MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ilmu Pendidikan
Disusun Oleh:
1.Elma Nuril Farhana (T20191275)
2.Yusron Fathoni Amir (T20191253)
3.Liliyan Dheatri Imami (T20191291)
4.Roihatul Jannah (T20191256)
4.Siti Sofia (T20191295)
penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan masalah..................................................................................................1
C. Tujuan pembahasan...............................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
A. Sejarah Perkembangan Hadis Pada Masa Nabi......................................................3
B. HADIS PADA MASA TABI’IN....................................................................................6
C. Latar Belakang Munculnya Pemikiran Usaha Tadwin Hadist..................................9
D. SEJARAH HADIS PADA MASA SAHABAT................................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................................12
A. Kesimpulan...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
1
\
BAB II
PEMBAHASAN
Landasan, istilah landasan mengandung arti sebagai alas, dasar atau tumpuan (kamus
besar bahasa Indonesia ,1995). Istilah landasan dikenal sebagai fondasi. Mengacu pada
pengertian tersebut dapat di pahami bahwa landasan adalah alas atau dasar pijakan dari
sesuatu hal suatu titik tumpu atau titik tolak dari suatu hal, atau suatu fondasi tempat
berdirinya suatu hal.
Menurut sifat wujudnya dapat di bedakan dua jenis landasan yaitu : (1) landasan yang
bersifat material, (2) landasan yang bersifat konsektual. Contoh landasan yang bersifat
material antara lain berupa landasan pacu pesawat terbang dan pondasi bangunan
gedung, adapun contoh landasan yang bersifat konsektual antara lain berupa dasar
Negara republik Indonesia yaitu pancasila dan UUD RI tahun 1945; landasan pendidikan
dan sbb.
Landasan yang bersifat kosektual identic dengan asumsi yaitu suatu gagasan,
kepercayaan prinsip , pendapat atau pernyataan yang sudah di anggap benar, yang di
jadikan titik tolak dalam rangka berfikir(melakukan suatu study) dan atau dalam rangka
bertindak (melakukan suatu praktek.
Landasan pendidikan berdasarkan uraian di atas dapat di Tarik suatu pengertian bahwa
landasan pendidikan adalah seperangkat asumsi yang di jadikan titik tolak dalam rangka
pendidikan. Sebagaimana telah di pahami,dalam pendidikan mesti terdapat momen study
pendidikan dan momen praktek pendidikan.
Asumsi-asumsi yang menjadi titik tolak dalam rangka pendidkan dari berbagai sumber,
dapat bersumber dari agama, filsafat, ilmu dan hokum atau yuridis. Jenis landasan
pendidkab dapat di identifikasi dan di kelompokkan menjadi: 1) landasan religious
2
pendidikan, 2) landasan filosofis pendidikan, 3) landasan ilmiah pendidikan dan
4)landasan hokum atau yuridis pendidikan, dan landasan lainnya
Landasan religius pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari ajaran agama
yang di jadikan titik tolak dalam pendidikan. Contohnya: carilah ilmu sejak dari buaian
hingga masuk liang lahat atau meninggal dunia. “menuntut ilmu adalah fardhlu bagi
setiap muslim.” (hadis). Implikasinya, bagi setiap muslim bahwa belajar atau
melaksanakan pendidikan sepanjang hayat merupakan suatu kewajiban.
Filsafat spekulatif adalah cara berfikir sistematis tentang segala yang ada, merenungkan
secara rasional-spekulatif seluruh persoalan manusia dengan segala yang ada di jagat
raya ini dengan asumsi manusia memiliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi dan
berusaha mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berfikir dan
keseluruhan pengalaman.
3
Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standar) penilaian
tentang nilai-nilai, penilaian tentang pembuatan manusia, penilaian tentang seni ,
menguji apa yang di sebut baik dan jahat, benar dan salah , bagus dan jelek. Nilai suatu
benda pada dasarnya inherent dalam dirinya, atau hanya merupakan gambaran dari
fikiran kita. Dalam konteks pendidikan, filsafat preskriptif memberi resep tentang
perbuatan atau perilaku manusia yang bermanfaat.
Terdapat beberapa aliran dalam filsafat, diantaranya: idealism, materialism, realism dan
prakmatisme (ismaun,2001). Aplikasi aliran-aliran filsafat tersebut dalam pendidikan
kemudian menghasilkan filsafat pendidikan yang selaras dengan aliran-aliran filsafat
tersebut. Filsafat pendidikan akan berusaha memahami pendidikan dalam keseluruhan,
menafsirkannya dengan konsep-konsep umum, yang akan membimbing kita dalam
merumuskan tujuan dan kebijakan pendidikan, dari kajian tentang filsafat pendidikan
selanjutnya dihasilkan berbagai teori pendidikan , diantarannya: (1) peranialisme; (2)
esensialisme;(3) progresivisme;(4) rekonstruktivisme.
4
sendiri. Aliran ini mempertanyakan: bagaimana saya hidup di dunia?. Apa
pengalamanmu itu?.
Demikian pula, aliran-aliran pendidikan yang di pengaruhi oleh filsafat, telah menjadi
filsafat pendidikan atau menjadi teori pendidikan tertentu. Ada bebrapa teori pendidikan
yang sampai dewasa ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap praktek pendidikan,
misalnya aliran emperisme naturalisme, nativisme, dan aliran konvergensi dalam
pendidikan. Perlu di pahami bahwa yang di jadikan asumsi yang melandasi teori maupun
5
praktek pendidikan, bukan hanya landasan filsafat pendidikan tetapi masih ada landasan
lain, yaitu landasan ilmiah pendidikan, dan landasan religi pendidikan.
Landasan ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari disiplin ilmu
tertentu yang di jadikan titik tolak dalam pendidikan. Landasan ilmiah dan teknologi
pendidikan juga mengandung makna norma dasar yang bersumber dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengikat dan mengharuskan pelaksanaan
pendidkan untuk menerapkannya dalam usaha pendidikan norma dasarnya yang
bersumber dari ilmu pengetahuan dan teknologi itu harus mengandung ciri-ciri keilmuan
yang hakiki (lihat jurnal pendidikan, mei 1989).(1) ontologis, yakni adanya objek
penalaran yang mencangkup seluru aspek kehidupan yang dapat diamati dan di uji.(2)
epistomologis, yakni adanya cara untuk menela’ah objek tersebut dengan metode ilmiah,
dan (3) aksiologis, yakni adanya nilai kegunaan bagi kepentingan dan kesejahteraan
lahir batin. Bagi pendidikan Indonesia yang menjadi objek penalaran seluruh aspek
kehidupan di klasifikasikan kedalam bidang ideologi,
politik,ekonomi,sosial,budaya,pertahanan dan keamanan,serta agama. Yang dalam
pengembangannya senantiasa harus di pedomi nilai-nilai pancasila. Demikian pula cara
telaah objek penalaran aspek kehidupan tersebut selain memperhatikan segi ilmiahnya
tidak bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Nilai kegunaan ilmu pengetahuan dan
teknologi hendaknya terkait dengan peningkatan kesejahteraan lahir dan batin,
kemajuaan peradaban, serta ketangguhan dan daya saing sebagai bangsa, serta tidak
bertentangan dengan nilai agama dan budaya bangsa.manfaat ilmu pengetahuan dan
teknologi yang melandasi pendidikan harus mampu (1)memberikan kesejahteraan lahir
dan batin setinggi-tingginya,(2) mendorong pemanfaatan pengembangan sesuai tuntutan
zaman,(3) menjamin penggunaannya secarara tanggung jawab,(4) memberi dukungan
nilai-nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa,(5) mencerdaskan kehidupan bangsa,dan
(6)meningkatkan produktivitas, efisien,dan efektivitas sumber daya manusia.
6
yang bersumber dari hukum-hukum dasar perkembangan peserta didik. Hukum-hukum
dasar perkembangan peserta didik sejak proses terjadinya konsepsi sampai mati manusia
akan mengalami perubahan karena bertumbuh dan berkembang. Pertumbuhan itu
bersifat jasmaniah maupun kejiwaannya. Jadi sepanjang kehidupan manusia terjadi
proses pertumbuhan yang terus-menerus. Proses pertumbuhan itu terjadi secara teratur
dan terarah, yaitu ke arah kemajuan ,bukan kemunduran. Tiap tahap kemajuan
pertumbuhan ditandai dengan meningkatnya kemampuan dan cara baru yang dimiliki.
Pertumbuhan merupakan peralihan tingkat peralihan tingkah laku atau fungsi kewajiban
dari yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Perubahan-perubahan yang
selalu terjadi itu dimakusdkan agar orang didalam kehidupannya dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan. Lingkungan manusia terdiri dari lingkungan fisik dan
lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar anak yang
non manusia; sedangkan lingkungan sosial adalah semua orang yang ada didalam
kehidupan anak, yaitu orang yang bergaul dengan anak,melakukan kegiatan bersama
atau bekerja sama. Tugas pendidikan yang terutama adalah memberikan bimbingan agar
pertumbuhan anak dapat berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena
itu,diperlukan pengetahuan tentang hukum-hukum dasar perkembangan kewajiban
manusia agar tindakan pendidikan yang di laksanakan berhasil guna dan berdaya guna.
Beberapa hukum dasar yang perlu kita perhatikan dalam membimbing anak dalam
proses pendidikan. Tiap-tiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik anak didik yang
merupakan pribadi yang sedang bertumbuh dan berkembang. Apabila kita amati secara
seksama,mungkin kita menghadapi dua anak didik yang tidak sama benar. Di samping
memiliki kesamaan-kesamaan ,tentu masing-masing. Dikatakan ,bahwa tiap-tiap anak
memiliki sifat kepribadian yang unik; artinya anak memiliki sifat-sifat khas yang
dimiliki oleh dirinya sendiri dan tidak oleh anak lain. Keunikan sifat pribadi seseorang
itu terbentuk karena peranan tiga faktor penting, yaitu: (1) keturunan atau heredity, (2)
linkungan atau environment, (3) diri atau self.
Faktor keturutan, sejak terjadinya konsepsi , yakni proses pembuahan sel telur oleh sel
jantan, anak memperoleh warisan sifat-sifat pembawaan dari kedua orang tuanya yang
merupakan potensi-potensi tertentu. Potensi ini relatif sudah terbentuk (fixed) yang
sukar berubah baik melalui usaha kegiatan pendidikan maupun pemberian pengalaman.
Beberapa ahli ilmu pengetehuan terutama ahli biologi menekankan pentingnya faktor
keturunan ini bagi pertumbuhan fisik,mental,maupun sifat kepribadian yang diinginkan.
7
Pandanga ini nampaknya memang cocok untuk dunia hewan. Namun demikian, dalam
lingkungan kehidupan manusian biasanya potensi individu juga merupakan masalah
penting. Sedang para ahli ilmu jiwa yang menekankan pentingnya lingkungan seseorang
dalam pertumbuhannya cenderug mengecilkan pengaruh pembawaan ini (naïve
endowmrnt). Mereka lebih menekankan pentingknya penggunaan secara berdaya guna
pengalaman sosial dan edukasional agar seseorang dapat bertumbuh secara sehat dengan
penyesuaian hidup secara baik.
Faktor diri , faktor pentimg yang sering di abaikan dalam memahami prinsip
pertumbuhan anak adalah faktor diri (self) , yaitu faktor kewajiban seseorang.
Kehidupan kewajiban itu terdiri dari perasaa, usaha, pikiran, pandangan, penilaian,
keyakinan , sikap, dan anggapan yang semuannya akan berpengaruh dalam membuat
keputusan tentang tindakan sehari-hari. Apabila dapat di pahami diri seseorang, maka
dapat di pahami pola kehidupannya. Pengetahuan kita tentang pola hidup seseorang akan
dapat membantu kita untuk memahami apa yang menjadi tujuan orang itu di balik
perbuatan yang dilakukan. Sering kali kita menginterpretasikan pengaruh pembawaan
dan lingkungan secara mekanis tanpa memperhitungkan faktor lain yang tidak kurang
pentingnya bagi pertumbuhan anak yaitu diri(self).
LANDASAN PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI
8
“Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti ( karakter,
kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan
masyarakatnya”.
John Stuart Mill (filosof Inggris, 1806-1873 M) menjabarkan bahwa Pendidikan itu
meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang
dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada tingkat
kesempurnaan.
menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian
yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental,
yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar
intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
John Dewey, mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna
pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang
dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk
untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan
perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
9
tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan,
termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam
proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala
sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan
individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ;
kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar. Para penganut
aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan
pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan
yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan
pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan
menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat
dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam
proses belajarnya. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan
tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini
menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat,
sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik.
Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-
1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari
Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri
manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang
tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya.
Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan
perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan
perkembangan anak dalam menuju kedewasaan
B. Empirisme
10
dalam perkembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam
kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya berupa stimulan-stimulan. Stimulasi
ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program
pendidikan. Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama
John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di
dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari
lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan
demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan
penting terhadap keberhasilan peserta didiknya. Menurut Redja Mudyahardjo bahwa
aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang
tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu
terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni
nativisme, dan empirisme dan dikaitkan dengan teori belajar mengajar kelihatan bahwa
kedua aliran yang telah disebutkan (nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan.
Adapun kelemahan yang dimaksudkan adalah sifatnya yang ekslusif dengan cirinya
ekstrim berat sebelah. Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-
aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang
satu dengan aliran lainnya. Menurut aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat
dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justru
lingkungan yang mempengaruhi peserta didik tersebut.
C. Naturalisme
Naturalisme merupakan aliran yang menyakini adanya pembawaan dan juga milieu
(lingkungan). Namun demikian, ada dua pandangan besar mengenai hal ini. Pertama
disampaikan oleh Rousseau yang berpendapat bahwa pada dasarnya manusia baik,
namun jika ada yang jahat, itu karena terpengaruh oleh lingkungannya. Kedua,
disampaikan oleh Mensius yang berpendapat bahwa pada dasarnya manusia itu jahat. Ia
menjadi manusia yang baik karena bergaul dengan lingkungannya (Ahmadi dan
Uhbiyati, 1991: 296). Dua pendapat ini jelas memiliki perbedaan yang sangat mendasar.
Satu sisi memandang sisi jahat manusia bersumber dari lingkungan, sementara pendapat
lain menyatakan bahwa sisi jahat itu sendiri yang justru berada pada diri manusia.
Namun, jika memperhatikan dua pendapat ini memiliki sisi kebenaran yang sama jika
ditilik dari sudut genetis. Memang, jika melihat faktor ini. Manusia yang secara genetis
11
tidak baik, maka ia akan menjadi manusia yang seperti ini, begitupun sebaliknya.
Menurut paham naturalisme paling tidak ada lima tujuan pendidikan, kelima pendapat
itu disampaikan oleh Spencer dalam Sudrajat (2013) yang terdiri dari (1) Pemeliharaan
diri; (2) Mengamankan kebutuhan hidup; (3) Meningkatkan anak didik; (4) Memelihara
hubungan sosial dan politik; (5) Menikmati waktu luang. Dari lima tujuan pendidikan
ini, jelas bahwa aliran naturalisme ini mementingkan manfaat pendidikan dengan
menjadikan pemeliharaan diri menjadi faktor utama yang kemudian disusul dengan
kebutuhan hidup. Kedua faktor tersebut akan tercapai jika faktor faktor ketiga secara
maksimal dilaksanakan. Agar maksimal maka faktor keempat dan kelima yang
kemudian menjadi perhatian dalam melakukan pendidikan. Selain itu menurut Spencer
dalam Sudrajat (2013), ada enam prinsip dalam proses pendidikan beraliran naturalisme.
Delapan prinsip tersebut adalah:
12
D. Konvergensi
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Landasan adalah suatu alas atau dasar pijakan dari suatu hal , suatu titik tumpu atau titik
tolak dari suatu hal atau suatu fondasi tempat berdirinya suatu hal. Pendidikan adalah
suatu sadar dan terencana untuk mewujudkan suatu belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan. Mewujudkan suatu belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian dirinya, kepribadiannya. Keberhasilan teori belajar mengajar
jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang
berbeda antara aliran yang satu dengan aliran lainnya. pendidikan harus dilakukan agar
potensi anak dapat ditingkatkan. Sehingga bakat yang ada semakin terasah, sementara
kompetensi lain pun ikut diasah.
B. SARAN
14
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Saphuha,
Julaiha. Aliran Konvergensi. Diakses pada 5 Maret 2013 dari Google.com Sudrajat,
Akhmad. Filsafat Naturalisme. Dikutip pada 5 Maret 2013
dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/10/filsafat-naturalisme/
https://www.diwarta.com/2012/06/14/pengertian-pendidikan-menurut-ki-hajar-
dewantara.html
15