Anda di halaman 1dari 18

“LANDASAN , ALIRAN-ALIRAN DAN PENDIDIKAN NASIONAL”

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ilmu Pendidikan

Dosen Pengampu: Dr.Hj.ST Rodiyah

Disusun Oleh:
1.Elma Nuril Farhana (T20191275)
2.Yusron Fathoni Amir (T20191253)
3.Liliyan Dheatri Imami (T20191291)
4.Roihatul Jannah (T20191256)
4.Siti Sofia (T20191295)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
OKTOBER 2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah karena dengan limpahan


Rahmat kepada kita semua berupa nikmat keselamatan dan kesehatan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Amien.Dan tak lupa pula shalawat
dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya dari
zaman kegelapan menuju kepada jalan yang terang benderang , Dalam
penyusunan makalalah yang berjudul “Landasan , Aliran-aliran dan pendidikan
nasional”. Tugas yang merupakan upaya awal dalam mempelajari lebih lanjut
terkait semua yang berhubungan dengan studi hadits .Dan kami mohon maaf
apabila pembuatan makalah ini terdapat kesalahan! baik dalam struktur penulisan
atau daya serap penulis dalam memahami dan menganalisa sumber danreferensi
yang menyebabkan kesalah pahaman dari sumber yang dibacanya.

Jember, 14 Oktober 2019

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan masalah..................................................................................................1
C. Tujuan pembahasan...............................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
A. Sejarah Perkembangan Hadis Pada Masa Nabi......................................................3
B. HADIS PADA MASA TABI’IN....................................................................................6
C. Latar Belakang Munculnya Pemikiran Usaha Tadwin Hadist..................................9
D. SEJARAH HADIS PADA MASA SAHABAT................................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................................12
A. Kesimpulan...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,pendidikan memiliki nuansa


berbeda antara satu daerah dengan daerah lain,sehingga banyak bermunculan
pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuain proses pendidikan dengan
kebutuhan yang diperlukan.karenanya, banyak teori yang dikemukakan para pemikir
yang bermuara pada munculnya berbagai aliran pendidikan.pemahaman terhadap
pemikiran-pemikiran penting dalam pendidikan akan membekali tenaga kependidikan
dengan wawasan kesejahteraan,yakni kemampuan memahami kaitan antar
pengalaman-pengalaman masa lampau,tuntutan dan kebutuhan masa kini serta
pemikiran atau antisipasi masa datang.

Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia,karena setiap


kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang
memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya.

1
\

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN LANDASAN PENDIDIKAN

Landasan, istilah landasan mengandung arti sebagai alas, dasar atau tumpuan (kamus
besar bahasa Indonesia ,1995). Istilah landasan dikenal sebagai fondasi. Mengacu pada
pengertian tersebut dapat di pahami bahwa landasan adalah alas atau dasar pijakan dari
sesuatu hal suatu titik tumpu atau titik tolak dari suatu hal, atau suatu fondasi tempat
berdirinya suatu hal.

Menurut sifat wujudnya dapat di bedakan dua jenis landasan yaitu : (1) landasan yang
bersifat material, (2) landasan yang bersifat konsektual. Contoh landasan yang bersifat
material antara lain berupa landasan pacu pesawat terbang dan pondasi bangunan
gedung, adapun contoh landasan yang bersifat konsektual antara lain berupa dasar
Negara republik Indonesia yaitu pancasila dan UUD RI tahun 1945; landasan pendidikan
dan sbb.

Landasan yang bersifat kosektual identic dengan asumsi yaitu suatu gagasan,
kepercayaan prinsip , pendapat atau pernyataan yang sudah di anggap benar, yang di
jadikan titik tolak dalam rangka berfikir(melakukan suatu study) dan atau dalam rangka
bertindak (melakukan suatu praktek.

Landasan pendidikan berdasarkan uraian di atas dapat di Tarik suatu pengertian bahwa
landasan pendidikan adalah seperangkat asumsi yang di jadikan titik tolak dalam rangka
pendidikan. Sebagaimana telah di pahami,dalam pendidikan mesti terdapat momen study
pendidikan dan momen praktek pendidikan.

B. JENIS-JENIS LANDASAN PENDIDIKAN

Asumsi-asumsi yang menjadi titik tolak dalam rangka pendidkan dari berbagai sumber,
dapat bersumber dari agama, filsafat, ilmu dan hokum atau yuridis. Jenis landasan
pendidkab dapat di identifikasi dan di kelompokkan menjadi: 1) landasan religious

2
pendidikan, 2) landasan filosofis pendidikan, 3) landasan ilmiah pendidikan dan
4)landasan hokum atau yuridis pendidikan, dan landasan lainnya

Landasan religius pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari ajaran agama
yang di jadikan titik tolak dalam pendidikan. Contohnya: carilah ilmu sejak dari buaian
hingga masuk liang lahat atau meninggal dunia. “menuntut ilmu adalah fardhlu bagi
setiap muslim.” (hadis). Implikasinya, bagi setiap muslim bahwa belajar atau
melaksanakan pendidikan sepanjang hayat merupakan suatu kewajiban.

Landasan filosofis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari


filsafatLandasan filosofis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
filsafat yang di jadikan titik tolak dalam pendidikan. Dengan demikian, landasan
filosofis pendidikan sebagai hasil studi pendidikan tersebut, dapat di jadikan titik tolak
dalam rangka studi pendidikan yang bersifat filsafiah, yaitu pendekatan yang lebih
komprehensif, spekulatif, normatif. Pendekatan filosofi yaitu suatu pendekatan untu
menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan metode filsafat .
pendidikan membutuhkan filsafat karna masalah pendidikan tidak hanya menyangkut
pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam
pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, kompleks dan lebih
mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman indrawi maupun fakta-fakta faktual,
yang tidak mungkin dapat d jangkau oleh sains. Masalah-masalah tersebut di antaranya
adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai
pandangan hidup. Nilai dan tujuan hidup memang mrupakan fakta, namun
pembahasannya tidak bisa dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains,
melainkan di perlukan suatu perenungan yang lebih mendalam .

` cara kerja pendekatan filsafat dalam pendidikan di lakukan melalui metode


berfikir yang radikal, sistematis dan menyeluruh tentang pendidikan, yang dapat di
kelompokkan kedalam tiga model: (1) model filsafat spekulatif; (2) model filsafat
preskripti ;(3) model filsafat analitik

Filsafat spekulatif adalah cara berfikir sistematis tentang segala yang ada, merenungkan
secara rasional-spekulatif seluruh persoalan manusia dengan segala yang ada di jagat
raya ini dengan asumsi manusia memiliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi dan
berusaha mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berfikir dan
keseluruhan pengalaman.

3
Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standar) penilaian
tentang nilai-nilai, penilaian tentang pembuatan manusia, penilaian tentang seni ,
menguji apa yang di sebut baik dan jahat, benar dan salah , bagus dan jelek. Nilai suatu
benda pada dasarnya inherent dalam dirinya, atau hanya merupakan gambaran dari
fikiran kita. Dalam konteks pendidikan, filsafat preskriptif memberi resep tentang
perbuatan atau perilaku manusia yang bermanfaat.

Filsafat analitik memasukkan pemikirannya pada kata-kata, istilah-istilah, dan


pengertian-pengertian dalam bahasa, menguji suatu ide atau gagasan untuk menjernikan
dan menjelaskan istilah-istilah yang di pergunakan secara hati dan cenderung untuk
tidak membangun suatu mazhab dalam sistem berfikir (disertakan dari uyoh
sadulloh ,1994).

Terdapat beberapa aliran dalam filsafat, diantaranya: idealism, materialism, realism dan
prakmatisme (ismaun,2001). Aplikasi aliran-aliran filsafat tersebut dalam pendidikan
kemudian menghasilkan filsafat pendidikan yang selaras dengan aliran-aliran filsafat
tersebut. Filsafat pendidikan akan berusaha memahami pendidikan dalam keseluruhan,
menafsirkannya dengan konsep-konsep umum, yang akan membimbing kita dalam
merumuskan tujuan dan kebijakan pendidikan, dari kajian tentang filsafat pendidikan
selanjutnya dihasilkan berbagai teori pendidikan , diantarannya: (1) peranialisme; (2)
esensialisme;(3) progresivisme;(4) rekonstruktivisme.

Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, ke idealan , kebenaran dan keindahan


dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan di anggap lebih
penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut
paham ini menekankan pada kebenaran absolute, kebenaran universal yang tidak terikat
pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi kemasa lalu.

Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan


dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya di anggap sebagai dasar-dasar
substansi kurikulim yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan
perenialisme , essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.

Eksistensialisme menekankan kepada individu sebagai sumber pengetahuan tentang


hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang pasti memahami dirinya

4
sendiri. Aliran ini mempertanyakan: bagaimana saya hidup di dunia?. Apa
pengalamanmu itu?.

Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat


pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan
landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.

Rekonstruktivime merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada


rekonstruktivisme, perbedaan manusia masa depan sangat di tekankan. Di samping
menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme
lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya.
Aliran ini akan mempertanyakan untuk pada berfikir kritis, memecahkan masalah dan
melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.

Peranan landasan filosofis pendidikan adalah memberikan rambu-rambu apa dan


bagaimana seharusnya pendidikan di laksanakan. Rambu-rambu tersebut pada qaidah
metafisika, epistimolgy dan aksiology pendidikan sebagaimana studi dalam fisafat
pendidikan. Landasan filosofis pendidikan tidaklah satu melainkan ragam sebagaimana
ragamnya aliran filsafat. Sebab itu, di kenal adanya landasan filosofis pendidikan
idealisme, landasan filsofis pendidikan prakmatisme, dan lain sebagainnya. Contoh:
penganut realism antara lain berpendapat bahwa”pengetahuan yang benar di peroleh
manusiamelalui pengalaman diri”. Implikasinya, penganut realism mengutamakan
metode mengajar yang memberikan kesempatan kepada para siswa untukn memperoleh
pengetahuan melalui pengalaman langsung(missal: melalui obsevasi<, praktikum, dan
lain sebagainya) atau pengalaman tidak langsung (missal: melalui membaca laporan-
laporan hasil penelitian, dan lain sebagainya). Selain tersajikan berdsarkan aliran-
alirannya, landasan filosofis oendidikan dapat pula di sajikan berdasarkan tema-tema
tertentu misalnya dalam tema :”menusia sebagai animal educandum ( M.j.langeveld,
1980). Dan lain-lain.

Demikian pula, aliran-aliran pendidikan yang di pengaruhi oleh filsafat, telah menjadi
filsafat pendidikan atau menjadi teori pendidikan tertentu. Ada bebrapa teori pendidikan
yang sampai dewasa ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap praktek pendidikan,
misalnya aliran emperisme naturalisme, nativisme, dan aliran konvergensi dalam
pendidikan. Perlu di pahami bahwa yang di jadikan asumsi yang melandasi teori maupun

5
praktek pendidikan, bukan hanya landasan filsafat pendidikan tetapi masih ada landasan
lain, yaitu landasan ilmiah pendidikan, dan landasan religi pendidikan.

Landasan ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari disiplin ilmu
tertentu yang di jadikan titik tolak dalam pendidikan. Landasan ilmiah dan teknologi
pendidikan juga mengandung makna norma dasar yang bersumber dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengikat dan mengharuskan pelaksanaan
pendidkan untuk menerapkannya dalam usaha pendidikan norma dasarnya yang
bersumber dari ilmu pengetahuan dan teknologi itu harus mengandung ciri-ciri keilmuan
yang hakiki (lihat jurnal pendidikan, mei 1989).(1) ontologis, yakni adanya objek
penalaran yang mencangkup seluru aspek kehidupan yang dapat diamati dan di uji.(2)
epistomologis, yakni adanya cara untuk menela’ah objek tersebut dengan metode ilmiah,
dan (3) aksiologis, yakni adanya nilai kegunaan bagi kepentingan dan kesejahteraan
lahir batin. Bagi pendidikan Indonesia yang menjadi objek penalaran seluruh aspek
kehidupan di klasifikasikan kedalam bidang ideologi,
politik,ekonomi,sosial,budaya,pertahanan dan keamanan,serta agama. Yang dalam
pengembangannya senantiasa harus di pedomi nilai-nilai pancasila. Demikian pula cara
telaah objek penalaran aspek kehidupan tersebut selain memperhatikan segi ilmiahnya
tidak bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Nilai kegunaan ilmu pengetahuan dan
teknologi hendaknya terkait dengan peningkatan kesejahteraan lahir dan batin,
kemajuaan peradaban, serta ketangguhan dan daya saing sebagai bangsa, serta tidak
bertentangan dengan nilai agama dan budaya bangsa.manfaat ilmu pengetahuan dan
teknologi yang melandasi pendidikan harus mampu (1)memberikan kesejahteraan lahir
dan batin setinggi-tingginya,(2) mendorong pemanfaatan pengembangan sesuai tuntutan
zaman,(3) menjamin penggunaannya secarara tanggung jawab,(4) memberi dukungan
nilai-nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa,(5) mencerdaskan kehidupan bangsa,dan
(6)meningkatkan produktivitas, efisien,dan efektivitas sumber daya manusia.

Landasan psikologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-


kaidah psikologi yang di jadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh .”setiap individu
mengalami perkembangan secara bertahap, dan pada setiap tahap perkembangannya
setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus di selesaikannya.”
Implikasinya , pendidikan mesti dilaksanakan secara bertahap tujuan dari pendidikan
mesti di sesuaikan dengan tahapan dan tugas perkembangan individu atau peserta
didik.landasan pesikologis pendidikan,mengandung makna norma dasar pendidikan

6
yang bersumber dari hukum-hukum dasar perkembangan peserta didik. Hukum-hukum
dasar perkembangan peserta didik sejak proses terjadinya konsepsi sampai mati manusia
akan mengalami perubahan karena bertumbuh dan berkembang. Pertumbuhan itu
bersifat jasmaniah maupun kejiwaannya. Jadi sepanjang kehidupan manusia terjadi
proses pertumbuhan yang terus-menerus. Proses pertumbuhan itu terjadi secara teratur
dan terarah, yaitu ke arah kemajuan ,bukan kemunduran. Tiap tahap kemajuan
pertumbuhan ditandai dengan meningkatnya kemampuan dan cara baru yang dimiliki.
Pertumbuhan merupakan peralihan tingkat peralihan tingkah laku atau fungsi kewajiban
dari yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Perubahan-perubahan yang
selalu terjadi itu dimakusdkan agar orang didalam kehidupannya dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan. Lingkungan manusia terdiri dari lingkungan fisik dan
lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar anak yang
non manusia; sedangkan lingkungan sosial adalah semua orang yang ada didalam
kehidupan anak, yaitu orang yang bergaul dengan anak,melakukan kegiatan bersama
atau bekerja sama. Tugas pendidikan yang terutama adalah memberikan bimbingan agar
pertumbuhan anak dapat berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena
itu,diperlukan pengetahuan tentang hukum-hukum dasar perkembangan kewajiban
manusia agar tindakan pendidikan yang di laksanakan berhasil guna dan berdaya guna.
Beberapa hukum dasar yang perlu kita perhatikan dalam membimbing anak dalam
proses pendidikan. Tiap-tiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik anak didik yang
merupakan pribadi yang sedang bertumbuh dan berkembang. Apabila kita amati secara
seksama,mungkin kita menghadapi dua anak didik yang tidak sama benar. Di samping
memiliki kesamaan-kesamaan ,tentu masing-masing. Dikatakan ,bahwa tiap-tiap anak
memiliki sifat kepribadian yang unik; artinya anak memiliki sifat-sifat khas yang
dimiliki oleh dirinya sendiri dan tidak oleh anak lain. Keunikan sifat pribadi seseorang
itu terbentuk karena peranan tiga faktor penting, yaitu: (1) keturunan atau heredity, (2)
linkungan atau environment, (3) diri atau self.

Faktor keturutan, sejak terjadinya konsepsi , yakni proses pembuahan sel telur oleh sel
jantan, anak memperoleh warisan sifat-sifat pembawaan dari kedua orang tuanya yang
merupakan potensi-potensi tertentu. Potensi ini relatif sudah terbentuk (fixed) yang
sukar berubah baik melalui usaha kegiatan pendidikan maupun pemberian pengalaman.
Beberapa ahli ilmu pengetehuan terutama ahli biologi menekankan pentingnya faktor
keturunan ini bagi pertumbuhan fisik,mental,maupun sifat kepribadian yang diinginkan.

7
Pandanga ini nampaknya memang cocok untuk dunia hewan. Namun demikian, dalam
lingkungan kehidupan manusian biasanya potensi individu juga merupakan masalah
penting. Sedang para ahli ilmu jiwa yang menekankan pentingnya lingkungan seseorang
dalam pertumbuhannya cenderug mengecilkan pengaruh pembawaan ini (naïve
endowmrnt). Mereka lebih menekankan pentingknya penggunaan secara berdaya guna
pengalaman sosial dan edukasional agar seseorang dapat bertumbuh secara sehat dengan
penyesuaian hidup secara baik.

Faktor Lingkungan, sebagaimana diterangkan di muka, lingkungan kehidupan itu terdiri


dari lingkungan yang bersifat sosial dan fisik. Sejak anak dilahirkan bahkan ketika masih
dalam kandungan ibu, anak mendapat pengaruh dari sekitarnya. Macam dan jumlah
makanan yang diterimanya, keadaan panas lingkungannya dan semua kondisi
lingkungan baik yang bersifat mambantu pertumbuhan maupun yang menghambat
pertumbuhan. Sama pentingnya dengan kondisi lingkungan anak yang berupa sikap,
perilaku orang-orang di sekitar anak. Kebiasaan makan, berjalan, berpakaian, itu bukan
pembawaan, melainkan hal-hal yang diperoleh dan dipelajari anak dari lingkungan
sosialnya. Bahasa yang dipergunakan merupakan media penting untuk menyerap
kebudayaan masyarakat dimna anak tinggal. Tidak saja makna hafiah kata yang terdapat
dalam bahasa itu melainkan juga asosiasi perasaan yang menyertai kata dalam
perbuatan.

Faktor diri , faktor pentimg yang sering di abaikan dalam memahami prinsip
pertumbuhan anak adalah faktor diri (self) , yaitu faktor kewajiban seseorang.
Kehidupan kewajiban itu terdiri dari perasaa, usaha, pikiran, pandangan, penilaian,
keyakinan , sikap, dan anggapan yang semuannya akan berpengaruh dalam membuat
keputusan tentang tindakan sehari-hari. Apabila dapat di pahami diri seseorang, maka
dapat di pahami pola kehidupannya. Pengetahuan kita tentang pola hidup seseorang akan
dapat membantu kita untuk memahami apa yang menjadi tujuan orang itu di balik
perbuatan yang dilakukan. Sering kali kita menginterpretasikan pengaruh pembawaan
dan lingkungan secara mekanis tanpa memperhitungkan faktor lain yang tidak kurang
pentingnya bagi pertumbuhan anak yaitu diri(self).
LANDASAN PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI

menurut Ki Hajar Dewantara) – Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan


Nasional Indonesia, 1889 – 1959) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu:

8
“Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti ( karakter,
kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan
masyarakatnya”.
John Stuart Mill (filosof Inggris, 1806-1873 M) menjabarkan bahwa Pendidikan itu
meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang
dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada tingkat
kesempurnaan.
menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian
yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental,
yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar
intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
John Dewey, mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna
pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang
dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk
untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan
perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.

B ALIRAN-ALIRAN DALAM PENDIDIKAN


Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam membangun karakter manusia. Namun,
dalam perkembangannya, pendidikan sering dianggap tidak penting bahkan dianggap
tidak diperlukan. Akan tetapi, pendidikan pada waktunya menempati posisi penting
dalam kehidupan. Saat manusia sadar, bahwa pendidikan merupakan aspek luar yang
membangun keterampilan dan kemampuan manusia lain. Fase-fase tersebut dapat
terlihat dari teori-teori pendidikan yang muncul, mulai dari teori empirisme, nativisme,
naturalisme, dan konvergensi. Masing-masing teori menyampaikan kelebihan dan
kekurangan pendidikan serta bagaimana peran pendidikan dalam kehidupan masyarakat.
Perkembangan tersebut, penting untuk dipelajari dan dihikmahi, mengingat semua teori
tersebut pada hakikatnya mendasari konsep-konsep pendidikan saat ini. Oleh karena itu,
makalah ini akan membahas empat teori tersebut.
A. Nativisme

Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang


ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu
kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian

9
tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan,
termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam
proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala
sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan
individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ;
kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar. Para penganut
aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan
pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan
yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan
pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan
menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat
dan pembawaan anak  didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam
proses belajarnya. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan
tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini
menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat,
sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik.
Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-
1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari
Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri
manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang
tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya.
Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan
perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan
perkembangan anak dalam menuju kedewasaan

B. Empirisme

Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme


(empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa
lahir manusia. Dengan kata lain bahwa manusia itu lahir dalam keadaan suci, tidak
membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik
besar pengaruhnya pada faktor lingkungan. Dalam teori belajar mengajar, maka aliran
empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal

10
dalam perkembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam
kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya berupa stimulan-stimulan. Stimulasi
ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program
pendidikan. Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama
John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di
dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari
lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan
demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan
penting terhadap keberhasilan peserta didiknya. Menurut Redja Mudyahardjo bahwa
aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang
tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu
terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni
nativisme, dan empirisme dan dikaitkan dengan teori belajar mengajar kelihatan bahwa
kedua aliran yang telah disebutkan  (nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan.
Adapun kelemahan yang dimaksudkan adalah sifatnya yang ekslusif dengan cirinya
ekstrim berat sebelah. Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-
aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang
satu dengan aliran lainnya. Menurut aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat
dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justru
lingkungan yang mempengaruhi peserta didik tersebut.

C. Naturalisme

Naturalisme merupakan aliran yang menyakini adanya pembawaan dan juga milieu
(lingkungan). Namun demikian, ada dua pandangan besar mengenai hal ini. Pertama
disampaikan oleh Rousseau yang berpendapat bahwa pada dasarnya manusia baik,
namun jika ada yang jahat, itu karena terpengaruh oleh lingkungannya. Kedua,
disampaikan oleh Mensius yang berpendapat bahwa pada dasarnya manusia itu jahat. Ia
menjadi manusia yang baik karena bergaul dengan lingkungannya (Ahmadi dan
Uhbiyati, 1991: 296). Dua pendapat ini jelas memiliki perbedaan yang sangat mendasar.
Satu sisi memandang sisi jahat manusia bersumber dari lingkungan, sementara pendapat
lain menyatakan bahwa sisi jahat itu sendiri yang justru berada pada diri manusia.
Namun, jika memperhatikan dua pendapat ini memiliki sisi kebenaran yang sama jika
ditilik dari sudut genetis. Memang, jika melihat faktor ini. Manusia yang secara genetis

11
tidak baik, maka ia akan menjadi manusia yang seperti ini, begitupun sebaliknya.
Menurut paham naturalisme paling tidak ada lima tujuan pendidikan, kelima pendapat
itu disampaikan oleh Spencer dalam Sudrajat (2013) yang terdiri dari (1) Pemeliharaan
diri; (2) Mengamankan kebutuhan hidup; (3) Meningkatkan anak didik; (4) Memelihara
hubungan sosial dan politik; (5) Menikmati waktu luang. Dari lima tujuan pendidikan
ini, jelas bahwa aliran naturalisme ini mementingkan manfaat pendidikan dengan
menjadikan pemeliharaan diri menjadi faktor utama yang kemudian disusul dengan
kebutuhan hidup. Kedua faktor tersebut akan tercapai jika faktor faktor ketiga secara
maksimal dilaksanakan. Agar maksimal maka faktor keempat dan kelima yang
kemudian menjadi perhatian dalam melakukan pendidikan. Selain itu menurut Spencer
dalam Sudrajat (2013), ada enam prinsip dalam proses pendidikan beraliran naturalisme.
Delapan prinsip tersebut adalah:

1. Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam;


2. Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik;
3. Pendidikan harus berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak;
4. Memperbanyak ilmu pengetahuan merupakan bagian penting dalam pendidikan;
5. Pendidikan dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik, sekaligus otak;
6. Praktik mengajar adalah seni menunda;
7. Metode instruksi dalam mendidik menggunakan cara induktif;
8. Hukuman dijatuhkan sebagai konsekuensi alam akibat melakukan kesalahan.
Kalaupun dilakukan hukuman, hal itu harus dilakukan secara simpatik.
Kiranya delapan prinsip pendidikan itu sangat jelas. Namun karakter khas yang terlihat
dari aliran naturalisme ini, adalah bagaimana anak berkembang secara wajar. Hal ini
dapat dilihat pada poin nomor tiga yang menyatakan bahwa pendidikan harus berjalan
spontan. Akan tetapi, spontanitas itu bukan berarti tidak bermutu. Justru menurut
naturalisme, spontanitas merupakan sarana untuk mendapat pengetahuan baik beruoa
fisik maupun otak seperti yang tersebut pada poin empat dan lima, Jadi jelaslah, bahwa
naturalisme menghendaki bahwa pendidikan yang berjalan secara wajar tanpa intervensi
yang berlebihan sehingga membuat anak tersebut justru merasa terancam. Hal ini
dilakukan atas dasar, bahwa anak memiliki potensi insaniyah yang memungkinkan untuk
dapat berkembang secara alamiah. Adapun tokoh naturalisme ini adlaah J.J. Rousseau
(1712-1778) dan Schopenhauer (1788-1860 M). Kedua tokoh ini, merupakan tokoh yang
sering dikutip pendapatnya berkaitan dengan naturalisme.

12
D. Konvergensi

Konvergensi dipelopori oleh William Stern. Gagasan Stern mengenai konvergensi


ini didasari pada dua teori sebelumnya, yakni nativisme dan empirisme. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa konvergensi merupakan gabungan antara kedua teori tersebut.
Hal ini dapat ditilik dalam teori konvergensi yang menyatakan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan manusia itu bergantung pada faktor bakat/pembawaan dan faktor
lingkungan, pengalaman/pendidikan (Ahmadi dan Uhbiyati, 1991: 294). Jika
diidentifikasi teori tersebut, maka jelas bahwa unsur nativisme dan empirisme
membangun kedua teori itu. Hal itu tercermin pada,  faktor bakat merupakan gagasan
teori nativisme sedangkan faktor lingkungan merupakan gagasan empirismi. Penganut
aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan
maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peran yang sangat penting. Bakat
yang dibawa pada waktu anak tersebut dilahirkan tidak akan berkembang dengan baik
tanpa adanya dukungan lingkungan yang baik sesuai dengan perkembangan bakat anak
itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak akan menghasilkan perkembangan anak
yang optimal kalau memang pada diri anak itu tidak terdapat bakat yang diperlukan
untuk dikembangkannya. Sebagai ilustrasi, anak dalam tahun pertama mempelajari
bahasa bukan karena dorongan dan bakat. Melainkan karena meniru suara ibunya dan
orang-orang di sekitarnya. Namun, tanpa ada bakat dan dorongan, tentu saja hal itu tidak
dimungkinkan. Sehingga kedua aspek ini sama pentingnya. Sebagai gambaran lain,
seorang yang memiliki bakat  bermain musik, namun karena lingkungan tidak
mengkondisikan orang tersebut, maka ia pun tidak akan menjadi pemusik hebat. Ada
tiga teori konvergensi yang terkenal yang disampaikan oleh Stern, yakni:

1. Pendidikan mungkin dilaksanakan.


2. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak
didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah  berkembangnya
potensi yang kurang baik.
3. Yang membatasi hasil pendidikan  adalah pembawaan dan lingkungan
Pandangan konvergensi ini tentu saja memberi arah yang jelas mengenai pentingnya
pendidikan. Bahwa, pendidikan harus dilakukan agar potensi anak dapat ditingkatkan.
Sehingga bakat yang ada semakin terasah, sementara kompetensi lain pun ikut diasah.

13
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Landasan adalah suatu alas atau dasar pijakan dari suatu hal , suatu titik tumpu atau titik
tolak dari suatu hal atau suatu fondasi tempat berdirinya suatu hal. Pendidikan adalah
suatu sadar dan terencana untuk mewujudkan suatu belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan. Mewujudkan suatu belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian dirinya, kepribadiannya. Keberhasilan teori belajar mengajar
jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang
berbeda antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. pendidikan harus dilakukan agar
potensi anak dapat ditingkatkan. Sehingga bakat yang ada semakin terasah, sementara
kompetensi lain pun ikut diasah.

B. SARAN

Landasan pendidikan di indonesia yakni pancasila, implikasi terdapat pendidikan harus


menyesuaikan dan menyelaraskan tujuan pendidikan nasional, kurikulum pendidikan d,
kejelasan peranan pendidikan dan peserta didik .dengan strategi tersebut maka harapan
yang di inginkan akan terpenuhi sejalan dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
di sekolah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Saphuha,
Julaiha. Aliran Konvergensi. Diakses pada 5 Maret 2013 dari Google.com Sudrajat,
Akhmad. Filsafat Naturalisme. Dikutip pada 5 Maret 2013
dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/10/filsafat-naturalisme/

https://www.diwarta.com/2012/06/14/pengertian-pendidikan-menurut-ki-hajar-
dewantara.html

15

Anda mungkin juga menyukai