i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiratan Allah SWT, Tuhan seru sekalian
Alam, Maha Kasih dan Sayang, arif dan bijaksana yang senantiasa menyelimuti
hikma-Nya untuk seluruh umat manusia untuk beraktifitas sebagai khalifah fillardi.
Tak lupa pula salawat dan salam kami haturkan kepada junjunga nabi besar
Muhammad SAW yang membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke cahaya
terang benderang hingga saat ini.
Terima kasih saya sampaikan kepada dosen kami, Bapak Dr.
Saefrudrudin, M.Pd. I yang telah memberikan tugas, karena ini semua merupakan
bekal bagi kami dikemudian hari. Akhirnya, segala makna dan hakikat
kesempurnaan hanya milik yang satu, untuk itu saran dan kritikan yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini kedepanya.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu unsur pembangun peradaban bangsa adalah melalui
pendidikan. Sedangkan hasil akhir sebuah pendidikan tergantung pada
tujuan awal pendidikan itu sendiri. Islam dan Barat memiliki pandangan
berbeda mengenai hal tersebut. Paham rasionalisme yang berkembang di
Barat dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan Barat. Ini
jauh berbeda dengan Islam yang memiliki al-Qur’an, Sunnah, dan Ijtihad
para ulama sebagai konsep pendidikannya. Hal inilah yang membedakan
ciri-ciri dari pendidikan yang ada di Barat dengan pendidikan Islam.
Masing-masing peradaban ini memiliki karakter yang berbeda sehingga
produk yang ‘dihasilkan’ pun memiliki ciri-ciri yang berbeda.
Pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia
dan masyarakat bangsa tertentu. Karena itu diperlukan sejumlah landasan
dan asas-asas tertentu dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan.
Beberapa landasan pendidikan yang sangat memegang peranan penting
dalam menentukan tujuan pendidikan adalah landasan filosofis, sosiologis,
dan kultural, Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong
pendidikan untuk menjemput masa depan.
Selain itu, pendidikan merupakan kebutuhan bagi semua manusia,
manusia yang melupakan pendidikan bagaikan orang buta yang berjalan
tanpa tongkat di tangannya. Pendidikan memberikan banyak arti bagi
kehidupan manusia di dalam kehidupannya. Karena itulah manusia
mempelajari filsafat pendidikan, landasan filsafat pendidikan perlu di
kuasai oleh para pendidik, karena pendidikan bersifat normative. Selain itu
, pendidikan tidak hanya di pahami melalui pendekatan ilmiah yang
bersifat parsial dan deskriptif saja, melainkan perlu dipandang secara
holistik, adapun kajian pendidikan secara holistik dapat dilakukan melalui
pendekatan filosofis.
1
Dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa Allah adalah Rabbal‘Alamin
dan Rabbi tersebut artinya pendidik semesta alam serta pendidik bagi
manusia. Dengan demikian menurut Al-Qur’an alam dan manusia
mempunyai sifat tumbuh dan berkembang. Jadi mendidik dan pendidik
pada hakikatnya adalah fungsi Tuhan dan mengapa dalam kenyataan
pendidikan dan mendidik menjadi urusan manusia, dalam pandangan
Filsafat Islam manusia adalah khalifah Allah di alam semesta ini, Khalifah
berarti kuasa atau wakil Allah dimuka bumi.
Pada hakikatnya pendidikan filsafat Islam merupakan suatu proses
yang berlangsung berkesinambungan maka tugas dan fungsi yang perlu di
emban oleh pendidik Islam adalah pendidikan Islam seutuhnya dan
berlangsung sepanjang hayat. Tugas pendidikan Islam adalah
membimbing peserta didik dari tahap ketahap kehidupanya sampai
mencapai ketitik optimal. Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai
keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia (peserta didik) secara
menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, intelektual
diri manusia yang rasional, perasaan dan indra. Dapat disimpulkan secara
keseluruhan pendidikan dalam pendidikan filsafat Islam terletak pada
perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah baik secara pribadi,
komunitas maupun seluruh umat manusia.
B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana ruang lingkup dan bahasan filsafat pendidikan Islam?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
1. Ruang Lingkup Filsafat
1
Hidayat, Rahmat & Nasution, H.S. (2016) Filsafat Pendidikan Islam Membangun Konsep Dasar
Pendidikan Islam. Medan :LPPPI Hal.4
2
Nata, Filsafat Pendidikan, h. 15
3
Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral Pendidikan yang merupakan
tujuan pendidikan.3
a. Ontologi
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti
sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi dapat diartikan
3
Jalaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan pemikirannya,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), h. 17.
4
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 45-48
4
sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada.5Dalam konsep filsafat
ilmu Islam, segala sesuatu yang ada ini meliputi yang nampak dan yang tidak
nampak (metafisis). Filsafat pendidikan Islam bertitik tolak pada konsep the
creature of God, yaitu manusia dan alam. Sebagai pencipta, maka Tuhan telah
mengatur dialam ciptaan-Nya. Pendidikan telah berpijak dari human sebagai dasar
perkembangan dalam pendidikan. Ini berarti bahwa seluruh proses hidup dan
kehidupan manusia itu adalah transformasi pendidikan
Sehingga yang menjadi dasar kajian atau dalam istilah lain sebagai objek
kajian (ontologi) filsafat pendidikan Islam seperti yang termuat di dalam wahyu
adalah mengenai pencipta (khalik), ciptaan-Nya (makhluk), hubungan antar
ciptaan-Nya, dan utusan yang menyampaikan risalah pencipta (rasul).
Dalam hal ini al-Syaibany mengemukakan bahwa prinsip-prinsip yang
menjadi dasar pandangan tentang alam raya meliputi dasar pemikiran:
1. Pendidikan dan tingkah laku manusia serta akhlaknya selain dipengaruhi
oleh lingkungan sosial dipengaruhi pula oleh lingkungan fisik
(bendabenda alam);
2. Lingkungan dan yang termasuk dalam alam raya adalah segala yang
diciptakan oleh Allah swt baik makhluk hidup maupun benda-benda
alam;
3. Setiap wujud (keberadaan) memiliki dua aspek, yaitu materi dan roh.
Dasar pemikiran ini mengarahkan falsafah pendidikan Islam menyusun
konsep alam nyata dan alam ghaib, alam materi dan alam ruh, alam dunia
dan alam akhirat;
4. Alam senantiasa menngalami perubahan menurut ketentuan aturan
pencipta;
5. Alam merupakan sarana yang disediakan bagi manusia untuk
meningkatkan kemampuan dirinya.6
5
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epitemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 69
6
Ahmad Syari’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), hlm. 123
5
b. Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos
yang berarti ilmu. Jadi epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang
pengetahuan dan cara memperolehnya. Epistemologi disebut juga teori
pengetahuan, yakni cabang filsafat yang membicarakan tentang cara
memperoleh pengetahuan, hakikat pengetahuan dan sumber pengetahuan.
Dengan kata lain, epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang menyoroti
atau membahas tentang tata cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan
keilmuan. Tata cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan
adalah dengan metode non-ilmiah, metode ilmiah, dan metode problem solving
Pengetahuan yang diperoleh dengan metode non-ilmiah adalah pengetahuan
yang diperoleh dengan cara penemuan secara kebetulan; untung-untungan (trial
and error); akal sehat (common sense); prasangka; otoritas (kewibawaan); dan
pengalaman biasa.
Metode ilmiah adalah cara memperoleh pengetahuan melalui pendekatan
deduktif dan induktif. Sedangkan metode problem solving adalah memecahkan
masalah dengan cara mengidentifikasi permasalahan, merumuskan hipotesis;
mengumpulkan data; mengorganisasikan dan menganalisis data; menyimpulkan
dan conclusion; melakukan verifikasi, yakni pengujian hipotesis. Tujuan
utamanya adalah untuk menemukan teoriteori, prinsip-prinsip, generalisasi dan
hukum-hukum. Temuan itu dapat dipakai sebagai basis, bingkai atau kerangka
pemikiran untuk menerangkan, mendeskripsikan, mengontrol, mengantisipasi
atau meramalkan sesuatu kejadian secara tepat.7
c. Aksiologi
7
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu,hlm.74-75
8
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu, hlm. 79
6
Dalam bahasan lain, tujuan keilmuan dan pendidikan Islam yang berusaha
untuk mencapai kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat ini sesuai dengan
Maqasid al-Syariah yakni tujuan Allah SWT dan Rasul-Nya dalam merumuskan
hukum Islam. Sementara menurut Wahbah al Zuhaili, Maqasid Al Syariah
berarti nilai-nilai dan sasaran syara' yang tersirat dalam segenap atau bagian
terbesar dari hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan sasaran-sasaran itu dipandang
sebagai tujuan dan rahasia syariah, yang ditetapkan oleh al-Syari' dalam setiap
ketentuan hukum. Menurut Syathibi tujuan akhir hukum tersebut adalah satu,
yaitu mashlahah atau kebaikan dan kesejahteraan umat manusia.9
Kemudian Muzayyin Arifin memberikan definisi aksiologi sebagai suatu
pemikiran tentang masalah nilai- nilai termasuk nilai tinggi dari Tuhan,misalnya
nilai moral, nilai agama, dan nilai keindahan (estetika).10 Jika aksiologi ini
dinilai dari sisi ilmuwan, maka aksiologi dapat diartikan sebagai telaah tentang
nilai - nilai yang dipegang ilmuwan dalam memilih dan menentukan prioritas
bidang penelitian ilmu pengetahuan serta penerapan dan pemanfaatannya.
9
http://maqasid-syariah.blogspot.com/2009/01/ maqasid-al-syariah.ht ml diunduh pada
Jum’at 28 Desember 2012 / 05:29
10
Ilyas Supena, Desain Ilmu -ilmu Keislaman: dalam Pemikiran Hermeneutika Fazlur
Rahman, (Semarang: Walisongo Press, 2008), hlm. 151
11
olly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994),
7
2. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan
Pemikiran kefilsafatan pendidikan, maka perlu diikuti pola dan
pemikirankefilsafatan pada umumnya. Adapun pola dan sistem
pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
a. Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara
berfikirnya bersifat logis dan rasional tentang hakikat permasalahanyang
dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara sistematis,artinya satu
bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.
b. Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal,artinya
menyangkut persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.
c. Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-
persoalan yang dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan
mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang
ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik pada masa
sekarang maupun masa mendatang.
d. Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya
pemikiran-pemikiran yang tidak didasari dengan pembuktian-
pembuktian empiris atau eksperimental (seperti dalam ilmu alam), akan
tetapi mengandung nilai-nilai obyektif. Nilai obyektif oleh
permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek
yang dipikirkannya.12
12
Ali Saifullah, Antara Filsafat dan Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,
1997), h. 27
8
kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan
sebagainya.
b. Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam
semesta, dari mana dan ke arah mana proses kejadiannya. Pemikiran
ontologis akhirnya akan menentukan suatu kekuatan yang
menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat
(monisme) ataukah dua zat (dualisme) atau banyak zapluralisme).
Dan apakah kekuatan penciptaan alam semesta ini bersifat
kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.
9
Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau Filsafat Pendidikan Islam harus
menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan
pembahasannya.
13
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005),
Cet. II, h.31
14
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005),
Cet. II, h.31
15
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1997), h. 16.
10
Omar Mohammad al- Toumy al-Syaibani misalnya mengemukakan tiga
fungsi dari mempelajari filsafat pendidikan Islam, antaralain:
16
Ibid. Hlm. 2
11
mengorientasikan filsafat pendidikan pada upaya mendukung tercapainya
tujuan pendidikan. Hal ini tidak terlalu salah, mengingat bahwa dari seluruh
kegiatan dan aspek pendidikan yang ada, pada akhirnya memang diarahkan
untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Jadi seseorang boleh saja
mengorbankan atau merubah cara, tetapi tidak boleh begitu saja merubah
atau mengorbankan tujuan pendidikan.
Selanjutnya Muzayyin Arifin yang pendapatnya banyak dikutip dalam
pembahasan bab ini mengatakan, bila dilihat dari fungsinya, maka filsafat
pendidikan Islam merupan pemikiran mendasar yang melandasi dan
mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan Islam.
Oleh karena itu filsafat itu juga memberikan gambaran tentang sampai
dimana proses tersebut dapat direncanakan dan dalam ruang lingkup serta
dimensi bagaimana proses tersebut dilaksanakan selain itu dia juga
mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam juga bertugas melakukan kritik-
kritik tentang metode-metode yang digunakan dalam proses pendidikan
Islam itu serta sekaligus memberikan pengarahan mendasar tentang
bagaimana metode tersebut harus didaya gunakan atau diciptakan agar efektif
untuk mencapai tujuan.
12
untuk memahami prinsip-prinsip dasar pendidikan dalam Islam. Ini
mencakup konsep-konsep seperti tujuan pendidikan, metode pengajaran,
dan peran pendidik dalam pembentukan karakter individu Muslim.
2. Filsafat Pendidikan Islam membantu mengarahkan visi pendidikan dalam
masyarakat Muslim. Ini membantu dalam merumuskan tujuan-tujuan
pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti pengembangan
akhlak yang baik, pengetahuan agama, dan keterampilan praktis.
3. Filsafat Pendidikan Islam menegaskan pentingnya etika dalam proses
pendidikan. Etika, moralitas, dan nilai-nilai Islam menjadi bagian integral
dari pendidikan, dan filsafat ini membantu dalam memahami bagaimana
etika ini harus diterapkan dalam konteks pendidikan.
4. Filsafat Pendidikan Islam berperan dalam pengembangan kurikulum
pendidikan Islam. Ini membantu dalam menentukan materi pelajaran,
metode pengajaran, dan pendekatan pendidikan yang sesuai dengan nilai-
nilai dan prinsip-prinsip Islam.
5. Salah satu fungsi utama Filsafat Pendidikan Islam adalah membantu dalam
membentuk karakter individu Muslim. Ini mencakup pengembangan sifat-
sifat seperti kesabaran, kejujuran, kerendahan hati, dan kasih sayang.
6. Filsafat Pendidikan Islam memberikan panduan dalam pengambilan
keputusan terkait dengan pendidikan, baik dalam hal pendidikan formal
maupun informal. Ini membantu dalam memahami bagaimana
memprioritaskan pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.
7. Filsafat Pendidikan Islam juga berperan dalam menghadapi tantangan
kontemporer. Ini membantu masyarakat Muslim untuk mengintegrasikan
nilai-nilai Islam dengan konteks modern, termasuk teknologi, globalisasi,
dan perubahan sosial lainnya.
8. Filsafat Pendidikan Islam mengingatkan bahwa pendidikan bukan hanya
tentang kesuksesan dunia, tetapi juga persiapan untuk akhirat. Ini
menghubungkan pendidikan dengan tujuan akhir dalam ajaran Islam.
9. Filsafat Pendidikan Islam memberikan basis kritikal yang memungkinkan
masyarakat Muslim untuk mengevaluasi berbagai pendekatan pendidikan
dan reformasi yang mungkin diperlukan untuk meningkatkan kualitas
13
pendidikan dalam komunitas mereka.
14
bisa berupa apa saja, misalnya makna hidup, mati, kebenaran, keadilan,
dan lain sebagainya.
3. Menurut M. Noor Syam, spekulasi adalah perenungan dengan pikiran
yang tenang, kritik dan reflektif thinking (pikiran murni), cenderung
menganalisa, menghubungkan antar masalah, berulang-ulang sampai
mantap.
b. Pendekatan Normatif
15
waktunya sendiri. Dalam system pwmiliran filsafat, pengulangan sejarah
(peristiwa sejarah) yang sesungguhnya tidak mungkin terjadi. Peristiwa
sejarah berguna untuk memberikan petunjuk dalam membina masa depan.
e. Pendekatan Ilmiah
f. Pendekatan Komprehensif
16
metode tersebut. Apalagi mencukupkan sumber analisa hanya pada Plato
dan Aritoteles-isme, padahal sefaham dengan para filosof Muslim (al-
Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dan yang sealiran dengannya). Kuat
kemungkinannya ia terperangkap oleh missi dan strategi Barat yang
mensupremasi dalam segala bidang. Tentang metode pengembangan
filsafat pendidikan Islam paling tidak bersumber pada 4 hal, yakni:
17
https://nurwahidabdulloh.wordpress.com/pengetahuan/filsafat/filsafat-pendidikan-islam/
17
D. ETIKA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Istilah etika (Ethict, dalam bahasa Inggris, atau ethica, dalam bahasa
latin) secara etimologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu Ethos dalam
bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang
rumput; kendang habitat; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap,
cara berfikir .dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan.
Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah
“etika”. Dalam istilah latin Ethos atau Ethikos selalu disebut dengan mos
sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering
diistilahkan dengan perkataan moral.
Perkataan etika dalam pemakaian dipandang yang lebih luas dari
perkataan moral, karena terkadang istilah moral sering dipergunakan
hanya untuk menerapkan sikap lahiriah seseorang yang biasa dinilai dari
wujud tingkah laku atau perbuatannya saja. Sedangkan etika dipandang
selain menunjukkan sikap lahiriah seseorang juga meliputi kaidah-kaidah
dan motif-motif perbuatan seseorang itu.18
Dalam ensiklopedia Pendidikan dijelaskan bahwa etika adalah filsafat
tentang nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk, kecuali etika
mempelajari nilai-nilai itu sendiri. Sedangkan di dalam kamus istilah
Pendidikan Umum diungkapkan bahwa etika adalah bagian dari filsafat
yang mengajarkan keseluruhan budi (baik dan buruk).19
Etika yang menjunjung tinggi tegaknya nilai-nilai kemanusiaan,
kejujuran dan keadilan, sehingga menjadi sumber pijakan berperilaku
yang benar. Etika (akhlak) berujung pada masalah perilaku tersebut, maka
ketika ia melakukan sesuatu aktivitas dalam kehidupannya akan
menunjukkan sikap sebagai cermin etika yang diberlakukannya.
Menurut Imam Ghazali, akhlak (etika) adalah keadaan yang bersifat
batin di mana dari sana lahir perbuatan dengan tanpa berfikir dan tanpa
18
Suhrawadi K. Lubis. Op cit. Hlm 1.
19
Ibid. Hlm. 2
18
dihitung resikonya (al khuluqu haitun rasikhotun tashduru’antha al afal bi
suhulatin wa yusrin min ghoiri hajatin fikrin wa ruwaiyyatin).20
Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu yang berbicara tentang baik dan
buruk dari suatu perbuatan. Ketika berbicara tentang nilai baik buruk maka
munculah persoalan tentang konsep baik buruk. Etika juga berbicara
tentang baik buruk, tetapi konsep baik buruk dalam etika bersumber
kepada kebudayaan, sementara konsep baik buruk dalam ilmu akhlak
bertumpu pada konsep wahyu, meskipun akal juga mempunyai kontribusi
dalam menentukannya.
Dari segi ini maka dalam etika dikenal ada etika barat, etika timur
dan sebagainya, sementara al akhlaq al kaqimah tidak mengenai konsep
regional, meskipun hal ini menimbulkan perbedaan pendapat, karena
etika pun diartikan sebagai norma-norma kepantasan (etiket), yakni apa
dalam Bahasa Arab disebut atau karma.Tujuan etika dalam pandangan
filsafat adalah “idealitas” yang sama bagi seluruh manusia di setiap waktu
dan tempat dan dalam usaha mencapai tujuannya ini, etika mengalami
kesukaran-kesukaran, oleh karena fisik dan anggapan orang terhadap
perbuatan itu baik atau buruk adalah sangat relatif sekali, karena setiap
orang atau golongan mempunyai konsepsi sendiri-sendiri. Selain itu etika
menentukan ukuran tingkah laku yang baik dan yang buruk sejauh yang
dapat diketahui oleh akal manusia. Pola hidup yang diajarkan Islam
bahwa seluruh kegiatan peribadatan, hidup, dan mati adalah semata-mata
dipersembahkan kepada Allah, maka tujuan terakhir dari segala tingkah
laku manusia menurut pandangan etika Islam adalah keridhaan Allah.
Dalam Pandangan Filsuf Islam tentang Etika, Al-Farabi adalah
penerus tradisi intelektual al-Kindi, tapi dengan kompetensi, kreativitas,
kebebasan berpikir dan tingkat sofistikasi yang lebih tinggi lagi. Jika al-
Kindi dipandang sebagai seorang filosof Muslim dalam arti kata yang
sebenarnya, Al-Farabi disepakati sebagai peletak sesungguhnya dasar
piramida studi falsafah dalam Islam yang sejak itu terus dibangun dengan
tekun Ia termasyhur karena telah memperkenalkan doktrin “Harmonisasi
20
Abdul Wahid & Moh. Muhibbind, Op.cit., Hlm. 31.
19
pendapat Plato dan Aristoteles”.21
21
Sainuddin, Ibnu Hajar, and Ismail Suardi Wekke. "Syekh Yusuf Al-Makassari: Pandangan Etika
dan Filsafat." (2020), hlm. 1. & Mustari, Belajar Etika Kepada Syekh Yusuf Al-
Makassari,(2020).hlm.145
22
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya ( Jakarta : Rajawali )
20
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
21
DAFTAR PUSTAKA
Al Rasyidin, (ed). Pendidikan dan Psikologi Islami, Bandung: Cita Pustaka, 200
Hidayat, Rahmat & Nasution, H.S. (2016) Filsafat Pendidikan Islam
Membangun KonsepDasar Pendidikan Islam. Medan: LPPPI
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2005
Nata, Abuddin, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, RajaGragindo,
Jakarta, 2013 Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islami, Remaja Rosda
Karya, Bandung, 2013 Tafsir, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islami,
Remaja Rosda Karya, Bandung, 2014 Tafsir, Ahmad, Filsafat Ilmu,
Remaja Rosda Karya, bandung, 2013
Arifin, HM, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 2000
Rahmat Hidayat.2016. Manajemen Pendidikan Islam. Medan: LPPPI
Sainuddin, Ibnu Hajar, and Ismail Suardi Wekke. "Syekh Yusuf Al-Makassari:
Pandangan
Etika dan Filsafat." (2020).
Taufik, M. (2016). Etika dalam Perspektif Filsafat Islam. Etika: Teori, Praktik,
dan
Perspektif, edited by Zuhri, 35-64.
Dewantara, Agustinus. "Filsafat Moral (Pergumulan Etis Keseharian Hidup
Manusia)." (2017). Bertens, K. (1993). Etika K. Bertens (Vol. 21). Gramedia
Pustaka Utama.
Sainuddin, Ibnu Hajar, Muhammad Arsyam, and Ismail Suardi Wekke.
“Syekh YusufAl- Makassari; Pengembangan Masyarakat
22