dan hadis itu tidak janggal
serta tidak mengandung cacat (illat).1
B. Kriteria
Syarat-syarat hadis sahih:
1) Mengenai sanad
1. Semua rawi dalam sanad haruslah bersifat adil yakni:
 Selalu taat kepada Allah dan Rasulnya, serta
menjauhi perbuatan maksiat,
 Menjauhi dosa kecil yang dapat merendahkan
martabat dirinya,
 Tidak melakukan perbuatan yang menyebabkan
penyesalan.
Keadilan rawi merupakan faktor penentu bagi
diterimanya suatu riwayat, karena keadilan itu
merupakan suatu sifat yang mendorong seseorang
untuk bertakwa dan mengekangnya dari berbuat
maksiat, dusta, dan hal-hal lain yang merusak harga diri
(muruah) seseorang.
2. Semua rawi dalam sanad haruslah bersifat zabit.
Rawi yang zabit adalah rawi yang kuat hafalan,
sehingga dapat menyimpan hadis-hadis dengan baik
dan benar. Juga dipandang sebagai rawi yang zabit,
rawi yang cermat mencatat, membukukan hadis-hadis
dan mampu mengungkapkan kembali dengan cakap,

1
Nuruddin ITR, Ulumul Hadis, II terj. Drs. Mujiyo, Bandung: Rosda Karya, 1994,
Hlm.2.

1
sehingga tidak bercampur aduk dengan catatan-catatan
lain.
3. Sanadnya bersambung.
Rawi tingkatan sahabat Nabi (tingkatan pertama)
benar-benar berjumpa dan menyampaikan hadis pada
rawi tingkatan kedua. Demikian pula rawi tingkatan
kedua dengan rawi ke tingkatan ketiga dan seterusnya.2
4. Tidak rancu (janggal)
Kerancuan adalah suatu kondisi di mana seorang
rawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat
posisinya. Keadaan semacam ini dipandang rancu
karena ia berbeda dengan rawi lain lebih kuat posisinya
baik dari segi kekuatan daya hafalannya atau jumlah
mereka lebih banyak sehingga harus diunggulkan. Dan
karena kerancuannya maka timbullah penilaian negatif
terhadap periwayatan hadis yang bersangkutan
5. Tidak ada cacat
Yang dimaksud dengan tidak ada cacat di sini
adalah terbebas dari cacat-cacat kesahihan pada sanad
seperti pemalsuan rawi.
2) Mengenai matan
1. Pengartian yang terkandung dalam matan tidak boleh
bertentangan dengan ayat Al-Qur’an atau hadis
mutawatir walaupun keadaan rawi memenuhi syarat.
Bila matan hadis dinilai bertentangan dengan ayat Al-
Qur’an atau hadis mutawatir, maka hadis itu tidak
dipandang hadis sahih.
2. Pengertian dalam matan tidak bertentangan dengan
pendapat yang disepakati (ijmak) ulama, atau tidak
bertentangan dengan keterangan ilmiah yang

2
Thahan, Mahmud. Taisir Mushtalahul Hadits. Jedah. 1985. Hal. 35

2
kebenarannya dapat dipastikan secara sepakat oleh para
ilmuwan.
3. Tidak ada kejanggalan lainnya, jika dibandingkan
dengan matan hadis yang lebih tinggi tingkatan dan
kedudukannya.
C. Macam-macam
Terbagi menjadi dua bagian, yakni:
1) Hadis sahih lizatih
Hadis sahih lizatih adalah hadis sahih yang memenuhi
secara lengkap syarat-syarat hadis sahih.
2) Hadis sahih li gairih
Hadis sahih li gairih adalah hadis di bawah tingkatan
sahih yang menjadi hadis sahih karena diperkuat oleh
hadis-hadis yang lain. Sekiranya hadis yang memperkuat
tidak ada, maka hadis tersebut hanya berada pada tingkatan
hadis hasan. Hadis sahih li gairih hakikatnya adalah hadis
hasan lizatih (hadis hasan karena dirinya sendiri).
D. Status kehujahhan
Kedudukan hadis sahih sebagai sumber ajaran Islam
lebih tinggi daripada hadis hasan dan hadis daif, tetapi di
bawah kedudukan hadis mutawatir.
Hadis mutawatir, hadis yang pasti sahih (benar) berasal
dari Rasulullah SAW. Hadis sahih ahad tidaklah pasti, tapi
dekat kepada kepastian. Sebagian ulama menentukan
urutan tingkatan (martabat) hadis sahih sebagai berikut:
 Hadis sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim.
 Hadis sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari sendiri.
 Hadis sahih yang diriwayatkan oleh seorang ulama
dengan memakai syarat-syarat yang dipakai oleh

3
Bukhari dan Muslim (berarti rawi-rawinya terdapat
dalam sahih Bukhari dan sahih Muslim).
 Hadis sahih yang diriwayatkan oleh seorang ulama,
dengan memakai syarat-syarat yang dipakai oleh
Bukhari sendiri.
 Hadis sahih yang diriwayatkan oleh seorang ulama,
dengan memakai syarat-syarat yang dipakai oleh
Muslim sendiri.
 Hadis sahih yang diriwayatkan oleh seorang ulama
terpandang (mutabar).
E. Kitab-kitab yang memuat
1. Kitab Al-Muwata’
Kitab ini disusun oleh Imam Malik bin Anas, seorang ahli
fiqh, mujtahid, pakar hadis, salah seorang pemuka (Imam)
umat Islam dari Madinah.
Imam Malik menyusun kitab Al-Muwata’ atas petunjuk
Khalifah Abu Jafar Al-Mansur untuk mengadakan pembukuan
hadis. Dalam beberapa tahun, ia mengoreksinya dan memilih
yang paling besar kemaslahatannya bagi umat Islam dan paling
sesuai dengan agama, sehingga kitab ini menjadi kitab paling
sahih pada masanya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa kitab Al-Muwata’
merupakan kitab tentang hadis sahih yang pertama kali
disusun, Dalam satu bab, ia memuat hadis-hadis marfu’,
ucapan-ucapan para sahabat dan fatwa-fatwa para tabi’in yang
berkaitan dengan tema bab tersebut dan sering kali diikuti
dengan penjelasan beliau tentang pengalaman terhadap hadis
dan atsar tersebut.
2. Jami sahih al-Bukhari
Kitab ini disusun oleh Imam Abu Abdillah Muhammad bin
Ismail bin Ibrahim bin Mugirah Al-Bukhari Al-Jufi. Ia lahir

4
tahun 194 H, di Khartank, suatu desa dekat Bukhara dan wafat
di desa yang sama tahun 256 H. Sejak usia belia, ia telah
menunjukkan tanda-tanda kecerdasannya. Ia hafal Al-Qur’an
pada usia remaja. Ia mengadakan perlawatan (rihlah) ke
beberapa negara untuk belajar pada sejumlah ulama dan
muhadisin.
Dalam menyusun kitabnya ini Imam Al-Bukhari bermaksud
mengungkap fiqh hadis sahih dan menggali berbagai
kesimpulan hukum yang berfaedah, serta menjadikan
kesimpulan itu sebagai judul bab-babnya. Oleh karena itu
kadang-kadang ia menyebutkan matan hadis tanpa
menyebutkan sanadnya, kadang-kadang ia membuang seorang
atau lebih dari awal sanad. Kedua macam cara periwayatan
terakhir ini disebut sebagai takliq.
Al-Bukhari banyak mengulang-ulang hadis di beberapa
tempat dalam kitabnya yang ada relevansinya sesuai dengan
hasil penyimpulannya terhadap hadis tersebut. Sebagai judul
bab, ia cantumkan banyak ilmu, yakni ayat-ayat Al-Qur’an,
hadis-hadis, fatwa-fatwa tabi’in. Hal ini ia lakukan untuk
menjelaskan fiqih hadis-hadis dalam suatu bab dan untuk
menunjukkan dalil-dalil bab tersebut.
3. Sahih Muslim
Kitab ini disusun oleh Imam Muslim bin Al-Hajjaj Al-
Naisaburi. Lahir di kota Naisabur pada 206 H, dan wafat di
kota yang sama pada 261 H. Ia adalah seorang Imam agung
dan disegani. Ia sangat antusias terhadap sunnah dan
memeliharanya. Ia cukup lama berguru dan senantiasa
menyertai Al-Bukhari, dan oleh karenanya ia menghindari
orang-orang yang berselisih pendapat dengan Al-Bukhari. Ia
sangat menghormati dan menghargai imamnya. Al-Bukhari,
sehingga dalam suatu kesempatan ia berkata, “Biarkanlah aku

5
mencium kakimu, hai imam muhaddisin dan dokter yang
memberantas berbagai penyakit hadis.”
Kitab Al-Musnad Al-Sahih dan disebut pula Al-Jami’ Al-
Sahih disusun dengan metode yang tidak dipakai oleh Bukhari
dalam menyusun kitab sahihnya.
Perbedaan metode penyusunan kedua kitab sahih ini adalah
bahwa Muslim tidak bermaksud untuk mengungkap fiqh hadis,
melainkan mengemukakan ilmu-ilmu yang bersanad, karena ia
meriwayatkan setiap hadis di tempat yang paling sesuai serta
menghimpun jalur-jalur dan sanad-sanadnya di tempat
tersebut. Sedangkan Al-Bukhari memotong-motong suatu
hadis di beberapa tempat dan pada setiap tembat ia sebutkan
lagi sanadnya.3
4. Sahih Ibnu Khuzaiman
Kitab ini disusun oleh seorang Imam dan Muhadis besar,
Abu Abdillah Abu Bakar Muhammad bin Ishak bin
Khuzaimah (w. 311 H). Ia dikenal sangat teliti.
5. Sahih Ibnu Hibban
Kitab ini disusun oleh seorang Imam dan Muhaddis Al-
Hafid, Abu Hatim Muhammad bin Hibban al-Busti (w. 354 H)
salah seorang murid Ibnu Khuzaimah. Ia menamakan kitab
susunannya dengan nama Al-Taqasim wal Anwa disusun
dengan sistematika tersendiri, tidak berdasarkan bab.
2. Hadis Hasan
A. Pengertian
Hadits hasan adalah hadits yang sanadnya bersambung yang
diriwayatkan oleh perawi yang adil dan memiliki hafalan dan
keakuratannya kurang sempurna (Khafif adh-dhabith) dari rawi

3
Nuruddin ITR, Ulumul Hadis, II terj. Drs. Mujiyo, Bandung: Rosda Karya, 1994,
Hlm.16.

6
yang semisalnya sampai akhir sanadnya serta tidak syadz dan tidak
pula memiliki illat (cacat).4
B. Kriteria
Syarat-syaratnya:
1) Pada sanadnya tidak terdapat rawi yang dituduh berdusta.
2) Hadis tersebut tidak janggal.
3) Hadis tersebut diriwayatkan pula melalui jalan lain yang
sederajat.
C. Macam-macam
1) Hadis Hasan Li Zath
Adalah hadis yang terwujud karena dirinya sendiri,
yakni karena matan dan para rawinya memenuhi syarat-
syarat hadis sahih, kecuali keadaan rawi (rawinya kurang
zabit).
2) Hadis Hasan Li Gairih
Adalah hadis di bawah derajat hasan yang naik ke
tingkatan hadis hasan, karena hadis lain yang
menguatkannya atau hadis hasan li gairih adalah hadis daif
yang karena dikuatkannya oleh hadis yang lain meningkat
menjadi hasan.
D. Kedudukan hadis hasan
Tingkatan hadis hasan berada sedikit di bawah tingkatan
hadis sahih, tetapi para ulama berbeda pendapat tentang
kedudukannya sebagai sumber ajaran Islam atau sebagai hujjah
dalam bidang hukum apalagi dalam bidang aqidah. Sebaliknya,
jumhur ulama memperlakukan hadis hasan seperti hadis sahih
mereka menerima hadis-hadis sebagai hujjah atau sumber agama
Islam, baik dalam bidang hukum dan moral, maupun dalam bidang
aqidah.

4
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Al-Hafizh. Bulughul Maram. Darul Haq. Jakarta. 2015.
Hal.XXVI

7
E. Kitab-kitab yang memuat
1) Al-Jami’ karya Abu Isa Muhammad bin Saurah At-
Turmuzi
At-Turmuzi adalah salah seorang murid Al-Bukhari yang
istimewa. Para ulama mengakui ketinggian ilmunya, kekuatan
hafalannya, keluasan pengetahuannya, ketaatan beragamanya,
dan wara’nya, sehingga karena rasa takut kepada Allah SWT.
pada akhir hayatnya ia menjadi buta karena banyak menangis.
Kitab ini memiliki keistimewaan karena banyak faedahnya
secara ilmiah dengan segala cabang ilmunya. Mulai dari hadis
yang disusun berdasarkan bab-babnya, fiqh, penjelasan
mengenai hadis sahih dan daif dengan berbagai tingkatannya,
penjelasan nama-nama dan gelar-gelar, Al-Jarh wa Al-Takdil,
Penjelasan orang-orang yang pernah berjumpa dengan Nabi
Muhammad SAW dan orang-orang yang pernah berjumpa
dengannya di antara para rawi yang menyandarkan hadisnya
kepada Nabi Muhammad SAW, serta penjelasan jumlah sanad.
2) As-Sunan karya Imam Abu Dawud Sulaiman bin Al-
Asy’ats Al-Sijistani (202 H-273 H)
Abu Dawud adalah salah seorang murid Al-Bukhairi pula.
Ia belajar darinya dan mengikuti jejaknya dalam bidang
keilmuan. Ia menyerupai Imam Ahmad dalam ketakwaan,
kecerdasan, dan kepribadiannya. Kitab ini memuat hadis sahih,
hasan, hadis-hadis yang dapat diambil pelajarannya dan menjadi
kuat karena tingkat kedaifannya sedikit.
3) Al-Mutjaba karya Imam Abu Abdurrahman Ahmad bin
Syuaib An-Nasai (215 H-303 H)
An-Nasai dikenal sangat teliti terhadap hadis dan para rawi,
dan bahwa kriterianya dalam men-tsiqatkan rawi itu sangat
tinggi. Ia menyusun kitab yang besar dan sangat lengkap serta
dikenal dengan Al-Sunan Al-Kubra, dan kitab ini lebih dikenal

8
dengan Sunan An-Nasai merupakan hasil seleksi darinya, ada
yang mengatakan bahwa nama kitabnya adalah Al-Mujtama.
4) Susunan Al-Mustafa karya Ibnu Majah Muhammad bin
Yazid Al-Qazwini, seorang Hafizh yang agung dan seorang
mufassir (209 H – 273 H)
Kitab ini banyak memiliki manfaat di bidang fiqih.
5) Al-Musnad karya Imam Besar Ahmad bin Hanbal, Imam
ahli Sunnah dan Hadis (164 H-241 H)
Kitab ini disusun supaya dapat menjadi rujukan dan
pegangan bagi kaum muslim. Disusun berdasarkan nama-nama
sahabat yang meriwayatkan hadis yang bersangkutan.
6) Al-Musnad karya Abu Ya’la Al-Maushili Ahmad bin Ali
Bin Al-Mutsanna
Ia dilahirkan pada 210 H, ia mulai mengadakan perlawatan
untuk mencari hadis pada umur lima belas tahun. Ia dikaruniai
umur panjang dan menjadi orang yang tidak ada duanya
sehingga banyak orang melawat kepadanya. Ia wafat pada 307.

9
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, yang diriwayatkan
oleh rawi yang adil dan zabit dari rawi lain yang (juga) adil dan zabit sampai
akhir sanad, dan hadis itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat)
Syarat-syarat hadis sahih:
1) Mengenai sanad
a) Semua rawi dalam sanad haruslah bersifat adil
b) Semua rawi dalam sanad haruslah bersifat zabit.
c) Sanadnya bersambung.
d) Tidak rancu (janggal)
e) Tidak ada cacat
2) Mengenai matan
a) Pengartian yang terkandung dalam matan tidak boleh bertentangan
dengan ayat Al-Qur’an atau hadis
b) Pengertian dalam matan tidak bertentangan dengan pendapat ulama
c) Tidak ada kejanggalan lainnya
Hadits hasan adalah hadits yang sanadnya bersambung yang
diriwayatkan oleh perawi yang adil dan memiliki hafalan dan keakuratannya
kurang sempurna (Khafif adh-dhabith) dari rawi yang semisalnya sampai
akhir sanadnya serta tidak syadz dan tidak pula memiliki illat (cacat)
Syarat-syaratnya:
a) Pada sanadnya tidak terdapat rawi yang dituduh berdusta.
b) Hadis tersebut tidak janggal.
c) Hadis tersebut diriwayatkan pula melalui jalan lain yang sederajat.

10
DAFTAR PUSTAKA

Nuruddin ITR, Ulumul Hadis, II terj. Drs. Mujiyo, Bandung: Rosda Karya,
1994
Thahan, Mahmud. Taisir Mushtalahul Hadits. Jedah. 1985.
Nuruddin ITR, Ulumul Hadis, II terj. Drs. Mujiyo, Bandung: Rosda Karya,
1994
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Al-Hafizh. Bulughul Maram. Darul Haq. Jakarta.
2015.

11

Anda mungkin juga menyukai