Anda di halaman 1dari 50

MATERI PBAK

DI

OLEH

NAMA:

TAHUN PEMBELAJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga penulis berterima kasih kepada Ibu
Wardah Nuroniyah, SHI, MSI selaku dosen mata kuliah Metodologi STudi Islam IAIN
Syekh Nurjati Cirebon yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
Makalah yang ada dihadapan pembaca ini memberikan penjelasan tentang
Ahlussunnah wal Jama’ah.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Ahlussunnah wal Jama’ah. Penulis juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya,
sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang
yang membacanya, sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan.
DAFTAR ISI

1. AHLU SUNNAH WALJAMAAH

2. SELAYANG PANDANG STAI AL GAZALI BULUKUMBA

3. PENGENALAN SISTEM AKADEMIK STAI AL GAZALI BULUKUMBA

4. PROSPEK ALUMNI MASA DEPAN

5. KOLERASI NU dan ASWAJA

6. KODE ETIK MAHASISWA STAI AL GAZALI

7. KEORGANISASIAN
MATERI 1

ASWAJA

(Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah)

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Aqidah pada masa nabi adalah aqidah paling bersih, yaitu aqidah islam yang sebenarnya,
karena belum tercampur oleh kepentingan apapun selain karena Allah SWT. Ini di sebabkan
karena Nabi adalah sebagai penafsir al-Qur’an yang berkaitan dengan keyakinan maka nabi
lansung menjelaskan maksudnya. Selain itu umat terbimbing lansung oleh Nabi, sehingga
dalam memahami agama tidak terjadi pebedaan.

Kemudian, aqidah pada masa sahabat masih sama dengan zaman Nabi, belum
membentuk sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri apalagi membentuk sebuah nama
tertentu, maupun aliran-aliran pemikiran tertentu.

Berbicara masalah aliran pemikiran dalam islam berarti berbicara tentang ilmu kalam.
Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog islam berdebat dengan kata-kata
dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai
“mutakallim”, yaitu ahli debat yang pintar mengelolah kata. Ilmu l”kalam” juga diartikan
sebagai ideologi islam atau ushuluddin, yaitu ilmu yang membahas ajaran dari agama.

Perbedaan yang muncul pertama kali dalam islam bukanlah masalah teologi, melainkan
bidang politik. Kemudian, seiring perjalanan waktu, perselisiha politik ini meningkat
menjadi persoalan teologi. Bahkan ada dua teori yang membahas latar belakang timbulnya
persoalan teologi yakni perbedaan aliran ilmu kalam. Pertama, awal tercampurnya masalah
aqidah dengan hal yang lain adalah sejak mulai dari khalifah ke-3 yakni utsman bin affan
terbunuh karna beberapa sahabat nabi terlibat dalam urusan yang bersifat politis. Dan
maslah ini kian rumit ketika peristiwa tahkim terjadi pada masa pemerintahan ali bin abi
thalib. Kedua, aliran ilmu kalam muncul karna hasil interpretasi atau penafsiran terhadap al-
qur’an maupun kajian terhadap hadits yang bersifa teologis. Diantara sekian banyak ilmu
kalam yang bermunculan ialah syi,ah, khawrij, murji’ah, qadiriah, jabariyah, dan mu’tazilah
yang berakhir dengan peristiwa mihnah yang menjadi sebab awal terbentuknya aliran
ahlussunnah wal jama’ah.

Alussunnah wal jama’ah memang “satu istilah” yang mempunyai “banyak makna”,
sehingga banyak golongan dan faksi dalam islam yang mengklaim dirinya adalah
“ahlussunnah wal jama’ah”. ‘ulama dan pemikir islam mengatakan, bahwa ahlussunnah wal
jama’ah itu merupakan golongan mayoritas umat islam di dunia sampai sekarang, yang
secara konsisten mengikuti ajaran dan amalan (sunnah) nabi dan para sahabat-sahabatnya,
serta memperjuangkan berlakunya di tengah-tengah kehidupan masyarakat islam.
Meskipun pada mulanya alussunnah wal jama’ah itu menjadi identitas kelompok
atau golongan dalam dimensi teologis atau aqidah islam dengan fokus masalah ushuluddin
(fundamental agama), tetapi dalam perjalanan selanjutnya tidak bisa lepas dari dimensi
keislaman lainnya, seperti syari’ah atau fiqhiyah, bahkan masalah budaya, politik dan sosial

B. RUMUSAN MASALAH
. Apa itu ahlussunnah wal jama’ah.

. Bagai mana riwayat asal mula munculnya ahlussunna wal jama’ah?

. Apa saja doktrin-doktrin ahlussunnah wal jama’ah?

C. TUJUAN
. Untuk mengetahui pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah.

. Untuk mengetahui riwayat asal mula munculnya ahlussunnah wal jama’ah.

. Untuk mengetahui doktrin-doktrin ahlussunnah wal jama’ah.


PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah


Kalimat ahlussunnah Wal Jama’ah, terdiri dari dua kata inti yaitu : Ahlussunnah yang
artinya : Ahli mengamalkan sunnah, penganut sunnah, atau pengikut sunnah. Dan wal
jama’ah yang artinya : dan jama’ah, maksudnya adalah jama’ah sahabat - sahabat nabi.

Ahlussunnah adalah mereka yang mengikuti dengan konsisten semua jejak - langkah yang
berasal dari nabi muhammad SAW. Dan membelanya.

Dari definisi di atas jelas, bahwa ahlussunnah wal jama’ah itu tidak hanya terdiri dari satu
kelompok aliran, tapi ada beberapa sub aluran, ada beberapa faksi didalamnya.

Dalam kajian ilmu kalam, istilah ahlussunnah wal jama’ah ini sudah banyak dipakai sejak
masa sahabat, sampai generasi - generasi berikutnya. Sumber dari istilah tersebut oleh
sebagian banyak para ahli di ambil dari hadits nabi SAW. Yang menerangkan akan
terpecahnya umat islam menjadi 73 golongan, antara lain hadits yang diriwayatkan oleh
ibnu maja dan at-turmudzi, yang artinya:

“Sesungguhnya bani israil terpecah menjadi 72 agama. Dan umatku akan terpecah
menjadi 73 golongan, semuanya akan binasa, kecuali 1. Para sahabat nabi bertanya:
Siapakah yang satu itu wahai rasulullah?, Rasulullah menjawab: yaitu orang - orang yang
berpegangan teguh pada i’tiqadku dan yang berpegang teguh pada i’tiqad yang dipegangi
oleh sahabat - sahabatku”

B. Asal Mula munculnya Ahlussunnah Wal Jama’ah


Kemudian beliau membangun paham sendiri yaitu ahImam Abu Hasan al-asy’ari (lahir di
bashrah, 260 H / 873 M, dan wafad di baghdad, 324 H / 935 M) iyalah seorang ahli fiqh
terkenal, pemuka teolog islam pada masanya. Menurut catatan sejarah, Abu hasan Al-
asy’ari adalah murid dari ayah tirinya yakni syaikh Abu ali muhammad bin abdil wahab al-
juba’i (seorang ulama besar Mu’tazilah), kemudian abu hasan al-asy’ari keluar dari paham
gurunya itu karena menurutnya banyak keyakinan yang tidak benar. lussunnah wal jama’ah.

Paham ahlussunnah wal jama’ah juga sering disebut sebagai paham Asy’ariyah,
karena dinishbatkan kepada Abu Hasan Al-asy’ari. Juga sering disebut sebagai paham
ahlussunnah saja, juga sering disebut sunni dan pengikutnya disebut sunniyun.

Seluruh ajaran ahlussunnah wal jama’ah yang disusun oleh abu hasan al-asy’ari,
dibukakan oleh beliau dianataranya terdapat dalam kitab yang beliau susun seperti : al-
ibanah fi ushuliddiniyyah, maqalatul islamiyyin, al-mujaz, dan lain-lain.
C. Doktrin-doktrin Ahlussunnah Wal Jama’ah

1. Pahamnya tentang seorang muslim dan hal dosa


Golongan ahlussunnah wal jama’ah berpendapat bahwa suatu golongan dapat
dianggap atau diakui sebagai muslim apabila memenuhi 3 syarat:

a. Mengucapkan 2 kalimat syahadat dengan lisannya.

b. Ucapan itu di ikuti kepercayaan dengan hatinya.

c. Dan dibuktikan dengan amal yang nyata.

Adapun tentang dosa, ahlussunnah wal jama’ah berpendapat bahwa orang yang
meninggalkan kewajiban dan mengerjakan dosa yang sampai ia mati belum bertaubat,
maka orang ini dihukum sama dengan orang mu’min yang mengerjakan maksiad. Orang ini
apabila ia tidak diampuni Allah ia masuk neraka, tetapi tidak abadi. Ia akan lepas dari siksa
neraka setelah selesai menjalani hukuman neraka, tetapi ia juga akan merasakan nikmat
karena imannya.

Dari uraian tersebut dapat kita bandingkan bahwa menurut ahlussunnah apa yang
diperintahkan tuhan itu baik dan apa yang dilarangnya itu buruk. Menurut mereka tidak
ada kebaikan dan tidak ada pula kejahatan yang mutlak, karena itu hak istimewa-Nya

2. Tentang Sifat- sifat Allah SWT

Menurut Ahlusunnah Allah itu satu, unik, qadim dan wjud. Dia bukan subtansi,
bukan tubuh, bukan oksigen, tidak terbatasi oleh arah dan oleh ruang. Dia memiliki sifat-
sifat seperti mengetahu, hidup, berkuasa, berkehendak, mendengar, dan lain-lain.
Menurutnya prinsip-psrinsip bahwa tuhan itu unik dan pada dasarnya berbeda sifat-sifat
makhuk dan dengan doktrin “mukhalafah”, atau perbedaan mutlak. Berdasrkan doktrin ini,
bila suatu sifat diaplikasikan kepada tuhan, maka sifat tersebut mesti dipahami secara unik
dan jangan dipahami seperti kita memahaminya terhadap makhluk. Karna doktrin
“mukhalafah” inilah, ahlussunnah berpendirian bahwa kita tidak boleh menyebutkan sifat
tuhan selain dari pada yang termaksud secara jelas di dalam Al-Qur’an. Sifat-sifat tuhan
berbeda dari sifat makhluk, bukan dalam tingkatan tetapi dalam jenisnya yakni dalam
segenap hakikatnya (5)

Sedangkan bagi al-Baqillani apa yang di sebut sifat Allah bukanlah sifat dalam arti
tekstual, tetapi mengandung makna hal sesuai dengan pendapat Abu Hasyim. Sedangkan
Abu Huzail menjelaskan bahwa sifat yang dimaksud adalah zat atau esensi Tuhan.
Menurutnya “Tuhan Mengetahui” ialah Tuhan mengetahui dengan perantara pengetahuan,
kata Aljubba’i ialah untuk mengetahui tuhan tidak berhajat kepada suatu sifat dalam
bentuk pengetahuan atau keadaan mengetahui (6).
Menurut Al-Ghazali, sifat-sifat tuhan, berbeda dari esensi tuhan, tetapi berwujud
dalam esensi itu sendiri. Uraian-uraian ini ini juga membawa paham banyak yang kekal dan
untuk mengatasinya Ahlussunnah mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukanlah tuhan, tetapi
tidak pula lain dari tuhan (7).

Sedangkan menurut hamka, “membahas sifat dan dzat manusia saja sangat sulit
apalagi membahas sifat dan dzat tuhan”. Oleh sebab itu, ia lebih menitik beratkan kajiannya
kepada manfaat praktis apa yang bisa ditarik dari pembicaraan tuhan dan sifat-sifatnya
untuk mempertinggi kualitas imam seseorang, dan pada giliranya akan mempertinggi pula
kualitas dan kuantitas amal sholenya (8).

3. Tentang Keadilan Allah SWT

Mengenai konsep keadilan Allah SWT, mendapat ahlussunnah bahwa Allah SWT
pencipta segala perbuatan hambanya. Dia berkehendak atas terjadinya segala perbuatan
makhluknya baik maupun buruk. Apabila seorang hamba bermaksud akan berbuat sesuatu,
maka allah menentukan apa yang dikerjakan oleh hamba tersebut, atas perbuatannya itu
sihamba mempunyai kasab. Menurut ahlussunnah kasad ialah berbarengannya. Jadi hamba
hanya punya kasab, sedangkan perbuatannya sendiri diciptakan Allah SWT (9).

Dalam uraian tersebut nampaklah bahwa aliran ini bersikap tengah-tengah antara
pendapat Qadariah dan Jbariah. Allah menciptakan kemampuan dan kemauan sihamba
yang keduanya berperan dalam berlangsungnya perbuatan, sehingga perbuatannya itu
mahlik Allah. Jadi makhluk Allah itu ada yang tercipta tampa perantara seperti batu, pohon-
pohon dan sebagainya. Ada yang memakai perantara yaitu segala makhluk yang dihasilkan
kerja manusia. Karena sihamba merupakan perantara itulah maka dia bertanggung jawab
dan mendapat balasan baik atau buruk, yaitu memberi pahala kepada seorang hamba
sesuai dengan apa yang diusahakannya.

4. Tentang Janji dan Ancaman


’Tazilah tidak Menurut mu’tazilah, barang siapa yang mati dalam keadaan kafir atau
melakukan dosa besar maka orang itu akan kekal dalam neraka, dan barang siapa yang mati
dalam keadaan beriman, dia pasti masuk surga untuk selama-lamanya. Kaum mumenyebut
adanya kemungkinan pengampunan Allah dan syafaat dihari kiamat(10).

Ahlussunnah tidak paham dengan mu’tazilah mengenai al-wa’d wa al-Wa’it


tersebut. Menurut ahlussunnah, tidak ada yang kekal dalam neraka, kecuali orang yang
mati dalam keadaan kufur. Dan Allah berkuasa untuk mengampuni orang yang
dikehendakinya. Pengampunan itu masih ditambah dengan adanya syafa’at (pembelaan)
dari nabi dan para rasul serta para sholihin dihari kiamat (11).

Dalam pemikiran ahlussunnah ialah bahwa Allah SWT itu pemilik mutlak atas semua
makhluknya. Dia membuat apa saja yang dia kehendaki dan menghakimi segala sesuatu
menurut kehendaknya.andaikan Allah memasukkan mahluknya kedalam surga, hal itu
bukanlah suatu ketidak adilan. Sebaliknya kalau Allah memasukkan semua makhluknya
kedalam neraka, hal itu bukanlah suatu kedzaliman, sebab yang dinamakan dzalim iti ialah
memeperlakukan sesuatu yang bukan miliknya, atau meletakkan sesuatu bukan pada
tempatnya. Sedangkan Allah adalah pemilik mutlak atas segala sesuatu, sehingga tidak bisa
digambarkan timbulnya kedzaliman dari padanya (12).

5. Tentang melihat zat Allah diakhirat

Dalam hal ini ahlussunnah berbeda dari paham mu’tazilah dan para filoshof dan
sejalan dengan paham umat muslim ortodoks, yang menyatakan bahwa Allah itu dapat
dilihat, tapi mereka tidak sepakat mengenai apakah tuhan dapat ditunjukkan. Mereka
menerima prinsip filsafat bahwa apa saja yang menepati ruang atau arah haruslah memiliki
waktu, padahal Allah tidak terikat dengan waktu pengakuan ini mengakibatkan mereka
dihantui kerumitan, sebap bila tuhan tidak “meruang atau mewaktu” dan sesuatu yang
dapat dilihat, maka tuhan tidak dapat dilihat, namun pendapat ini bertentangan dengan
paham mereka bahwa tuhan dapat dilihat. Jadi untuk mengatasi kesulitan ini, mereka
menyatakan bahwa suatu benda biarpun benda itu tidaka da didepan orang yang
melihatnya, mungkin saja untuk dilihat. Ini alasan yang lemah dan ganjil sekali, sebab
sangat bertentangan dengan segenap prinsip optika (13).

Disamping itu, ahlussunnah juga sependapat dengan ortodoks, dan ahlussunnah


menegaskan bahwa ayat-ayat al-qur’an dan hadits nabi mengenai hal ini harus dipahami
secara kiasan. Dengan pola pikir rasioanal, ahlussunnah mengemukakan bahwa kata dan
makna ayat dan hadits yang menerangkan tentang hal ini, menunjukkan bahwa kita jangan
memahaminya secara harfiah dan menafsirkannya bahwa melihat tuhan artinya “melihat
tanda-tanda ganjarannya atau mengetahuinya dengan hati” (14).

6. Tentang Pebuatan Manusia

Ahlussunnah mengatakan bahwa manusia mempunyai kemampuan yang


berpengaruh atas segala perbuatannya dengan isin Allah SWT. Manusia juga mempunyai
pilihan ikhtiar, tapi manusia dipaksa atas pilihannya. Kemampuan manusia tidak
berpengaruh secara asli atas amal perbuatannya, hanya seperti tangan yang lumpuh.
Karena itu, maka manusia tidak berbuat apa-apa jika tidak digariskan oleh isin dan
kekuasaan Allah SWT. Dengan demikian, ahlussunnah tidak mengakui adanya ikhtiar pada
manusia, sesuai dengan firman Allah bahwa : “dia menciptakan apa saja dikehendaki
termasuk yang diciptakannya dengan perantara perbuatan mereka”(15).

Sedangkan hamka berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam


berkehendak dan berbuat. Pilihan untuk menjadi kafir atau menjadi mukmin adalah
berdasarkan pilihan bebas manusia itu sendiri bukan ditentukan oleh tuhan. Kebebasan
berkehendak dan berbuat tersebut dimunkinkan dimiliki oleh manusia karena kepada
manusia diberikan potensi akal. Dengan akal inilah manusia menimbang mana yang baik
dan mana yang buruk, mana yang mendatangkan kemudratan dan mana yang
mendatangkan kemanfaatan(16).

D. HASIL ANALISIS
Alussunnah menggunakan tiga metode pendekatan dalam memahami al-qur’an
yaitu : pertama, bayani yakni pemikiran tradisional syarat dengan memahami al-qur’an
yang tekstual. Contohnya adalah dalam menetapkan sejumlah nama dan sifat Allah.
Ahlussunnah menetapkan nama-nama sifat-sifat yang telah ditetapkan oleh Allah untuk
dirinya sendiri, baik melalui kitabnya ataupun lisan rasulnya tampa harus merubah
(menambah atau mengurangi), mengingkari, menjelaskan tentang bentuk atau caranya,
ataupun menyerupakannya dengan sesuatu apapun.

Kedua, burhani atau akal yang memahami al-qur’an itu dengan konstektual. Sebagai
contoh adalah ahlussunnah dalam meyakini tentang melihat dzat Allah diakhirat.
Ahlussunnah meyakini bahwa disurga nanti apapun bisa terjadi termasuk Allah
menampakkan dzatnya dihadapan hambanya yang bertakwa namun disamping itu
ahlussunnah juga menapsirkan ayat yang sama dengan pemahaman yang berbeda.

Ketiga ifani atau rasa yaitu pemahaman manusia melalui indra baik indra dalam hati
maupun indra luar dalam hal ini yang dimaksudkan dzat Allah dapat terlihat berupa
ganjarannya nikmatnya atau merasakan kedekatan dengannya melalui hati manusia itu
sendiri.
MATERI 2

SELAYAN PANDANG STAI AL GAZALI BULUKUMBA


STAI AL-Gazali Bulukumba adalah Sekolah Tinggi Agama Islam satu-satunya yang berada
di Bulukumba, Sulawesi Selatan. STAI Al-Gazali Bulukumba merupakan kampus yang
berada di Jl.A.Mappijalan, No.23, Kelurahan Loka, Kecamatan UjungBulu, Kabupaten
Bulukumba, Sulawesi-Selatan Indonesia.

Sejak tahun 1968 STAI Al-Gazali Bulukumba telah berubah dan mengganti nama mulai
dari:

- UNNU : Universitas Nahdatul Ulama


- UNISAL : Universitas Al-Gazali
- STIT : Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
- Sekolah Tinggi Agama Islam(STAI) Al-Gazali

Pemateri juga menjelaskan ada tiga jenis hati, yaitu :


1. Qolbu salim : hati yang sehat
Ketika hati sehat , maka akan menampakkan wajah yang sehat
2. Qolbu mayit : hati yang mati
Ketika hati mati, maka akan menampakkan waajah yang kusam atau jelek
3. Qolbu yang sakit,
Ketika hati sakit, maka wajah akan menampakkan yang sakit pula

Jangan pernah ingin dikatakan wanita karena wanita yaitu orang yang tidak
memanfaatkan mata batinnya untuk kebaikan.tetapi jadilah sosok perempuan
yang empuh yaitu perempuan yang dihargai, dihormati,ditakuti dan disayangi.

Jangan jadi seorang perempuan yang 4k :

- kalao-lao
- kapau-pau
- kaita-ita
- kainreng-inreng
MATERI 3

PENGENALAN SISTEM AKADEMIK

Itilah “SISTEM” sekarang banyak di pakai, banyak orang berbicara mengenai


system. Sebuah system terdiri atas bagian-bagian atau komponen yang terpadu untuk
suatu tujuan.

Sistem akademik yaitu hal yang terpentig. Di dalam kampus ada namanya SKS
yaitu satuan kredit semester, sistem SKS ini digunanakan pada umumnya di
perguruan tinggi. Dan dengan sistem ini, mahasiswa dimungkinkan untuk memilih
jurusan mata kuliah yang akan di ambil dalam satu semester.

Sekolah adalah tempat penyelenggaraan kegiatan dan mengajar di ruang kelas


maupun di luar kelas. Bentuk pelaksaanya berupa kegiatan intrakulikuler dan
ekstrakulikuler adalah kegiatan penunjang pelajar yang di laksanakan di luar sekolah.
Hampir setiap sekolah pasti ada esktrakulikuler.

Kehadiran kegiatan esktra kulikuler mengakomondasi kebutuhan perkembangan


tersebut di bidang non akademik, sehingga siswa sadar akan potensi yang ada pada
dalam dirinya dan mau untuk terus berjuang untuk menekuni kegiatan tersebut. Jika
kegiatan esktrakulikuler dapat ditekuni dengan sungguh-sungguh tidak menutup
kemungkinan peserta didik tersebut mendapatkan prestasi atas jerih payahnya,
contohnya dalam lomba melukis, bermusik, berpuisi, dan lain sebagainya.

Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah dikenal adanya dua kegiatan pokok,


yaitu intrakulikuler dan ekstrakulikuler. Kedua kegiatan tersebut merupakan satu
kesatuan utuh yang tak terpisahkan dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan
keseluruhan pada suatu satuan pendidikan/sekolah.

 KEGIATAN INTRAKULIKULER

Kegiatan intrakulikuler adalah kegiatan utama persekolahan yang dilakukan dengan


menggunakan alokasi waktu yang telah di tentukan dalam struktur program kegiatan ini
dilakukan guru dan peserta didik dam jam-jam pelajaran setiap hari. Kegiatan intrakulikuler
ini dilakukan untuk mencapai tujuan minimal setiap mata pelajaran bidang studi yang
tergolong inti maupun khusus.

 KEGIATAN EKSTRAKULIKULER
Kegiatan ekstrakulikuler dimaksudkan sebagai kegiatan yang di arahkan untuk
memper luas pengetahuan siswa. Mengembangkan nilai-nilai atau sikap dan menerapkan
secara lebih lanjut pengetahuan yang telah di pelajari siswa dalam mata program inti dan
pilihan. Walaupun sama-sama dilaksanakan diluar jam pelajaran kelas, bila dibandingkan
dengan kegiatan kokurikuler. Kegiatan ekstrakulikuler menekankan pada kegiatan
kelompok.

Kegiatan ekstrakulikuler dilakukan dengan menperhatikan minat dan bakat siswa,


serta kondisi lingkungan dan sosial budaya, pelaksanaan kegiatan ekstrakulikuler ditangani
oleh guru atau petugas lain yang di tunjuk.

Kegiatan ekstrakulikuler diisi dengan kegaiatan olahraga seperti bola basket, bola
voli, pancak silat dan lainya yang disesuaikan dengan minat dan bakat siswa. Begitu pula
dengan di bidang-bidang lain, seperti bidang seni biasa diisi dengan drama, lukis, tari,
keseluruhan bidang di tunjukan sebagai wahana untuk memperluas wawasan serta
membangun nilai-nilai dan sikap positif siswa.
 Perbedaan Kegiatan Intrakurikuler, Kokurikuler dan
Ekstrakurikuler
Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah dikenal adanya tiga kegiatan pokok,
yaitu kegiatan Intrakurikuler, Kokurikuler dan Ekstrakurikuler. Ketiga kegiatan
tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan dalam upaya
mencapai tujuan pendidikan keseluruhan pada suatu satuan pendidikan/
sekolah.

 Kegiatan Intrakurikuler
Kegiatan Intrakuriluler adalah kegiatan utama persekolah yang dilakukan
dengan menggunakan alokasi waktu yang telah ditentukan dalam struktur
program. Kegiatan ini dilakukan guru dan peserta didik dalam jam-jam
pelajaran setiap hari. Kegiatan intrakurikuler ini dilakukan untuk mencapai
tujuan minimal setiap mata pelajaran/ bidang studi yang tergolong inti
maupun khusus.

 Kegiatan Kokurikuler
Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk lebih memperdalam dan
menghayati materi pelajaran yang telah dipelajari dalam kegiatan intrakurikuler didalam kelas.
Kegiatan ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Dalam hal ini, perlu diperhatikan
ialah menghindari terjadinya pengulangan dan ketumpang-tindihan antara mata pelajaran yang satu
dengan mata pelajaran lainnya. Selain itu, juga perlu dijaga agar para siswa tidak "overdosis" karena
semua  guru memberi tugas dalam waktu yang bersamaan, sehingga siswa menanggun beban yang
sangat berat. Oleh karena itu, koordinasi dan kerja sama antar guru merupakan hal perlu dilakukan.

Dari pokok-pokok landasan pelaksanaan kegiatan kokurikuler, hal-hal yang


harus diperhatikan guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan
kokurikuler adalah sebagai berikut :

 Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan yang berkaitan langsung


dengan kagiatan intrakurikuler. Tujuannya, untuk memberikan
kesempatan kepada siswa mendalami dan manghayati materi pelajaran.
 Tidak menimbulkan beban berlebihan bagi siswa
 Tidak menimbulkan tambahan beban biaya biaya yang dapat
memberatkan siswa atau orangtua
 Penanganan kegiatan kokurikuler dilakukan dengan sistem administrasi
yang teratur, pemantauan dan penilaian

 Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler dimaksudkan sebagai kegiatan yang diarahkan untuk
memperluas pengetahuan siswa, mengembangkan nilai-nilai atau sikap dan
menerapkan secara lebih lanjut pengetahuan yang telah dipelajari siswa dalam
mata pelajaran program inti dan pilihan. Walaupun sama-sama dilaksanakan
diluar jam pelajaran kelas, bila dibandingkan dengan kegiatan kokurikuler,
kegiatan ekstrakurikuler lebih menekankan pada kegiatan kelompok

Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dengan memperhatikan minat dan bakat


siswa, serta kondisi lingkungan dan sosial budaya. Pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler ditangani oleh guru atau petugas lain yang ditunjuk.

Kegiatan ekstrakurikuler diisi dengan kegiatan olahraga seperti bola basket,


bola voli, pencak silat dan lainnya yang disesuaikan dengan minat dan bakat
siswa. Bagitupula dengan dibidang-bidang lain, seperti bidang seni bisa diisi
dengan drama, lukis, tari. Keseluruhan bidang ditujukan sebagai wahana untuk
mempeluas wawasan serta membangun nilai dan sikap positif siswa.
 Perbedaan Kegiatan Ekstrakurikuler dan Kegiatan Kurikuler
(Intrakurikuler)

Kegiatan ektrakuriluler berbeda dengan kegiatan kurikuler (intrakurikuler).


Perbedaan keduanya ini dapat Dilihat dari beberapa aspek, antara lain (1)
sifat kegiatan; (2) waktu pelaksanaan; (3) sasaran dan tujuan program; (4)
teknis pelaksanaan dan; (5) evaluasi dan criteria keberhasilan. Berikut ini
akan kita bahas satu persatu.
• Sifat kegiatan
Bila dilihat dari sifat kegiatan, kegitan kurikuler merupakan kegiatan yang
wajib diikuti oleh setiap siswa. Kegiatan kurikuler bersifat mengikat.
Program kurikuler berisi berbagai kemampuan dasar dan kemampuan
minimal yang harus dimiliki siswa di suatu tingkat sekolah (lembaga
pendidikan). Oleh karenanya maka keberhasilan pendidikan ditentukan
oleh pencapaian siswa pada tujuan kegiatan kurikuler ini.

Sebaliknya, kegiatan ektrakurikuler lebih bersifat sebagai kegiatan


penunjang untuk mencapai program kegiatan kurikuler serta untuk
mencapai tujuan pendidikan yang lebih luas. Sebagai kegiatan penunjang,
maka kegiatan ekstrakurikuler sifatnya lebih luwes dan tidak terlalu
mengikat. Keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler yang
diprogramkan lebih bergantung pada bakat, minat, dan kebutuhan siswa
itu sendiri.

• waktu pelaksanaan
Kalau ditinjau dari waktu pelaksanaan, waktu untuk kegiatan kurikuler
pasti dan tetap, dilaksanakan sekolah secara terus-menerus setiap hari
sesuai dengan kalender akademik. Sedangkan waktu pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler sangat bergantung pada sekolah yang bersangkutan, lebih
bersifat fleksibel dan dinamis.

• sasaran dan tujuan program


Sebagai kegiatan inti persekolahan yang wajib diikuti oleh seluruh siswa,
kegiatan kurikuler memiliki sasaran dan tujuan yang berbeda dengan
kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan kurikuler berhubungan dengan kegiatan
untuk menumbuhkan kemampuan akademik siswa, sementara kegiatan
ekstrakurikuler lebih menumbuhkan pengembangan aspek-aspek lain
seperti pengembangan minat, bakat, kepribadian, dan kemampuan
sebagai makhluk sosial, disamping tentu saja, sebagai pembantu
pencapaian tujuan kegiatan kurikuler.

• teknis pelaksanaan
Teknis pelaksanaan kegiatan kurikuler, sebagai kegiatan inti persekolahan,
sangatlah ketat dan teratur, dengan struktur program yang pasti sesuai
kalender akademik. Kegiatan kurikuler berada di bawah tanggungjawab
guru bidang studi atau guru kelas.

Sementara itu kegiatan ekstrakurikuler, penanggung jawabnya dapat guru


kelas, guru bidang studi yang mungkin lebih bersifat team work, sesuai
dengan keahlian para guru tersebut untuk bidang-bidang tertentu. Bahkan
tak jarang sekolah mempekerjakan tenaga dari luar untuk melaksanakan
kegiatan ekstrakurikuler, di mana tenaga luar tersebut memiliki keahlian-
keahlian khusus yang diprogramkan pada kegiatan ekstrakurikuler.

• evaluasi dan kriteria keberhasilan


Keberhasilan kegiatan kurikuler ditentukan oleh keberhasilan siswa dalam
menguasai kompetensi yang sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan
oleh sekolah. Evaluasi keberhasilan pencapaian ditentukan dengan
menggunakan tes.

Pada kegiatan ekstrakurikuler, kriteria keberhasilan lebih ditentukan oleh


proses dan keikutsertaan dalam kegiatan itu. Analisis dan evaluasi
keberhasilan dilakukan secara kualitatif.

 Pentingnya Kegiatan Ekstrakurikuler Bagi Mahasiswa


Sekolah adalah tempat penyelenggaraan kegiatan belajar dan mengajar di ruang
kelas maupun di luar kelas. Bentuk pelaksanaannya berupa kegiatan
intrakulikuler dan ekstrakulikuler. Ekstrakulikuler adalah kegiatan penunjang
pelajaran yang dilaksanakan di luar sekolah. Hampir di setiap sekolah pasti ada
ekstrakulikuler.

Kehadiran kegiatan ekstrakurikuler mengakomodasi kebutuhan perkembangan


tersebut di bidang non akademik, sehingga siswa sadar akan potensi yang ada
pada dalam dirinya dan mau untuk terus berjuang untuk menekuni kegiatan
tersebut. Jika kegiatan ekstrakulikuler dapat ditekuni dengan sungguh-sungguh,
tidak menutup kemungkinan peserta didik tersebut mendapatkan prestasi atas
jerih payahnya, contohnya juara dalam lomba melukis, bermusik, berpuisi, dan
lain sebagainya.

Ekstrakulikuler memiliki banyak manfaat untuk setiap siswa yang


mengikutinya.

Manfaat kegiatan ekstrakulikuler antara lain :

1. Sebagai media untuk mengembangkan potensi dan bakat siswa


Kegiatan ekstrakulikuler dapat dijadikan sebagai media untuk mengembangkan
potensi dan bakat siswa. Siswa dapat mengasah bakat yang dimilikinya secara
bertahap. Selain itu, kegiatan ekatrakulikuler juga dapat menjadi media
penggali potensi untuk siswa yang belum menyadari apa bakat yang
dimilikinya.

2. Mengajarkan komitmen dan disiplin


Siswa yang aktif dalam mengikuti kegiatan ekstrakulikuler akan menyadari jika
kegiatan ekstrakulikuler yang mereka ikuti membutuhkan komitmen agar dapat
lebih menguasai. Secara tidak langsung mereka akan belajar untuk lebih
disiplin dan menentykan tujuan. Hal ini agar mengalir dan dilalui siswa seiring
dengan keseriusan yang ditunjukkan.

3. Menimbulkan ketertarikan dan semangat mengejar impian


Anak selalu tumbuh dengan mengalami tantangan-tantangan baru dalam
hidupnya. Mereka akan merasa tertarik untuk menghadapi tantangan demi
tantangan menuju puncak impian yang diinginkan. Siswa yang aktif dalam
mengikuti ekstrakulikuler cenderung memiliki semangat yang tinggi.

4. Melatih bertanggung jawab dan mengambil keputusan


Banyak kegiatan ekstrakulikuler yang memerlukan keterampilan, inisiatif dan
perencanaan. Contohnya seperti ekstrakulikuler tari dan batik. Dalam
ekstrakulikuler batik membutuhkan suatu keterampilan dan perencanaan untuk
menciptakan karya batik yang memiliki kreatifitas tinggi. Siswa dilatih untuk
mengambil keputusan yang seefisien mungkin. Ini dapat bermanfaat katika
siswa telah memasuki masa kerja yang mengharuskannya untuk mengambil
keputusan dalam waktu yang singkat.

5. Dapat menciptakan suasana rileks dan menyenangkan


Kegiatan ekstrakulikuler dapat menciptakan suasana rileks dalam diri siswa.
Karena dalam kegiatan ekstrakulikuler siswa memiliki kebebasan dalam
menghasilkan suatu karya. Mereka dapat menyalurkan ide dan kreatifitas yang
mereka miliki dengan senang hati. Itu akan membuat siswa nyaman dan merasa
senang. Hal ini akan menghindarkan siswa dari stress dan beban dalam
pelajaran.

6. Melatih percaya diri


Kegiatan ekstrakulikuler mampu mengubah siswa untuk tampil percaya diri dan
selalu termotivasi. Dalam kegiatan ekstrakulikuler siswa diajarkan untuk
belajar menghadapi tekanan yang mengharuskannya untuk membangun keterampilan dan
kemampuan dalam berfikir.

7. Sebagai bekal untuk mempersiapkan karir siswa


Kegiatan ekstrakulikuler adalah bekal untuk mempersiapkan masa depan dan
karir yang akan dicapai siswa. Dengan kegiatan ekstrakulikuler siswa akan
memiliki skill dan pola berpikir yang baik. Ini akan membuat siswa terlatih
dalam mengerjakan pekerjaan saat ini dan pekerjaan di masa depan.

MATERI 4

PROSPEK ALUMNI MASA DEPAN


Prospek Kerja PAI (Pendidikan Agama Islam)

FaktaKampus.Com-Prospek kerja PAI (Pendidikan Agama Islam) yang dalam


hal ini adalah seorang yang mampu menciptakan seorang calon penerus
generasi bangsa yang cerdas, unggul modern dan islam. Sesuai dengan perturan
agama islam yang telah berlaku di Indonesia saat ini. Sehingga dalam hal ini
sebuah pembelajaran ini perlu di terpkan di kalangan, lingkungan, dan
masyarakat sekitar tersebut.
Baca Juga: Peluang Kerja Jurusan Manajemen Dakwah Islam yang Menjanjikan

Dalam hal ini harus sesui dengan visi dari sebuah jurusan yang ada dalam
Universitas ataupun dalam sebuah Perguruan Tinggi tersebut. Seorang yang
lulusan dari Pendidikan Agama Islam bukan saja hanya bisa menjadi seorang
guru saja, namun juga bisa menjadi seorang yang pendakwah yang bisa
berguna bagi masyarakat sekitar. Dan juga dapat menjadi sebuah pelantara
mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan  dari seluruh pembelajaran ang telah di
lakukan dalam melakukan sebuah pembelajaran yang ada. Sehingga pendakwah
tersebut dapat membawa sebuah ajaran islam menuju jalan yang lebih baik
lagi. 

Jurusan PAI (Pendidikan Agama Islam)


 Perlu di ketahui bahwa Pendidikan Agama Islam menjadi sebuah pusat
pengembangan ilmu agama islam. Sehingga dalam hal ini dapat mendorong
mahasiswa untu dapat mengetahui dan keingintahuan dalam memperoleh ilmu
pengetahuan berupa agama islam tersebut, serta keterampilan, dan sikap dari
mahasiswa tersebut.

Dalam hal ini tujuan di dari sebuah jurusan ilmu pendidikan agama islam ini
adalah dapat membentuk seorang yang dapat menpendidikan agama islam
adalah yang selalu bertaqwa keghasilakan lulusan dari ilmu

pada tuhan yang maha Esa serta berbudi luhur, cerdas, terampil dan mandiri
dalam melakukan sebuah pembelajran dan dakwah tersebut.
 
Dalam hal ini ilmu pendidikan agama islam juga dari tahun ketahun telah
mengalami peningkatan yang signifikan sehingga tenaga pendidik untuk
jurusan pendidikan agama islam yang ada saat ini memang sudah banyak
sekali.

Dan prospek kerja jurusan ini memang sangat sulit untyk di dapatkan. Kerana
dalam sebuah sekolahan biasanya telah ada seorang guru yang bekerja
mengajar di situ. Sehingga untuk pendidik yang lain sangat sulit untuk
memperoleh sebuah pekerjaan kembali.
 
Dalam hal ini jurusan dari ilmu pendidikan agama islam juga harus menjadi
seorang yang ramah tamah dan seorang yang peduli dalam masyarakat sekitar.
Namun sebenarnya hal ini bukan hanya berlaku untuk jurusan ilmu pendidikan islam saja
tapi juga dari jurusan lain juga harus mampu menggunakan tingkah laku, etika yang ada dalam
sebuah pembelajaran ini sehingga menjadi sebuah prospek pekerjaan yang sangat menguntungkan
untu seorang lulusan dari jurusan ilmu pendidikan agama islam ini.

Dalam hal ini pendidikan agama islam mampu membuat seorang yang berasal dari jurusan ini
menget\ahui jauh lebih dalam lagi dari ilmu pendidikan islam ini. Sehingga dalam melakukan sebuah
pembelajaran ataupun dalam sebuah penggunaan  metode belajar juga kan jauh lebih tepat
penggunaanya tersebut. Dalam hal ini lah yang membuat seorang tersebut dapat menggunakan ini
dengan baik dan benar.
 
Dalam Kementrian Agama Melalui Direktur PAI (Pendidikan Agama Islam§) sekolah umum
mengungkapkan bahwa, dalam hal ini kekurangan seorang pengajar guru PAI saat ini mencapai
kisaran dari 198,000 yang dalam hal ini telah terbagi dalam guru pendidikan agama islam SD, SMP
dan juga guru pengajar SMA.

Untuk guru SD ini sendiri masih membutuhkan tenaga kerja samapi dengan 3,494 orang lagi, dan
untuk SMP masih mebutuhkan kira-kira kurang dari 2.218 orang lagi . dan sedangkan untuk
tingkatan SMA masih membutuhkan kurang lebih kisaran 3.598 orang lagi untuk guru SMK pun juga
sama yaitu masih membutuhkan kurang lebih kisaran 3.598 orang lagi. Dalam hal ini belum di
jumlahkan dengan guru pendidikan agama islam yang di butuhkan di sebuah madrasah untuk
tingkat dasar samapi dengan tingkat madrasah Aliyah ataupun Negeri ini. Dalam hal ini Kementrian
Agama 

Melalui Direktur PAI (Pendidikan Agama Islam) sekolah umum juga mengatakan bahwa   kekurangan
ini juga di prediksi akan semakin meningkat seiring dengan di buknya sekolah baru dan jumlah guru
yang akan mengalami pensiun untuk saat ini yang semakin banyak ini. Sehingga dalam perkiraan ini
sangat di butuhkan seorang guru yang memang ahli dan berbakat dan memang dalam jurusan yang
sesuai dengan yang telah di butuhkan tersebut.
 
Dalam hal ini prediksi ini akan semakin kuat dengan pentingnya untuk profesi pendidikan agam
islam ini dalam kalangan agama islam tersebut. Perlu di ketahui bahwa jurusan agama ini
merupakan jurusan yang memang amat sangat mulia sekali untuk seorang yang memang baru lulus
dari jurusan ini. Sehingga dalam hal ini seorang yang memang berasal dari jurusan ini sangat
memungkinkan untuk dapat bekerja dan memperoleh sebuah peluang pekerjaan yang sangat
mudah sekali. Sehingganya dalam hal ini seorang yang memang ahli dalam ini. Menjadi sebuah
prospek yang amat sangat mudah sekali.

Prospek Kerja PAI (Pendidikan Agama Islam)

Dalam hal ini seorang yang berasal dari jurusan ilmu pendidikan agama islam
dapat memperoleh sebuah prospek pekrjaan dalam bagian sebagai berikut:

Prospek Kerja Seorang Jurusan Ilmu Pendidikan Agama Islam


Menjadi Kepala Madrasah Atau Kepala Sekolah Negeri
Dalam hal ini seorang yang telah lulus dari pendidikan agama islam juga dapat
bekerja menjadi seorang kepala sekolah, tentunya setelah seorang tersebut
dapat memenuhi persyaratan yang telah di tentukan dalam sebuah sekolah
ataupun madrasah tersebut. Sehingga dalam hal ini seorang yang berasal dari
lulusan pendidikan agama islam ini dapat melakukan sebuah pembelajaran
dengan baik dan benar.
Namun untuk dapat menjadi seorang kepala sekoalh memang harus memiliki
sebuah kemampuan. Harus cerdas, dan dapat adil dengan semua pihak yang ada
dan selalu bersikap tanggung jawab, profesional dan ahli dalam segala hal.
Bukan hanya itu saja seorang yang memang ingin menjadi seorang kepala
sekolah harus dapat melanjutkan lagi setelah S1 lanjut S2 Terlebih Dahulu.  
Prospek Kerja Seorang Jurusan Ilmu Pendidikan Agama Islam
Menjadi Peneliti Pendidikan Islam

Dalam mengembangkan ilmu pendidikan islam seorang yang mampu


melakukan suatu penetahuan atau ilmu harus mampu meneliti dan mengkaji
dari ilmu pendidikan islam tersebut, menjadi sebuah prospek yang memang ahli
dan tepat alam proses pembelajaran tersebut. Sehingga dalam hal ini sangat di
perlukan sebuah penelitian agar dalam pembelajran yang di lakukan dapat
diketahui sesuai dengan pekembangan zaman yang berlaku saat ini. 
 ProspekKerja Seorang Jurusan Ilmu Pendidikan Agama Islam
Menjadi Pengawas  Pendidikan Islam
Dalam hal ini menjadi seorang adalah menjadi seorang yang memang
mengawasi dari perkembangan pendidikan agama islam tersebut. Sehingga
dalam hal ini seorang yang memang telah ahli dalam hal ini melakukan sebuah
prospek pekerjaan yang tepat seklai. menjadi seorang pengawas tentunya harus
memiliki sebuah keahlian dan prospek yang baik pula dalam melakukan
pengawasan tersebut. Sehingga dalam pembelajaran yang di lakuakan menjadi
jauh lebih tepat. 
 Prospek Kerja Seorang Jurusan Ilmu Pendidikan Agama Islam
Menjadi Dosen Atau Tenaga Pendidik
Dalam hal ini seorang yang memang telah tertarik dalam dunia pendidikan juga
harus mampu melakuakan sebuah pendidikan sesuai dengan taraf
kemampuannya tersebut. Sehingga dalam hal ini seorang yang memang ahli
dalam bidang ini harus mampu memulai sebuah pembelajaran yang sesuai
dengan program yang telah di rencanakan tersebut.
 Jika memang telah memiliki sebuah keinginan untuk menjadi seorang dosen
maka hal yang harus di lakukan setelah memperoleh gelar S1, maka harus
melanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu S2, terlebih dahulu. Sehingga dalam
hal ini seorang yang memang telah memiliki sebuah bakat dalam
memanfaatkan ilmu yang telah di milikinya tersebut dapat melanjutkan
pendidikannya tersebut sesuai dengan yang telah di tentukan tersebut.
 Prospek Kerja Seorang Jurusan Ilmu Pendidikan Agama Islam Menjadi
wirausaha
Perlu di ketahui bahwa seorang yang berasal dari urusan ilmu pendidikan
agama islam juga dapat melakukan sebuah usaha. Misalnya dengan membuat
buku kisah-kisah kenabian atau membuat sebuah buku dongen, novel atau yang
lainnya yang kemudian di jual belikan dan sehingga dalam hal ini akan
mendapatkan sebuah keuntungan yang akan di perolehnya nanti. Dalam hal ini
merupakan sebuah usaha yang di lakukan oleh seorang guru ilmu pendidikan
agama islam akan menjadikan pekerjaan ini sebagai pekerjaan tambahan. 

PROSPEK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A.     Muqaddimah
Agama Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad SAW,
mengandung implikasi kependidikan yang bertujuan untuk menjadi rahmat bagi
sekalian alam. Dalam agama Islam terkandung suatu potensi yang mengacu
kedua fenomena perkembangan, yaitu; (1) potensi psikologis dan pedagogis
yang mempengaruhi manusia untuk menjadi pribadi yang berkualitas dan
menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya, (2) potensi
pegembangan kehidupan manusia sebagai khalifah di muka bumi yang dinamis
dan kreatif serta responsive terhadap lingkungan sekitarnya.
Untuk mengaktualisasikan dan memfungsikan potensi tersebut, maka
diperlukan usaha kependidikan yang sistematis berencana berdasarkan
pendekatan dan wawasan yang interdisipliner. Karena manusia semakin terlibat
ke dalam proses perkembangan sosial itu sendiri menunjukkan adanya
interelasi dan interaksi dari berbagai fungsi.
Dengan demikian, pendidikan Islam diharapkan tidak saja sebagai
penyangga nilai-nilai, tetapi sekaligus sebagai penyeru pikiran-pikiran
produktif dan berkolaborasi dengan kebutuhan zaman. Pendidikan Islam
diharapkan tidak saja memainkan peran sebagai pelayan rohaniah semata, yaitu
fungsi yang sangat sempit dan suplementer, tetapi juga terlibat dan melibatkan
diri dalam pergaulan global.
Paul Tillich berpendapat bahwa setiap sistim pendidikan, idealnya memiliki
orientasi yang bertujuan mengharmonikan tiga hal sekaligus, yaitu: teknis,
humanistis, dan induktif. ketiga hal ini sistim pendidikan Islam yang ada
diharapkan tidak saja “melek” terhadap teknologi dan informasi, tetapi juga
melapisi diri dengan kesadaran religius agar tidak terjadi split personality dan
split integrity oleh penetrasi perkembangan global yang menyusup ke seluruh
ruang kehidupan manusia. Namun, massivitas (keseluruhan) fenomena
teknologi informasi global ini tidak seluruhnya mampu diserap oleh sistim
pendidikan Islam khususnya dan umat Islam pada umumnya. lembaga-lembaga
pendidikan Islam seperti madrasah dan pesantren sebagai artikulasi sistim
pendidikan Islam di Indonesia, kiranya mengalami ketertinggalan lebih jauh
bila dibandingkan dengan sistim pendidikan modern di negara-negara lain,
misalnya Malaysia, Singapura, Australia dan apalagi Amerika.

B.     Pengertian Pendidikan dan Pendidikan Agama Islam.


Perlu dijelaskan terlebih dahulu pada awal pembahasan ini, bahwa
pembahasan masalah pendidikan agama Islam disini adalah diarahkan pada
masalah pendidikan agama yang dilaksanakan di sekolah-sekolah di Indonesia
dan sesuai dengan agama yang dipeluk Bangasa Indonesia serta diakui oleh
pemerintah. Dengan memfokuskan pembahasan pada masalah pendidikan
agama Islam saja, maka pembahasan tidak terlalu luas serta agar mudah
difahami arah pembicaraannya. Oleh karena itu, dalam pembahasan pendidikan
agama disini penulis selalu menghubungkan dengan agama Islam, baik dalam
pengertian, dasar pendidikan, tujuan pendidikan agama dan seterusnya.
Pendidikan mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, yang selalu
mengandung fikiran para ahli dan pecinta pembaharuan. Para cendekiawan di
bidang pendidikan masing-masing memberi pandangan tentang masalah yang
berhubungan dengan pendidikan. Sekalipun mereka berlainan pendapat dalam
memberi batasan tentang pendidikan, akan tetapi ada kesepakatan diantara
mereka bahwa pendidikan itu dilaksanakan untuk mengembangkan potensi
yang ada pada dirinya, demi kesempurnaan pribadinya.
Untuk membahas pengertian pendidikan agama Islam, maka harus
dimengerti terlebih dahulu apa sebenarnya yang disebut dengan pendidikan itu
sendiri. Sehubungan dengan hal ini penulis mencoba mengemukakan teori
pendapat yang berkaitan dengan pengertian pendidikan.
1.      Menurut Ahmad D. Marimba
“Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama”.
2.      Menurut Ki Hajar Dewantara
“Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang
ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan umat”.
3.      Menurut Soegarda Poerbakawaca
“Pendidikan adalah segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk
mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta
keterampilannya kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya
dalam pergaulan bersama sebaik-baiknya”.
4.      Menurut Mortimer J. Adler
“Pendidikan adalah dengan mana semua kemampuan manusia (bakat dan
kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan,
disempurnakan dengan kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistic
dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya
sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik”
Berpijak dari paduan pendapat di atas dapat dipahami bahwa pendidikan
merupakan proses atau usaha yang dilakukan dengan sadar, seksama dan
dengan pembiasaan melalui bimbingan, latihan dan sebagainya yang semuanya
bertujuan untuk membentuk kepribadian anak didik secara bertahap.
Jadi apabila ketiga rumusan pendidikan tersebut dipadukan dapat ditarik
kesimpulan, bahwa pendidikan mempunyai pengertian kegiatan yang dilakukan
dengan sengaja, seksama, terencana dan bertujuan, yang dilaksanakan oleh
orang dewasa dalam arti memiliki bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan
menyampaikannya kepada anak didik secara bertahap. Apa yang diberikan
kepada anak didik itu sedapat mungkin dapat menolong tugas dan perannya
dimasyarakat, dimana kelak mereka hidup.
Selanjutnya, sebelum membahas lebih jauh tentang pendidikan agama perlu
kiranya kita ketahui, yang dimaksud Pendidikan Agama disini adalah identik
dengan pendidikan agama Islam. Agar tidak ada kesalah pahaman dalam
mengartikannya, maka dari itu akan dibahas dengan memperbandingkan
pendapat para ahli, sehingga dapat diketahui lebih jauh dan lebih mendalam
tentang pendidikan agama Islam.
Ada beberapa pendapat para ahli tentang pengertian pendidikan agama
Islam, antara lain:
1.      Menurut Omar Muhammad Al – Thoumy al – Syaebani
“Pendidikan agama Islam diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku
individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan
kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan.”
2.      Menurut Ahmad D. Marimba
“Pendidikan agama Islam adalah suatu bimbingan jasmani dan rohani
berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran-ukuran Islam”.
3.      Menurut Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah
Umum Negeri (Ditbinpasiun), pengertian pendidikan agama Islam adalah suatu
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik, agar nantinya setelah selesai dari
pendidikan dapat memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara
keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta menjadikan ajaran-ajaran
agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya, sehingga
dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akhiratnya kelak.
Pengertian-pengertian di atas pada dasarnya mengandung pengertian yang
sama meskipun susunan bahasanya berbeda oleh karena itu beberapa pengertian
di atas ditarik kesimpulan bahwa pendidikan agama Islam adalah bimbingan
dan usaha yang diberikan pada seseorang dalam pertumbuhan jasmani dan
usaha rohani agar tertanam nilai-nilai ajaran agama Islam untuk menuju pada
tingkat membentuk kepribadian yang utama, yaitu kepribadian muslim yang
mencapai kehidupan dunia dan akhirat.
Pelaksanaan pendidikan agama harus dilakukan oleh pengajar yang meyakini,
mengamalkan dan menguasai bahan agama tersebut. Hal ini karena salah satu
tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, dan pendidikan agama juga menjadi tanggung jawab keluarga
masyarakat dan pemerintah.
C.     Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum.
Maraknya penyimpangan etika dan moral yang dilakukan oleh siswa
belakangan ini menimbulkan polemik yang seakan tiada muaranya. Akibatnya,
terjadi saling menyalahkan antara orang tua siswa, guru serta masyarakat.
Lebih parahnya lagi, guru (guru Pendidikan Agama) yang sering
dikambinghitamkan dalam persoalan ini. Tentu sebagai guru Pendidikan
Agama Islam (disingkat PAI) berhak membela diri. Namun, tuduhan yang
dilontarkan kepada guru PAI harus kita terima dengan lapang dada karena mau
tidak mau tujuan PAI di sekolah - sekolah bukan hanya mengajarkan kepada
para siswa pengetahuan agama saja (kognitif), namun lebih dari itu, penanaman
akhlakul karimah (afektif) jauh lebih penting lagi.
Kurangnya jam pelajaran PAI di sekolah - sekolah umum (SD, SMP dan
SMA) yang hanya 2 jam pelajaran sering dijadikan alasan para guru PAI.
Waktu yang 2 jam pelajaran tersebut sangat tidak memungkinkan untuk
mengajarkan pengetahuan agama secara menyeluruh. (Bandingkan dengan
Madrasah yang mata pelajaran agamanya rata - rata 8 - 10 jam seminggu).
Belum lagi mengejar target kurikulum yang harus dituntaskan. Belum tuntas
mengajarkan  tata cara berwudlu kepada siswa, mungkin pertemuan berikutnya
sudah harus mengajarkan kisah Nabi Daud AS, misalnya. Kalau ini tidak
dilaksanakan, maka target kurikulum tidak akan tuntas diajarkan.
Hal tersebut belum terlalu parah, bagaimana lagi misalnya kalau di dalam 1
kelas sebagian siswanya tidak tahu membaca al - Quran. Bagaimana siswa mau
diajarkan tata cara shalat yang benar kalau membaca al - Qurannya saja acak -
acakan? Namun dilemanya ketika guru Agama (PAI) memfokuskan
pengajarannya pada belajar membaca al - Quran saja, tentu siswa yang sudah
pintar membaca al - Quran akan merasa bosan dan jenuh dengan kegiatan
tersebut. Belum lagi target kurikulum akan terbengkai.
Sebagai guru yang profesional, kita dituntut tertib secara administrasi
(mengajar sesuai kurikulum) dan di sisi lain ketertinggalan siswa (Khususnya
dalam membaca al - Quran) tetap harus mendapat prioritas dan tak boleh
dibiarkan begitu saja. Berbeda mungkin dengan pelajaran yang lain,
Matematika misalnya, pertanggung jawaban guru sebatas UN saja, tapi PAI
pertanggung jawabannya  bukan hanya sebatas kemampuan kognitif siswa
menjawab soal - soal ujian saja, tetapi di akhirak kelak guru yang bersangkutan
akan mempertanggung jawabkan siswa yang dibinanya.
Namun ironisnya, jika terjadi penyimpangan etika dan moral di kalangan
siswa (penyalahgunaan narkoba, tawuran , seks bebas, dll), maka yang pertama
dipertanyakan eksistensinya adalah guru yang mengajarkan moral (baca guru
Agama). Namun sekali lagi, ironisnya, yang menentukan keberhasilan siswa di
sekolah adalah adalah hanya mata pelajaran yang di - UN - kan.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sedang
diberlakukan sekarang, dijelaskan bahwa jam pelajaran untuk PAI ditingkatkan
menjadi 3 jam pelajaran. Hal ini tentu merupakan angin segar bagi guru PAI
yang selalu mengeluh “kekurangan jam.” Inipun sebetulnya masih kurang jika
dilihat dari banyaknya materi yang akan diajarkan kepada siswa. Mengajarkan
membaca al - Quran, tata cara berwudlu, shalat, dll kepada puluhan siswa tentu
tidak cukup dengan hanya beberapa kali pertemuan saja.

MATERI 5

KOLERASI NU DAN ASWAJA

A. Pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah


Islam adalah agam Allah SWT yang diturunkan untuk seluruh manusia. Di
dalamnya terdapat pedoman dan aturan demi kebahagiaan dan keselamatan di
dunia dan akhirat. Ada 3 hal yang menjadi sendi utama dalam agama Islam
yaitu:

1. Islam : Bersaksi tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah
utusan Allah SWT, mengerjakan Sholat, menunaikan zakat,  puasa pada bulan
Ramadhan dan haji ke Baitullah jika telah mampu melaksanakan.
2. Iman : Beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para rasul-Nya,
hari kiamat dan qodar (ketentuan) Allah yang baik dan buruk.
3. Ihsan : Menyembah kepada Allah SWT seolah-olah kamu melihatNya, jika
kamu tidak dapat melihatNya, maka sesungguhnya Ia melihatmu.1

ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi “Ma Ana ‘Alaihi wa


Ashabi” seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah
hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud
bahwa :”Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan
terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu
golongan”. Kemudian para sahabat bertanya ; “Siapakah mereka itu wahai
rasululloh?”, lalu Rosululloh menjawab : “Mereka itu adalah Maa Ana ‘Alaihi
wa Ashabi” yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga
dilakukan oleh para sahabatku.

Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang


selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh
dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara
tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran
Islam maka “Maa Ana ‘Alaihi wa Ashabi” atau Ahli Sunnah Waljama’ah lebih
kita artikan sebagai “Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha”
( metode atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).

Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama’ah sesungguhnya sudah
ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru
muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya
kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam
Abu Hasan Al-Asy’ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi
(Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golongan yang pemahamannya
dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan
oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-
kepentingan politik dan kekuasaan.2

Aswaja sendiri dalam pengertiannya adalah singkatan dari Ahlussunnah Wal


Jamaah. Ada 3 kata yang membentuk istilah tersebut yaitu:

1. Ahlun : keluarga, golongan / pengikut


2. Al-sunnah : segala sesuatu yang yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW,
baik berupa perbuatan, ucapan, ajaran dan semua yang dilakukan Nabi
3. Al-jamaah : yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah
SAW pada masa khulafaur rasidin ( Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib)3

Sebagai pembeda dengan yang lain, ada 3 ciri aswaja, yakni 3 sikap yang selalu
diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, yaitu:
1. Al-tawassuth : sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri,
ataupun ekstrim kanan
2. Al-tawazun : seimbang dalam segala hal, termasuk dalam penggunaan dalil
‘aqli dan dalil naqli
3. Al-i’tidal : tegak lurus4

B. Karakteristik Ahlussunnah Wal Jamaah


1. Ruang Lingkup Kerangka Berfikir Aswaja

Ahli Sunnah wal Jama’ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni
bidang Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang
harus bersumber dari Nash Qur’an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu
kesatuan konsep ajaran ASWAJA.

Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun


perbedaan itu sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati
karena adanya perbedaan dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab
Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok
Ahli Sunnah Wal Jama’ah tidaklah mengakibatkan keluar dari golongan
ASWAJA sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai
Manhajul Jami’ . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim : “Apabila seorang hakim berijtihad
kemudian ijtihadnya benarmaka ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia
salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala”. Oleh sebab itu antara
kelompok Ahli Sunnah Wal Jama’ah walaupun terjadi perbedaan diantara
mereka, tidak boleh saling mengkafirkan, memfasikkan atau membid’ahkan.

Adapun kelompok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan
Manhajul jami’ yaitu metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan
tabi’in juga tidak boleh secara serta merta mengkafirkan mereka sepanjang
mereka masih mengakui pokok-pokok ajaran Islam, tetapi sebagian ulama
menempatkan kelompok ini sebagai Ahlil Bid’ah atau Ahlil Fusuq. Pendapat
tersebut dianut oleh antara lain KH. Hasyim Asy’ari sebagaimana pernyataan
beliau yang memasukkan Syi’ah Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam
kelompok Ahlul Bid’ah.

2. Kerangka Penilaian Aswaja

Ditinjau dari pemahaman diatas bahwa didalam konsep ajaran Ahli Sunnah
Wal Jama’ah terdapat hal-hal yang disepakati dan yang diperselisihkan. Dari
hal-hal yang disepakati terdiri dari disepakati kebenarannya dan disepakati
penyimpangannya.

Beberapa hal yang disepakati kebenarannya itu antara lain bahwa;


a. Ajaran Islam diambil dari Al-Qur’an, Hadist Nabi serta ijma’ (kesepakatan
para sahabat/Ulama)
b. Sifat-sifat Allah seperti Sama’, Bashar dan Kalam merupakan sifat-sifat
Allah yang Qodim.
c. Tidak ada yang menyerupai Allah baik dzat, sifat maupun ‘Af’alnya.
d. Alloh adalah dzat yang menjadikan segala sesuatu kebaikan dan keburukan
termasuk segala perbuatan manusia adalah kewhendak Allah, dan segala
sesuatu yang terjadi sebab Qodlo’ dan Qodharnya Allah.
e. Perbuatan dosa baik kecil maupun besar tidaklah menyebabkan orang
muslim menjadi kafir sepanjang tidak mengingkari apa yang telah diwajibkan
oleh Allah atau menghalalkan apa saja yang diharamkan-Nya.
f Mencintai para sahabat Rasulillahmerupakan sebuah kewajiban, termasuk
juga meyakini bahwa kekhalifahan setelah Rasulillah secara berturut-turut
yakni sahabat Abu Bakar Assiddiq, Umar Bin Khattab, Ustman Bin “Affan dan
Sayyidina “Ali Bin Abi Thalib.
g. Bahwa Amar ma’ruf dan Nahi mungkar merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh setiap muslim termasuk kepada para penguasa.

Hal-hal yang disepakati kesesatan dan penyimpangannya antara lain :

a. Mengingkari kekhalifahan Abu Bakar Assiddiq dan Umar Bin Khattab


kemudian menyatakan bahwa Sayyidina Ali Bin Abi Thalib memperoleh
“Shifatin Nubuwwah” (sifat-sifat kenabian) seperti wahyu, ‘ismah dan lain-
lain.
b. Menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir dan
keluar dari Islam seperti yang dianut oleh kalangan Khawarij, bahkan mereka
mengkafirkan Sayyidina Ali karena berdamai dengan Mu’awiyah.

Dalam berbagai diskusi dan perdebatan, kelompok kedua ini tidak jarang
menggunakan dalil-dalil manthiqi (deplomasi) dan ta’wil majazi. Pendekatan
ini terpaksa dilakukan dalam rangka memelihara Aqidah dari penyimpangan
dengan menggunakan cara-cara yang dapat difahami oleh masyarakat banyak
ketika itu, namun tetap berjalan diatas manhaj sahaby sesuai dengan anjuran
Nabi dalam sebuah sabdanya : “Kallimunnas Bima Ya’rifuhu Wada’u
Yunkiruna. Aturiiduna ayyukadzibuhumuLlahu wa rasuluh” (Bicaralah kamu
dengan manusia dengan apa saja yang mereka mampu memahaminya, dan
tinggalkanlah apa yang mereka ingkari. Apakah kalian mau kalau Allah dan
Rasul-Nya itu dibohongkan?. Sebuah hadis marfu’ yang diriwayatkan oleh Abu
Mansur Al-Dailami, atau menurut Imam Bukhari dimauqufkan kepada
Sayyidina Ali RA.

Strategi dan cara yang begitu adaptif inilah yang terus dikembangkan oleh para
pemikir Ahli Sunnah Wal Jama’ah dalam merespon berbagai perkembangan
sosial, agar dapat menghindari berbagai benturan antara teks-teks agama
dengan kondisi sosial masyarakat yang berubah-rubah.

Sehubungan dengan strategi ini, mengikuti sahabat bukanlah dalam arti


mengikuti secara tekstual melainkan mengikuti Manhaj atau metode berfikirnya
para sahabat. Bahkan menurut Imam Al-Qorofi, kaku terhadap teks-teks
manqulat (yang langsung dinuqil dari para sahabat) merupakan satu bentuk
kesesatan tersendiri, karena ia tidak akan mampu memahami apa yang
dikehendaki oleh Ulama-ulama Salaf..

(Al-jumud ‘Alal mankulat Abadab dhalaalun Fiddiin wa Jahlun Bimaqooshidi


Ulamaa’il Muslimin wa Salafil Maadhin)

4. Kebangkitan (an-nahdhah) Ahlussunnah Wal Jamaah

Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa ASWAJA sebenarnya bukanlah


madzhab tetapi hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja
yang didalamnya masih memuat banyak alaiaran dan madzhab. Faham tersebut
sangat lentur, fleksibel, tawassuth, I’tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini
tercermin dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama’ah yang mendahulukan Nash
namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak mengenal
tatharruf (ekstrim), tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak
elitis, tidak gampang mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid’ahkan
berbagai tradisi dan perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan,
baik aqidah, muamalah, akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Kelenturan ASWAJA inilah barangkali yang bisa menghantarkan faham ini
diterima oleh mayoritas umat Islam khususnya di Indonesia baik mereka itu
orng yang ber ORMASkan NU, Muhammadiah, SI, Sarekat Islam maupun
yang lainnya.

Wal hasil salah satu karakter ASWAJA yang sangat dominan adalah “Selalu
bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi”. Langkah Al-Asy’ari dalam
mengemas ASWAJA pada masa paska pemerintahan Al-Mutawakkil setelah
puluhan tahun mengikuti Mu’tazilah merupakan pemikiran cemerlang Al-
As’ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian disusul oleh Al-
Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari
merumuskan kembali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional juga
merupakan usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Begitu pula usaha Al-
Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang tasawwuf
juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya Ajaran ASWAJA. Hatta
Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy’ari yang memberikan batasa ASWAJA
sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga merupakan
pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.5

di bulan suci Ramadhan seringkali kita mendengarkan kajian-kajian hikmah


seputar ibadah puasa. Biasanya ibadah puasa dianalisis secara deduktif dari al-
Qur’an maupun al-Hadis, sehingga memunculkan dan melahirkan beberapa
aspek hukum yang terkait dengan puasa.
Namun tidak jarang juga para penceramah meninjau ibadah puasa dalam
berbagai perspektif dan dianalisis secara induktif dari korelasi dan signifikansi
puasa dengan kehidupan sehari-hari umat Islam saat menjalankannya.
Misalnya,  ada yang mengkaji aspek-aspek kesehatan yang ditimbulkan dalam
ibadah puasa. Ada juga para ustadz yang menyampaikan hikmah-hikmah puasa
dalam sudut pandang spiritualitas, sosialitas, kesehatan jiwa umat manusia dan
lain sebagainya.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengelaborasi lebih jauh tentang manifestasi
nilai-nilai Aswaja (Ahlus Sunnah wal Jamaah) dalam ibadah puasa. Hal ini
dirasa penting karena kita sebagai kaum Nahdliyiin (baca: warga NU) perlu
menyadari bahwa nilai-nilai Aswaja harus benar-benar inheren dan
terinternalisasi dalam setiap pribadi orang NU. Antara NU dan aswaja
merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan. Aswaja merupakan
akidah bagi orang NU di mana dan kapan saja berada.

Sebagai warga NU, jika tanpa akidah Aswaja tentu ke-NU-annya hanya nama
dan topeng belaka. Eksistensi NU, Aswaja dan Tanah Air Indonesia (baca ;
nusantara) adalah tiga serangkai yang saling terkait dan berkelindan satu
dengan lainnya. NU merupakan ormas terbesar yang diikuti oleh mayoritas
umat Islam di wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dengan
berdasarkan pada akidah Aswaja.

Dengan demikian, mayoritas Islam Indonesia (baca ; Islam Nusantara) adalah


Islam Aswaja, dan Islam Aswaja tercermin jelas pada Islam NU, Islam NU
adalah Islamnya orang-orang Indonesia yang menganut paham Aswaja (Ahlus
Sunnah wal Jamaah) yang selalu berprinsip pada nilai-nilai dasarnya yaitu ; al-
Tawazun (bertindak seimbang),  at-Tawassuth (berprilaku moderat) ,al-
Tasamuh (bersikap toleran) dan al-I’tidal (berpihak pada kebenaran).

Keempat prinsip dan nilai-nilai dasar Aswaja di atas merupakan empat pilar
warga NU dalam ber-aswaja (ber-Islam), berbangsa dan bernegara. Empat pilar
al-Tawazun (bertindak seimbang),  at-Tawassuth (berprilaku moderat) ,al-
Tasamuh (bersikap toleran) dan al-I’tidal (berpihak pada kebenaran) sama
sekali tidak bertentangan dengan empat pilar bangsa Indonesia ; Pancasila,
UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, bahkan keempat prinsip dan nilai-
nilai dasar Aswaja warga NU tersebut selalu menafasi dan menopang terhadap
empat pilar bangsa Indonesia. Hal itu, sudah terbukti dalam sejarah perjuangan
rakyat Indonesia, baik pada pra-kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan
bahwa warga NU selalu berada pada garda terdepan dalam membela Pancasila,
UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika secara istiqomah dengan tetap
berprinsip pada nilai-nilai dasar Aswaja.
Keempat prinsip dan nilai-nilai dasar Aswaja ; al-Tawazun (bertindak
seimbang),  at-Tawassuth (berprilaku moderat), al-Tasamuh (bersikap toleran)
dan al-I’tidal (berpihak pada kebenaran) merupakan metode berfikir yang
paripurna bagi warga NU dalam kehidupan beragama, berbangsa dan
bernegara.

Berpijak pada keempat prinsip itulah warga NU menjalankan ajaran Islam,


berbangsa dan bernegara Indonesia, hidup berdampingan dengan umat
beragama lain dan bersikap toleran baik antar umat beragama dan intern umat
Islam. Dengan keempat prinsip dan nilai-nilai dasar Aswaja tersebut, para
ulama NU menyatakan, “resolusi jihad melawan penjajah, Indonesia merdeka
berkat rahmat Allah, NU menerima asas tunggal Pancasila, Hubungan Islam
dan NKRI sudah final dan tidak perlu lagi membentuk negara Islam, NU
kembali ke Khittah dan lain sebagainya.

Kembali pada manifestasi nilai-nilai Aswaja dalam ibadah puasa di bulan suci
Ramadhan jika kita renungkan lebih mendalam, maka sangat terasa nilai-nilai
al-Tawazun (bertindak seimbang),  at-Tawassuth (berprilaku moderat), al-
Tasamuh (bersikap toleran) dan al-I’tidal (berpihak pada kebenaran)
terinternalisasi pada pribadi-pribadi orang yang berpuasa (al-sha-imiin dan al-
sha-imaat).

Pertama; al-Tawazun (bertindak seimbang)


Dalam ibadah puasa nilai-nilai al-Tawazun (bertindak seimbang) tercermin
sekali pada aspek-aspek mental-spiritual, fisik-psikis dan sosial
kemasyarakatan. Pada aspek mental-spiritual pribadi manusia yang berpuasa
dilatih keseimbangan rohani dan jasmani. Artinya dengan berpuasa manusia
diingatkan agar tidak terlalu berat sebelah dan cenderung berlebihan pada hal-
hal material yang berakibat tergrogoti nilai-nilai kemanusiaannya
(dehumanisasi).

Jiwa dan pikiran manusia tidak boleh terfokus terlalu jauh hanya mengejar
duniawi (harta, tahta dan wanita) sehingga menimbulkan penyakit-penyakit hati
(baca; psikis) seperti tamak-serakah, sombong, hedonis, matrialistis, cinta
jabatan (hubbul manzilah), cinta popularitas (hubbus syuhrah),  cinta
kedudukan terpuji (hubbul Jah) dan lain sebagainya. Agar pribadi manusia
seimbang secara jasmaniyah wa rohaniyah dan tidak mengalami keterbelahan
jiwa (split personality), manusia yang berpuasa dilatih mental-spiritualnya
untuk rendah hati (tawadhu’), cinta akherat, cinta ilmu dan selalu bersyukur
atas segala nikmat yang dikaruniakan Allah SWT.
Sedangkan pada aspek fisik-psikis termanifestasi secara gamblang bahwa pada
saat manusia berpuasa otak secara otomatis akan menghidupkan program
autolisis. Semua makhluk hidup dibekali sistem (fitrah) autolisis yang khas
seperti saat pohon berpuasa sistem autolisisnya bekerja dengan menggugurkan
dedaunan.

Ketika autolisis manusia diaktifkan saat berpuasa, maka ia akan mengerti


bagaimana seharusnya kondisi sehat dari setiap jenis sel manusia, dibagian
tubuh mana seharusnya sel itu berada dan berapa banyak jumlahnya bagi tubuh
sehat yang ideal. Autolisis akan meng-oksidasi lemak menjadi keton dan
menghilangkan sel-sel rusak dan mati, menghilangkan benjolan hingga tumor
serta timbunan lemak yg sering menjadi sarang zat beracun. Dengan demikian
tubuh manusia menjadi seimbang dan sehat wal afiat saat mereka benar-benar
berpuasa.

Keseimbangan (al-Tawazun) pada aspek sosial kemasyarakatan juga akan


terjadi pada orang-orang yang berpuasa. Saat berpuasa ketimpangan sosial akan
segera dieliminir dengan digalakkannya shodaqoh, infak dan zakat yang
menimbulkan rasa kepedulian sosial. Manusia-manusia kaya akan ikut juga
merasakan bagaimana laparnya orang-orang faqir miskin. Kehidupan sosial
kemasyarakatan menjadi seimbang karena kesalehan individual dan kesalehan
sosial berpadu menjadi satu.

Kedua ; at-Tawassuth (berprilaku moderat)


Sikap tengah-tengah antara dua titik ekstrem  adalah at-Tawassuth (berprilaku
moderat). Ibadah puasa merupakan sikap tengah-tengah antara materialisme
ekstrim dengan mengabaikan dimensi spiritual-rohaniah dalam kehidupan
manusia sehingga bersikap hedonis, atheis dan materialistis tidak perlu
berpuasa dan berlapar-lapar diri sepanjang tahun.

Dan yang kedua sikap spriritualisme ekstrem yang tidak bersikap adil terhadap
aspek-aspek jasmaniah sehingga berpuasa sepanjang tahun (shoum ad-Dahr),
sambil mengabaikan hak-hak tubuh, keluarga dan masyarakat. Sikap at-
Tawassuth (berprilaku moderat) pada orang orang yang berpuasa
mengejawantah pada pribadi dan masyarakat dengan sikap yang tenang,
tentram, adil dan sejahtera.

Ketiga; al-Tasamuh (bersikap toleran)


Ajaran at-Tasamuh mengandung makna bersikap toleransi, saling menghargai,
lapang dada, suka memaafkan dan bersikap terbuka dalam menghadapi
perbedaan, kemajemukan dan pluralitas. Prinsip ketiga dari nilai dasar Aswaja
ini sangat terlihat jelas pada pribadi orang-orang yang berpuasa. Misalnya,
Adanya perbedaan penetapan awal Ramadhan, warga NU dan umat Islam
Indonesia mensikapi hal itu dengan penuh toleran, saling menghargai dan
bersikap lapang dada. Kedua, perbedaan jumlah rakaat shalat taraweh juga
disikapi seperti di atas.

Bahkan sikap toleran itu harus ditunjukkan oleh seorang muslim yang
terhormat dengan menghormati orang yang tidak berpuasa, demi saling
menghargai dan menghormati.  Nilai al-Tasamuh (bersikap toleran) bagi warga
NU Aswaja tersebut sudah mendarah daging dalam setiap kehidupan beragama,
berbangsa dan bernegara. Tidak sekedar pada saat bulan puasa, bahkan di luar
bulan ramadhan pun Islam NU tetap mengimplementasikan nilai-nilai Islam
Aswaja yang nota bene Islam Indonesia.

Keempat: al-I’tidal (berpihak pada kebenaran)


Ajaran al-I’tidal (berpihak pada kebenaran) merupakan sikap yang adil dan
konsisten pada hal-hal yang lurus, benar dan tepat. Nilai al-I’tidal (berpihak
pada kebenaran) dalam ibadah puasa termanifestasi dengan jelas bahwa secara
spiritual berpuasa merupakan sikap yang adil dan konsisten pada olah kesucian
rohani, dan berpuasa merupakan ibadah ilahiyah yang tertuju khusus dan
terfokuskan hanya karena dan untuk Allah SWT bukan untuk selain-NYA.

Dalam ibadah puasa manusia konsisten mensucikan diri untuk mendekatkan


ruhnya kepada yang Maha Suci. Manusia saat berpuasa selalu memuji Allah
SWT (bertahmid ) dan membesarkan nama Allah SWT (bertakbir) untuk
melepaskan dirinya dari pujian-pujian yang pada hakekatnya pujian itu hanya
milik Allah SWT

Begitu juga dengan takbir, manusia hanya ingin membesarkan nama Allah
SWT bukan ingin membesarkan dan mengagungkan uang, harta, tahta dan
materi duniawi yang tidak kekal abadi. Bertitik tolak dari konsistensi nilai-nilai
ilahiyah (al-i’tidal) tersebut maka pasti berdampak positif pada sikap yang adil
dan konsisten terhadap diri manusia sendiri, keluarga dan masyarakat demi
menjadikan pribadinya yang sholeh secara individual dan sekaligus sholeh
secara sosial. Selain itu, berakibat baik juga dalam menciptakan keluarga yang
sakinah mawaddah dan rahmah, serta mewujudkan masyarakat/negaranya  yang
ber-keadilan sosial bagi masyarakat (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur).

Wujud Karakter Aswaja dalam Kehidupan Bernegara


Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) sebagai sebuah akidah yang muncul dari
pemikiran Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi tidak membatasi
diri dari kehidupan bernegara. Bahkan fiqih siyasah menjadi dasar bagi para
ulama untuk mengonsep korelasi hukum Islam dengan prinsip kebangsaan dan
kenegaraan.

Salah satu penyusun Naskah Khittah NU, KH Achmad Siddiq dalam bukunya
Khittah Nahdliyyah menjelaskan perwujudan atau manisfestasi Ahlussunnah
wal Jamaah dalam konteks kehidupan bernegara. Manifestasi tersebut sangat
terkait dengan kedudukan negara yang didirikan atas dasar tanggung bersama
sebagai sebuah bangsa (nation), sikap terhadap kedudukan pemimpin, dan
etika ketika pemimpin perlu diingatkan atas kesalahannya.
Manifestasi Aswaja terhadap kehidupan bernegara terdiri dari tiga hal.
Pertama, Negara nasional (yang didirikan bersama oleh seluruh rakyat) wajib
dipelihara dan dipertahankan eksistensinya.

Kedua, penguasa negara (pemerintah) yang sah harus ditempatkan pada


kedudukan yang terhormat dan ditaati, selam tidak menyelewengkan,
memerintah ke arah yang bertentangan dengan hukum dan ketentuan Allah
SWT.

Ketiga, kalau terjadi kesalahan dari pihak pemerintah, cara


memperingatkannya melalui tata cara yang sebaik-baiknya.

Ketiga menifestasi Aswaja dalam konteks kehidupan bernegara yang juga


menjadi prinsip akidah Nahdlatul Ulama memainkan peran penting untuk
memperkuat suatu bangsa. NU sebagai civil society telah mempraktikkan
bagaimana agama dan nasionalisme tidak bertentangan, bahkan saling
memperkuat sehingga nasionalisme tidak kering dan mempunyai pijakan
moral, sedangkan agama tidak kehilangan pijakan dakwahnya.

Konsep negara nasional atau negara bangsa (nation state) dalam catatan
Abdul Muni’im DZ (Piagam Perjuangan Kebangsaan, 2011) pernah
dipersoalkan ketika para pemuda mengikrarkan sumpah kebangsaan pada 28
Oktober 1928. Hal itu dianggap menjadi persoalan yang masih krusial bagi
sebagian umat Islam yang kala itu masih mempunyai semangat mendirikan
negara Islam.

Karena persoalan ini menjadi pembahasan di kalangan umat Islam, sebagai


tanggung jawab sosial sebagai organisasi sosial keagamaan, maka NU
membawa persoalan tersebut ke dalam Muktamar ke-11 NU tahun 1936 di
Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Setelah diadakan penyelidikan, baik secara historis dan kawasan, NU lewat


Muktamar tersebut menyepakati bahwa Indonesia adalah darul Islam. Darul
Islam di sini bukan berarti negara Islam, tetapi wilayah di mana penduduknya
memeluk agama Islam yang masih bertahan dengan keyakinannya sejak
kerajaan-kerajaan Islam berdiri dan berkuasa di Nusantara.
Artinya, Islam telah lama menjadi pijakan pemerintahan, bahkan telah
membudaya dan mengakar pada diri orang-orang Nusantara dengan teguh
menjalankan prinsip-prinsip ajaran Islam tanpa memformalisasikan Islam ke
dalam sistem bernegara. Sehingga mengenai cita-cita Indonesia sebagai
negara bangsa sebagaimana yang dirumuskan oleh para aktivis pergerakan
pemuda itu dianggap sudah memenuhi aspirasi umat Islam.

Sebab di dalam prinsip negara bangsa ada jaminan bagi umat Islam untuk
mengajarkan dan menjalankan agamanya secara bebas sesuai aturan syariat.
Dengan demikian umat Islam tidak perlu membuat negara lain yang
berdasarkan syariat Islam, karena negara bangsa yang dirumuskan telah
memenuhi aspirasi Islam. (Fathoni)
MATERI 6

KODE ETIK
Kode etik mahasiswa merupakan seperangkat peraturan yang memuat tentag
sikap,perkataan, perbuatan dan pakaian mahasiswa yang harus ditaati oleh
mahsiswa tersebut.

Mahasiswi STAI Al-Gazali Bulukumba dilarang :

- Berbuat yang mengganggu proses belajar mengajar dikampus


- Merokok
- Merusak fasilitas kampus
- Mencoret-coret dinding-dinding kampus
- Mengendarai kendaraan bermotor lebih dari 2 orang
- Memakai kain kaos oblon
- Memakai celana robek-robek
- Memalsukan tandatangan, nilai,dsb
- Mencuri, berkelahi, berjudi,narkoba, obat terlarang dan zat adiktif
lainnya
- Mencemarkan nama baik kampus STAI Al-Gazali
- Berzina dan membunuh

Busana mahasiswi :
- Harus menutupi aurat (menutup seluruh tubuh mulai dari ujung kepala
sampai kaki, kecuali wajah dan telapak tangan)
- Tidak menampakkan lekuk tubuh (ketat)
- Bahan tidak transparan
- Blus panjang menutup punggung
- Bersepatu dan berkaos kaki

Sanksi :
- Teguran
- Ganti rugi
- Pencabutan layanan akademik dan administrasi minimal 1semester
MATERI 7
KEORGANISASIAN
 SIFAT ORGANISASI
Ada 3 hubungan dasar dalam hubungan formal :
1.               Tanggung jawab
Hal ini merupakan kewajiban individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya.
Barang kali bisa diarahkan dengan terjadinya spesialisasi dalam bekerja.
2.               Wewenang
Wewenang adalah hak untuk mengambil keputusan mengenai apa yang
dijalankan oleh seseorang dan merupakan hak untuk meminta kepada orang
lain untuk melakukan sesuatu.
3.               Pertanggungjawaban
Apabila wewenang berasal dari pimpinan ke bawahan, maka pertanggung
jawaban berasal dari bawahan ke pimpinan. Pertanggung jawaban merupakan
laporan hasil dari bawahan kepada yang berwenang (atasan).
Unsur-unsur organisasi terdiri dari :
1.               Manusia (Human Faktor), artinya organisasi baru ada, jika ada unsur
manusia yang bekerjasama, ada pemimpin dan ada yang dipimpin.
2.               Sasaran, artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin
dicapai.
3.               Pekerjaan, menunjukkan bahwa organisasi baru ada jika ada
pekerjaan yang akan dikerjakan serta adanya pembagian pekerjaan.
4.               Teknologi, ini artinya organisasi itu baru ada jika terdapat unsur-
unsur teknis.
5.               Tempat kedudukan, organisasi itu ada jika ada tempat
kedudukannya.
6.               Struktur, organisasi tersebut baru ada jika ada hubungan antara
manusia yang satu dengan manusia yang lain, sehingga tercipta organisasi.
7.               Lingkungan (Enviromental External Sosial System), artinya
organisasi baru ada jika ada lingkungan yang saling mempengaruhi, misalnya
ada sistem kerja sama sosial.
 Sistem Organisasi
Formalisasi (formalization) mengacu sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di
dalam organisasi dibakukan. Jika sebuah pekerjaan sangat formal, pemangku
pekerjaan akan memiliki sedikit sekali kebebasan untuk memilih apa yang
harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan bagaimana dikerjakan. Di
organisasi dengan tingkat formalisasi tinggi, ada deskripsi rendah tugas yang
jelas, beragam aturan organisasi, dan prosedur yang didefinisikan relatif tidak
terprogram dan karyawan memiliki banyak kebebasan untuk menjalankan
diskresi mereka terkait dengan pekerjaan.
Kadar formalisasi bisa sangat beragam antarorganisasi dan di dalam organisasi.
Pekerjaan-pekerjaan tertentu, misalnya, memiliki sedikit formalisasi.
 Desain Organisasi yang Umum
1.  Struktur Sederhana
Struktur Sederhana dicirikan dengan apa yang bukan dan bukan yang
sebenarnya. Struktur ini tidak rumit. Struktur Sederhana yang dicirikan dengan
kadar departementalisasi yang rendah, rentang kendali yang luas, wewenang
yang terpusat pada seseorang saja, dan sedikit formalisasi.
Struktur sederhana adalah sebuah organisasi “rata”; biasanya hanya
memiliki dua atau tiga tingkatan vertikal, badan karyawan yang longgar, dan
satu individu yang kepadanya wewenang pengambilan keputusan dipusatkan.
Kekuatan dari struktur ini terletak pada kesederhanaannya. Cepat, fleksibel,
tidak mahal untuk dikelola, dan akuntabilitasnya jelas. Kelemahannya adalah
struktur ini sulit dijalankan di mana pun selain di organisasi kecil. Struktur
sederhana menjadi semakin tidak memadai tatkala sebuah organisasi
berkembang karena formalisasinya yang rendah dan sentralisasinya yang tinggi
cenderung menciptakan kelebihan beban (overload) informasi di puncak,
struktur ini berisiko segalanya bergantung pada satu orang.
2. Birokrasi
Birokrasi sebuah struktur dengan tugas-tugas operasi yang sangat rutin
yang dicapai melalui spesilisasi, aturan dan ketemtuan yang sangat formal,
tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam berbagai departemen fungsional,
wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit, dan pengambilan keputusan
yang mengikuti rantai komando.Standarisasi merupakan konsep kunci yang
mendasari semua birokrasi.Birokrasi adalah sebuah kata yang memiliki
konotasi tak menyenangkan di benak kebanyakan orang. Namun, birokrasi
memiliki keunggulan. Kekuatan utama birokrasi terletak pada kemampuannya
menjalankan kegiatan-kegiatan yang berstandar secara sangat efisien.
Kelemahan dari biokrasi adalah sesuatu yang kita semua pernah alami suatu
kali ketika harus berhadapan dengan mereka yang bekerja di organisasi-
organisasi seperti berlebihan dalam mengikuti aturan.
3.  Struktur matriks
Struktur matriks adalah sebuah struktur yang menciptakan garis wewenang
ganda dan menggabungkan departementalisasi fungsional dan produk.Pilihan
desain organisasi lain yang populer adalah struktur matriks (matrix structure).
Pada hakikatnya, struktur matriks menggabungkan dua bentuk
departementalisasi: fungsional dan produk.
Kekuatan departementalisasi fungsional terletak, misalnya, pada penyatuan
para spesialisasi, yang meminimalkan jumlah yang diperlukan sembari
memungkinkan pengumpulan dan pembagian sumber-sumber daya khusus
untuk seluruh produk. Kelemahan terbesarnya adalah sulitnya mengoordinasi
tugas para spesialisasi fungsional yang beragam agar kegiatan mereka rampung
tepat waktu dan sesuai anggaran.
Karakteristik struktural paling nyata dari matriks adalah bahwa ia
mematahkan konsep kesatuan komando. Kekuatan matriks terletak pada
kemampuannya untuk memfasilitasi koordinasi manakala organisasi tersebut
memiliki banyak aktivitas yang rumit dan saling tergantung. Kelemahan
matriks terletak pada kebingungan yang diciptakannya, kecenderungannya
untuk menumbuhkan perjuangan meraih kekuasan, dan stres yang dirasakan
pada individu.
 Desain Organisasi Struktural
1.  Struktur Tim
Ketika manajemen menggunakan tim sebagai alat koordinasi sentral, anda
memiliki sebuah organisasi horizontal atau struktur tim (team structure),
Struktur tim adalah Pemanfaatan tim sebagai perangkat sentral untuk
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kerja. karakteristik struktur tim adalah
bahwa struktur ini meniadakan kendala-kendala departemental dan
mendesentralisasi pengambilan keputusan ke tingkat tim kerja.
2.  Organisasi Virtual
Organisasi virtual (virtual organization), terkadang juga di sebut organisasi
jaringan atau modular, yang biasanya merupakan organisasi inti kecil yang
menyubkontrakkan fungsi-fungsi utama bisnis. Dalam bahasa struktural,
organisasi virtual sangat sentralistis dengan sedikit departementalisasi atau
tidak sama sekali.
3.  Organisasi Nirbatas
Mantan pemimpin General Electric, Jack Welch, menciptakan istilah
organisasi nirbatas (boundaryless organization) untuk menggambarkan
impiannya bagi GE di masa depan. Organisasi nirbatas adalah sebuah
organisasi yang berusaha menghapus rantai komando, memiliki rentang kendali
tak terbatas, dan mengganti departemen dengan tim yang diberdayakan.
 Tingkatan Analisis
Sebelummembahas tingkatan dalam analisis organisasi sebaiknya kita
ketahui dulu apa saja yang menjadi acuan dalam pembahasan teori organisasi,
pada bahasan disini adalah pengertian organisasi menurut pendekatan modern
dan dapatdilihatpada :
  LingkunganOrganisasi
  Organisasi secara keseluruhan
   Bagian – bagian Organisasi
   Kumpulan individu (group) yang terdapat dalam setiap bagian orgnaisasi
Ke empat tingkatan tersebut harus diperhatikan dalam meninjau
permasalahan organisasi sesuai urutannya. Pada tingkatan analisis organisasi ini
tidak membahas masalah individu yang merupakan anggota organisasi, tetapi
maslah individu dinyatakan sebagai analisis perilaku. Analisis Perilaku ini
adalah suatu pendekatan psikologis yang mempelajari motivasi kepemimpinan
dan sebagai aspek kepribadian individual lainnya.Seperti kita ketahui bahwa
pendekatan dalam teori organisasi adalah pendekatan klasik, pendekatan neo-
klasik dan pendekatan modern. Tingkatan analisis organisasi ini merupakan
pandangan dari pendekatan modern karena organisasi menurut pendekatan ini
adalah bagian atau subsistem lingkungan yang sekaligus juga dipengaruhi oleh
lingkungannya. Pandangan tersebut menunjukkan bahwa lingkungan
merupakan salah satu elemen penting yang harus diperhatikan dalam analisis
organisasi.
 Efektivitas Organisasi
Menurut Soekarno K.1[1]efektif adalah pencapaian tujuan atau hasil
dikehendaki tanpa menghiraukan faktor-faktor tenaga, waktu, biaya, fikiran alat
dan lain-alat yang telah dikeluarkan/ digunakan. Hal ini berarti bahwa
pengertian efektivitas yang dipentingkan adalah semata-mata hasil atau tujuan
yang dikehendaki. Jadi pengertian efektivitas kinerja organisasi adalah
pencapaian tujuan atau hasil yang dilakukan dikerjakan oleh setiap individu
secara bersama-sama.
 Pendekatan-Pendekatan Keefektifan Organisasi
1. Pendekatan Pencapaian Tujuan (goal attainment approach)
Pendekatan pencapaian tujuan mengasumsi bahwa organisasi adalah
kesatuan yang dibuat dengan sengaja, rasional, dan mencari tujuan. Oleh karena
itu, pencapaian tujuan yang berhasil menjadi sebuah ukuran yang tepat tentang
keefektifan. Namun demikian agar pencapaian tujuan bisa menjadi ukuran yang
sah dalam mengukur keefektifan organisasi, asumsi-asumsi lain juga harus
diperhatikan. Pertama, organisasi harus mempunyai tujuan akhir. Kedua,
tujuan-tujuan tersebut harus diidentifikasi dan ditetapkan dengan baik agar
dapat dimengerti. Ketiga, tujuan-tujuan tersebut harus sedikit saja agar mudah

1
dikelola. Keempat, harus ada consensus atau kesepakatan umum mengenai
tujuan-tujuan tersebut.
2. Pendekatan Sistem (system approach)
Pendekatan system terhadap efektifitas organisasi mengimplikasikan bahwa
organisasi terdiri dari sub-sub bagian yang saling berhubungan. Jika slah satu
sub bagian ini mempunyai performa yang buruk, maka akan timbul dampak
yang negative terhadap performa keseluruhan system.
Keefektifan membutuhkan kesadaran dan interaksi yang berhasil dengan
konstituensi lingkungan. Manajemen tidak boleh gagal dalam mempertahankan
hubungan yang baik dengan para pelanggan, pemasok, lembaga pemerintahan,
serikat buruh, dan konstituensi sejenis yang mempunyai kekuatan untuk
mengacaukan operasi organisasi yang stabil.
Kekurangan yang paling menonjol dari pendekatan system adalah
hubungannya dengan pengukuran dan masalah apakah cara-cara itu memang
benar-benar penting. Keunggulan akhir dari pendekatan system adalah
kemampuannya untuk diaplikasikan jika tujuan akhir sangat samara atau tidak
dapat diukur.
3. Pendekatan Konstituen-Strategis (strategic-constituencies approach)
Pendekatan konstituensi-strategis memandang organisasi secara berbeda.
Organisasi diasumsikan sebagai arena politik tempat kelompok-kelompok yang
berkepentingan bersaing untuk mengendalikan sumber daya. Dalam konteks
ini, keefektifan organisasi menjadi sebuah penilaian tentang sejauh mana
keberhasilan sebuah organisasi dalam memenuhi tuntutan konstituensi kritisnya
yaitu pihak-pihak yang menjadi tempat bergantung organisasi tersebut untuk
kelangsungan hidupnya di masa depan.
Kekurangan dari pendekatan ini adalah dalam praktik, tugas untuk
memisahkan konstituensi strategis dari lingkungan yang lebih besar mudah
untuk diucapkan, tetapi sukar untuk dilaksanakan. Karena lingkungan berubah
dengan cepat, apa yang kemarin kritis bagi organisasi mungkin tidak lagi untuk
hari ini. Dengan mengoperasikan pendekatan konstituensi strategis, para
manajer mengurangi kemungkinan bahwa mereka mungkin mengabaikan atau
sangat mengganggu sebuah kelompok yang kekuasaannya dapat menghambat
kegiatan-kegiatan sebuah organisasi secara nyata.
4. Pendekatan Nilai-nilai Bersaing (Competing-values approach)
Nilai-nilai bersaing secara nyata melangkah lebih jauh dari pada hanya
pengakuan tentang adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan tersebut
mengasumsikan tentang adanya pilihan yang beraneka ragam. Pendekatan
tersebut mengasumsikan bahwa berbagai macam pilihan tersebut dapat
dikonsolidasikan dan diorganisasi. Pendekatan nilai-nilai bersaing mengatakan
bahwa ada elemen umum yang mendasari setiap daftar criteria Efektifitas
Organisasi yang komprehensif dan bahwa elemen tersebut dapat
dikombinasikan sedemikian rupa sehingga menciptakan kumpulan dasar
mengenahi nilai-nilai bersaing. Masing-masing kumpulan tersebut lalu
membentuk sebuah model keefektifan yang unik.
2.2           DETERMINAN-DETERMINAN KERJA INDIVIDU
   Perilaku individu
Perilaku individu adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu
dengan lingkungannya. Individu membawa tatanan dalam organisasi berupa
kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan, kebutuhan, dan pengalaman
masa lainnya. Sementara itu, karakteristik individu akan dibawa memasuki
suatu lingkungan baru, yaitu organisasi atau lainnya. Selain itu, organisasi juga
memiliki karakteristik dan merupakan suatu lingkungan bagi individu.
Karakteristik organisasi, antara lain reward system dan pengendalian.
Selanjutnya, karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi
yang akan mewujudkan perilaku individu dalam organisasi.
Dalam kaitan antara individu dengan organisasi, maka ia membawa
karakteristik individu ke dalam organisasi, sehingga terjadilah interaksi antara
karakteristik individu dengan karakteristik organisasi. Interaksi keduanya
mewujudkan perilaku individu dalam organisasi. Perilaku individu dalam
organisasi dapat digambarkan sebagai berikut:
    Dasar-Dasar Perilaku Individu
Semua perilaku individu pada dasarnya dibentuk oleh kepribadian dan
pengalamannya. Sajian berikut ini akan diarahkan pada empat variabel tingkat-
individual, yaitu karakter biografis, kemampuan, kepribadian, dan
pembelajaran. Berikut ini adalah penjelasan dari keempat variabel tersebut.
1. Karakteristik Biografis
Karakteristik biografis merupakan karakteristik pribadi yang terdiri dari:
a. Usia
Ada keyakinan yang meluas bahwa produktivitas merosot sejalan dengan
makin tuanya usia seseorang.
b. Jenis Kelamin
Perbedaan antara pria dan wanita dapat mempengaruhi kinerja, terapi ada
juga yang berpendapat tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan
wanita dalam kemampuan memecahkan masalah , keterampilan analisis,
dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar.
c. Status Perkawinan
Perkawinan biasanya akan meningkatkan rasa tanggung jawab seorang
karyawan terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, karena
pekerjaan nilainya lebih berharga dan penting karena bertambahnya tanggung
jawab pada keluarga.
d. Masa Kerja
Masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih seseorang
dibandingkan dengan rekan kerjanya yang lain.
    Prestasi kerja
Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa
Inggris disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang
lebih menggambarkan pada “prestasi” dalam bahasa Inggris yaitu kata
“achievement”. Tetapi karena kata tersebut berasal dari kata “to achieve” yang
berarti “mencapai”, maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi
“pencapaian” atau “apa yang dicapai”.
Bernardin dan Russel memberikan definisi tentang prestasi kerja sebagai
berikut
“performance is defined as the record of outcome produced on a specified
job function or activity during a specified time period” (Prestasi kerja
didefinisikan sebagai catatan dari hasil-hasil yang diperoleh melalui fungsi-
fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo waktu tertentu).
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa prestasi kerja lebih menekankan
pada hasil atau yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada
perusahaan.2[2]
Rahmanto menyebutkan prestasi kerja atau kinerja sebagai tingkat
pelaksanaan tugas yang bisa dicapai oleh seseorang, unit, atau divisi, dengan
menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan
untuk mencapai tujuan perusahaan. (www. Feunpak. web. Id/ jima/isna.txt).
Model perilaku dan prestasi kerja individu dalam organisasi sangat dipengaruhi
oleh bebrapa faktor, faktor-faktor tersebut dijelaskan dalam sub pokok bahasan
berikutnya.
2.3 MOTIVASI
Motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong,
merangsang atau menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau
kegiatan yang dilakukannya sehingga ia dapat mencapai tujuannya. Menurut
J.P. Chaplin Motivasi adalah suatu variabel perantara yang digunakan untuk
menerangkan faktor-faktor dalam diri individu, yang dapat membangkitkan,
mempertahankan dan menyalurkan tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu.
Motivasi berhubungan dengan kekuatan (dorongan) yang berada di dalam diri
manusia. Motivasi tidak dapat terlihat dari luar. Motivasi dapat menggerakkan
manusia untuk menampilkan suatu tingkah laku kearah pencapaian suatu
tujuan. Tingkah laku dapat dilandasi oleh berbagai macam motivasi.3[3]
 Hubungan Antara Motivasi dan Perilaku

3
Hubungan antara motivasi dan perilaku dapat terwujud dalam enam variasi
berikut

1. Sebuah perilaku dapat hanya dilandasi oleh sebuah motivasi;

2. Sebuah perilaku dapat pula dilandasi oleh bebrapa motivasi.

3. Perilaku yang sama dapat dilandasi oleh motivasi yang sama;

4. Perilaku yang sama dapat dilandasi oleh motivasi yang berbeda;

5. Perilaku yang berbeda dapat dilandasi oleh motivasi yang sama;

6. Perilaku yang berbeda dapat dilandasi oleh motivasi yang berbeda.

2.3. Kemampuan
Kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan
tidak sama satu dengan yang lainnya. Setiap manusia mempunyai kemampuan
berfikir masing-masing. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya
tersusun dari dua faktor, yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

Anda mungkin juga menyukai