Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR

DI MASA TABIIN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Tafsir
Dosen Pengampu: Sihabuddin, M.AG.

Disusun Oleh:
M. Zaenul Millah

(134411028)

Zumrotun Nisa

(134411029)

M. Zamroni

(134411030)

Vita Fatmala

(134411031)

JURUSAN TASAWUF PSIKOTERAPI


FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014

1|Sejarah Perkembangan Tafs ir dimasa Tabii n

BAB 1
PENDAHULUAN
I.

LATAR BELAKANG
Sebagaimana sebagian sahabat terkenal dalam bidang tafsir, sebagian tabiin
belajar dari mereka juga terkenal dalam bidang tafsir. Mereka bertumpu pada
sumber-sumber yang ada pada masa awal, ditambah dengan pemahaman dan
ijtihad mereka. Ustadz al-Dzahabi berkata, para mufassir itu bertumpu pada apa
yang ada dalam Al-Quran sendiri, riwayat yang mereka ambil dari sahabat yang
bersumber dari sahabat sendiri, riwayat yang mereka ambil dari ahli Kitab yang
ada pada kitab-kitab mereka dan apa yang dibukakan oleh Allah kepada mereka
melalui ijtihad dan penalaran terhadap Kitabullah1.
Kewajiban para tabiin untuk menimba dengan timba mereka sendiri di dalam
menafsirkan Al-Quran, karena alasan mendesak bahwa tafsir yang mereka
riwayatkan dari Rasulullah SAW dan sahabat belum mencakup seluruh ayat AlQuran, melainkan terbatas pada ayat-ayat yang sulit dipahami oleh orang-orang
pada masanya. Dengan banyaknya pembukaan wilayah baru Islam, masuknya
orang-orang non-Arab kedalam agama Islam dan jauhnya masyarakat dari masa
Nabi SAW, kebutuhan akan tafsir sedikit demi sedikit bertambah berkaitan apa
yang sulit mereka pahami. Karena itu mereka yang berkecimpung dalam bidang
tafsir dari kalangan tabiin perlu menyingkap kesulitan itu, ayat-ayat Al-Quran
sesuai dengan tingkat kebutuhan dan pertanyaan mereka sambil berpegang teguh
kepada sarana-sarana pemahaman, penelitian, prkatek-praktek berpikir dan
bernalar, di samping riwayat matsur yang mereka miliki.

II.

RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja data-data tafsir yang dihimpun Tabiin?
2. Siapa tokoh-tokoh tafsir pada masa Tabiin?
3. Bagaimana cara menghimpun tafsir pada masa Tabiin?
4. Bagaimana Karakteristik Tafsir di Masa Tabiin?
5. Apa pengertian Penafsiran Israilliyat?
6. Apa kelebihan, kekurangan, dan pendapat ulama tentang tafsir pada masa
tabiin?
1

1976.

Al-Dzahabi,Muhammad Husein, al-Tafsir wa Al-Mufassirin, Juz I, Mesir: Dar al-Maktub al-Haditsah,

2|Sejarah Perkembangan Tafs ir dimasa Tabii n

BAB II
PEMBAHASAN
1. Data-Data Tafsir Yang Dihimpun Tabiin
Untuk memisahkan hadits-hadits tafsir dari umum hadits, berusahalah
segolongan ulama hadits mengumpulkan hadits-hadits marfu dan hadits-hadits
mauquf yang mengenai tafsir saja.2
Penuntut-penuntut hadits di Makkah seperti Mujahid, Ikrimah dan Said ibn
Jubair meriwayatkan tafsir yang diterima dari Ibnu Abbas.
Ulama-ulama kufah seperti Alqamah, Al Aswad ibn Yazid, Ibrahim An
NakhaI dan Asy Syaby neriwayatkan hadits-hadits tafsir yang diterima dari Ibnu
Masud.
2. Tokoh-Tokoh Tafsir Pada Masa Tabiin


, , , ,
3

. ,

Berdasarkan Madrasah tempat asal mengkaji ilmu, tokoh-tokoh tafsir pada


masa Tabiin dibagi menjadi tiga, yaitu:
A. Madrasah tafsir di Mekah yang dikepalai oleh Abdullah bin Abbas.
Tokoh-tokohnya:
1. Mujahid ibn Jabr al-Makki Maula al-Saib ibn Abi al-Saib
Mujahid dilahirkan pada tahun 21 Hijrah dan meninggal pada tahun
103 Hijrah. Nama lengkapnya Mujahid bin Jabar yang bergelar Abu Hajjaj AlMakky. Ia seorang ulama yang terkenal dalam tafsir. Adz-Dzahaby
mengatakan: "Ia adalah guru ahli baca Al-Qur'an dan ahli tafsir yang tidak
diragukan. Ia mengambil tafsir qur'an dari Ibnu Abbas". Ia salah seorang
murid Ibnu Abbas yang paling hebat dan yang paling dipercaya untuk
meriwayatkan tafsir. Oleh karenanya, Imam Bukhari banyak berpegang pada
2

M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran/Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1954,

hal. 225
(77) ,( ) , 3

3|Sejarah Perkembangan Tafs ir dimasa Tabii n

tafsirnya, sebagaimana halnya ahli-ahli tafsir yang lain, mereka juga banyak
berpegang atas riwayatnya. Ia sering mengadakan perjalanan kemudian
menetap di Kufah. Bila ada hal yang mengagumkan dia, maka ia pergi dan
menyelidikinya.
Kata An Nawawy : Apabila kamu telah mengetahui tafsir Mujahid,
cukuplah bagimu tafsirnya itu.4 Mujahid adalah ulama tafsir paling terkenal
di masa tabiin.
2. Said ibn Jubair
Ia adalah Muhammad Said ibn Jubair ibn Hisyam al-Asadi, berasal
dari Habasyah. Ia mempunyai banyak sahabat dan mengambil dari imamimam dari kalangan mereka. Yang terpenting adalah Ibn Abbas dan Ibn
Masud. Ia termasuk pemuka dan imam tabiin. Ia sangat menguasai tafsir ,
hadist dan fiqh. Ia telah berguru kepada Ibn Abbas dan mengambil Al-Quran
dan tafsir darinya. Di samping menghimpun qiraah-qiraah yang kuat dari
para sahabat dan menggunakan bacaan-bacaan itu.
Kemampuan qiraah seperti itu telah memberinya keluasan untuk
memahami Al-Quran, mengetahui makna-maknanya dan mencermati rahasiarahasianya. Namun demikian, ia menahan diri dari mengemukakan
pendapatnya sendiri. Ini membuat sebagian ulama lebih mendahulukan
tafsirnya dibanding tafsir Mujahid dan murid-murid Ibn Abbas lainnya.
Qatabadah rahimahullah mengatakan bahwa Said adalah tabiin mengerti
tafsir.
3. Ikrimah Maula Ibnu Abbas
Ia lahir pada tahun 25 Hijrah dan wafat pada tahun 105 Hijrah. Imam
Syafi'i pernah mengatakan tentang dia: "Tidak ada seorangpun yang lebih
pintar perihal Kitabullah daripada Ikrimah", ia adalah maula (hamba) Ibnu
Abbas r.a. ia menerima ilmunya langsung dari Ibnu Abbas, begitu juga AlQur'an dan Sunnah", ia mengatakan: "Aku telah menafsirkan isi lembaranlembaran mushhaf dan segala sesuatu yang aku bicarakan tentang Al-Qur'an,
semuanya dari Ibnu Abbas".
Tentang otobiografinya dalam kitab Al-I'lam disebutkan sebagai
berikut: "Ikrimah bin Abdullah Al-Barbary Al-Madany, Abu Abdillah seorang
4

M. Hasbi Ash Shiddieqy, opcit, hal. 218

4|Sejarah Perkembangan Tafs ir dimasa Tabii n

hamba Abdul1ah bin Abbas, adalah Tabi'in yang paling pandai tentang tafsir
dan kisah-kisah peperangan, ia sering merantau ke negara-negara luar.
Diantara tiga ratus orang yang meriwayatkan tafsir daripadanya tujuh puluh
lebih adalah golongan tabi'in. Ia pernah juga ke Maghrib untuk mengambil
ilmu dari penduduknya kemudian ia kembali ke Madinah Al-Munawwarah.
Setelab ia kembali di Madinah ia dicari Amirnya, tetapi ia menghilang sampai
mati.
Kewafatannya di kota Madinah bersamaan dengan kewafatan seorang
penyair tenar Kutsayyir Azzah dalam hari yang sama, sehingga dikatakan
orang: "Seorang ilmiawan dan seorang penyair meninggal dunia".
4.

Atha bin Aby Rabbah


Ia dilahirkan pada tahun 27 Hijriah dan wafat pada tahun 114 Hijriah.
Ia hidup di Mekah sebagai ahli fatwa dan ahli hadits bagi penduduknya. Ia
seorang tabi'in yang tergolong tokoh-tokoh ahli fikih. Ia sangat percaya dan
mantap kepada riwayat Ibnu Abbas.
Imam besar Abu Hanifah An-Nu'man berkata: "Aku belum pernah
berjumpa dengan seorang yang lebih utama daripada Imam 'Atha' bin Aby
Rabbah". Qatadah mengatakan: "Tabi'in yang paling pandai itu ada empat,
yaitu: 'Atha' bin Aby Rabbah seorang yang paling pandai tentang manasik,
Sa'id bin Zubair orang yang paling pandai tentang tafsir dan seterusnya." Ia
meninggal dunia di kota Mekah dan dikebumikan juga di kota itu dalam usia
47 tahun.

5.

Thawus bin Kaisan Al-Yamany


Ia dilahirkan pada tahun 33 Hijriah dan wafat pada tahun 106 Hijriah.
Ia terkenal sebagai penafsir al-Qur'an. Kemahirannya menunjukkan tentang
hafalan, kecerdasan, ketakwaannya, zuhud dan ahli islah. Ia menjumpai sekitar
lima puluh orang sahabat. Banyak orang-orang yang menerima ilmu
pengetahuan darinya. Ia seorang ahli ibadah serta tidak terpengaruh pada
dunia. Dituturkan, bahwa dirinya menunaikan ibadah haji di Tanah Haram
sebanyak empat puluh kali. Kalau ia berdo'a selalu dikabul, sehingga Ibnu
Abbas pernah berkata: "Aku menduga Thawus adalah ahli surga".
Dalam kitab Al-I'lam disebutkan tentang otobiografinya sebagai
berikut: "Thawus bin Kaisan Al-Khulany Al-Hamdany Abu Abdirrahman
adalah tergolong tabi'in yang sangat besar tentang pengetahuan agamanya,

5|Sejarah Perkembangan Tafs ir dimasa Tabii n

riwayat haditsnya, kesederhanaan hidupnya dan keberaniannya memberi


nasihat kepada khalifah-khalifah serta raja-raja. Beliau berasal dari Persia
sedang tempat kelahiran dan kedewasannya adalah Yaman. Ia wafat pada
waktu menjalankan ibadah haji di Muzdalifah, yang ketika itu seorang
khalifah Hisyam bin Abdul Malik sedang menunaikan haji juga, lalu beliau
menyembahyangkannya.
Ia enggan mendekati Raja-raja dan Amir-amir, Ibnu Taimiyah
mengatakan: "Orang yang selalu menjauhi Sultan itu ada tiga yaitu, Abu Dzar,
Thawus dan Ats-Tsaury".
Sedangkan Madrasah tafsir di Madinah dikepalai oleh Abi Bin ka'ab
yang mempunyai murid: Zaid bin Aslam, Abu Aliyah dan Muhammad bin
Kab Qurjiy. Mereka langsung mengambil ilmu tafsir dari Abi.Adapun
Madrasah tafsir yang terletak di Irak dikepalai oleh Abdullah bin Masud yang
banyak menggunakan tafsir dengan rayu dan ijtihad dalam metode
menafsirkan al-Quran sehingga menjadikan mereka ahli rayu dan ijtihad,
adapun murid-murid beliau:
Alqomah bin Kues, Masruk, Al- Aswad bin Yazid, Murotul Hamdani, Amiru
Syaby, Al- Hasan Al- Bashry, Qotadah.
B. Madrasah Ibnu Masud di Kufah
Tokoh-tokohnya:
1. Alqamah ibn Qais
Ia lahir disaat Rasulullah SAW masih hidup. Ia meriwayatkan dari
Umar, Utsman, Ibn Masud dan lain-lain. Ia termasuk periwayat paling
populer dari Ibn Masud. Banyak ulama yang menilainya tsiqah. Imam Ahmad
berkata, ia seorangtsiqah dari ahli kebaikan. Ia ada di al-Kutub al-Sittah. Ia
meninggal pada tahun 61 atau 62 H.
2. Masruq ibn al-Ajda ib Malik ibn Umayyah al-Hamdzani al-Kufi al-Abid
Ia seorang yang wara dan zahid. Ia banyak menyertai Ibn Masud,
disamping meriwayatkan pula dari Khulafaurrasyidin dan yang lain. Ia imam
di

bidang

tafsir,

alim

terhadap

Kitabullah.

Banyak

ulama

yang

menilainya tsiqah. Ibn Main berkata, ia tsiqah, la yusal anbu (tidak


dipertanyakan).

Al-Qadli

Syuraih

meminta

pertimbangannya

dalam

memutuskan masalah-masalah penting. Yang meriwayatkan darinya adalah al-

6|Sejarah Perkembangan Tafs ir dimasa Tabii n

Syabi, Abu Wail dan yang lain karena kejujuran riwayatnya. Para penulis alKutub al-Sittah juga mentakhrijnya. Ia wafat pada tahun 63 H.
3.

Al-Aswad ibn Yazid ibn Qais al-Nakhai (Abu Abdirrahman)


Ia termasuk pembesar tabiin dan termasuk periwayat Ibn Masud. Ia
meriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, Ali, Hudzaifah, Bilal dan yang lain.
Ia tsiqahsaleh, mengena Kitabullah. Banyak ulama yang menilainya tsiqah.
Para penulis al-Kutub al-Sittah juga mentakhrijnya. Ia meninggal di Kufah
tahun 74 atau 75 H.

4. Murrah al-Hamadzani
Ia adalah Abu Ismail Murrah ibn Syarahil al-Hamadzani al-Kufi alAbid, yang dikenal dengan Murrah al-Thayyib dan Murrah al-Khair karena
banyak ibadah, sangat wara dan sangat takwa. Ia meriwayatkan dari Abu
Bakar, Umar, Ubai ibn Kab, Abdullah ibn Masud dan yang lain. Yang
meriwayatkan darinya adalah al-Syabi dan yang lain. Yang meriwayatkan
darinya adalah al-Syabi dan yang lain. Banyak ulama yang menilainya tsiqah.
Ia di takhrij oleh para penulis al-Kutub al-Sittah. Ia wafat tahun 76 H.
5. Amir al-Syabi
Ia adalah Abu Amr Amir ibn Syarahil al-Syabi al-Himyari al-Kufi alTabii al-Jalil Qadli Kufah. Ia meriwayatkan dari Umar, Ali dan Abdullah ibn
Masud, meski ia tidak mendengar langsung dari mereka. Ia juga
meriwayatkan dari Abu Hurairah, Aisyah, Ibn Abbas, Abu Musa al-Asyari
dan lain-lain.
Meski banyak ilmu, ia sangat berhati-hati untuk mentakwilkan
Kitabullah dengan pendapatnya sendiri. Ibn Athiyyah berkata, sejumlah ulama
salaf, seperti Said ibn al-Musayyab dan Amir al-Syabi sangat mengagungkan
tafsir Al-Quran dan mereka menahan diri dari menafsirkannya dengan
pendapat mereka karena sikap hati-hati. Tiga hal yang aku tidak akan
mengeluarkan pendapatku sampai aku mati yaitu

Al-Quran, ruh dan

rayu. Ia wafat tahun 109 H menurut pendapat yang masyhur.


6.

Al-Hasan al-Bashri
Ia adalah Abu Said al-Hasan al-Bashri ibn Abi al-Hasan Yassar alBashri maula al-Anshar. Ibunya adalah Khayyirah muala umm Salamah. Ia
lahir setelah kekhalifahan Umar ibn al-Khaththab.

7|Sejarah Perkembangan Tafs ir dimasa Tabii n

Ia meriwayatkan dari Ali, Ibn Umar, Anas dan sejumlah sahabat dan
tabiin. Ibn Sad berkata, ia tsiqah mamun, ilmuwan yang agung, fashih,
tampan, bertakwa dan bersih hatinya. Sampai dikatakan bahwa ia adalah tuan
kalangan tabiin. Hadistnya ada di al-Kutub al-Sittah. Ia wafat tahun 110 H
dalam usia 88 tahun.
7.

Qatadah ibn Diamah al-Sadusi


Nama kun-yahnya Abu al-Khaththab al-Akmah, keturunan Arab,
tinggah di Bashrah. Ia termasuk periwayat Ibn Masud, disamping
meriwayatkan dari Anas ibn Malik, Abu al-Thufail, Ibn Sirin, Ikrimah, Atha
ibn Abi Rabah dan yang lain. Ia memiliki daya hapal yang kuat, luas
wawasannya dibidang syair dan memahami benar sejarah Arab, silsilah
mereka dan menguasai bahasa Arab fashih. Karena ia sangat pandai dan
bidang tafsir dan banyak ilmu. Abu Hatim berkata, aku mendengar Ahmad ibn
Hanbal, dan ia menuturkan Qatadah, lalu ia memujinya panjang lebar, lalu ia
membeberkan ilmunya, fiqihnya dan pengetahuannya tentang berbagai
pendapat dan tafsir serta menilainya hafidh da faqih, lalu berkata, sedikit
sekali engkau bisa menemui orang yang melebihinya, kalu sepadan mungkin
saja. Ia wafat tahun 117 H dalam usia 56, menurut pendapat yang masyhur.

C. Madarah Tafsir di Madinah


Tokoh-tokohnya:
a. Abu al-Aliyah adalah Rafi ibn Mihran al-Rayyabi maula al-Rayyabi
Ia msuk Islam dua tahun setelah Rasulullah SAW wafat. Ia termasuk
periwayat Ubai ibn Kab dan yang lain. Yang meriwayatkan darinya adalah alRabi ibn Anas, seorang tabii tsiqah. Banyak ulama memberikannya
kesaksian akan keilmuannya dan keutamaannya. Para penulis al-Kutub alSittah telah menyepakatinya. Ia wafat tahun 90 H, menurut pendapat yang
paling kuat.
b. Muhammad ibn Kab al-Quradhi
Ia telah meriwayatkan dari Ali, Ibn Masud dan Ibn Abbas, di samping
meriwayatkan dari Ubai ibn Kab dengan wasithah (perantara). Ia dikenal
tsiqah, adil dan wara. Ia alim dibidang hadis dan takwil Al-Quran. Ibn Aun
berkata, aku belum pernah melihat orang yang lebih alim tentang takwil AlQuran dibanding al-Quradhi. Ibn Hibban berkata, ia termasuk pemuka warga

8|Sejarah Perkembangan Tafs ir dimasa Tabii n

Madinah dalam hal ilmu dan keagamaan. Ia ditakhrij oleh penulis al-Kutub alSittah. Ia wafat tahun 118 H.
c. Zaid ibn Aslam
Ia adalah Abu Usamah atau Abu Abdillah al-Adawi al-Madani alFaqih al-Mufassir Maula Umar ibn al-Khaththab. Ia termasuk pemuka tabiin
dan termasuk imam tafsir. Ulama memberikan kesaksian akan ke-tsqah-an dan
keadilannya. Ia memiliki banyak ilmu dan tidak segan-segan menafsirkan AlQuran dengan rayunya. Banyak yang mengambil tafsir darinya, yang
terkenal di antaranya adalah putranya, Abdurrahman dan Malik ibn Anas
Imam Dar al-Hijrah. Ia wafat tahun 136 H.
3. Cara Menghimpun Tafsir
Sumber tafsir pada zaman tabiin ialah penjelasan dari ayat Al-Quran sendiri,
dari riwayat sahabat yang diterima dari Nabi SAW, tafsir dari sahabat-sahabat,
penjelasan dari para Ahli Kitab, dan tafsir dengan jalan ijtihad.5
Sebagaimana dalam kalangan sahabat ada yang menerima dan ada yang
menolahk tafsir bil Ijtihad, begitu juga dalam kalangan tabiin. Di antara tabiin
yang menolak dasar Ijtihad dalam menafsirkan Al-Quran adalah Said ibnul
Musaiyah dan Ibnu Sirin. Diantara yang membolehkan adalah Mujahid, Ikrimah dan
sahabat-sahabatnya.6
Ijtihad para tabiin sendiri sebagai buah dari kajian mereka terhadap
Kitabullah dan pengetahuan mereka tentang bahasa Arab.
4. Karakteristik Tafsir Di Masa Tabiin
Kualitas tafsir bi al-matsur pada periode ini, tentu tidak senilai dengan tafsir
yang muncul sebelumnya, baik dibandingkan dengan tafsir zaman Rasulullah SAW.
maupun zaman sahabat. Namun dari perkembangannya, tafsir tabiin jauh lebih
berkembang daripada periode sebelumnya, terutama tafsir bi al-rayi. Karena kualitas
tafsir periode ini, para ahli berbeda pendapat dalam pengambilan hasil tafsiran pada
periode ini, terutama tafsir bi al-rayi.
Satu pihak menolak penafsiran tabiin karena secara kronologis mereka tidak
mendengar langsung dari Nabi Muhammad SAW. atas apa yang mereka tafsirkan.
Alasan lain bahwa para tabiin tidak menyakskan saat turunnya al-Quran. Ibnu
5

Drs. Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Drs. A. Fuadlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Offset Angkasa,
1987, hal. 108
6
M. Hasbi Ash Shiddieqy, opcit, hal. 220

9|Sejarah Perkembangan Tafs ir dimasa Tabii n

Taimiyah menyatakan bahwa pernyataan atau fatwa tabiin tidak boleh dijadikan
hujjahmbagi umat sesudahnya. Adapun hasil ijma mereka atas sesuatu dapat
dijadikan hujjah. Akan tetapi apabila terjadi perbedaan pendapat, pendapat yang satu
tidak dapat dijadikan hujjah atas lainnya dan tidak dijadikan hujjah oleh umat
sesudahnya. Sikap terbaik adalah mengembalikan segala permasalahan al-Quran dan
as-Sunnah kepada keumuman bahasa arab, atau perkataan para sahabat.
Sementara pihak lain menerima tafsiran tabiin dengan alasan bahwa
kebanyakan tafsiran tabiin itu berkaitan dengan hasil tafsiran yang dilakukan sahabat.
Perkataan ini merujuk pada perkataan Mujahid maupun Qatadah yang menyatakan
bahwa tidak ada satu ayatpun dari al-Quran, kecuali tafsirannya telah didengar dari
sahabat. Akan tetapi, apabila penafsiran itu cenderung menggunakan rayu, ia tidak
wajib mengambilnya. Dari dua pendapat diatas, dapat dijelaskan bahwa tafsiran tabiin
pada hakikatnya boleh diambil dan dapat dijadikan sandaran hukum, selama sesuai
dengan al-Quran dan as-Sunnah.7
Adapun karakteristik tafsir pada masa Tabiin dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Terkontaminasinya tafsir di masa ini dengan masuknya Israiliat dan Nasraniyat,
yang bertentangan dengan 'aqidah Islamiyah yang dibawa masuk ke dalam
kalangan umat Islam dari kelompok Islam yang dahulunya Ahli kitab seperti
Abdullah bin Salam, Ka'ab Ahbar, Abdul Malik bin Abdul Ajiz ibnu Jariz.
b. Tafsir pada zaman dahulu senantiasa terpelihara dengan metode talaqqi dan
riwayat, akan tetapi pada zaman tabiin metode dalam periwayatannya dengan
metode global, sehingga berbeda dengan yang ada di zaman Rasulullah dan
sahabat.
c. Munculnya benih-benih perbedaan mazhab pada masa ini, sehingga implikasi
sebagian tafsir digunakan untuk keperluan mazhab mereka masing-masing;
sehingga tidak diragukan lagi ini akan membawa dampak bagi tafsir itu sendiri,
seperti Hasan Al-bashri telah menafsirkan al-Quran dengan menetapkan qadar
dan mengkafirkan orang yang mendustainya.
d. Banyaknya perbedaan pendapat di kalangan para Ttabiin di dalam masalah tafsir,
walaupun terdapat pula di zaman sahabat, namun tidak begitu banyak seperti di
zaman tabiin.
7

Khaeruman Badri, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Quran, Bandung : Pustaka Setia, 2004, hal.91

10 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i i n

5. Tafsir Israilliyat
Israiliyat adalah corak yahudi dan nasrani yang mewarnai tafsir, serta budaya
keduanya (yahudi dan nasrani) yang mempengaruhi tafsir. Awal mula masuknya
israiliyat dalam tafsir ini pada zaman sahabat nabi. Karena pada waktu itu mereka
(para sahabat) berkeinginan untuk mengetahui hal-hal yang sifatnya lebih rinci pada
para ahlul kitab (yahudi dan nasrani). Namun setelah mendapatkan informasi atau
data dari ahlul kitab, mereka membiarkan data itu disajikan begitu saja dalam tafsir
tanpa mempertimbangkan kevalidan data tersebut. Artinya, benar atau bohongnya
data tersebut belum teridentifikasi.Disamping itu, mereka masih berjibaku pada dua
hadis nabi yang terkesan bertentangan, yaitu: Janganlah kalian membenarkan ahlul
kitab dan jangan pula menyalahkannya. Tapi ucapkanlah: kami beriman kepada Allah
dan apa yang telah diturunkan kepada kami!, dan Sampaikanlah dariku walaupun
satu ayat dan bani israil.Sedangkan pada masa tabiin, mereka (ahli tafsir para
tabiin) memasukkan data-data informasi dari ahlul kitab dengan tanpa ragu pada
tafsir-tafsir mereka.
Di samping karena kemudahannya dalam perolehan data dan informasi dari
ahlul kitab, mereka pun membolehkan penyajiannya dalam tafsir. Israiliyat dinilai
menimbulkan pengaruh yang buruk bagi dunia tafsir karena kevalidan datanya yang
samasekali tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Sebenarnya jika dilihat dari sudut pandang kebenarannya, israiliyat dibagi
menjadi tiga kategori:
Pertama; israiliyat yang diketahui kebenarannya dengan gamblang dan dapat
diterima karena bersumber dari Nabi Muhammad secara langsung. Kedua; israiliyat
yang secara hukum dipersalahkan karena sangat jelas kebohongannya dan tidak dapat
diterima samasekali. Dan yang ketiga; israiliyat yang maskuutun anhu (dibiarkan),
yaitu israiliyat yang tidak teridentifikasi kebenaran dan kebohongannya. Akan tetapi
kategori ketiga ini oleh para ulama dinilai tidak berfaedah dalam agama.
Para sahabat menghubungi orang-orang seperti Wahab, Kaab dan Abdullah
ibn Salam. Para tabiin menghubungi seperti Ibnu Juraij. 8

M. Hasbi Ash Shiddieqy, opcit, hal. 212

11 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i i n

6. Kelebihan, Kekurangan, Dan Pendapat Ulama Tentang Tafsir Pada Masa


Tabiin
Sejumlah ulama berpendapat bahwa tafsir tabiin tidak diambil, karena mereka
tidak sezaman dengan turunnya wahyu, tidak menyaksikan situasi dan kondisi yang
menyertai turunnya. Sehingga mungkin melakukan kesalahan dalam memahami apa
yang dikehandaki oleh Al-Quran. Di samping itu keadilan (al-adalah, kualitas
pribadi) tidak di nash, berbeda dengan sahabat.
Ibn Taimiyyah berkata, Syubah ibn al-Hajjaj dan yang lain mengatakan
bahwa pendapat tabiin bukanlah hujjah, bagaiman mungkin bisa menjadi hujjah di
bidang tafsir? Yakni, pendapat mereka tidak bisa menjadi hujjah bagi yang lain yang
memiliki pendapat yang berbeda. Ini benar. Adapun bila mereka sepakat mengenai
sesuatu maka tidak diragukan lagi kehujjahannya. Sehingga pendapat sebagian
bukanlah menjadi hujjah sebagian lain dan orang sesudah mereka. Hal itu
dikembalikan kepada bahasa Al-Quran, sunnah, bahasa Arab atau pendapat sahabat.
Sebagian mufassir berpendapat bahwa pendapat tabiin di bidang tafsir di akui
dan diambil, karena mereka menerimanya umumnya dari sahabat dan status mereka
adalah adil.
Pendapat yang seyogyanya dipegang berkenaan dengan tafsir tabiin ini adalah
tidak harus diambil, kecuali dengan dua syarat, yakni :
Yang diriwayatkan dari mereka bukanlah masalah yang merupakan wilayah
ijtihad. Tabiin yang bersangkutan tidak dikenal mengambil riwayat dari ahli
kitab. Bila kedua syarat ini terpenuhi, maka bisa diambil dan bila tidak maka juga
tidak bisa di ambil.

12 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i i n

Daftar Pustaka
Al-Dzahabi, Muhammad Husein, al-Tafsir wa Al-Mufassirin Juz I, Mesir: Dar
al_maktub al-Haditsah
Ash Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Quran/Tafsir. Semarang:
Bulan Bintang, 1954
Badri, Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Quran, Bandung: Pustaka Setia,
2004
Iqbal, Drs. Mashuri Sirojuddin, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Angkasa,1987

Anda mungkin juga menyukai