Anda di halaman 1dari 20

LANDASAN FILOSOFIS DAN PSIKOLOGIS PENGEMBANGAN

KURIKULUM

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Telaah Pengembangan
Kurikulum

Oleh:
Hasnan Ahmad Nurmusthafa (21.03.2941)
Risma Apriliani (21.03.2838)
Dosen pengampu:
Lalan Sahlani M.Ag.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM PERSATUAN ISLAM
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan dan kelancaran
dalam menyelesaikan suatu tugas. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, kami tidak akan
mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat tercurah limpahkan
kepada Nabi yang membawa perubahan zaman yang dari zaman kegelapan hingga zaman
terang benderang, Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini berjudul “Landasan Filosofis Dan PsikologiS Pengembangan Kurikulum”
saat ini disusun guna memenuhi salah satu tugas dari Bapak Lalan Sahlani, M.Ag. selaku
dosen pengampu mata kuliah Telaah Pengembangan Kurikulum di Institut Agama Islam
Persatuan Islam Bandung.

Kami menyadari makalah yang kami susun ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang. Demikian yang dapat
penyusun sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis juga para pembaca.

Bandung, 27 Januari 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................................................

BAB I...............................................................................................................................................

A. Latar Belakang..........................................................................................................................

B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................

C. Tujuan Penulisan......................................................................................................................

BAB II.............................................................................................................................................

A. Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum..................................................................

B. Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum...............................................................

C. Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum..............................................................

D. Landasan Organisatoris Pengembangan Kurikulum.......................................................

BAB III.........................................................................................................................................

A. Kesimpulan...........................................................................................................................

B. Saran......................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pengembangan dan implementasi kurikulum sebagai salah satu variabel pendidikan tidak
dapat berdiri sendiri, akan tetapi terkait dengan landasan sebagai tempat berpijak, yakni
filsafat. Filsafat memberi kejelasan arah pendidikan dan implementasi kurikulum terkait
dengan cabang filsafat .
Filsafat membahas secara mendasar tentang hakikat atau eksistensi Tuhan, manusia, dan
alam semesta beserta segala isinya. Pengkajian ini memberi implikasi terhadap kurikulum
sebagai mata pelajaran, pengalaman belajar atau aktivitas belajar peserta didik di berbagai
jenjang pendidikan.
Keterkaitan antara filsafat dan kurikulum dipaparkan oleh Zais yang menyatakan bahwa,
baik filsafat maupun kurikulum keduanya pada hakikatnya untuk menjawab sekitar
pertanyaan “akan dijadikan apa manusia atau anak didik?”. Pertanyaan ini sesungguhnya
sangat mendalam, artinya menanyakan pembentukan manusia (anak) setelah mempelajari
kurikulum di suatu lembaga pendidikan tertentu. Apakah anak menjadi manusia yang
beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, dan cerdas, cakap, dan kreatif atau menjadi
pengangguran intelektual. Peranan filsafat bagi para pelaksana kurikulum membuka
cakrawala berpikir tentang hakikat hidup yang baik, kebijaksanaan ,nilai-nilai, pembentukan
karakter, penguasaan ilmu-ilmu sains, dan sebagainya. Salah satu tugas pengembang
kurikulum mengajarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam filsafat itu, kepada siswa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum?
2. Bagaimana Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum?
3. Bagaimana Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum?
4. Bagaimana Landasan Organisatoris Pengembangan Kurikulum?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum.

1
2. Untuk mengetahui Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum.
3. Untuk mengetahui Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum.
4. Untuk mengetahui Landasan Organisatoris Pengembangan Kurikulum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum

Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “philos” dan “sophia”. Philos, artinya
cinta yang mendalam, dan Sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan. Dari arti harfiah ini,
Filsafat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Secara popular filsafat sering
diartikan sebagai pandangan hidup suatu masyarakat atau pendirian hidup bagi individu.
Dengan demikian maka jelas setiap individu atau setiap kelompok masyarakat secara
filosofis memiliki pandangan hidup yang mungkin berbeda sesuai dengan nilai-nilai yang
dianggapnya baik.1
Filsafat membahas segala permasalahan manusia, termasuk pendidikan, yang juga
disebut sebagai filsafat pendidikan. Filsafat memberikan arah dan juga metodologi terhadap
praktik-praktik pendidikan, sedangkan praktik-praktik pendidikan memberikan bahan-bahan
bagi pertimbangan filosofis. Keduanya sangat berkaitan erat. Hal inilah yang kemudian
menyebabkan landasan filosofis menjadi landasan penting dalam pengembangan sebuah
kurikulum.2
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya
seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti :
perenialisme, essensialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan
kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan
mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan
merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati, di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari
masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.3
1. Filosofi Pendidikan Perenialisme
a) Latar belakang

1
Khoirurrijal dkk, Pengembangan Kurikulum Merdeka(Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi, 2022), 28.
2
Sudarman, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik(Samarinda: Mulawarman University PRESS, 2019),
20.
3
Masykur, Teori dan Telaah Pengembangan Kurikulum(Lampung: AURA, 2013), 45.

3
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20.
Perenialisme lahir dari suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme
menentang pandangan progresivisme yang menekan perubahan dan suatu yang baru.
Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidak pastian,
terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosikultural. Solusi yang ditawarkan
kaum perenialis adalah jalan mundur ke belakang dengan mengunakan kembali nilai-
nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat
pada zaman kuno dan pertengahan, Pandangan-pandangan Plato dan Aristoteles
mewakili peradaban Yunani Kuno, serta ajaran Thomas Aquinas dari abad pertengahan.
Kaum prenialis percaya bahwa ajaran dari tokoh-tokoh tersebut memiliki kualitas yang
dapat dijadikan tuntutan hidup dan kehidupan manusia pada abad ke-20 ini. Pandangan
perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan
dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih
penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut
faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat
pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.4
b) Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut filosofi perenialisme, yaitu membantu anak menyingkap
dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki. Oleh karena itu kebenaran-kebenaran itu
universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran itu hendaknya menjadi tujuan-tujuan
pendidikan yang murni. Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai dengan sebaik-
baiknya melalui:
(1) Latihan intelektual secara cermat untuk melatih pikiran.
(2) Latihan karakter sebagai cara mengembangkan manusia secara spiritual.5
c) Kurikulum
Pada dasarnya, Kurikulum perenialisme berpusat pada subjek berasal dari disiplin-
disiplin ilmu apa yang disebut dengan liberal dengan tekanan pada bahasa, sastra,
matematika, arts dan sains. Guru dipandang orang yang ahli dibidangnya, karena itu
harus menguasai bidangnya atau disiplin ilmunya, dan membimbing siswa untuk

4
Baderiah, Buku Ajar Pengembangan Kurikulum(Palopo: Kampus IAIN Palopo, 2018), 15.
5
Juanda Anda, Landasan Kurikulum & Pembelajaran(Bandung: CV. Confident, 2014), 55.

4
berdiskusi. Mengajar didasarkan terutama sekali pada metode sokrates yaitu penjelasan
secara lisan, perkuliahan. Minat siswa tidak relevan untuk pengembangan kurikulum
karena siswa belum matang dan tidak punya pertimbangan untuk menentukan apa
pengetahuan dan nilai-nilai terbaik. Nilai-nilai terbaik yang akan dipelajarinya. Oleh
karena itu dalam kurikulum ini sangat sedikit yang sifatnya elektif (semua sudah
ditentukan/tidak ada pilihan).6
2. Filsafat Pendidikan Essensialisme
a) Latar belakang
Aliran esensialisme adalah filsafat klasik dan konservasi yang kedua. Esensialisme
berakar pada realisme dan idealisme yang muncul sebagai reaksi terhadap filsafat
progresivisme. Jadi esensialisme merupakan salah satu pandangan filsafat yang paling
tua dan paling dipakai dalam pendidikan. Aliran ini menginginkan agar pendidikan
fokus pada mempertahankan peradaban manusia dengan mentransfernya melalui
pengembangan kemampuan intelektual, baik dalam proses maupun dalam konten
pendidikan, karena itu pendidikan harus seragam.7
Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian
pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota
masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap
sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat.
Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu. 8
b) Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut filsafat essensialisme adalah menyampaikan warisan
budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah
bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adalah berharga untuk diketahui oleh
semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan. Keterampilan-keterampilan,
sikap-sikap, dan nilai-nilai yang tepat, membentuk unsur-unsur yang inti dari sebuah
pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi,
pengembangan intelek atau kecerdasan.9
6
Juanda Anda, Landasan Kurikulum & Pembelajaran(Bandung: CV. Confident, 2014), 55.
7
Saifullah, Pengembangan Kurikulum: Analisis Filosofis dan Implikasinya dalam KTSP dan KBK(Banda
Aceh: FTK Ar-Raniry Press, 2016), 20-21.
8
Warsono Widodo, Dasar Pengembngan Kurikulum Sekolah(Cirebon,2015), 8.
9
Juanda Anda, Landasan Kurikulum & Pembelajaran(Bandung: CV. Confident, 2014), 59.

5
c) Kurikulum
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata pelajaran
akademik yang pokok. Kurikulum Sekolah Dasar ditekankan pada pengembangan
keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan matematika. Dan kurikulum Sekolah
Menengah menekankan pada perluasan dalam mata pelajaran matematika, ilmu
kealaman, humaniora, serta bahasa dan sastra. Penguasaan terhadap mata-mata
pelajaran tersebut dipandang sebagai suatu dasar utama bagi pendidikan umum yang
diperlukan untuk dapat hidup sempurna. Studi yang ketat tentang disiplin tersebut akan
dapat mengembangkan kesadaran pelajar, dan pada saat yang sama membuat mereka
menyadari dunia fisik yang mengitari mereka. Penguasaan fakta dan konsep-konsep
pokok dan disiplin-disiplin yang inti adalah wajib. Menurut esensialisme kurikulum
sekolah harus diarahkan kepada sifatnya yang esensial saja sains, sejarah, sastra,
matematika dan seni. Sedangkan untuk sekolah menengah bahasa Inggris, matematika,
sains, sejarah dan bahasa bahasa asing. Sebagaimana perenial, essensial yang menolak
subjek-subjek yang lain seperti art, fisikal, vokasional/ pendidikan kejuruan.
Sebagaimana perenial esssensial juga menganggap setiap siswa apapun kemampuannya
harus mengikuti kurikulum yang sama, tetapi dalam tingkat dan jumlah yang
disesuaikan dengan kemampuannya. Peranan guru adalah sebagai model dan menguasai
bidang ilmunya secara maksimal. Guru memegang kendali penuh atas kelasnya.
Essensialisme sekarang terefleksi dalam tuntutan untuk menaikkan standar akademis
dan kemampuan berpikir siswa. Sesuatu yang paling perlu dikuasai yang esensial mesti
ditingkatkan, sedangkan subjek-subjek yang lain diabaikan.10
3. Filsafat pendidikan Progresivisme
a) Latar belakang
Aliran progresif atau progressivisme, yaitu suatu gerakan dan perkumpulan yang
didirikan pada tahun 1918 yang berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa
kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak
bukannya memfokuskan pada guru atau bidang studi. Progresivisme mempunyai konsep
yang di dasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai

10
Juanda Anda, Landasan Kurikulum & Pembelajaran(Bandung: CV. Confident, 2014), 59.

6
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi masalah-
masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri.11
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual,
berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme
merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.12
b) Tujuan Pendidikan
Sekolah merupakan masyarakat demokratis dalam ukuran kecil, dimana siswa akan
belajar dan praktik keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup dalam demokrasi.
Dengan pengalamannya, siswa akan mampu menghadapi perubahan dunia. Karena
realitas berubah terus-menerus, kaum progresif tidak memusaykan perhatiannya
terhadap body of knowledge yang pasti, sama seperti halnya dnegan pandangan
perenialisme dan esensialisme. Kaum progresif menekankan “bagaimana berfikir’,
bukan ‘apa yang sipikirkan’. 13
Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat
untuk berinteraksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus-
menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah
(problem solving) yang dapat digunakaan oleh individu untuk menentukan,
manganalisis, dan memecahkan masalah. Proses belajar terpusatkan pada perilaku
cooperative dan disiplin diri. Dimana keduanya sangat dibutuhkan dan sangat berfungsi
dalam masyarakat.14
c) Kurikulum
Dewey menyatakan bahwa "sekolah yang baik ialah yang memperhatikan dengan
sunguh-sungguh semua jenis belajar (dan bahannya) yang membantu murid, pemuda
dan orang dewasa, untuk berkembang”. Sikap progresivisme, yang memandang segala
sesuatu berasaskan fleksibilitas, dinamika dan sifat-sifat lain yang sejenis, tercermin
dalam pandangannya mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang edukatif, bersifat
eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur. Landasan pikiran ini akan
diuraikan serba singkat. Yang dimaksud dengan pengalaman yang edukatif adalah
11
Saifullah, Pengembangan Kurikulum: Analisis Filosofis dan Implikasinya dalam KTSP dan KBK(Banda
Aceh: FTK Ar-Raniry Press, 2016), 3-4.
12
Baderiah, Buku Ajar Pengembangan Kurikulum(Palopo: Kampus IAIN Palopo, 2018), 16.
13
Juanda Anda, Landasan Kurikulum & Pembelajaran(Bandung: CV. Confident, 2014), 62.
14
Juanda Anda, Landasan Kurikulum & Pembelajaran(Bandung: CV. Confident, 2014), 62.

7
pengalaman apa saja yang serasi tujuan menurut prinsip-prinsip yang digariskan dalam
pendidikan, yang setiap proses belajar yang ada membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak didik. Oleh karena tiada standar yang universal, maka terhadap
kurikulum haruslah terbuka kemungkinan akan adanya peninjauan dan penyempurnaan.
Fleksibilitas ini dapat membuka kemungkinan bagi pendidikan untuk memperhatikan
tiap anak didik dengan sifat- sifat dan kebutuhannya masing-masing. Selain ini
semuanya diharapkan dapat sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Oleh
karena sifat kurikulum yang tidak beku dan dapat direvisi ini, maka jenis yang memadai
adalah kurikulum yang "berpusat pada pengalaman".15
Selain jenis ini, menurut progresivisme, yang dapat dipandang maju adalah tipe
yang disebut "kurikulum inti", ialah sejumlah pengalaman belajar di sekitar kebutuhan
umum. Kurikulum Inti maupun kurikulum yang bersendikan pengalaman perlu disusun
dengan teratur dan terencana. Kualifikasi semacam ini diperlukan agar pendidikan dapat
mempunyai proses sesuai dengan tujuan, tidak mudah terkait pada hal-hal yang
insidental dan tidak penting. Maka, jelaslah bahwa lingkungan dan pengalaman yang
diperlukan dan yang dapat menunjang pendidikan ialah yang dapat diciptakan dan
ditujukan ke arah yang telah ditentukan. Kurikulum yang memenuhi tuntutan ini di
antaranya adalah yang di susun atas dasar teori dan metode proyek, yang telah
diciptakan oleh WilliamHeard Kilpatrick.16
4. Filsafat Pendidikan Rekontruksionisme
a) Latar Belakang
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini
lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum perogresif hanya memikirkan dan
melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
Rekonstruksifisme dipelopori oleh George Counts dan Harold Rugg pada tahun 1930.
Mereka ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil.
Progresivisme yang dilandasi pemikiran Dewey, dikembangkan oleh Kilpatrick dan
John Child, juga mendorong pendidikan agar lebih sadar terhadap tanggung jawab
sosial. Tetapi, mereka tidak sepakat dengan Counts dan Rugg, bahwa sekolah harus

15
Juanda Anda, Landasan Kurikulum & Pembelajaran(Bandung: CV. Confident, 2014), 62.
16
Juanda Anda, Landasan Kurikulum & Pembelajaran(Bandung: CV. Confident, 2014), 62.

8
melakukan perbaikan masyarakat yang spesifik. Kaum progresif lebih suka menekankan
tujuan umum pertumbuhan masyarakat melalui pendidikan. Usaha rekonstruksi sosial
yang diupayakan Brameld didasarkan atas suatu asumsi bahwa kita telah beralih dari
masyarakat agraris pedesaaan ke masyarakat urban yang berteknologi tinggi, tetapi
masih terdapat suatu kelambanan budaya yang serius, yaitu dalam kemampuan manusia
untuk menyesuaikan diri terhadap masyarakat teknologi. Hal tersebut sesuai dengan
pandangan Counts yang telah dikemukakan sebelumnya, yaitu bahwa apa yang
diperlukan pada masyarakat yang memiliki perkembangan teknologi yang cepat adalah
rekonstruksi masyarakat dan pembentukan serta perubahan tata dunia baru seluruhnya.17
Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di
samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme,
rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis
dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan
masalah, dan melakukan sesuatu Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari
pada proses.18
b) Tujuan Pendidikan
Menurut aliran ini tujuan pendidikan adalah menumbuhkan kesadaran terdidik yang
berkaitan dengan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi manusia
dalamskala global, dan memberi keterampilan kepada mereka agar memiliki
kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Tujuan akhir pendidikan
adalah terciptanya masyarakat baru, yaitu sesuatu masyarakat global yang saling
ketergantungan.19
c) Kurikulum
Kurikulum merupakan subject matter yang berisikan masalah- masalah sosial,
ekonomi, politikyang beraneka ragam, yang dihadapi umat manusia, termasuk masalah-
masalah sosial dan pribadi terdidik itu sendiri. Isi kurikulum tersebut berguna salam
penyusunan disiplin “sains social” dan proses penemuan ilmiah (inkuiri ilmiah) sebagai
metode kerja untuk memecahkan masalah- masalah sosial.20

17
Darwis, Filsasfat Pendidikan Barat(Banda Aceh: Syiah Kuala University Press, t.t), 124.
18
Baderiah, Buku Ajar Pengembangan Kurikulum(Palopo: Kampus IAIN Palopo, 2018), 16-17.
19
Juanda Anda, Landasan Kurikulum & Pembelajaran(Bandung: CV. Confident, 2014), 64.
20
Juanda Anda, Landasan Kurikulum & Pembelajaran(Bandung: CV. Confident, 2014), 62.

9
B. Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum
Pengembangan dan implementasi kurikulum tidak serta merta berdiri sendiri, melainkan
memerlukan landasan atau tempat berpijak yang kuat. Kurikulum sebagai mata pelajaran,
aktivitas dan pengalaman belajar peserta didik agar kurikulum tepat sasaran atau dikuasai
peserta didik, sebagai pendidik (guru) perlu menguasai berbagai aliaran psikologi belajar.
Sebab psikologi belajar memberikan langkah-langkah atau teori belajar sesuai usia
perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor peserta didik. Seorang guru tidak mungkin
berhasil mengajar peserta didik denganbaik tanpa menguasai ilmu psikologi ketika
mengembangakan dan mengimplementasi kurikulum mikro (kegiatan belajar mengajar) di
kelas.21

Landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum meliputi factor-faktor psilogis


yang harus dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan kurikulum. Landasan
psikologis diperlukan terutama dalam seleksi dan organisasi bahan Pelajaran, menentukan
kegiatan belajar yang paling serasi, dan merencanakan kondisi belajar yang optimal agar
tujuan belajar tercapai.

Dalam hubungannya materi pembelajaran, pemilihan, dan penentuan materi Pelajaran


harus disesuaikan dengan tahap perkembangan peserta didik sehingga akan funsional dalam
Upaya membantu perkembangan dirinya agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan
efektif sesuai dengan taraf perkembangan mereka. Oleh karena itu, landasan psikologi dalam
pengembangan kurikulum adalah psikologi belajar dan psikologi perkembangan.

Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana peserta didik
melakukan perbuatan belajar. Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku karena interaksi individu dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku dapat
berbentuk pengetahuan, keterampilan, sikap, maupun nilai.22

Psikologi belajar pada prinsipnya adalah suatu cabang psikologi yang mengkaji tentang
bagaimana individu itu belajar. Dengan diketahui kegiatan belajar mengajar, maka
kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan secara efektif.
21
Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran(Jakarta : Bumi Aksara,2014), 98.
22
Suharsimi Arikunto, dkk, manajemen kurikulum, (Yogyakarta:jurusan administrasi Pendidikan FIP
UNY,200), 48.

10
Psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap kurikulum di sekolah, yakni melalui
strategi belajar mengajar. Psikologi belajar mengajar. Psikologi belajar berkenaan proses
perubahan tingkah laku manusia itu terjadi. Hal ini diperlukan dalam Pendidikan terutama
bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran. Sebab proses belajar mengajar atau
pembelajaran pada hakikatnya mengbah tingkah laku baru para peserta didik.

Masing-masing peserta didik mempunyai tempo perkembangan sendiri. Oleh karena itu
pendidik mempunyai beberapa tugas, yaitu :23

1. Mempelajari perkembangan peserta didik supaya dapat memberikan metode belajar yang
sesuai dengan kemampuannya.
2. Mempersiapkan kegiatan belajar yang sesuai dengan kemampuannya.
3. Mempercepat kemampuan yang lambat.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menetapkan isi kurikulum yang
diberikan kepada peserta didik agar Tingkat keluasan dan kedalaman bahan Pelajaran sesuai
dengan taraf mereka. Adanya jenjang atau Tingkat Pendidikan dalam system persekolahan
merupakan satu bukti bahwa psikologi perkembangan menjadi landasan dalma Pendidikan,
khususnya kurikulum. Para ahli psikologi perkembangan mencoba membagi tahap-tahap
perkembangan anak dari sudut yang beragam. Namun pada prinsipnya semua itu akan
sangat membantu dalam proses Pendidikan termasuk dalam pengembangan kurikulum.
C. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis pengembangan kurikulum merupakan asumsi-asumsi yang berasal
dari sosiologis yang dijadikan acuan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Young,
sosiologi kurikulum merupakan sebuah proses kerja intelektual untuk mengaitkan prinsip-
prinsip, seleksi, dan pengorganisasian kurikulum dalam sekolah serta kaitannya dengan
setting interaksi sosial yang mana berada dalam struktur sosial yang lebih luas.
Pengembangan kurikulum sebaiknya mengacu kepada aspek sosiologis dikarenakan peserta
didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan dalam lingkungan masyarakat, dan
diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan
masyarakat dan budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik
tolak dalam melaksanakan pendidikan.

23
Zainal Aripin, Konsep, 65.

11
Kurikulum pada dasarnya mencerminkan keinginan, cita-cita, dan kebutuhanmasyarakat.
Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika pendidikan memerhatikan aspirasi masyarakat dan
mempu memberi jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio, politik,
ekonomi yang dominan. Selain itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan
dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan, dan perkembangan yang ada di
masyarakat. 24
D. Landasan Organisatoris
Landasan organisatoris adalah kerangka umum program-program pengajaran yang
akan disampaikan kepada peserta didik. Landasan organisatoris merupakan asas yang paling
mendasar, karena kurikulum akan berjalan dengan baik apabila diorganisasikan dengan baik
pula, hal ini untuk memudahkan pelaksaan proses belajar mengajar yang beragam kepada
peserta didik.25

24
Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah(Bandung: Sinar Baru Offset, 2008).
90.
25
Anin Nurhayati, inovasi kurikulum:telaah terhadap pengembangan kurikulum
pesantren(Yogyakarta:Teras,2010), 18.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “philos” dan “sophia”. Philos, artinya
cinta yang mendalam, dan Sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan. lahir dari suatu reaksi
terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang
menekan perubahan dan suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini
penuh kekacauan, ketidak pastian, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan
sosikultural. Kurikulum perenialisme berpusat pada subjek berasal dari disiplin-disiplin ilmu
apa yang disebut dengan liberal dengan tekanan pada bahasa, sastra, matematika, arts dan
sains. Guru dipandang orang yang ahli dibidangnya, karena itu harus menguasai bidangnya
atau disiplin ilmunya, dan membimbing siswa untuk berdiskusi.

Aliran esensialisme adalah filsafat klasik dan konservasi yang kedua. Esensialisme
berakar pada realisme dan idealisme yang muncul sebagai reaksi terhadap filsafat
progresivisme. Jadi esensialisme merupakan salah satu pandangan filsafat yang paling tua
dan paling dipakai dalam pendidikan. Tujuan pendidikan menurut filsafat essensialisme
adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah
terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adalah berharga
untuk diketahui oleh semua orang. Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup
mata-mata pelajaran akademik yang pokok.

Aliran progresif atau progressivisme, yaitu suatu gerakan dan perkumpulan yang
didirikan pada tahun 1918 yang berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini
mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya
memfokuskan pada guru atau bidang studi. Karena realitas berubah terus-menerus, kaum
progresif tidak memusatkan perhatiannya terhadap body of knowledge yang pasti, sama
seperti halnya dnegan pandangan perenialisme dan esensialisme. Kaum progresif
menekankan “bagaimana berfikir’, bukan ‘apa yang dipikirkan’. Sikap progresivisme, yang
memandang segala sesuatu berasaskan fleksibilitas, dinamika dan sifat-sifat lain yang

13
sejenis, tercermin dalam pandangannya mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang
edukatif, bersifat eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur.

Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir


didasari atas suatu anggapan bahwa kaum perogresif hanya memikirkan dan melibatkan diri
dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini. Tujuan akhir
pendidikan adalah terciptanya masyarakat baru, yaitu sesuatu masyarakat global yang saling
ketergantungan. Kurikulum merupakan subject matter yang berisikan masalah- masalah
sosial, ekonomi, politikyang beraneka ragam, yang dihadapi umat manusia, termasuk
masalah-masalah sosial dan pribadi terdidik itu sendiri.

Pengembangan kurikulum yang ada di Indonesia, saat ini telah banyak mengalami
perubahan. Banyak hal yang dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum di suatu
negara termasuk Indonesia. Diantara landasan pengembangan kurikulum yang perlu
dipertimbangkan yaitu landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum. Prinsip belajar
behaviorisme mengutamakan tes hasil belajar (testing), pengawasan (monitoring),
pembiasaan (drilling), dan impan balik (feedback), ini sebagai cirri khas behaviorisme.
Metode belajar behoviorisme mengutamakan belajar individu, intruksi, latihan, penguasaan
materi, dan penguasaan kompetensi. Kaum behavioris menempatkan guru pada posisi
sentral.

Berkaitan dengan belajar, Piaget membangun teorinya berdasarkan pada konsep skema,
yaitu, stuktur mental atau kognitif yang menyebabkan seseorang secara intelektual
beradaptasi dan mengorganiasikan lingkungan sekitarnya. Skema pada prinsipnya tidak
statis melainkan selalu mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan kognitif
manusia. Berdasarkan asumsi itulah, Piaget berpendapat bahwa belajar merupakan proses
menyesuaikan pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dipunyai seseorang.
Bagi Piaget, proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan yakni: asimilasi, akomodasi dan
akulibrasi. Gestalt Wertheimer menjelaskan bahwa fenomena itu dipandang bukan
merupakan bagian-bagian yang terpisah-pisah tetapi dilihat secara utuh, begitu pula
memandang manusia (tidak hanya memperhatikan kepala, tangan dan kaki, tetapi dilihat
seluruh tubuh). Bagi penganut teori humanistik, proses belajar har us berhulu dan bermuara
pada manusia itu sendiri. Artinya, teori belajar humanistik berbeda dengan tori belajar

14
behaviorisme (siswa belajar atas dasar stimulus dan respon), berbeda dengan tori
belajarkogntif Piaget (siswa belajar yang aktif hanya kognitifnya saja). Teori ini belajar
adalah mengembangkan aktualisasi diri siswa secara optimal.

Landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum meliputi factor-faktor psilogis


yang harus dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan kurikulum. Landasan
psikologis diperlukan terutama dalam seleksi dan organisasi bahan Pelajaran, menentukan
kegiatan belajar yang paling serasi, dan merencanakan kondisi belajar yang optimal agar
tujuan belajar tercapai.

Landasan sosiologis pengembangan kurikulum merupakan asumsi-asumsi yang


berasal dari sosiologis yang dijadikan acuan dalam pengembangan kurikulum. Menurut
Young, sosiologi kurikulum merupakan sebuah proses kerja intelektual untuk mengaitkan
prinsip- prinsip, seleksi, dan pengorganisasian kurikulum dalam sekolah serta kaitannya
dengan setting interaksi sosial yang mana berada dalam struktur sosial yang lebih luas.
Pengembangan kurikulum sebaiknya mengacu kepada aspek sosiologis dikarenakan peserta
didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan dalam lingkungan masyarakat, dan
diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan
masyarakat dan budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik
tolak dalam melaksanakan pendidikan.

Landasan organisatoris adalah kerangka umum program-program pengajaran yang akan


disampaikan kepada peserta didik. Landasan organisatoris merupakan asas yang paling
mendasar, karena kurikulum akan berjalan dengan baik apabila diorganisasikan dengan baik
pula, hal ini untuk memudahkan pelaksaan proses belajar mengajar yang beragam kepada
peserta didik

B. Saran

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari tulisan
maupun bahasan yang kami sajikan, oleh karena itu mohon di berikan sarannya agar kami
bisa membuat makalah lebih baik lagi, dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita
semua dan menjadi wawasan kita dalam memahaminya.

15
16
DAFTAR PUSTAKA
Khoirurrijal dkk, Pengembangan Kurikulum Merdeka, Malang: CV. Literasi Nusantara
Abadi, 2022.
Sudarman, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Samarinda: Mulawarman
University PRESS, 2019.
Masykur, Teori dan Telaah Pengembangan Kurikulum, Lampung: AURA, 2013.
Baderiah, Buku Ajar Pengembangan Kurikulum, Palopo: Kampus IAIN Palopo, 2018.
Juanda Anda, Landasan Kurikulum & Pembelajaran, Bandung: CV. Confident, 2014.
Saifullah, Pengembangan Kurikulum: Analisis Filosofis dan Implikasinya dalam KTSP dan
KBK, Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press, 2016.
Warsono Widodo, Dasar Pengembngan Kurikulum Sekolah, Cirebon,2015.
Darwis, Filsasfat Pendidikan Barat, Banda Aceh: Syiah Kuala University Press, t.t.
Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara,2014.
Hamalik, Dasar- Dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Hasan, Evaluasi Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya,2008.
Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru
Offset, 2008.
Suharsimi Arikunto, dkk, manajemen kurikulum,Yogyakarta:jurusan administrasi
Pendidikan FIP UNY,2000.
Zainal Aripin, Konsep.
Anin Nurhayati, inovasi kurikulum:telaah terhadap pengembangan kurikulum pesantren,
Yogyakarta:Teras, 2010.

17

Anda mungkin juga menyukai