Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KONSEP DASAR
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok sebagai


materi presentasi pada
Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pembimbing : Dr. Saefrudin, M.Pd.I


Disusun Oleh:
KETUA : Zamroni (2281131357)
ANGGOTA : 1. Wahyu Utomo (2281131397)
2. Hasan Hajoran (2281131385)
3. Insiaturrahma (2281131366)
4. Neng Sri Kartika Agung (2281131373)
5. Wahyu Retno Sawitri (2281131352)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN JURUSAN PJJ PAI


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan
salam kami hanturkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw. dan segenap
keluarganya, para sahabat, tabi’in, tabiut tabi'in sampai kepada orang-orang yang
mukmin yang telah memperjuangkan Islam sampai saat ini hingga sampai akhir
zaman. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Dr.
Saefrudin, M.Pd.I selaku Dosen Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam dan
teman-teman kelompok 1 atas bantuan dari seluruh komponen yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah yang berjudul “Konsep Dasar Filsafat
Pendidikan Islam”.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, serta seluruh masyarakat Indonesia khususnya para
mahasiswa untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah ini agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman, kami yakin dalam pembuatan makalah kali ini masih banyak
ditemukan kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bogor, September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A...Latar Belakang...................................................................................... 1
B...Rumusan Masalah................................................................................. 2
C...Tujuan .................................................................................................. 2

BAB 2 PEMBAHASAN................................................................................... 3

A...Konsep Dasar Filsafat Pendidikan Islam …......................................... 3


1....Pengertian Filsafat…..................................................................... 3
2....Pengertian Pendidikan .................................................................. 8
3....Pengertian Pendidikan Islam ........................................................ 11
4....Pengertian Filsafat Pendidikan Islam `.......................................... 16
B...Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam.................................................... 19

BAB 3 PENUTUP............................................................................................ 22

A...Kesimpulan........................................................................................... 22
B...Saran .................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pendidikan memiliki peran sentral dalam pengembangan individu dan

masyarakat. Di dalam konteks masyarakat Islam, pendidikan tidak hanya

dilihat sebagai sebuah transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge),

tetapi juga sebagai sarana untuk mencapai keberkahan, moralitas, dan

kesejahteraan spiritual. Filsafat pendidikan Islam menjadi landasan yang kaya

dan mendalam dalam memahami tujuan, nilai-nilai, serta metode pendidikan

dalam tradisi Islam.

Konsep dasar filsafat pendidikan Islam merupakan aspek inti dalam

upaya menjaga dan mengembangkan identitas serta nilai-nilai Islam dalam

dunia pendidikan. Hal ini memerlukan pemahaman mendalam tentang ajaran

Islam, sejarahnya, dan relevansinya dalam konteks pendidikan modern. Selain

itu, filsafat pendidikan Islam juga membuka pintu untuk eksplorasi pemikiran

filosofis dalam konteks agama, moralitas, dan etika pendidikan.

Kegunaan filsafat pendidikan Islam tak hanya terbatas pada

pemahaman teoritis, tetapi juga memiliki implikasi praktis yang signifikan

dalam pembentukan kurikulum, metode pengajaran, serta pembinaan karakter

dan moral individu. Melalui pemahaman mendalam terhadap filsafat

pendidikan Islam, kita dapat merancang pendidikan yang lebih berorientasi

pada nilai-nilai Islam, mempromosikan toleransi, kedamaian, serta

kesejahteraan sosial, sambil menjaga identitas dan integritas agama.

1
Dalam makalah ini, penulis bermaksud menguraikan konsep dasar

dalam filsafat pendidikan Islam dan menggali kegunaannya dalam konteks

pendidikan modern. Melalui pemahaman yang lebih mendalam terhadap

filsafat pendidikan Islam, diharapkan kita dapat merumuskan pendekatan

pendidikan yang lebih holistik dan berkelanjutan, yang mampu menjawab

tantangan zaman dengan tetap memegang teguh nilai-nilai agama Islam

sebagai panduan utama.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar filsafat pendidikan Islam?


2. Apa saja kegunaan filsafat pendidikan Islam
C. Tujuan
1. Menjabarkan konsep dasar filsafat pendidikan Islam
2. Memahami tujuan filsafat pendidikan Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Filsafat Pendidikan Islam
1. Pengertian Filsafat

Pada dasarnya filsafat pendidikan Islam adalah bagian dari ilmu


filsafat. Oleh karena itu, untuk dapat memahami tentang filsafat
pendidikan Islam perlu untuk memahami terlebih dahulu tentang
pengertian filsafat itu sendiri. Memberikan definisi terhadap filsafat berarti
memberikan batasan terhadap konsep atau terminologi terhadap filsafat itu
sendiri. Padahal, ciri pemikiran filsafat adalah radikal dan tanpa batas. Jadi,
pada dasarnya sulit memberikan batasan terhadap pengertian filsafat.
Namun, batasan tersebut diperlukan guna memudahkan memahami
perbedaan antara filsafat dengan disiplin ilmu pengetahuan yang lain.

Bagaimanapun salah satu kerja filsafat adalah memberikan batasan,


oleh karena itu filsafat juga harus mau dibatasi. Kesulitan dalam
memberikan batasan terhadap definisi filsafat dikarenakan setiap orang
berhak untuk memberikan defenisi terhadap filsafat sesuai dengan tingkat
pengetahuan dan pemahamannya, sehingga dari sini akan muncul beragam
defenisi dari filsafat. Selain itu, para filosof dalam memberikan defenisi
terhadap filsafat juga berbeda-beda, hal ini dikarenakan masing-masing
filosof memiliki pengalaman sendiri terkait dengan kehidupan yang
sedang dijalani dan situasi pada zamannya. Namun, seberagam apa pun
defenisi yang diberikan terhadap filsafat, pasti akan berakhir dengan
pembatasan bahwa filsafat adalah the Mother of Knowledge.1

Dalam memberikan definisi terhadap filsafat, Harun Nasution


mengemukakan bahwa terma filsafat adalah berasal dari bahasa Arab

1
Lailatuzz Zuhriah, Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017), hal.1-
2

3
falsafah dengan timbangan fa’lala, fa’lalah, dan fi’al. Jika demikian maka,
kata benda dari falsafa adalah falsafah dan filsaf. Dalam bahasa Indonesia
kata tersebut disebut dengan “filsafat”. Namun, jika dilihat dari akar
katanya bukanlah berasal dari kata arab “falsafah”, juga bukan dari bahasa
Inggris “philosophy”. Dalam hal ini kemudian Nasution mempertanyakan
apakah istilah filsafat dalam bahasa Indonesia tersebut berasal dari
perpaduan antara kata fil (Inggris) dan safah (Arab), sehingga jika
digabungkan menjadi filsafat?2

Dalam hal ini sangat wajar jika Nasution bertanya seperti itu
karena pada dasarnya ia ingin memberikan penegasan bahwa jika memang
terma itu diambil dari bahasa Arab, seharusnya kata tersebut disebut
dengan falsafah atau falsafat, bukan filsafat/ filsafah.3

Berbeda dengan Louis O. Kattsoff dan beberapa penulis asing lain


yang megemukakan bahwa terma filsafat pada dasarnya adalah dari
Bahasa Yunani philo dan sophos. Philo artinya cinta, dan sophos artinya
kebijaksanaan, ilmu, atau hikmah. Terkait dengan perbedaan dalam
memandang akar kata dari filsafat tersebut, tokoh filosof muslim al-Farabi
mengatakan bahwa pada dasarnya kata filsafat berasal dari Bahasa Yunani
yang kemudian menjadi bahasa Arab.4

Meskipun kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, namun bukan


berarti perintis pertama pemikiran filsafat di dunia tersebut adalah orang
Yunani Kuno. Ada beberapa negara lain yang telah memiliki tradisi
filsafat sebelum Yunani Kuno seperti Mesir, Cina, dan India, walaupun
mereka tidak menggunakan kata filsafat atau philosophia untu maksud
yang sama.5

2
Harun Nasution, Falsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hal.3
3
Lailatuzz Zuhriah, Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017), hal.2
4
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), 1-2.
5
Endang Saifudin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), hal.80-82.

4
Secara harfiah, filsafat berarti cinta kebijaksanaan/ pengetahuan.
Sedangkan orang yang cinta akan kebijaksanaan/pengetahuan disebut
dengan filosof, philosopher, yang dalam bahasa Arab disebut dengan
failasuf. Ahmad Tafsir mengatakan bahwa kata filsafat berasal dari dua
kata, yaitu philo dan sophia.Philo artinya cinta, namun secara luas philo
diartikan dengan “ingin”, karena itu kemudian berusaha untuk
mendapatkan apa yang diinginkan itu. Sedangkan sophia artinya
kebijaksanaan/kebijakan, yaitu diartikan dengan pandai dan mengerti
dengan sangat mendalam. Secara bahasa, filsafat dapat diartikan dengan
keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kebijaksanaan/kebijakan,
atau keinginan untuk menjadi bijak. Yang menjadi pertanyaan sekarang
adalah apa itu bijak atau bijaksana itu? Secara bahasa, kata bijak atau
bijaksana dalam bahasa Yunani disebut dengan sophia dan dalam bahasa
Inggris disebut dengan wisdom.6

Pada masa Homerus, sophia ini memiliki arti yang sangat luas
sekali. Siapa saja yang memiliki intelektual yang mendalam, atau di
lapangan manapun yang di sana menggunakan intelegensi, maka itu adalah
kebijaksanaan/kebijakan. Makna filsafat jika ditinjau dari segi bahasa,
sepertinya kurang dapat mewakili pengertian yang sebenarnya. Hal ini
karena pada masa Homerus tersebut, seorang tukang kayu pun juga
disebut sebagai orang yang bijak.7 Namun, mengartikan filsafat dari segi
bahasa bukan berarti tidak ada manfaatnya, justru dengan melihat arti kata
filsafat dari segi bahasa, setidaknya kita akan mengetahui sedikit
gambaran tentang apa itu filsafat.8

Setelah mengetahui makna filsafat dari segi bahasa, kini kita perlu
untuk mengetahui defenisi dari filsafat dari segi terminology (istilah). Ada

6
Lailatuzz Zuhriah, Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017), hal.4
7
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003), hal.10
8
Lailatuzz Zuhriah, Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017), hal.5

5
banyak defenisi filsafat yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, sebagai
berikut:

a. Plato (427-347 SM) mengemukakan bahwa filsafat adalah


pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada.9
b. Aristoteles (384-347 SM) mengemukakan bahwa filsafat berusaha
menyelidiki sebab dan asas segala benda.10
c. Al-Farabi (w. 950 M) mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat
yang sebenarnya.11
d. Harold H. Titus dkk. memberikan 5 pengertian terhadap filsafat,
yaitu:12
1) Suatu sikap tentang hidup dan tentang alam semesta;
2) Proses kritik terhadap kepercayaan dan sikap;
3) Usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan;
4) Analisis dan penjelasan logis dari bahasa tentang kata dan konsep;
5) Sekumpulan problema yang langsung mendapat perhatian manusia
dan dicarikan jawabannya.
e. N. Drijarkara mengemukakan bahwa filsafat merupakan pikiran
manusia yang radikal, artinya dengan mengesampingkan pendirian-
pendirian dan pendapat-pendapat yang diterima dan mencoba
memperlohatkan pandangan lain yang merupakan akar permaslahan.
Filsafat tidak mengarah pada sebab-sebab yang terdekat, tetapi pada
“mengapa” yang terakhir, sepanjang merupakan kemungkinan
berdasarkan kekuatan akal budi manusia.13
f. Hasbullah Bakry mengatakan bahwa Filsafat adalah sejenis
pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam

9
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1981), hal. 155
10
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1981), hal. 155
11
Abu Bakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, (Sala: Ramadhani, 1982), hal. 9
12
Harold H. Titus dkk., Persoalan-Persoalan Filsafat, Terj. H. M. Rasjidi, (Jakarta: Bulan Bintang,
1984), hal. 11-14.
13
N. Drijarkara, Percikan Filsafat (Jakarta: Pembangunan, 1966), hal. 5

6
mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang
dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu
seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.14

Dari beberapa defenisi filsafat yang diungkapkan oleh beberapa


tokoh di atas, dapat dilihat bahwa ternyata masing-masing tokoh memiliki
pendapat yang berbedabeda mengenai filsafat. Ini menunjukkan bahwa
ternyata sangat sulit memberikan definisi terhadap filsafat. Oleh karena itu,
Hatta dan Langeveld menyarankan agar tidak terlebih dahulu
mendefinisikan filsafat dalam mempelajari Filsafat.15 Ketika seseorang
makin banyak membaca dan mempelajari filsafat, ia akan mengerti dengan
sendirinya bagaimana defenisi dari filsafat sesuai dengan perspektifnya
berdasarkan apa yang ia tangkap.16

Defenisi tentang filsafat yang menarik diungkapkan oleh Sidi


Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik,
radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran atau hakikat
mengenai segala yang ada.17 Dari pengertian filsafat yang dikemukakan
oleh Sidi Gazalba tersebut, maka dapat dipahami bahwa dasar dari
pemikiran filsafat itu ada beberapa unsur, yaitu:

a. Filsafat mengandalkan akal (rasio) sebagai sumber utama dalam


kegiatan berfikir.
b. Tujuan utama dari berfilsafat adalah untuk mencari hakikat dari
segala sesuatu yang ada.
c. Filsafat memeiliki 2 obyek, yaitu obyek material dan obyek formal.
Obyek material filsafat adalah berupa segala sesuatu yang ada atau
yang mungkin ada. Artinya, obyek material filsafat meliputi segala

14
Hasbullah Bakry, Sistematik Filsafat (Jakarta: Widjaja, 1971), hal.11
15
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003), hal.9
16
Lailatuzz Zuhriah, Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017), hal.7
17
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jilid I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), hal.15

7
sesuatu yang tampak ataupun yang tidak tampak. Obyek formal
filsafat adalah berupa point of view (sudut pandang) dari subyek
terhadap obyek yang dikaji secara menyeluruh, radikal dan
obyektif guna mengetahui hakikat atau kebenarannya.
d. Ciri berfikir dalam filsafat adalah sistematik, mendalam, radikal,
dan universal. Berfikir secara sistematik artinya berfikir dengan
berdasarkan kepada kaidah-kaidah yang secara khusus digunakan
dalam logika. Mendalam artinya bersungguh-sungguh dalam
berfikir sampai menemukan kebenaran yang ingin dicapai. Radikal
maksudnya adalah mengkaji hingga ke akar-akarnya. Universal
artinya bersifat menyeluruh.
e. Kebenaran filsafat dapat diukur melalui kelogisannya karena akal
(rasio) dijadikan sebagai sumbernya. Kebenaran filsafat bersifat
tentatif/relatif karena jika ada suatu kebenaran lagi yang datang dan
itu lebih logis dari kebenaran yang sebelumnya, maka kebenaran
yang lebih logis itulah yang diterima.18

2. Pengertian Pendidikan

Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung lama, yaitu


sepanjang sejarah manusia itu sendiri, dan seiring pula dengan
perkembangan sosial budayanya. Secara umum memang aktivitas
pendidikan sudah ada sejak manusia diciptakan. Betapapun sederhana
bentuknya manusia memerlukan pendidikan, sebab manusia bukan
termasuk makhluk instinkif.19

Kata pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pe-
dan akhiran –an. Sesuai dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
pendidikan diartikan dengan perbuatan (hal, cara, dan sebagainya)
mendidik. Arti pendidikan tersebut terkesan mengandung arti
18
Lailatuzz Zuhriah, Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017),
hal.7-8
19
Mustajab, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2020), hal.1

8
pengajaran.20 Sebagaimana Poerwadarminta menjelaskan bahwa arti
pengajaran adalah cara (perbuatan dan sebagainya) mengajar atau
mengajarkan. Kata tersebut serumpun dengan kata mengajar yang artinya
memberi pengetahuan atau pelajaran.21

Kata pendidikan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan


education. Jika diamati secara seksama, antara kata pendidikan, pengajaran
dan yang sejenisnya menunjukkan adanya suatu proses pembinaan yang
dilakukan oleh seseorang kepada orang lain. Namun pengertian yang
demikian adalah pengertian secara sederhana, belum menunjukkan adanya
kelengkapan dalam melakukan pendidikan atau pengajaran seperti
program, sistem dan metode.22

Hamdanah pendapat beberapa ahli tentang definisi pendidikan :

a. Menurut M.J. Langeveld ; Pendidikan adalah merupakan upaya


manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada
kedewasaan. Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk
melaksanakan tugastugas hidupnya, agar bisa mandiri, akil-baliq,
dan bertanggung jawab secara susila. Pendidikan adalah usaha
mencapai penentuan-diri-susila dan tanggung jawab.
b. Menurut Driyarkara; Pendidikan adalah sebagai upaya
memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke
taraf insani.
c. Menurut Stella van Petten Henderson; Pendidikan merupakan
kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan
warisan sosial. Atau pembentukan hati nurani. Pendidikan adalah
proses pembentukan diri dan penetuan-diri secara etis, sesuai denga
hati nurani.

20
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hal.50
21
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hal.22
22
Lailatuzz Zuhriah, Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017), hal.9

9
d. Menurut John Dewey ; Education is all one with growing; it has
no end beyond it self. (Pendidikan adalah segala sesuatu bersamaan
dengan pertumbuhan; pendidikan sendiri tidak punya tujuan akhir
di balik dirinya).
e. Menurut H. Horne ; Dalam pengertian luas, pendidikan merupakan
perangkat kelompok sosial melanjutkan keberadaannya
memperbaharui diri sendiri, dan mempertahankan ideal-idealnya.
f. Carter V. Good ; Pendidikan adalah proses perkembangan
kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku
dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi
oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah)
sehingga dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan
kepribadiannya.
g. Menurut Thedore Brameld ; Istilah pendidikan mengandung fungsi
yang luas dari pemelihara dan perbaikan kehidupan suatu
masyarakat, terutama membawa warga masyarakat yang baru
mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat.
h. Dalam UU No. 23 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.23

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk membimbing individu
yang belum dewasa menuju kedewasaan dengan tujuan memanusiakan
mereka, menggabungkan pertumbuhan insani dengan warisan sosial, dan

23
Hamdanah, Bungai Rampai Ilmu Pendidikan Islam, (Banjarmasin: Pustaka Buana, 2017), hal.1-2

10
membentuk hati nurani. Ini juga merupakan proses pembentukan diri dan
pengembangan etika sesuai dengan hati nurani, serta mencakup
pertumbuhan yang tak pernah berakhir, peran penting dalam
memperbaharui ideal-ideal masyarakat, dan membawa warga masyarakat
menuju tanggung jawab bersama. Pendidikan juga mencakup
pengembangan potensi diri peserta didik untuk mencapai kekuatan
spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk masyarakat, bangsa, dan negara.

Sehingga secara singkat dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah


upaya untuk membimbing individu menuju kedewasaan, pertumbuhan
insani, dan pembentukan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai sosial,
sambil memperbaharui dan mempertahankan ideal-ideal masyarakat.

3. Pengertian Pendidikan Islam

Dalam konteks Islam, ada tiga kata yang menunjukkan arti


pendidikan secara bahasa, diantaranya:

a. Tarbiyah

Para ahli pendidikan sering menggunakan kata tarbiyah untuk


menerjemahkan kata pendidikan dalam bahasa Indonesia. Raghib Al-
Isfahany sebagaimana dikutip Zuhriyah menyatakan bahwa term
tarbiyah berakar dari tiga kata, yaitu pertama, berasal dari kata rabba
yarbu yang artinya bertambah dan tumbuh. Kedua, berasal dari kata
rabiya yarbi yang artinya tumbuh dan berkembang. Ketiga, berasal
dari kata rabba yarubbu yang artinya memperbaiki, membimbing,
menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara.24

Abu A’la al-Maududi sebagaimana yang dikutip oleh


Ramayulis mengatakan bahwa kata rabbun terdiri atas huruf “ra” dan
“ba” tasydid yang merupakan pecahan dari kata tarbiyah yang berarti

24
Lailatuzz Zuhriah, Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017), hal.9

11
pendidikan, pengasuhan dan sebagainya. Pada dasarnya kata tersebut
meliputi banyak arti seperti kekuasaan, perlengkapan,
pertanggungjawaban, perbaikan, penyempurnaan, dan lain-lain. Selain
itu kata rabbun dijadikan predikat bagi suatu kebesaran, keagungan,
kekuasaan dan kepemimpinan.25

Term tarbiyah adalah term yang paling populer digunakan saat


ini. Hal ini dikarenakan term tersebut mencakup keseluruhan kegiatan
pendidikan (tarbiyah) yang berarti uapaya yang dilakukan guna
mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna dalam
etika, sistematis dalam berfikir, memiliki ketajaman intuisi, giat dalam
berkreasi, memiliki toleransi pada yang lain, berkompetensi dalam hal
yang baik, berkata dengan bahasa lisan dan tulisan yang baik dan benar
serta memiliki beberapa keterampilan. Karena cakupannya yang luas
tersebut, maka kata tarbiyah ini dianggap cukup mewakili beberapa
istilah-istilah yang lain dalam pendidikan. Oleh karena itu, maka kata
Tarbiyah Islamiyah lebih tepat digunakan untuk menyebut istilah
pendidikan Islam.26

b. Ta’lim

Secara lughawy, term ta’lim berasal dari kata fi’il tsulatsi mazid
biharfin wahid, yakni ‘allama, yu’allimu. ‘Allama memiliki arti
mengajar. Abd al-Rahman Abdullah sebagaimana dikutip Zuhriyah
mengatakan bahwa kata ta’lim hanyalah sebatas proses pentransferan
pengetahuan antar manusia. Dalam proses tersebut seorang mu’allim
hanya dituntut untuk benarbenar menguasai pengetahuan yang akan
ditransfer baik secara kognitif maupun psikomotorik, tidak sampai
pada ranah afektif. Seorang mu’allim hanya sekedar memberi tahu atau
memberi pengetahuan, tidak ada proses pembinaan kepribadian.

25
Ramayulis, Dasar-Dasar Kependidikan (Padang: The Zaqi Press, 2008), hal.17
26
Lailatuzz Zuhriah, Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017),
hal.10

12
Kalaupun ada, kemungkinan hanya kecil sekali karena tujuan utama
hanya sekedar pemberian pengetahuan/transfer pengetahuan saja.27

c. Ta’dib

Term al-Ta’dib berasal dari kata tsulatsi mazid biharfin wahid


yaitu ‘addaba yu’addibu. Jadi, kata ‘addaba artinya memberi adab atau
mengajarkan sopan santun. Al-Attas mengatakan bahwa ta’dib adalah
pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan
kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu
dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke
arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan
dalam tatanan wujud kebenaran-Nya.28

Selanjutnya dalam sejarah, kata ta’dib digunakan untuk


menunjukkan pada kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di istana-
istana raja (qushur) yang para muridnya terdiri dari para putra mahkota,
pangeran atau calon pengganti raja. Pendidikan yang berlangsung di
istana ini diarahkan untuk menyiapkan calon pemimpin masa depan.
Karena itu, materi yang diajarkan meliputi pelajaran bahasa, pelajaran
berpidato, pelajaran menulis yang baik, pelajaran sejarah para
pahlawan dan panglima besar dalam rangka menyerap pengalaman
keberhasilan mereka, renang, memanah, dan menunggang kuda
(pelajaran ketarampilan). 29

Penggunaan kata ta’dib dalam arti pendidikan antara lain di


jumpai dalam hadis Rasullah sebagai berikut:“Didiklah (‘Addibuu)
putra-putrimu sekalian dengan tiga perkara: yaitu mencintai Nabi
mereka, mencintai keluarganya, membaca Al-Qur’an, karena yang
menghafal Al-Qur’an akan berada di bawah naungan Allah, pada hari

27
Lailatuzz Zuhriah, Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017),
hal.11
28
Muhammad Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam (Bandung: Mizan, 1998), hal.66
29

13
yang tidak ada perlindungan kecuali perlindungannya bersama para
nabi dan para sahabatnya.” (HR. Dailami).

Ta’dib sebagai istilah untuk pendidikan, pada awalnya telah


dipakai secara tepat oleh para tokoh sufi yang secara tipikal menonjol
dalam pengembangan pribadi Islam melalui pengembangan indra, akal
dan moral. Makna yang dikandung dalam istilah adab atau ta’dib ini
cukup luas sebab istilah ini tidak terbatas hanya pada aspek kognitif,
tetapi juga meliputi pendidikan spiritual, moral dan sosial. 30

Selanjutnya, kata Islam jika ditinjau dari segi bahasa berasal


dari kata salima yang kemudian dibentuk menjadi aslama. Dari kata
salima tersebut juga dibentuklah kata Islam (Ism Mashdar/inifnitif)
yang memiliki arti berserah diri, selamat sentosa, atau memelihara diri
dalam keadaan selamat.31 Dari pengertian tersebut dapat dipahami
bahwa Islam berkaitan dengan berserah diri kepada Allah untuk
memperoleh keridhaan-Nya. Sedangkan orang yang menyatakan diri
untuk berserah diri, taat, patuh dan tunduk dengan ikhlas kepada Allah
disebut dengan muslim.32

Sebagai agama penyempurna bagi agama-agama sebelumnya,


Islam tidak hanya mengatur cara untuk mendapatkan kebahagiaan
hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, tetapi
juga mengatur bagaimana cara agar mendapatkan kebahagiaan di dunia
termasuk di dalamnya juga masalah pendidikan. Al-Qur’an dan al-
Sunnah sebagai sumber ajaran dalam Islam juga memberikan perhatian
yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Hal tersebut
dapat dilihat dalam surah al-‘Alaq ayat 1-5 yang memperkenalkan

30
Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad
Naquib Al-Attas: AnExposition of the Original Concept of Islamization (Kuala Lumpur: ISTAC1,
1998), hal.184
31
Abudin Nata, Al-Qur’an dan Hadits: Dirasah Islamiyah I, (Jakarta: Rajawali Pers, 1993), hal.23
32
Lailatuzz Zuhriah, Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017),
hal.13

14
beberapa istilah terkait dengan pendidikan, seperti: iqra’ (bacalah),
‘allama (mengajarkan), al-qalam (pena). Selain surah tersebut masih
ada banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang berbicara masalah
pendidikan. 33

Merujuk kepada Al-Qur’an dan al-Sunnah yang menjadi


sumber ajaran Islam tersebut dapat diketahui bahwa Islam adalah
agama yang menjadi pelopor revolusi di bidang pendidikan dan
pengajaran. Tujuan utamanya adalah untuk mengangkat harkat dan
martabat manusia. Dengan pendidikan manusia akan mencapai
kemajuan, kemuliaan, kemerdekaan dan meninggalkan
keterbelakangan, kehinaan, dan ketertindasan.

Dari beberapa paparan di atas dapat dipahami bahwa yang


dimaksud dengan pendidikan Islam adalah upaya yang dilakukan Islam
dala rangka pembentukan masyarakat “baru” yang merupakan lawan
dari masyarakat jahiliyah. Abdurrahman al-Nahlawi mengartikan
pendidikan Islam sebagai proses penataan individual dan sosial yang
dapat menyebabkan seseorang tunduk dan taat kepada Tuhan dan
menerapkannya secara sempurna dalam kehidupan individual dan
masyarakat.34 Sementara itu, Muhammad Quthb mendefinisikan
pendidikan Islam sebagai usaha melakukan pendekatan yang
menyeluruh terhadap wujud manusia, bagi dari segi jasmani maupun
rohani, baik kehidupannya secara fisik maupun secara mental dalam
rangka melaksanakan tugasnya di muka bumi ini.35 Rupanya Quthb
berusaha memandang pendidikan Islam sebagai suatu usaha untuk
memahami totalitas manusia melalui beberapa pendekatan dalam
rangka menjalankan tugasnya di muka bumi ini.

33
Lailatuzz Zuhriah, Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017),
hal.13
34
Abdurrahman al-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam, Terj. Herry Noer Ali,
Cet. I (Bandung: Diponegoro, 1989), hal.41.
35
Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salman Harun, (Bandung: Al-Ma’arif, 1984),
hal.27

15
Berdasarkan hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun
1960 dirumuskan, pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap
pertumbuhan jasmani dan rohani menurut ajaran Islam dengan hikmah,
mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, mengawasi
berlakunya semua ajaran Islam. Dari pengertian tersebut, Abdul Mujib
mengomentari bahwa yang dimaksud dengan pendidikan Islam adalah
upaya mengarahkan pada keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani, melalui bimbingan, pengarahan,
pengajaran, pelatihan, pengasuhan dan pengawasan, yang kesemuanya
dalam koridor Islam.36

Dari beberapa definisi yang dipaparkan oleh beberapa tokoh


terkait dengan pendidikan Islam di atas, maka penulis menarik 3 point
penting tentang pendidikan Islam itu sendiri, yaitu:

1) Usaha mengembangkan potensi jasmani dan rohani secara


seimbang;
2) Mendasarkan setiap usaha tersebut kepada Al-Qur’an dan al-
Sunnah;
3) Terbentuknya kepribadian peserta didik sesuai dengan ajaran Islam.

4. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam

Setelah membahas pengertian dari filsafat dan pendidikan Islam,


maka saatnya untuk mendefinisikan filsafat pendidikan Islam itu sendiri.
Marimba menyatakan bahwa filsafat pendidikan Islam terdiri dari tiga kata
yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu filsafat, pendidikan, dan Islam.
Tiga kata tersebut tidak berdiri sendiri namun terkait dengan hukum DM
(Diterangkan-Menerangkan). Menurutnya, pokok yang dibicarakan dalam
pendidikan Islam adalah tinjauan filosofisnya. Filsafat tentang apa?
Jawabannya, filsafat tentang pendidikan. Pendidikan yang bercorak

36
Ramayulis, Dasar-Dasar Kependidikan (Padang: The Zaqi Press, 2008), hal.48

16
bagaimana? Jawabannya, pendidikan yang bercorak Islam atau singkatnya
adalah pendidikan Islam. Meskipun terdiri dari tiga kata, ketiganya dapat
direntang menjadi satu kalimat yang mewakili satu pengertian, yaitu
filsafat tentang pendidikan yang bercorak Islam.37 Definisi Marimba yang
sederhana tersebut merupakan definisi filsafat pendidikan Islam yang
ditinjau dari segi kebahasaan.38

Berbeda dengan Abdul Munir Mulkhan yang mengartikan filsafat


pendidikan Islam sebagai usaha analisis atau pemikiran rasional yang
dilakukan secara kritis, radikal, sistematis, dan metodologis untuk
memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pendidikan Islam.39 Definisi
dari Mulkhan tersebut lebih menonjolkan aspek filosofisnya dari pada
pendidikan Islamnya. 40

Al-Syaibany sebagaimana dikutip Ismail Thaib memandang


Filsafat Pendidikan Islam sebagai pelaksanaan pandangan filsafat dari
kaidah filsafat Islam dalam bidang pendidikan yang didasarkan pada
ajaran Islam. Sedangan Muzayyin Arifin memahami Filsafat Pendidikan
Islam sebagai konsep berpikir filosofis tentang kependidikan yang
bersumberkan atau berlandaskan ajaran-ajaran agama Islam tentang
hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta
dibimbing menjadi manusia Muslim yang seluruh pribadinya dijiwai
ajaran Islam.41

Abuddin Nata sebagaimana dikutip Usmail Thaib menyimpulkan


bahwa Filsafat Pendidikan Islam adalah kajian secara filosofis mengenai
berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang
37
Ahmad D. Marimba,Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Cet. VIII (Bandung, Al-Ma’arif, 1989),
hal.10
38
Lailatuzz Zuhriah, Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017),
hal.16
39
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan
Dakwah, (Yogyakarta: SIPRESS, 1993), hal.74
40
Lailatuzz Zuhriah, Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017),
hal.16
41
Ismail Thaib, Pembelajaran Filsafat Pendidikan Islam, (Mataram: Insan Madani, 2019), hal. 58

17
didasarkan pada al-Qur'an dan al-Hadist sebagai sumber primer, dan
pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber
sekunder.42

Dari beberapa definisi di atas pada dasarnya ada dua wacana


berbeda dalam pendefinisan Filsafat Pendidikan Islam. Di satu sisi filsafat
pendidikan Islam dipahami sebagai filsafat tentang pendidikan Islam.
Namun di sisi yang lain, filsafat pendidikan Islam dipahami sebagai
filsafat pendidikan dalam perspektif Islam. Meskipun terkesan ambigu,
namun pada dasarnya antara keduanya pada intinya sama-sama membahas
tentang filsafat. Jadi, pada dasarnya filsafat pendidikan Islam adalah kajian
filosofis mengenai berbagai masalah pendidikan yang berlandaskan ajaran
Islam. Karena aktifitas utamanya adalah mengkaji secara filosofis, itu
artinya cara kerja untuk mendapatkan pengetahuannya tidak berbeda
dengan filsafat Islam pada umumnya.

Maka di sini ada perbedaan yang sangat jelas antara filsafat


pendidikan pada umumnya dan Filsafat Pendidikan Islam. Kalau filsafat
pendidikan pada umumnya mencoba memahami hakikat manusia dan
pendidikan menurut kacamata dan spekulasi akal murni yang bersifat nisbi,
maka Filsafat Pendidikan Islam mengkaji dan memahami hakikat tersebut
dengan mengacu kepada wahyu sebagai sumber kebenaran mutlak, yang
tidak diragukan kebenarannya.

Dari sini akhirnya dapat disimpulkan bahwa Filsafat Pendidikan


Islam adalah upaya mencari kebenaran, inti atau hakikat dari pendidikan
Islam dengan cara berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan
universal dengan berdasarkan kepada ajaran Islam. Filsafat Pendidikan
Islam adalah filsafat yang mencoba memahami hakikat manusia dari
sudut pandang wahyu.

42
Ismail Thaib, Pembelajaran Filsafat Pendidikan Islam, (Mataram: Insan Madani, 2019), hal.58

18
Dengan demikian, Filsafat Pendidikan Islam secara singkat dapat
dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau
filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat
yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai
dalam pemikiran filsafat pada umumnya. Filsafat Pendidikan Islam juga
merupakan studi tentang penerapan metode dan sistem filsafat Islam
dalam memecahkan problematika pendidikan umat Islam, dan
selanjutkannya memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap
pelaksanaan pendidikan umat Islam.

B. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam

Untuk apa mempelajari Filsafat Pendidikan Islam? Jawaban terhadap


pertanyaan ini merupakan jawaban aksiologis karena aspek aksiologis biasanya
mempertanyakan guna dan fungsi suatu ilmu pengetahuan. Secara umum, Knight
sebagaimana dikutip Ismail Thaib menuturkan empat fungsi atau kegunaan
mempelajari filsafat pendidikan, yaitu: 43

1. membantu para pendidik menjadi paham akan persoalan-persoalan mendasar


pendidikan;
2. memungkinkan para pendidik untuk dapat mengevaluasi secara lebih baik
mengenai tawaran-tawaran yang merupakan solusi bagi persoalan-persoalan
tersebut;
3. membekali para pendidik berpikir klarifikatif tentang tujuan-tujuan hidup dan
tujuan pendidikan;
4. memberi bimbingan dalam mengembangkan suatu sudut pandang yang
konsisten secara internal, dan dalam mengembangkan suatu program
pendidikan yang berhubungan secara realistik dengan konteks dunia global
yang lebih luas.

Nurani Soyomukti menyatakan manfaat mempelajari filsafat adalah: (1)


memahami filsafat yang benar dan dan yang salah; (2) filsafat membuat manusia

43
Ismail Thaib, Pembelajaran Filsafat Pendidikan Islam, (Mataram: Insan Madani, 2019), hal.59

19
mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Filsafat membantu kita berpikir dan
memahami dunia; (3) menggapai kebijakan dan nilai. Karena filsafat menggiring
manusia berpikir mendalam.44

Apa yang dikemukakan di atas, secara implisit juga mencakup ranah dari
Filsafat Pendidikan Islam, namun demikian terdapat beberapa poin yang menjadi
ranah yang menjadi centrum utama dari Filsafat Pendidikan Islam antara lain:

1. melakukan telaah kritis terhadap berbagai konsep dan teori Pendidikan Islam
yang ada untuk menemukan dan menguji kebenaran konsep-konsep dan teori-
teori tersebut;
2. melakukan telaah kritis terhadap realitas empirik penyelelenggaraan
Pendidikan Islam yang ada untuk mengukur dan menguji keberhasilan
penyelenggaraan Pendidikan Islam;
3. telaah kritis terhadap konsep teori dan realitas empirik Pendidikan Islam
tersebut dilakukan dengan menggunakan beragam pendekatan filosofis;
4. membangun kerangka paradigmatik baru Pendidikan Islam yang dapat
ditawarkan sebagai problem solving terhadap beragam persoalan Pendidikan
Islam sehingga penyelenggaraan Pendidikan Islam di kemudian hari akan
lebih berhasil guna dan berdaya guna bagi manusia dan alam semesta. Tugas-
tugas kependidikan seperti yang dielaborasi inilah yang harus dijawab oleh
seluruh elemen intelektual Islam yang concern dengan Pendidikan Islam.45

Pada intinya, Filsafat Pendidikan Islam berfungsi mengarahkan dan


memberikan landasan pemikiran yang sistemik, mendalam, logis, universal, dan
radikal terhadap berbagai persoalan yang dialami Pendidikan Islam. Oleh karena
persoalan-persoalan Pendidikan Islam itu diselesaikan secara filosofis, solusi itu
bersifat komprehensif, tidak parsial. Dalam konteks ini, fungsi Filsafat Pendidikan
Islam dapat diibaratkan sebagai sebuah kompas, yang menjadi penentu arah dan
strategi kemajuan Pendidikan Islam. Filsafat Pendidikan Islam merupakan

44
Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media , 2011), hal.86-87
45
Ismail Thaib, Pembelajaran Filsafat Pendidikan Islam, (Mataram: Insan Madani, 2019), hal.60

20
landasan untuk mengembangkan pengetahuan yang sangat berguna bagi
peradaban suatu masyarakat Islam.

Pertanyaan-pertanyaan tentang hakikat manusia, tentang hidup baik dan


posisi manusia dalam keseluruhan tatanan susunan alam semesta ini, semuanya itu
adalah pertanyaan- pertanyaan yang bersifat filosofis. Kegiatan pendidikan tidak
dapat dilepaskan dari situasi yang menghadapkan kita pada pertanyaan-pertanyaan
yang bersifat filosofis tentang pendidikan. Mengapa metode berfikir filosofis
dibutuhkan dalam dunia pendidikan? Ini merupakan pertanyaan kunci dalam
melakukan kajian terhadap urgensi filsafat pendidikan dalam membangun konsep-
konsep teoretik dan melahirkan praktik-praktik empirik pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan hakiki manusia. Di sinilah urgensi Filsafat Pendidikan Islam.

21
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Filsafat adalah upaya berfikir mendalam, sistematik, radikal, dan universal

untuk mencari kebenaran atau hakikat segala yang ada. Ciri khas berfikir dalam

filsafat adalah sistematik, mendalam, radikal, dan universal. Kebenaran dalam

filsafat dapat diukur melalui kelogisan, tetapi bersifat tentatif atau relatif karena

selalu terbuka untuk penemuan kebenaran yang lebih logis.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk membimbing individu

menuju kedewasaan, menggabungkan pertumbuhan insani dengan warisan sosial,

serta membentuk karakter sesuai dengan nilai-nilai sosial. Pendidikan Islam

adalah upaya yang dilakukan dalam rangka pembentukan masyarakat yang

berlawanan dengan masyarakat jahiliyah. Pendidikan Islam juga melibatkan

pengembangan jasmani dan rohani secara seimbang, dengan dasar pada Al-Qur'an

dan al-Sunnah, dengan tujuan membentuk kepribadian peserta didik sesuai dengan

ajaran Islam.

Filsafat Pendidikan Islam merupakan kajian filosofis mengenai pendidikan

Islam yang memanfaatkan metode dan sistem filsafat Islam. Mempelajari filsafat

pendidikan memiliki manfaat, termasuk memahami persoalan-persoalan mendasar

pendidikan dan pengembangan sudut pandang yang konsisten. Dalam konteks

Filsafat Pendidikan Islam, fokusnya adalah mengkaji konsep-konsep dan teori

Pendidikan Islam serta mengukur keberhasilannya. Tujuannya adalah membangun

22
paradigma baru untuk mengatasi tantangan dalam penyelenggaraan Pendidikan

Islam.

Saran

Untuk mengambil manfaat dari pendekatan filsafat, ada beberapa hal yang

bisa diikuti yaitu senantiasa berusaha mengembangkan kemampuan berfikir kritis

dan analitis, bersikap terbuka terhadap beragam pandangan dan perspektif orang

lain, tidak merasa khawatir untuk mempertanyakan keyakinan dan pemikiran

sendiri, serta selalu mengakui keterbatasan pengetahuan kita dan siap untuk

belajar serta berkembang seiring waktu.

Untuk memanfaatkan pendekatan pendidikan Islam dan filsafat

Pendidikan Islam secara lebih efektif dibutuhkan pemahaman yang baik terhadap

nilai-nilai Islam dan prinsip-prinsip yang menjadi dasar Pendidikan Islam, seperti

yang tercantum dalam Al-Qur'an dan al-Sunnah. Para pendidik juga perlu

menekankan keseimbangan antara pengembangan aspek jasmani dan rohani

dalam pendidikan, serta memastikan bahwa nilai-nilai Islam tercermin dalam

karakter peserta didik.

Memahami dan mengkaji konsep-konsep Pendidikan Islam dengan

pendekatan filosofis dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan metode

pendidikan yang diterapkan. Evaluasi terhadap keberhasilan penyelenggaraan

Pendidikan Islam hendaknya dilakukan secara kontinu dengan

mempertimbangkan perubahan dalam paradigma pendidikan yang lebih sesuai

dengan zaman dan kebutuhan masyarakat. Sehingga para pendidik dapat

23
memaksimalkan manfaat dari pendekatan pendidikan Islam dan filsafat

Pendidikan Islam dalam membentuk generasi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Aceh, Abu Bakar.1982. Sejarah Filsafat Islam, Sala: Ramadhani

al-Attas, Muhammad Naquib.1998. Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung:


Mizan

al-Nahlawi, Abdurrahman.1989. Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam,


Terj. Herry Noer Ali, Bandung: Diponegoro

Anshari, Endang Saifudin.1987. Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu

Bakry, Hasbullah.1971. Sistematik Filsafat, Jakarta: Widjaja, 1971

Bertens, K.1981. Sejarah Filsafat Yunani,Yogyakarta: Kanisius

Daud, Wan Mohd Nor Wan. 1998. The Educational Philosophy and Practice of
Syed Muhammad Naquib Al-Attas: AnExposition of the Original
Concept of Islamization, Kuala Lumpur: ISTAC

Drijarkara, N.1966. Percikan Filsafat, Jakarta: Pembangunan

Gazalba, Sidi Sistematika Filsafat. 1967. Jilid I, Jakarta: Bulan Bintang

Hamdanah.2017. Bungai Rampai Ilmu Pendidikan Islam, Banjarmasin: Pustaka


Buana

Marimba, Ahmad D.1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Al-


Ma’arif

Mulkhan, Abdul Munir.1993. Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat


Pendidikan Islam dan Dakwah, Yogyakarta: SIPRESS

Mustajab.2020. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Pena Salsabila

24
Nasution, Harun.1991. Falsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang

Nata, Abudin.1993 Al-Qur’an dan Hadits: Dirasah Islamiyah I, Jakarta: Rajawali


Pers

Poerwadarminta, J.W.S. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai


Pustaka

Quthb, Muhammad.1984. Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salman Harun, Bandung:


Al-Ma’arif

Ramayulis dan Nizar, Samsul. 2011. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem
Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, Jakarta: Kalam Mulia

Ramayulis.2008. Dasar-Dasar Kependidikan, Padang: The Zaqi Press

Soyomukti, Nurani.2011. Pengantar Filsafat Umum, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Tafsir, Ahmad.2003. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra
Bandung: Remaja Rosdakarya

Thaib, Ismail.2019. Pembelajaran Filsafat Pendidikan Islam, Mataram: Insan


Madani

Titus, Harold H. dkk.1984. Persoalan-Persoalan Filsafat, Terj. H. M. Rasjidi,


Jakarta: Bulan Bintang

Zuhriah, Lailatuzz.2017. Filsafat Pendidikan Islam, Tulungagung: IAIN


Tulungagung Press

25

Anda mungkin juga menyukai