Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Anik Ghufron, M.Pd.
Oleh:
Muhammad Aqmal Nurcahyo
NIM 23012050065
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Landasan Filosofi Sekolah
Dasar” pada mata kuliah Pengembangan Kurikulum dan Inovasi Pembelajaran
Sekolah Dasar yang diampu oleh Prof. Dr. Anik Ghufron, M.Pd.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas individu. Makalah ini akan
membahas mengenai pengertian filosofi pendidikan, hubungan antara filosofi dan
kurikulum, serta aliran filosofi sekolah dasar (perenialisme, esensialisme,
progresivisme, dan rekonstruksionisme).
Penulis mohon maaf jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam makalah
ini. Semoga paparan yang ada di dalam makalah ini dapat bermanfaat dan
memberikan gambaran secara rinci mengenai kepada pembaca mengenai landasan
filosofi sekolah dasar.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat adalah induk agung dari ilmu-ilmu, dan filsafat menangani semua
pengetahuan sebagai bidangnya (Bacon, dalam Kristiawan, 2016). Filsafat,
secara harfiah, berasal dari kata Yunani "philosophia", yang berarti "cinta
terhadap kebijaksanaan" atau "cinta terhadap pengetahuan". Secara luas,
filsafat melibatkan eksplorasi konseptual dan analisis mendalam tentang
berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk pendidikan.
Aliran filsafat pendidikan dalam pelaksanaan pembelajaran di
sekolah dasar adalah esensial untuk memahami bagaimana prinsip-prinsip
dan nilai-nilai dari masing-masing aliran ini dapat membentuk pendekatan
pembelajaran yang beragam dan berdampak. Aliran filsafat pendidikan
adalah pondasi yang mengarahkan cara sekolah mengajar, apa yang
diajarkan kepada siswa, dan bagaimana pembelajaran dievaluasi. Dalam
konteks ini, perenialisme, esensialisme, progresivisme, dan
rekonstruksionisme adalah empat aliran utama yang mempengaruhi
pandangan dan praktik pendidikan di sekolah dasar.
Perenialisme, sebagai salah satu aliran utama, menekankan pada
keabadian nilai-nilai dan pengetahuan yang telah teruji waktu. Dalam
pendidikan dasar, pendekatan perenialisme mencerminkan pentingnya
pembelajaran konsep-konsep fundamental dan kebenaran universal yang
relevan dalam berbagai konteks budaya. Esensialisme, sementara itu,
menyoroti pentingnya penguasaan keterampilan dasar seperti membaca,
menulis, dan berhitung sebagai pondasi untuk keberhasilan akademik dan
kehidupan sosial peserta didik di masa depan.
Di sisi lain, progresivisme menekankan pada pembelajaran yang
aktif, kolaboratif, dan berpusat pada kepentingan peserta didik. Dalam
pembelajaran progresif, siswa didorong untuk mengambil peran aktif dalam
proses pembelajaran, mengeksplorasi minat dan bakat mereka, serta
1
2
4
5
sendiri maupun sudut pandang orang lain; juga mencakup pencarian nilai-
nilai yang khas serta mengklarifikasi keyakinan yang kita anut.
Filsafat memberi para pendidik, khususnya pekerja kurikulum,
kerangka atau kerangka kerja untuk mengatur sekolah dan ruang kelas
(Ornstein & Hunkins, 2018). Ini membantu mereka dalam menetapkan misi
sekolah, menilai relevansi mata pelajaran, strategi pembelajaran, serta
materi dan metode pengajaran yang tepat. Hal ini mengklarifikasi tujuan
pendidikan, konten yang sesuai, proses pembelajaran mengajar, serta
pengalaman dan aktivitas yang perlu ditekankan oleh lembaga pendidikan.
Filsafat juga menjadi landasan untuk menentukan buku teks yang sesuai,
cara penggunaannya, jumlah tugas rumah yang diberikan, strategi evaluasi
siswa, dan penekanan pada mata pelajaran atau topik tertentu.
Ornstein & Hunkins (2018) menguraikan jika fungsi filsafat sebagai
sumber kurikulum dapat dipahami sebagai (1) titik awal dalam
pengembangan kurikulum, atau (2) fungsi yang saling bergantung dengan
fungsi lain dalam pengembangan kurikulum. Selain itu, Dewey (2004)
berpendapat bahwa “filsafat mungkin . . . didefinisikan sebagai teori umum
pendidikan” dan bahwa “tugas filsafat adalah menyediakan” kerangka kerja
bagi “tujuan dan metode” sekolah. Dewey menyimpulkan jika filsafat
adalah cara berpikir yang memberi makna pada kehidupan kita. Filsafat
bukan hanya merupakan titik awal bagi sekolah, namun juga krusial bagi
seluruh kegiatan kurikulum. “Pendidikan adalah laboratorium di mana
perbedaan filosofis menjadi nyata dan diuji.” (Dewey, 2004).
Dalam kerangka kurikulum Ralph Tyler, filsafat umumnya
merupakan salah satu dari lima kriteria yang digunakan dalam memilih
“tujuan pendidikan” (Ornstein & Hunkins, 2018). Hubungan antara filsafat
dan kriteria lainnya—studi terhadap pelajar, studi tentang kehidupan
kontemporer, saran dari spesialis mata pelajaran, dan psikologi
pembelajaran—ditunjukkan pada berikut.
8
2. Esensialisme
Aliran esensialisme muncul pada awal tahun 1930, denga beberapa
orang pelopornya, seperti William C. Bagley, Thomas Broggs,
Frederick Breed, dan Isac L. Kandell. Esensialisme merupakan suatu
filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai
suatu kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah-sekolah (Sadulloh,
2006). Esensialisme didukung oleh dua aliran filsafat lainnya yaitu
idealisme dan realisme (Hidayat, 2008).
Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada
nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikam
kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas
(Kristiawan, 2016). Seperti halnya para penganut paham perennialis,
banyak penganut paham esensialis yang menekankan pada penguasaan
keterampilan, fakta, dan konsep yang menjadi dasar materi pelajaran
(Ornstein & Hunkins, 2018). Lahirnya esensialisme menjadi cerminan
dari tuntutan masyarakat saat ini untuk meningkatkan standar akademik
yang telah ada.
Esensialisme memiliki beberapa kesamaan dengan perenialisme,
bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang
harus diberikan di skeolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara
yang sistematik dan berdisiplin (Sadulloh, 2006). Namun, terdapat pula
beberapa perbedaan di antara keduanya. Jika perenialisme berfokus
pada penekanan kebenaran-kebenarna eksternal, esensialisme berfokus
pada pengetahuan dan keterampilan yang diyakini memiliki peranan
penting dan harus diketahui oleh masyarakat.
Sadulloh (2006) menguraikan jika esensialisme menyajikan hasil
karya mereka untuk; (1) penyajian kembali materi kurikulum secara
tegas; (2) membedakan program-program di sekolah secara esensial;
dan (3) mengangkat kembali wibawa guru dalam kelas, yang telah
kehilangan wibawanya oleh progresivisme.
13
A. Kesimpulan
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar, empat aliran filsafat
pendidikan—perenialisme, esensialisme, progresivisme, dan
rekonstruksionisme—mempunyai peran yang berbeda namun penting.
Perenialisme menekankan pada pembelajaran pengetahuan inti yang
telah teruji oleh waktu dan mempertahankan nilai-nilai tradisional. Dalam
konteks sekolah dasar, hal ini bisa tercermin dalam pengajaran materi yang
dianggap esensial dan konsentrasi pada pembelajaran yang bersifat
akademis.
Esensialisme juga menekankan pada pengetahuan inti, namun
dengan pendekatan yang lebih pragmatis. Dalam pelaksanaan di sekolah
dasar, hal ini dapat tercermin dalam pembelajaran yang fokus pada
keterampilan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung, serta
penekanan pada disiplin dan akademik.
Progresivisme menekankan pada pengalaman langsung dan
pembelajaran yang aktif serta kolaboratif. Dalam konteks sekolah dasar, hal
ini bisa tercermin dalam pembelajaran berbasis proyek, eksperimen, dan
penekanan pada pengembangan keterampilan sosial serta pemecahan
masalah.
Rekonstruksionisme menekankan pada transformasi sosial melalui
pendidikan dan pengajaran yang kritis. Dalam pelaksanaan di sekolah dasar,
hal ini bisa tercermin dalam pendekatan yang mengajak siswa untuk
mempertanyakan status quo, menganalisis isu-isu sosial, dan
mengembangkan pemikiran kritis serta alternatif-alternatif solusi.
Dengan memahami dan mengintegrasikan prinsip-prinsip dari
empat aliran filsafat pendidikan ini, sekolah dasar dapat menciptakan
lingkungan pembelajaran yang seimbang dan beragam, yang mampu
memenuhi kebutuhan dan potensi setiap siswa secara holistik.
19
20
Afiyah, I.N. (2020). Filsafat Perenialisme dalam Kurikulum Pendidikan Anak Usia
Dini, Jurnal Pendidikan Raudhatul Athfal, 3(2), 52-70.
Dewey, J. (2004). Democracy and Education: An Introduction to the Philosphy of
Education. Delhi: Aakar Books.
Fadlillah, M. (2017). Aliran Progresivisme dalam Pendidikan di Indonesia, Jurnal
Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran, 5(1), 17-24.
Ghufron, A. (2008). Filsafat Pengembangan Kurikulum. Pondasia, 1 (9), 1-10.
Hidayat, A. (2008). Pendidikan dalam Perspektif Filsafat Esensialisme, Jurnal
Komunikasi Pendidikan Islam, 4(3).
Kristiawan, M. (2016). Filsafat Pendidikan: The Choice is Yours. Yogyakarta:
Penerbit Valia Pustaka.
Muhmidayeli. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
Ornstein, A.C. & Hunkins. F.P. (2018). Curriculum: Foundations, Principles, and
Issues. Seventh Edition. England: Pearson.
Sadulloh, U. (2006). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta.
Tyler, R.W. (1949). Basic Principle of Curriculum and Instruction. Chicago:
University of Chicago Press.
22