Dosen Pengampu :
2021/2022
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi ALLAH tuhan semesta alam, atas karunia nikmat Iman, islam,
Kesehatan dan kelapangan waktu yang diberikan-Nya. Akhirnya kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini yang berjudul “Hadits Mu’allal”. Tidak lupa pula kita bersholawat
kepada baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam dan Salam kepadanya, dengan
mengucapkan Allahumma Shalli ‘ala Sayyidina Muhammad Wa ‘ala Ali Sayyidina
Muhammad, Assalamu’alaika Yaa Rasulullah. Karena kalau tanpa bersholawat kepada Nabi,
maka tiada lah keberkahan dalam makalah yang disusun ini. Selesainya makalah ini disusun,
tidak lepas dari bantuan berbagai belah pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, izinkan
penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Jazakallahu
Khairan Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.
Kemudian makalah yang kami selesaikan ini tentu pastinya masih jauh dari kata
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran atau masukkan sangat penulis harapkan untuk
perbaikan yang lebih baik lagi dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya teman-teman mahasiswa/i dan menambah
wawasan bagi para pembaca semuanya. Aamiin.
Kelompok 11
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................... 2
A. KESIMPULAN.............................................................................................................. 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits Mu'allal
Hadits Mu'allal disebut juga dengan hadits Mu'all dan Ma'lul. Al-Ma'lul
adalah hadits yang dilihat pakar hadits bahwa di dalamnya terdapat 'illah
(penyakit) yang mengganggu kesahihan hadits tersebut, padahal kelihatannya
hadits tersebut bersih dari 'illah. Seperti pemursalan hadits muttasil, atau
pemuttasilan hadits mursal, atau penyisipan lafaz dalam matan dan sanad, atau
pemauqufan hadits marfu', atau sebaliknya. Semua hal tadi adalah 'illah-'illah
yang tidak bisa diketahui kecuali dengan meneliti dan mengumpulkan sanad-
sanad lalu mengoreksinya.1
Al-Hakim al-Naisaburi berkata, "Ber'illatnya suatu hadis disebabkan oleh
beberapa hal yang tidak berkaitan dengan al-jarh, karena hadis periwayat yang
majruh itu tidak dapat diterima dan sangat rendah kualitasnya. 'Illat hadis yang
terdapat dalam hadis-hadis para rawi yang tsiqat itu kebanyakan karena mereka
meriwayatkan suatu hadis yang telah berillat, tetapi tidak diketahui oleh mereka.
Dengan demikian hadis tersebut tetap saja berillat. Argumentasi kami dalam hal
ini tada lain adalah hafalan, pemahaman, dan pengetahuan." 2
Untuk mengetahui hadits ma'lul diperlukan penelitian yang lebih cermat
sebab hadis yang bersangkutan tampak sanadnya berkualitas sahih. Cara meneliti
nya antara lain dengan membanding-bandingkan semua sanad yang ada untuk
matan yang isinya semakna. Ulama ahli kritik hadis mengakui bahwa penelitian
'illat hadis yang merupakan salah satu unsur kesahihan sanad hadis itu sulit
dilakukan. Sebagian dari ulama tersebut menyatakan bahwa3:
a. Untuk meneliti 'illat hadis, diperlukan intuisi (ilham). Pernyataan yang
demiklan itu dikemukakan oleh 'Abdur-Rahman bin Mahdi (wafat 194 H/ 814
M).
1
As-sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki,Kaidah Dasar Ilmu Mustalah Hadits (Surabaya:Hai’ah Ash-
sofwah Al-malikiyyah),hlm.98.
2
.Nuruddin ‘itr,Ulumul Hadis (Bandung:PT REMAJA ROSDAKARYA),hlm.488.
3
M.Syuhudi Ismail,Metodologi Penelitian Hadits Nabi (Jakarta:Bulan Bintang),hlm.87.
2
b. Yang mampu melakukan penelitian 'illat hadis adalah orang yang cerdas,
memiliki hafalan hadis yang banyak, paham akan hadis yang dihafalnya,
berpengetahuan yang mendalam tentang tingkat kedabitan para periwayat
hadis, serta ahli di bidang sanad dan matn hadis.
c. Yang dijadikan acuan utama untuk meneliti 'illat hadis adalah hafalan,
pemahaman, dan pengetahuan yang luas. tentang hadis. Pernyataan butir ketiga
ini dikemukakan oleh al-Hakim an-Naisaburi.
d. Kemampuan seseorang untuk meneliti 'llat hadis ibarat kemampuan seorang
ahli peneliti keaslian uang logam yang dengan mendengarkan lentingan bunyi
uang logam yang ditelitinya, dia dapat menentukan asli dan tidak aslınya uang
tersebut.
Karena dalam menelitian adanya 'illat pada hadis itu sulit dilakukan, maka
Ibnul-Madini (wafat 234 H/ 849 M) dan al-Khatib al-Bagdadi (wafat 463 H/ 1072
M) memberi petunjuk bahwa untuk meneliti 'illat hadis, maka langkah-langkah
yang perlu ditempuh ialah4:
a. Seluruh sanad hadis untuk matan yang semakna dihimpunkan dan diteliti, bila
hadis yang bersangkutan memang memiliki mutabi' ataupun syahid.
b. Seluruh periwayat dalam berbagai sanad diteliti berdasarkan kritik yang telah
dikemukakan oleh para ahli kritik hadis.
Sesudah itu, lalu sanad yang satu diperbandingkan dengan sanad yang lain.
Berdasarkan ketinggian pengetahuan imu hadis yang telah dimiliki oleh peneliti
hadis tersebut, maka akan dapat ditemukan, apakah sanad hadis yang
bersangkutan mengandung 'illat ataukah tidak.
4
M.Syuhudi Ismail,Metodologi Penelitian Hadits Nabi (Jakarta:Bulan Bintang),hlm.88.
5
Masrukhin Muhsin,Studi ‘illal Hadis (Serang:Penerbit A-Empat),hlm.19.
3
b. Di satu sisi hadits itu mursal diriwayatkan tsiqat, hufadz, di sisi lain hadits itu
lahirnya tampak muttasil.
c. Hadits yang benar (mahfûdz) dari seorang sahabat, dan diriwayatkan dari yang
lain, karena perbedaan negeri para perawi hadits
d. Hadits yang benar (mahfûdz) dari seorang sahabat, tapi diriwayatkan dari
tabi’i, karena terjadi salah sangka.
e. Hadits diriwayatkan dengan cara ‘an’anah , dan ada salah satu rawi yang tidak
disebut. Hal ini bisa diketahui dari jalur sanad lain.
f. Perawi dalam sanad berbeda dengan perawi dalam sanad lain.
g. Perbedaan perawi dalam menyebut gurunya atau memajhulkannya.
h. Perawi bertemu dan mendengar dari seorang guru, tapi tidak mendengar hadits
tertentu darinya.
i. Jalur sanad sudah masyhur, lalu salah satu perawinya meriwayatkan hadits
melalui jalur lain, dan terjadi salah sangka.
j. Di satu sisi hadits diriwayatkan secara marfû’, di sisi lain hadits diriwayatkan
secara mauquf.
4
Isi riwayat bertolak belakang dengan pendapat perawi.
Memasukkan kalimat lain ke dalam hadits.
Tidak menyerupai pembicaraan Nabi saw.
5
bercampurnya hadis dengan hadis lainnya atau sebab kurang kuatnya ingatan
perawi sehingga mengubah rawi yang lemah dengan yang tsiqah. Ulama hadis
tersebut yakin akan apa yang ia tetapkan sehingga menilai lemah hadis tersebut
atau ragu-ragu sehingga bertawaqquf dalam menetapkan kesahihannya. Meski
secara lahir hadis tersebut selamat dari hal-hal yang mencacatkannya.”9
Berdasarkan pengertian ‘illah hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa
‘illah hadis tidak mengkaji hadis yang jelas kesahihan dan kecacatannya atau
ketajrihan dan keta’dilannya sehingga menjadikannya berbeda dengan jenis-jenis
hadis tersebut. Karenanya, menurut Hammad Abd al-Rahim, objek kajian ilmu
‘illah adalah hadis tsiqah. Dan bertujuan untuk mengungkapkan kesalahan dan
serta keraguan yang tersembunyi dari perawi yang tsiqah.10
Meski demikian, sebagian ulama berpendapat bahwa ‘illah terkadang
terjadi pada setiap cacat yang ada pada hadis meski tidak tersembunyi atau tidak
mencacatkan. Bentuk pertama adalah ‘illah karena perawinya pendusta, pelupa,
lemah hafalannya, atau lainnya sehingga Imam Tirmizi menyebut naskh hadis
dengan ‘illah.11 Bentuk kedua adalah ‘illah karena adanya pertentangan dengan
jalur lainnya namun tidak mencacatkan kesahihan hadis.
ِ ب ْب ِن ْال َع ِز
يز َع ْب ِد ع َْن ُش ْعبَةَ ع َْن َو ِكي ٌع َح َّدثَنَا قَااَل َوهَنَّا ٌد قُتَ ْيبَةُ َح َّدثَنَا ِ ك ْب ِن أَن
ُ َس ع َْن
ٍ صهَ ْي ٍ ِقَا َل َمال
َ ُ أَعُو ُذ أُ ْخ َرى َم َّرةً قَا َل َوقَ ْد ُش ْعبَةُ قَا َل بِكَ أَعُو ُذ إِنِّي اللَّهُ َّم قَا َل ْالخَاَل َء َدخَ َل إِ َذا َو َسلَّ َم َعلَ ْي ِه هَّللا
َصلَّى النَّبِ ُّي َكان
ِ ُث ْال ُخب
َث ِم ْن بِك ِ ث أَوْ َو ْال َخبِي
ِ ث ْال ُخ ْب
ِ َِو ْالخَ بَائ
"Telah menceritakan kepada kami Qutaibah dan Hannad mereka berkata; telah
menceritakan kepada kami Waki' dari Syu'bah dari Abdul Aziz bin Shuhaib dari
Anas bin Malik ia berkata, Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam jika akan masuk WC
beliau mengucapkan: "ALLAHUMMA INNI A'UUDZU BIKA (Ya Allah,
9
Muhammad Jamâl al-Dîn al - Qâsimi, Qawâ’îd al-Tahdîts min Funûn Mushthalah al-Hadîts,(ttp:
‘Îsâ al-Bâbiy al-Halaby wa Syurakât, 1961), h. 131.
10
Hammâm Abd al-Rahîm Sa’îd, al-‘Illal fi al-Hadîts: Dirâsah Manhajiah fi Dhai’i Syarh ‘ilal al-
Tirmîdzi li Ibn Rajb al-Hanbali, (t.tp: tp, 1980), h.23.
11
M. Hasbi Ash-Siddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis, jld. Pertama, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1987), Cet.VII, h. 280.
6
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu)." Syu'bah berkata; "Dalam waktu lain
beliau mengucapkan: "A'UUDZU BIKA MINAL KHUBTSI WAL KHUBIIS
(Aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan) atau AL
KHUBUTSI WAL KHABA`ITS (Aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-
laki dan setan perempuan)." Abu Isa berkata; "Dalam bab ini juga ada riwayat
dari Ali, Zaid bin Arqam, Jabir dan Ibnu Mas'ud." Abu Isa berkata; "Hadits
Anas bin Isa adalah yang paling shahih dan paling baik dalam bab ini.
Sedangkan dalam hadits Zaid bin Arqam dalam sanadnya ada kerancuan. Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Hisyam Ad Dastuwa`i dan Sa'id bin Abu Arubah dari
Qatadah. Sa'id menyebutkan dari Al Qasim bin 'Auf Asy Syaibani dari Zaid bin
Arqam. Dan Hisyam Ad Dastuwa`i dari Qatadah dari Zaid bin Arqam, sedang
Syu'bah dan Ma'mar meriwayatkannya dari Qatadah dari An Nadlr bin Anas.
Syu'bah menyebutkan dari Zaid bin Arqam. Ma'mar menyebutkan dari An Nadlr
bin Anas dari bapaknya, dari Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam. Abu Isa berkata;
"Aku bertanya kepada Muhammad tentang riwayat tersebut, maka ia menjawab,
"Masih dimungkinkan bahwa Qatadah meriwayatkan dari keduanya.”(HR.
Turmudzi no.5, bab Thaharah)
Sedangkan untuk sanad shahihnya ialah dari Hannad dan Qutaibah dari
Waqi’ dari Syu’bah dari ‘Abdul ‘Aziz bin Shuhaib dari Anas bin Malik.
7
Hadis Mu’allal dalam Matan
Secara lahir sanad dan matan hadis ini shahih. Namun matannya ternodai
‘illat yang samar, letak samarnya yakni pada kalimat “wa ma minna illa”.
Menurut Sulaiman bin Harb makna dari kalimat tersebut “ Dan tidak ada dari kita.
Akan tetapi allah menghilangkannya dengan tawakkal ”. Menurut al-Khaththabi
Kata-kata (wa ma minna illa) artinya “Dari setiap kita pasti dapat terkena tenung”
Makna sebenarnya dari kalimat “wa ma minna illa” adalah bahwa allah
menghilangkan pengaruh yang tika menyenangkan itu dengan jalan bersandar
daan menyerahkan diri kepadanya. Penilaian tentang adanya ‘illat ini diperkuat
karena permulaan hadis ini diriwayatkan oleh banyak rawi dari Ibnu Mas’ud tanpa
ada tambahannya.
BAB III
PENUTUP
8
A. Kesimpulan
1. Hadits Mu'allal disebut juga dengan hadits Mu'all dan Ma'lul. Al-Ma'lul
adalah hadits yang dilihat pakar hadits bahwa di dalamnya terdapat 'illah
(penyakit) yang mengganggu kesahihan hadits tersebut, padahal kelihatannya
hadits tersebut bersih dari 'illah. Adapun langkah-langkah yang perlu
ditempuh ialah :
a. Seluruh sanad hadis untuk matan yang semakna dihimpunkan dan diteliti,
bila hadis yang bersangkutan memang memiliki mutabi' ataupun syahid.
b. Seluruh periwayat dalam berbagai sanad diteliti berdasarkan kritik yang
telah dikemukakan oleh para ahli kritik hadis.
c. Sesudah itu, lalu sanad yang satu diperbandingkan dengan sanad yang lain.
Berdasarkan ketinggian pengetahuan imu hadis yang telah dimiliki oleh
peneliti hadis tersebut, maka akan dapat ditemukan, apakah sanad hadis
yang bersangkutan mengandung 'illat ataukah tidak.
2. Menurut Hamam ‘lllat dibagi kepada dua macam :
a. ‘Illat fi al-isnad
Membatalkan ( لس ماع الص ريحmendengar dengan jelas) atau Meniadakan
( الس ماع المت وهم باالعنعنةmendengar yang tidak jelas dengan menggunakan
shighat )عنعنة.
Mengganti sanad seluruhnya atau sebagiannya
Salah sangka dalam memarfû‘kan mauqûf, atau mewashalkan mursal atau
yang terdapat inqitha‘.
Menggabungkan banyak guru dan lafal tetap satu.
Jarh ar-Rawi
b. ‘Illat fi al-matn
Merubah arti.
Merubah lafadz.
Isi riwayat bertolak belakang dengan pendapat perawi.
Memasukkan kalimat lain ke dalam hadits.
Tidak menyerupai pembicaraan Nabi saw.
9
3. Menurut pendapat ulama, ‘illah terkadang terjadi pada setiap cacat yang ada
pada hadis meski tidak tersembunyi atau tidak mencacatkan. Bentuk pertama
adalah ‘illah karena perawinya pendusta, pelupa, lemah hafalannya, atau
lainnya sehingga Imam Tirmizi menyebut naskh hadis dengan ‘illah. Bentuk
kedua adalah ‘illah karena adanya pertentangan dengan jalur lainnya namun
tidak mencacatkan kesahihan hadis.
DAFTAR PUSTAKA
10
Alwi Al-Maliki,As-sayyid Muhammad. 2018. Kaidah Dasar Ilmu Mustalah
Hadits. Surabaya:Hai’ah Ash-sofwah Al-malikiyyah
11