Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN


ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada


Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pembimbing : Dr. Saefrudrudin, M.Pd. I

Disusun Oleh Kelompok 2 :


Ketua : Dede Ruslan Efendi ( 2281131365 )
Anggota : Moh Khamdan ( 2281131367 )
Lediana ( 2281131360 )
Sipa Vaujiah ( 2281131390 )
Eni Lailatul Hidayah ( 2281131300 )
Luthfie Chalimatus Sa’diyyah ( 2281131400 )

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN JURUSAN PAI


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadiratan Allah SWT, Tuhan seru sekalian
Alam, Maha Kasih dan Sayang, arif dan bijaksana yang senantiasa menyelimuti
hikma-Nya untuk seluruh umat manusia untuk beraktifitas sebagai khalifah fillardi.
Tak lupa pula salawat dan salam kami haturkan kepada junjunga nabi besar
Muhammad SAW yang membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke cahaya
terang benderang hingga saat ini.
Terima kasih saya sampaikan kepada dosen kami, Bapak Dr.
Saefrudrudin, M.Pd. I yang telah memberikan tugas, karena ini semua merupakan
bekal bagi kami dikemudian hari. Akhirnya, segala makna dan hakikat
kesempurnaan hanya milik yang satu, untuk itu saran dan kritikan yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini kedepanya.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam ..................................... 3
B. Fungsi Filsafat Pendidikan Islam ................................................... 10
C. Metode Filsafat Pendidikan Islam ................................................... 14
D. Etika Dalam Filsafat Pendidika....................................................... 18
BAB III PENUTUP ............................................................................................... 21
A. Kesimpulan ............................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu unsur pembangun peradaban bangsa adalah melalui
pendidikan. Sedangkan hasil akhir sebuah pendidikan tergantung pada
tujuan awal pendidikan itu sendiri. Islam dan Barat memiliki pandangan
berbeda mengenai hal tersebut. Paham rasionalisme yang berkembang di
Barat dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan Barat. Ini
jauh berbeda dengan Islam yang memiliki al-Qur’an, Sunnah, dan Ijtihad
para ulama sebagai konsep pendidikannya. Hal inilah yang membedakan
ciri-ciri dari pendidikan yang ada di Barat dengan pendidikan Islam.
Masing-masing peradaban ini memiliki karakter yang berbeda sehingga
produk yang ‘dihasilkan’ pun memiliki ciri-ciri yang berbeda.
Pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia
dan masyarakat bangsa tertentu. Karena itu diperlukan sejumlah landasan
dan asas-asas tertentu dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan.
Beberapa landasan pendidikan yang sangat memegang peranan penting
dalam menentukan tujuan pendidikan adalah landasan filosofis, sosiologis,
dan kultural, Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong
pendidikan untuk menjemput masa depan.
Selain itu, pendidikan merupakan kebutuhan bagi semua manusia,
manusia yang melupakan pendidikan bagaikan orang buta yang berjalan
tanpa tongkat di tangannya. Pendidikan memberikan banyak arti bagi
kehidupan manusia di dalam kehidupannya. Karena itulah manusia
mempelajari filsafat pendidikan, landasan filsafat pendidikan perlu di
kuasai oleh para pendidik, karena pendidikan bersifat normative. Selain itu
, pendidikan tidak hanya di pahami melalui pendekatan ilmiah yang
bersifat parsial dan deskriptif saja, melainkan perlu dipandang secara
holistik, adapun kajian pendidikan secara holistik dapat dilakukan melalui
pendekatan filosofis.

1
Dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa Allah adalah Rabbal‘Alamin
dan Rabbi tersebut artinya pendidik semesta alam serta pendidik bagi
manusia. Dengan demikian menurut Al-Qur’an alam dan manusia
mempunyai sifat tumbuh dan berkembang. Jadi mendidik dan pendidik
pada hakikatnya adalah fungsi Tuhan dan mengapa dalam kenyataan
pendidikan dan mendidik menjadi urusan manusia, dalam pandangan
Filsafat Islam manusia adalah khalifah Allah di alam semesta ini, Khalifah
berarti kuasa atau wakil Allah dimuka bumi.
Pada hakikatnya pendidikan filsafat Islam merupakan suatu proses
yang berlangsung berkesinambungan maka tugas dan fungsi yang perlu di
emban oleh pendidik Islam adalah pendidikan Islam seutuhnya dan
berlangsung sepanjang hayat. Tugas pendidikan Islam adalah
membimbing peserta didik dari tahap ketahap kehidupanya sampai
mencapai ketitik optimal. Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai
keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia (peserta didik) secara
menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, intelektual
diri manusia yang rasional, perasaan dan indra. Dapat disimpulkan secara
keseluruhan pendidikan dalam pendidikan filsafat Islam terletak pada
perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah baik secara pribadi,
komunitas maupun seluruh umat manusia.

B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana ruang lingkup dan bahasan filsafat pendidikan Islam?

B. Bagaimana Fungsi filsafat Pendidikan islam?

C. Apakah Metode dari filsafat pendidikan?

D. Bagaimana Etika Dalam Filsafat Pendidikan?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
1. Ruang Lingkup Filsafat

Dalam hubungan dengan ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam ini,


Muzayyin Arifin dalam Abudin Nata mengatakan bahwa ruang lingkup
pemikirannya bukanlah mengenai hal- hal yang bersifat teknis operasional
pendidikan, melainkan segala hal yang mendasari serta mewarnai corak sistem
pemikiran yang disebut filsafat itu. 1
Dengan demikian, secara umum ruang lingkup pembahasan filsafat
pendidikan Islam ini adalah pemikiran yang serba mendalam, mendasar,
sistematis, terpadu, logis, menyeluruh dan universal mengenai konsep- konsep
tersebut mulai dari perumusan tujuan pendidikan, kurikulum, guru, metode,
lingkungan, dan seterusnya.2
Selanjutnya Jalaludin dan Usman Said menjelaskan bahwa secara makro,
apa yang menjadi objek filsafat yaitu ruang lingkup yang menjangkau
permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan manusia merupakan objek
pemikiran filsafat pendidikan. Secara mikro yang menjadi objek pemikiran atau
ruang lingkup filsafat pendidikan sebagai berikut :
 Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan;
 Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan;
 Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan,
agama dan kebudayaaan;
 Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori
pendidikan;
 Merumuskan hubungan antara filsafat Negara, filsafat pendidikan, dan
politik pendidikan;

1
Hidayat, Rahmat & Nasution, H.S. (2016) Filsafat Pendidikan Islam Membangun Konsep Dasar
Pendidikan Islam. Medan :LPPPI Hal.4
2
Nata, Filsafat Pendidikan, h. 15

3
 Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral Pendidikan yang merupakan
tujuan pendidikan.3

Pembahasan tantang ruang lingkup filsafat pendidikan Islam sebenarnya


merupakan pengkajian dari aspek ontologis filsafat pendidikan Islam. Setiap ilmu
pengetahuan memiliki objek tertentu yang akan dijadikan sasaran penyelidikan
(objek material) dan yang akan dipandang (objek formal). Perbedaan suatu ilmu
pengetahuan dengan ilmu lainnya terletak pada sudut pandang (objek formal) yang
digunakannya. Objek material filsafat pendidikan Islam sama dengan filsafat
pendidikan pada umumnya, yaitu segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu yang ada
ini mencakup “ada yang tampak” dan “ada yang tidak tampak”. Ada yang tampak
adalah dunia empiris, dan ada yang tidak tampak adalah alam metafisis. Adapun
objek formal filsafat pendidikan Islam adalah sudut pandang yang menyeluruh,
radikal, dan objektif tentang pendidikan Islam untuk dapat diketahui hakikatnya.
Secara makro, yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan Islam adalah
yang tercakup dalam objek material filsafat, yaitu mencari keterangan secara
radikal mengenai Tuhan, manusia, dan alam yang tidak bisa dijangkau oleh
pengetahuan biasa. Sebagaimana filsafat, filsafat pendidikan Islam juga mengkaji
ketiga objek ini berdasarkan ketiga cabangnya: ontologi, epistemologi, dan
aksiologi.
Secara mikro objek kajian filsafat pendidikan Islam adalah hal-hal yang
merupakan faktor atau komponen dalam proses pelaksanaan pendidikan. Faktor
atau komponen pendidikan ini ada lima, yaitu tujuan pendidikan, pendidik, peserta
didik, alat pendidikan (kurikulum, metode, dan evaluasi pendidikan), dan
lingkungan pendidikan.4 Untuk lebih memfokuskan pembahasan filsafat
pendidikan Islam yang sesuai dengan fokus penelitian ini, maka cukup disajikan
ruang lingkup pembahasan filsafat pendidikan Islam secara makro.
Untuk lebih memfokuskan pembahasan filsafat pendidikan Islam yang
sesuai dengan fokus penelitian ini, maka cukup disajikan ruang lingkup
pembahasan filsafat pendidikan Islam secara makro.

a. Ontologi

Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti
sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi dapat diartikan

3
Jalaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan pemikirannya,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), h. 17.
4
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 45-48

4
sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada.5Dalam konsep filsafat
ilmu Islam, segala sesuatu yang ada ini meliputi yang nampak dan yang tidak
nampak (metafisis). Filsafat pendidikan Islam bertitik tolak pada konsep the
creature of God, yaitu manusia dan alam. Sebagai pencipta, maka Tuhan telah
mengatur dialam ciptaan-Nya. Pendidikan telah berpijak dari human sebagai dasar
perkembangan dalam pendidikan. Ini berarti bahwa seluruh proses hidup dan
kehidupan manusia itu adalah transformasi pendidikan
Sehingga yang menjadi dasar kajian atau dalam istilah lain sebagai objek
kajian (ontologi) filsafat pendidikan Islam seperti yang termuat di dalam wahyu
adalah mengenai pencipta (khalik), ciptaan-Nya (makhluk), hubungan antar
ciptaan-Nya, dan utusan yang menyampaikan risalah pencipta (rasul).
Dalam hal ini al-Syaibany mengemukakan bahwa prinsip-prinsip yang
menjadi dasar pandangan tentang alam raya meliputi dasar pemikiran:
1. Pendidikan dan tingkah laku manusia serta akhlaknya selain dipengaruhi
oleh lingkungan sosial dipengaruhi pula oleh lingkungan fisik
(bendabenda alam);
2. Lingkungan dan yang termasuk dalam alam raya adalah segala yang
diciptakan oleh Allah swt baik makhluk hidup maupun benda-benda
alam;
3. Setiap wujud (keberadaan) memiliki dua aspek, yaitu materi dan roh.
Dasar pemikiran ini mengarahkan falsafah pendidikan Islam menyusun
konsep alam nyata dan alam ghaib, alam materi dan alam ruh, alam dunia
dan alam akhirat;
4. Alam senantiasa menngalami perubahan menurut ketentuan aturan
pencipta;
5. Alam merupakan sarana yang disediakan bagi manusia untuk
meningkatkan kemampuan dirinya.6

5
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epitemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 69
6
Ahmad Syari’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), hlm. 123

5
b. Epistemologi

Epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos
yang berarti ilmu. Jadi epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang
pengetahuan dan cara memperolehnya. Epistemologi disebut juga teori
pengetahuan, yakni cabang filsafat yang membicarakan tentang cara
memperoleh pengetahuan, hakikat pengetahuan dan sumber pengetahuan.
Dengan kata lain, epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang menyoroti
atau membahas tentang tata cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan
keilmuan. Tata cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan
adalah dengan metode non-ilmiah, metode ilmiah, dan metode problem solving
Pengetahuan yang diperoleh dengan metode non-ilmiah adalah pengetahuan
yang diperoleh dengan cara penemuan secara kebetulan; untung-untungan (trial
and error); akal sehat (common sense); prasangka; otoritas (kewibawaan); dan
pengalaman biasa.
Metode ilmiah adalah cara memperoleh pengetahuan melalui pendekatan
deduktif dan induktif. Sedangkan metode problem solving adalah memecahkan
masalah dengan cara mengidentifikasi permasalahan, merumuskan hipotesis;
mengumpulkan data; mengorganisasikan dan menganalisis data; menyimpulkan
dan conclusion; melakukan verifikasi, yakni pengujian hipotesis. Tujuan
utamanya adalah untuk menemukan teoriteori, prinsip-prinsip, generalisasi dan
hukum-hukum. Temuan itu dapat dipakai sebagai basis, bingkai atau kerangka
pemikiran untuk menerangkan, mendeskripsikan, mengontrol, mengantisipasi
atau meramalkan sesuatu kejadian secara tepat.7

c. Aksiologi

Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu


tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia berikut manfaatnya bagi
kehidupan manusia. Dengan kata lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu
terhadap pengembangan ilmu itu dalam meningkatkan kualitas hidup manusia.8

7
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu,hlm.74-75
8
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu, hlm. 79

6
Dalam bahasan lain, tujuan keilmuan dan pendidikan Islam yang berusaha
untuk mencapai kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat ini sesuai dengan
Maqasid al-Syariah yakni tujuan Allah SWT dan Rasul-Nya dalam merumuskan
hukum Islam. Sementara menurut Wahbah al Zuhaili, Maqasid Al Syariah
berarti nilai-nilai dan sasaran syara' yang tersirat dalam segenap atau bagian
terbesar dari hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan sasaran-sasaran itu dipandang
sebagai tujuan dan rahasia syariah, yang ditetapkan oleh al-Syari' dalam setiap
ketentuan hukum. Menurut Syathibi tujuan akhir hukum tersebut adalah satu,
yaitu mashlahah atau kebaikan dan kesejahteraan umat manusia.9
Kemudian Muzayyin Arifin memberikan definisi aksiologi sebagai suatu
pemikiran tentang masalah nilai- nilai termasuk nilai tinggi dari Tuhan,misalnya
nilai moral, nilai agama, dan nilai keindahan (estetika).10 Jika aksiologi ini
dinilai dari sisi ilmuwan, maka aksiologi dapat diartikan sebagai telaah tentang
nilai - nilai yang dipegang ilmuwan dalam memilih dan menentukan prioritas
bidang penelitian ilmu pengetahuan serta penerapan dan pemanfaatannya.

Dengan demikian ruang lingkup filsafat pendidikan Islam adalah masalah-


masalah yang terdapat dalam kegiatan Pendidikan Islam, seperti msalah tujuan
pendidikan Islam, masalah guru, kurikulum, metode dan lingkungan. Secara
umum ruang lingkup pembahasan filsafat pendidikan Islam ini adalah pemikiran
yang serba mendalam, mendasar, sistematis, terpadu, menyeluruh, dan universal
mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan pendidikan atas dasar ajaran
Islam.11

9
http://maqasid-syariah.blogspot.com/2009/01/ maqasid-al-syariah.ht ml diunduh pada
Jum’at 28 Desember 2012 / 05:29
10
Ilyas Supena, Desain Ilmu -ilmu Keislaman: dalam Pemikiran Hermeneutika Fazlur
Rahman, (Semarang: Walisongo Press, 2008), hlm. 151
11
olly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994),

7
2. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan
Pemikiran kefilsafatan pendidikan, maka perlu diikuti pola dan
pemikirankefilsafatan pada umumnya. Adapun pola dan sistem
pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
a. Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara
berfikirnya bersifat logis dan rasional tentang hakikat permasalahanyang
dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara sistematis,artinya satu
bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.
b. Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal,artinya
menyangkut persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.
c. Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-
persoalan yang dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan
mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang
ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik pada masa
sekarang maupun masa mendatang.
d. Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya
pemikiran-pemikiran yang tidak didasari dengan pembuktian-
pembuktian empiris atau eksperimental (seperti dalam ilmu alam), akan
tetapi mengandung nilai-nilai obyektif. Nilai obyektif oleh
permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek
yang dipikirkannya.12

Pola dan sistem berpikir filosofis yang demikian dilaksanakan dalam


ruang lingkup yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut:
a. Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yangber-
hubungan dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup
manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, serta proses kejadian

12
Ali Saifullah, Antara Filsafat dan Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,
1997), h. 27

8
kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan
sebagainya.
b. Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam
semesta, dari mana dan ke arah mana proses kejadiannya. Pemikiran
ontologis akhirnya akan menentukan suatu kekuatan yang
menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat
(monisme) ataukah dua zat (dualisme) atau banyak zapluralisme).
Dan apakah kekuatan penciptaan alam semesta ini bersifat
kebendaan, maka paham ini disebut materialisme.

Secara makro apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu


dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan
manusia, alam semesta dan sekitarnya, adalah juga obyek pemikiran
filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro yang menjadi obyek filsafat
pendidikan meliputi:
1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan.
2. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek
pendidikan.
3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat
pendidikan, agama dan kebudayaan.
4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori
pendidikan.
5. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat
pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan).Merumuskan
sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan
pendidikan .

3. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa


Filsafat Pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplinlmu. Hal ini
dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang
menginformasikan hasil penelitian tentang Filsafat Pendidikan Islam.

9
Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau Filsafat Pendidikan Islam harus
menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan
pembahasannya.

Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari Filsafat


Pendidikan
Islam berarti memasuki area pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan
menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak hanya
dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut
kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan.13

Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup Filsafat


Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan
pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru,
kurikulum,metode, dan lingkungan.
Secara makro, yang menjadi ruang lingkup Filsafat Pendidikan Islam
adalah objek formal itu sendiri, yaitu mencari keterangan secara radikal
mengenai Tuhan, manusia dan alam yang tidak dapat dijangkau oleh
pengetahuan biasa.14
Secara mikro, objek kajian Filsafat Pendidikan Islam adalah
pemikiran yang serba mendalam, mendasar, sistematis, terpadu, logis,
menyeluruhdan universal mengenai konsep-konsep pendidikan yang
didasarkan pada ajaran Islam. Konsep-konsep tersebut mencakup lima faktor
atau komponen pendidikan, yaitu: tujuan pendidikan Islam, pendidik, anak
didik, alat pendidikan, (kurikulum, metode, dan penilaian/evaluasi
pendidikan), dan lingkungan pendidikan.15

B. FUNGSI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Semestinya, bahwa setiap ilmu mempunyai kegunaan, menurut

13
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005),
Cet. II, h.31
14
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005),
Cet. II, h.31
15
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1997), h. 16.

10
Omar Mohammad al- Toumy al-Syaibani misalnya mengemukakan tiga
fungsi dari mempelajari filsafat pendidikan Islam, antaralain:

 Filsafat pendidikan itu dapat menolong para perancang pendidikan


dan yang melaksanakannya dalam suatu negara untuk membentuk
pemikiran sehat terhadap proses pendidikan;
 Filsafat pendidikan dapat menjadi asas yang terbaik untuk penilaian
pendidikan dalam arti menyeluruh; dan,
 Filsafat pendidikan Islam akan menolong dalam memberikan
pendalaman pikiran bagi factor-faktor spiritual, kebudayaan, social,
ekonomi dan politik di negara kita.

Selain kegunaan yang tersebut di atas filsafat pendidikan Islam juga


sebagai proses kritik- kritik tentang metode– metode yang digunakan dalam
proses pendidikan Islam, sekaligus memberikan arahan mendasar tentang
bagaimana metode tersebut harus didayagunakan atau diciptakan agar
efektif untuk mencapai tujuan.16
Namun demikian, uraian tentang fungsi filsafat pendidikan Islam
tersebut member kesan terlalu umum dan abstrak.
Fungsi filsafat pendidikan lebih konkrit lagi dijelaskan oleh Ahmad D.
Marimba. Menurutnya bahwa filsafat pendidikan dapat menjadi pegangan
pelaksanaan pendidikan yang menghasilkan generasi-generasi baru yang
berkepribadian Muslim. Generasi-generasi baru ini selanjutnya akan
mengembangkan usaha-usaha pendidikan dan mungkin mengadakan
penyempurnaan atau penyusunan kembali filsafat yang mendasari usaha-
usaha pendidikan itu sehingga membawa hasil yang lebih besar.
Pendapat yang terakhir ini memberi petunjuk bahwa filsafat pendidikan
Islam selain menjadi acuan bagi pendidikan dalam menghasilkan generasi
yang Islami, dihasrapkan juga dapat mendukung pengembangan konsep
filsafat pendidikan Islam itu sendiri.
Dengan demikian pendapat yang terakhir ini Nampak lebih

16
Ibid. Hlm. 2

11
mengorientasikan filsafat pendidikan pada upaya mendukung tercapainya
tujuan pendidikan. Hal ini tidak terlalu salah, mengingat bahwa dari seluruh
kegiatan dan aspek pendidikan yang ada, pada akhirnya memang diarahkan
untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Jadi seseorang boleh saja
mengorbankan atau merubah cara, tetapi tidak boleh begitu saja merubah
atau mengorbankan tujuan pendidikan.
Selanjutnya Muzayyin Arifin yang pendapatnya banyak dikutip dalam
pembahasan bab ini mengatakan, bila dilihat dari fungsinya, maka filsafat
pendidikan Islam merupan pemikiran mendasar yang melandasi dan
mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan Islam.

Oleh karena itu filsafat itu juga memberikan gambaran tentang sampai
dimana proses tersebut dapat direncanakan dan dalam ruang lingkup serta
dimensi bagaimana proses tersebut dilaksanakan selain itu dia juga
mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam juga bertugas melakukan kritik-
kritik tentang metode-metode yang digunakan dalam proses pendidikan
Islam itu serta sekaligus memberikan pengarahan mendasar tentang
bagaimana metode tersebut harus didaya gunakan atau diciptakan agar efektif
untuk mencapai tujuan.

Dari uarainya ini Muzayyain Arifin menyimpulkan bahwa filsafat


pendidikan Islam itu seharusnya bertugas dalam tiga (3) dimensi yakni:
1) Memberikan landasan sekaligus mengarahkan kepada proses
pelaksanan pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam.
2) Melakukan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan.
3) Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan.

Filsafat Pendidikan Islam memiliki berbagai fungsi penting dalam


konteks pendidikan dan pengembangan masyarakat Muslim. Berikut beberapa
fungsi utama dari Filsafat Pendidikan Islam:

1. Filsafat Pendidikan Islam memberikan landasan teoritis yang mendalam

12
untuk memahami prinsip-prinsip dasar pendidikan dalam Islam. Ini
mencakup konsep-konsep seperti tujuan pendidikan, metode pengajaran,
dan peran pendidik dalam pembentukan karakter individu Muslim.
2. Filsafat Pendidikan Islam membantu mengarahkan visi pendidikan dalam
masyarakat Muslim. Ini membantu dalam merumuskan tujuan-tujuan
pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti pengembangan
akhlak yang baik, pengetahuan agama, dan keterampilan praktis.
3. Filsafat Pendidikan Islam menegaskan pentingnya etika dalam proses
pendidikan. Etika, moralitas, dan nilai-nilai Islam menjadi bagian integral
dari pendidikan, dan filsafat ini membantu dalam memahami bagaimana
etika ini harus diterapkan dalam konteks pendidikan.
4. Filsafat Pendidikan Islam berperan dalam pengembangan kurikulum
pendidikan Islam. Ini membantu dalam menentukan materi pelajaran,
metode pengajaran, dan pendekatan pendidikan yang sesuai dengan nilai-
nilai dan prinsip-prinsip Islam.
5. Salah satu fungsi utama Filsafat Pendidikan Islam adalah membantu dalam
membentuk karakter individu Muslim. Ini mencakup pengembangan sifat-
sifat seperti kesabaran, kejujuran, kerendahan hati, dan kasih sayang.
6. Filsafat Pendidikan Islam memberikan panduan dalam pengambilan
keputusan terkait dengan pendidikan, baik dalam hal pendidikan formal
maupun informal. Ini membantu dalam memahami bagaimana
memprioritaskan pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.
7. Filsafat Pendidikan Islam juga berperan dalam menghadapi tantangan
kontemporer. Ini membantu masyarakat Muslim untuk mengintegrasikan
nilai-nilai Islam dengan konteks modern, termasuk teknologi, globalisasi,
dan perubahan sosial lainnya.
8. Filsafat Pendidikan Islam mengingatkan bahwa pendidikan bukan hanya
tentang kesuksesan dunia, tetapi juga persiapan untuk akhirat. Ini
menghubungkan pendidikan dengan tujuan akhir dalam ajaran Islam.
9. Filsafat Pendidikan Islam memberikan basis kritikal yang memungkinkan
masyarakat Muslim untuk mengevaluasi berbagai pendekatan pendidikan
dan reformasi yang mungkin diperlukan untuk meningkatkan kualitas

13
pendidikan dalam komunitas mereka.

Dengan demikian, Filsafat Pendidikan Islam bukan hanya menjadi


landasan teoritis, tetapi juga pedoman praktis yang membentuk dan memandu
pendidikan dalam masyarakat Muslim, mempromosikan pemahaman yang lebih
dalam tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam dalam konteks pendidikan.

C. METODE FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


Metode filsafat Pendidikan Islam adalah cara pendekatan dan analisis yang
digunakan oleh para filsuf dan ahli pemikiran Islam untuk memahami,
menganalisis, dan mengembangkan konsep-konsep pendidikan dalam kerangka
Islam.
Filsafat Islam dalam memecahkan berbagai problematika pendidikan Islam ada
beberapa metode yang digunakan. Adapun metode-metode yang digunakan,
yaitu:

a. Metode Kontemplasi dan Spekulasi

Metode kontemplasi dan spekulasi terbagi menjadi 3 pokok


persoalan yaitu : kontemplasi dari segi tasawuf, kontemplasi dari segi
epistemologi dan spekulasi,

1. Menurut Dagobert D. Runes, kontemplasi dari segi tasawuf (mistik) disebut


meditasi, sebagai ilmu yang lebih tinggi karena intuisi dalam memecahkan
satu persoalan. Sedangkan menurut Dr. Harun Nasution, kontemplasi secara
sufisme adalah proses perenungan yang berlangsung lama sehingga apa
yang direnungkan merefleksi dan menyatu dengan diri sendiri sebagaimana
intisari dari sufisme, yaitu kesadaaran akan adanya komunikasi dan dialog
antara roh manusia dengan Tuhan, dengan cara mengasingkan diri dan
kontemplasi.
2. Menurut M. Noor Syam, kontemplasi dari segi epistemology adalah
perenungan artinya memikirkan sesuatu hal yang bersifat abstrak tanpa
keharusan adanya kontak langsung dengan objeknya. Objek perenungan

14
bisa berupa apa saja, misalnya makna hidup, mati, kebenaran, keadilan,
dan lain sebagainya.
3. Menurut M. Noor Syam, spekulasi adalah perenungan dengan pikiran
yang tenang, kritik dan reflektif thinking (pikiran murni), cenderung
menganalisa, menghubungkan antar masalah, berulang-ulang sampai
mantap.

b. Pendekatan Normatif

Arti umum dari norma adalah suatu ketentuan yang didasarkan


kepada baik buruknya suatu perbuatan di dalam masyarakat tertentu, atau
disebut juga aturan-aturan hukum yang berlaku dalam masyarakat, mengenai
baik buruk sesuatu perbuatan. Jika didasarkan kepada Normatif Islam, maka
disebut pendekatan syari’ah yaitu mencari ketentuan-ketentuan dan
menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh menurut syari’at Islam.
Obyeknya adalah tingkah laku dan perbuatan. Metode ijtihadnya adalah
istihsan, maslahah mursalah, al ‘adah muhkamah, adalah merupakan contoh-
contoh dari metode-metode Normatif dalam Sistem Filsafat Islam.

c. Pendekatan Analisa Konsep dan Analisa Bahasa

Analisa konsep adalah suatu analisa mengenai istilah-istilah yang


memuat gagasan, ide dan konsep. Atau dapat juga dikatakan bahwa konsep
adalah tangkapan atau pengertian seseorang terhadap sesuatu obyek. Analisa
konsep dan bahasa adalah saling interdipandensi karena analisa bahasa
(linguistik) adalah berusaha untuk menginterpretasikan terhadap arti dan
makna suatu konsep atau ide yang dimiliki. Makna suatu ide hanya dapat
dipahami dan dimengerti jika dituangkan dalam bahasa yang baku dan baik.

d. Historical Philosophy Approach (Metode Pendekatan History)

Dalam buku Filsafat Pendidikan Islam Depag, Pendekatan Historis


artinya sejarah, yaitu mengambil pelajaran dari peristiwa dan kejadian masa
lalu. Suatu kejadian atau peristiwa dalam pandangan kesejarahan terjadi
karena sebab akibat, dan terjadi dalam suatu setting situasi, kondisi dan

15
waktunya sendiri. Dalam system pwmiliran filsafat, pengulangan sejarah
(peristiwa sejarah) yang sesungguhnya tidak mungkin terjadi. Peristiwa
sejarah berguna untuk memberikan petunjuk dalam membina masa depan.

e. Pendekatan Ilmiah

Pendekatan Ilmiah terhadap masalah aktual, yang pada hakikatnya


merupakan pengembangan dan penyempurnaan dari pola berfikir rasional,
empiris dan eksperimental yang telah berkembang pada masa jayanya filsafat
dalam islam. Pendekatan ini tidak lain adalah merupakan realisasi dari ayat
al-Qur’an dalam Q.S Ar Ra’d ayat 11, diterangkan:
Artinya:

“Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga


mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”

f. Pendekatan Komprehensif

Dalam system filsafat Islam pendekatan komprehensif ini pernah


berkembang yang sifatnya terpadu antara sumber-sumber naqli, aqli dan
imani, sebagaimana yang Nampak dikembangkan oleh Imam Al-Ghozaly.
Menurutnya, kebenaran yang hakiki adalah kebenaran yang diyakini betul-
betul sebagai kebenaran. Kebenaran yang mendatangkan keamanan dalam
jiwa, bukan kebenaran yang mendatangkan keragu-raguan.
Untuk mencapai itu kebenaran yang benar-benar diyakini harus
melalui pengalaman dan merasakan. Pendekatan ini lebih mendekati pola
berpikir yang empiris dan intuitif.

Prihal yang menyangkut metode pengembangan filsafat pendidikan


Islam yang berhubungan erat dengan akselerasi penunjuk operasional dan
teknis mengembangkan ilmu, yang semestinya didukung dengan
penguasaan metode baik secara teoritis maupun praktis untuk tampil
sebagai mujtahid atau pemikir dan keilmuan.
Asumsi yang terbangun bahwasannya karya Omar Mohammad al-
Toumy al-Syaibani (Falsafah Pendidikan Islam) yang tidak membahas

16
metode tersebut. Apalagi mencukupkan sumber analisa hanya pada Plato
dan Aritoteles-isme, padahal sefaham dengan para filosof Muslim (al-
Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dan yang sealiran dengannya). Kuat
kemungkinannya ia terperangkap oleh missi dan strategi Barat yang
mensupremasi dalam segala bidang. Tentang metode pengembangan
filsafat pendidikan Islam paling tidak bersumber pada 4 hal, yakni:

 Bahan tertulis (tekstual) al-Qur’an, al-Hadits dan pendapat pendahulu


yang baik “salafus saleh”– bahan empiris, yakni dalam praktek
kependidikan (kontekstual);
 Metode pencarian bahan; khusus untuk bahan dari al-Qur’an dan al-
Hadits bisa melalui “Mu’jam al-Mufahros li Alfazh al-Karim” karya
Muhammad Fuad Abd al-Baqi atau “Mu’jam al-Mufahros li Alfazh al-
Hadits” karya Weinsink, dan bahan teoritis kepustakaan serta bahan
teoritis lapangan;
 Metode pembahasan (penyajian); bisa dengan cara berpikir yang
menganalisa fakta- fakta yang bersifat khusus terlebihdahulu
selanjutnya dipakai untuk bahan penarikan kesimpulan yang bersifat
umum (induktif); atau cara berpikir dengan menggunakan premis-
premis dari fakta yang bersifat umum menuju ke arah yang bersifat
khusus(deduksi); dan Pendekatan (approach); pendekatan sangat
diperlukan dalam sebuah analisa, yang bisa dikategorikan sebagai cara
pandang (paradigm) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu
fenomena.

Adapun yang dikembangkan dan dikaji masalah filsafat pendidikan


Islam, maka pendekatan yang harus digunakan adalah perpaduan dari ketiga
disiplin ilmu tersebut, yaitu: filsafat, ilmu pendidikan dan ilmu ke islam an.
sebagaimana uraian terdahulu, yakni sebuah kajian tentang pendidikan yang
radikal, logis, sistematis dan universal. Namun cirri-ciri dari berfikir
filosofis ini dibatasi dengan ketentuan ajaran Islam.17

17
https://nurwahidabdulloh.wordpress.com/pengetahuan/filsafat/filsafat-pendidikan-islam/

17
D. ETIKA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Istilah etika (Ethict, dalam bahasa Inggris, atau ethica, dalam bahasa
latin) secara etimologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu Ethos dalam
bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang
rumput; kendang habitat; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap,
cara berfikir .dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan.
Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah
“etika”. Dalam istilah latin Ethos atau Ethikos selalu disebut dengan mos
sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering
diistilahkan dengan perkataan moral.
Perkataan etika dalam pemakaian dipandang yang lebih luas dari
perkataan moral, karena terkadang istilah moral sering dipergunakan
hanya untuk menerapkan sikap lahiriah seseorang yang biasa dinilai dari
wujud tingkah laku atau perbuatannya saja. Sedangkan etika dipandang
selain menunjukkan sikap lahiriah seseorang juga meliputi kaidah-kaidah
dan motif-motif perbuatan seseorang itu.18
Dalam ensiklopedia Pendidikan dijelaskan bahwa etika adalah filsafat
tentang nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk, kecuali etika
mempelajari nilai-nilai itu sendiri. Sedangkan di dalam kamus istilah
Pendidikan Umum diungkapkan bahwa etika adalah bagian dari filsafat
yang mengajarkan keseluruhan budi (baik dan buruk).19
Etika yang menjunjung tinggi tegaknya nilai-nilai kemanusiaan,
kejujuran dan keadilan, sehingga menjadi sumber pijakan berperilaku
yang benar. Etika (akhlak) berujung pada masalah perilaku tersebut, maka
ketika ia melakukan sesuatu aktivitas dalam kehidupannya akan
menunjukkan sikap sebagai cermin etika yang diberlakukannya.
Menurut Imam Ghazali, akhlak (etika) adalah keadaan yang bersifat
batin di mana dari sana lahir perbuatan dengan tanpa berfikir dan tanpa

18
Suhrawadi K. Lubis. Op cit. Hlm 1.
19
Ibid. Hlm. 2

18
dihitung resikonya (al khuluqu haitun rasikhotun tashduru’antha al afal bi
suhulatin wa yusrin min ghoiri hajatin fikrin wa ruwaiyyatin).20
Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu yang berbicara tentang baik dan
buruk dari suatu perbuatan. Ketika berbicara tentang nilai baik buruk maka
munculah persoalan tentang konsep baik buruk. Etika juga berbicara
tentang baik buruk, tetapi konsep baik buruk dalam etika bersumber
kepada kebudayaan, sementara konsep baik buruk dalam ilmu akhlak
bertumpu pada konsep wahyu, meskipun akal juga mempunyai kontribusi
dalam menentukannya.
Dari segi ini maka dalam etika dikenal ada etika barat, etika timur
dan sebagainya, sementara al akhlaq al kaqimah tidak mengenai konsep
regional, meskipun hal ini menimbulkan perbedaan pendapat, karena
etika pun diartikan sebagai norma-norma kepantasan (etiket), yakni apa
dalam Bahasa Arab disebut atau karma.Tujuan etika dalam pandangan
filsafat adalah “idealitas” yang sama bagi seluruh manusia di setiap waktu
dan tempat dan dalam usaha mencapai tujuannya ini, etika mengalami
kesukaran-kesukaran, oleh karena fisik dan anggapan orang terhadap
perbuatan itu baik atau buruk adalah sangat relatif sekali, karena setiap
orang atau golongan mempunyai konsepsi sendiri-sendiri. Selain itu etika
menentukan ukuran tingkah laku yang baik dan yang buruk sejauh yang
dapat diketahui oleh akal manusia. Pola hidup yang diajarkan Islam
bahwa seluruh kegiatan peribadatan, hidup, dan mati adalah semata-mata
dipersembahkan kepada Allah, maka tujuan terakhir dari segala tingkah
laku manusia menurut pandangan etika Islam adalah keridhaan Allah.
Dalam Pandangan Filsuf Islam tentang Etika, Al-Farabi adalah
penerus tradisi intelektual al-Kindi, tapi dengan kompetensi, kreativitas,
kebebasan berpikir dan tingkat sofistikasi yang lebih tinggi lagi. Jika al-
Kindi dipandang sebagai seorang filosof Muslim dalam arti kata yang
sebenarnya, Al-Farabi disepakati sebagai peletak sesungguhnya dasar
piramida studi falsafah dalam Islam yang sejak itu terus dibangun dengan
tekun Ia termasyhur karena telah memperkenalkan doktrin “Harmonisasi

20
Abdul Wahid & Moh. Muhibbind, Op.cit., Hlm. 31.

19
pendapat Plato dan Aristoteles”.21

Bahkan sejumlah kalangan menyebutnya sebagai “the second


Master” atau Maha Guru Kedua setelah panutannya Aristoteles.Konsep
etika yang ditawarkan al-Farabi dan menjadi salah satu hal penting dalam
karya-karyanya, berkaitan erat dengan pembicaraan tentang jiwa dan
politik. Begitu juga erat kaitanya dengan persoalan etika ini adalah
persoalan kebahagiaan. Di dalam kitab at-Tanbih fi Sabili al-Sa’adah dan
Tanshil al-Sa’adah, al-Farabi menyebutkan bahwa kebahagiaan adalah
pencapaian kesempurnaan akhir bagi manusia, al-Farabi juga
menekankan empat jenis sifat utama yang harus menjadi perhatian untuk
mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi bangsa- bangsa dan
setiap warga negara.

Konsep etika Syekh Yūsuf bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah


yang merupakan sumber otoritas agama Islam. Selain itu, ia juga
dipengaruhi oleh doktrin teologis, filosofis dan sufisme. Keempat hal
tersebut sekaligus merupakan komponen dalam bangunan konsep
etikanya, sehingga digolongkan dalam tipologi etika religius-berdasarkan
batasan yang diberikan oleh Majid Fakhry.
Dimensi aksiologis dari etika religius Syekh Yūsuf adalah
pencapaian kebahagiaan, yaitu pengetahuan tertinggi tentang Tuhan, yang
disebut dengan ma‘rifah. Maka ia merumuskan untuk mencapai
kebahagiaan itu berdasarkan terhadap etos moral atau nilai-nilai ideal etis
yang terdapat dalam sumber Islam.22

21
Sainuddin, Ibnu Hajar, and Ismail Suardi Wekke. "Syekh Yusuf Al-Makassari: Pandangan Etika
dan Filsafat." (2020), hlm. 1. & Mustari, Belajar Etika Kepada Syekh Yusuf Al-
Makassari,(2020).hlm.145
22
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya ( Jakarta : Rajawali )

20
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dari bebagai penjelasan mengenai materi konsep dasar filsafat


Pendidikan islam maka selaku penulis artikel ini dapat memberikan
pemahaman dalam wacana pengembangan intelektual bagi kami dari
tim penulis secara khusus dan para pembaca secara umum, adapun
kesimpulan yang dapat kami sajikan sebagai berikut:

1. pengertian filsafat pendidikan Islam menurut beberapa pakar


ialah studi tentang pandangan filosofis dan sistem dari aliran
filsafat terhadap masalah kependidikan yang harus didasarkan
pada ajaran Islam.

2. ruang lingkup filsafat pendidikan Islam menurut berbagai pakar


piala segala aspek yang menjangkau permasalahan kehidupan
manusia dan alam semesta.

3. fungsi filsafat Islam pertama membantu para pakar pendidikan


untuk membentuk pemikiran sehat terhadap proses pendidikan
kemudian menjadi asas untuk penilaian Pendidikan.

4. metode filsafat pendidikan Islam salah satu metode filsafat


pendidikan Islam ialah metode pencarian bahan kemudian
metode pembahasan atau penyajian bahan yang telah tentukan.

5. Konsep etika religius Syekh Yūsuf dipandang masih memiliki


relevansi dengan kontekssosio-religius di Indonesia, khususnya
dengan fenomena kekerasan atas nama agama. Hal ini karena
etika religius Syekh Yūsuf bertumpu pada kesadaran bahwa
segala yang ada adalah Mazahir Tuhan, sehingga berbuat baik
kepada makhluk sama halnya denganberbuat baik kepada-Nya.
Maka dengan kesadaran tersebut seseorang akan selalu
memperlakukan sesamanya dengan baik dan pantas.

21
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, Cet. 2

Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islami, Membangun Kerangka Ontologi,

Epistemologi dan Aksiologi Praktik Pendidikan, Bandung:Citapustaka,


2008.

Al Rasyidin, (ed). Pendidikan dan Psikologi Islami, Bandung: Cita Pustaka, 200
Hidayat, Rahmat & Nasution, H.S. (2016) Filsafat Pendidikan Islam
Membangun KonsepDasar Pendidikan Islam. Medan: LPPPI
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2005
Nata, Abuddin, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, RajaGragindo,
Jakarta, 2013 Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islami, Remaja Rosda
Karya, Bandung, 2013 Tafsir, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islami,
Remaja Rosda Karya, Bandung, 2014 Tafsir, Ahmad, Filsafat Ilmu,
Remaja Rosda Karya, bandung, 2013
Arifin, HM, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 2000
Rahmat Hidayat.2016. Manajemen Pendidikan Islam. Medan: LPPPI
Sainuddin, Ibnu Hajar, and Ismail Suardi Wekke. "Syekh Yusuf Al-Makassari:
Pandangan
Etika dan Filsafat." (2020).
Taufik, M. (2016). Etika dalam Perspektif Filsafat Islam. Etika: Teori, Praktik,
dan
Perspektif, edited by Zuhri, 35-64.
Dewantara, Agustinus. "Filsafat Moral (Pergumulan Etis Keseharian Hidup
Manusia)." (2017). Bertens, K. (1993). Etika K. Bertens (Vol. 21). Gramedia
Pustaka Utama.
Sainuddin, Ibnu Hajar, Muhammad Arsyam, and Ismail Suardi Wekke.
“Syekh YusufAl- Makassari; Pengembangan Masyarakat

22

Anda mungkin juga menyukai