Anda di halaman 1dari 15

FILOSOFI PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH PENDIDIKAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah


Karya Tulis Ilmiah
Dosen Pengampu : Melyani Sari Sitepu, S.Pd., M.Pd.

OLEH :

KELOMPOK 9

AMALIA AMANDHA 2102090004

JENISYA WULANDARI 2102090020

ANNISA RANA 2102090023

ROJULEINI MATYUDA LESTARI 2102090039

BELVA ICASIA HARAHAP 2102090049

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2022 / 2023
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Karya Tulis Ilmiah, dengan judul “Filosofi
Penulisan Karya Tulis Ilmiah”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan,
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna di
karenakan terbatasnya pengelaman dan pengetahuan yang kami miliki Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia Pendidik.

Medan, 13 Oktober 2022


Kelompok 9
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A. Rumusan Masalah.........................................................................................................4
B. Tujuan............................................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
A. Pengertian Landasan Filosofis.......................................................................................6
B. Komponen Tubuh Pengetahuan.....................................................................................6
C. Landasan-Landasan Filosofis Pendidikan....................................................................9
D. Struktur Penulisan Ilmiah............................................................................................12
E. Teknik Penulisan Ilmiah...............................................................................................13
BAB III....................................................................................................................................14
PENUTUP...............................................................................................................................14
A. Kesimpulan.....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak abad ke-18, ilmu pengetahuan telah berkembang pesat dan melahirkan
teknologi canggih yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Perkembangan
ilmu pengetahuan telah mengubah sejarah Peradaban manusia menjadi lebih modern.
Para ilmuan berhasil mengembangkan mengembangkan ilmu pengetahuan karena
mereka bekerja secara sistematis, jujur dan disiplin. Mereka mengembangkan semua
keterampilan yang mereka miliki. Keterampilan itu dinamakan keterampilan proses.
Seseorang yang ingin mempelajari Sains diharapkan dapat menggunakan dan melatih
keterampilan proses yang dimilikinya sehingga akan terbentuk suatu sikap ilmiah
dalam menjawab berbagai pertanyaan pertanyaan di alam.
Metode ilmiah adalah langkah-langkah sistematis dan teratur yang digunakan
dalam rangka mencari kebenaran ilmu pengetahuan. Metode ilmiah diperlukan dalam
melakukan suatu penelitian. Mengapa kita harus melakukan penelitian? Penelitian
dilakukan untuk menjawab pertanyaan pertanyaan dan rasa ingin tahu manusia
terhadap suatu kejadian atau gejala alam tertentu. Ilmu pengetahuan terus berkembang
karena para ilmuan tak berhenti mencari tahu dan meneliti mengenai gejala gejala
alam yang terjadi.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang makin cepat dapat dirasakan dalam
kehidupan sehari-hari dengan ditandai perkembangan teknologi di setiap sektor, baik
di tingkat nasional maupun global. Hal itu tidak lepas dari peran lembaga penelitian
dan/atau pengembangan (litbang), baik pemerintah maupun swasta, yang hasilnya
dapat diwujudkan secara ilmiah ke dalam publikasi hasil temuan dan dapat ditelusuri
oleh masyarakat umum. Terdapat beragam bentuk karya tulis ilmiah (KTI) yang
merupakan produk dari lembaga litbang dan lembaga pendidikan. Pada umumnya
KTI yang dihasilkan oleh lembaga litbang merupakan sarana publikasi bagi peneliti
dan lembaga terkait dalam bentuk buku ilmiah, bunga rampai, majalah ilmiah/jurnal,
prosiding, dan lain-lain yang isinya memuat antara lain: makalah lengkap, monografi,
komunikasi pendek, kajian kebijakan, dan makalah kebijakan.
Landasan Filosofis pendidikan adalah seperangkat asumsi dari filsafat yang
digunakan sebagai titik awal dalam pendidikan. Oleh karena itu, ada hubungan tersirat
antara ide-ide dalam cabang cabang filsafat pada umumnya dan ide-ide tentang
pendidikan. Karya ilmiah ini dibuat dengan melakukan kajiand deskriptif terhadap
sumber sumber tentang landasan Filosofis pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Landasan Filosofis
2. Apa saja Tubuh Pengetahuan
3. Apa saja landasan-landasan filosofis pendidikan
4. Bagaiaman struktur penulisan ilmiah
5. Bagaimana Teknik penulisan ilmiah
C. Tujuan
Tujuan dari Makalah ini adalah :
1. Memberikan Penjelasan mengenai Landasan filosofis
2. Memberikan Penjelasan mengenai tubuh pengetahuan
3. Memberikan Penjelasan mengenai landasan-landasan filosofis pendidikan
4. Memberikan Penjelasan mengenai struktur penulisan ilmiah
5. Memberikan penjelasan mengenai Teknik penulisan ilmiah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Landasan Filosofis


Landasan Filosofis adalah melihat pendidikan dari makna dan hakekat
pendidikan itu sendiri. Landasan ini bersifat filsafat. Filsafat berasal dari bahasa
Yunani yaitu: philein artinya mencintai, dan sophos atau sophis artinya hikmah, arif,
atau bijaksana. Jadi filsafat adalah mencintai hikmah atau kebijaksanaan. Landasan
filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna dan hakekat pendidikan,
yang berusaha menelaah masalah pokok; apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan
diperlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuan pendidikan dsb. Filsafat memegang
peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat
Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti: idealisme, realisme,
materialisme, pragmatisme, eksistensialisme, progresivisme, perenialisme,
essensialisme, eksistesialisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan
kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan
mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Al Farabi, yang dikutip oleh Ansari (1991), menganalisis bahwa kata filsafat
atau filsafat diambil dari bahasa Arab, berasal dari bahasa Arab, berasal dari kata
filsafat. Philo berarti cinta dan Shopia berarti kebijaksanaan, dan dengan demikian
Philosophia berarti cinta kebijaksanaan atau cinta kebenaran. Cohen, LNM (1999)
menyatakan bahwa filsafat berarti “cinta Intelek”. Kata filsafat berarti cinta dan
Sophos berarti kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat (Filsafat) dapat dipahami
sebagai cinta kebijaksanaan (alhikmah). Mereka yang mencintai atau mencari
kebenaran disebut Filosof (Salahudin, A., 2011:11).
Filosofi pendidikan kami adalah keyakinan kami tentang mengapa, apa dan
bagaimana kami belajar, siapa yang kami ajar, dan sifat pembelajaran. Ini adalah
seperangkat prinsip yang memandu kita dalam mengambil tindakan profesional
melalui aktivitas dan masalah yang kita hadapi setiap hari.
Akar filosofi pendidikan kita adalah pengalaman hidup kita, nilai nilai kita dan
lingkungan tempat kita tinggal, interaksi kita dengan orang lain, dan kesadaran akan
pendekatan Filosofis (Cohen, LNM). , 1999). Saat kita mempelajari filosofi selain
keyakinan kita, kita belajar untuk berjuang dengan pemikiran kita atau bahkan
mengubah cara berpikir kita. Disisi lain, itu juga bisa memperkuat keyakinan kita.
Landasan Filosofis. Filsafat melihat, memikirkan, dan menggambarkan
sesuatu secara keseluruhan, dalam pencariannya akan kebenaran dari berbagai sudut
pandang, baik rasional maupun intuitif. Mampu menjelaskan secara ilmiah adalah
untuk tujuan mencari kebenaran dan manfaat. Landasan Filosofisnya adalah
memandang pendidikan dalam arti dan hakikat pendidikan itu sendiri (Kusumawati,
2016).
B. Komponen Tubuh Pengetahuan
Ada tiga pilar utama dalam filsafat ilmu yang selalu menjadi pedoman, yaitu,
ontologi, epistemologi, dan aksiologi (Suriasumantri :1987). Ketiga pilar itulah
manusia berupaya untuk mencari dan menggali eksistensi ilmu sedalam dalamnya.
Cohen, L.N.M. (1999) menyebutkan bahwa ada 3 (tiga) cabang filsafat
(filsafat) yang masing masing memiliki sub-cabang. Ketiga cabang tersebut adalah
metafisika (metaphysics), epistemologi, dan aksiologi. Metafisika berbeda dan belum
menemukan kesatuan. Bagi kaum idealis, realitas dipandang sebagai konteks
immaterial atau mental. Bagi realis, realitas dipandang sebagai tatanan objektif yang
terjadi secara independen dari manusia. Bagi para para pragmatis, realitas dilihat
sebagai hasil dari pengalaman orang dengan lingkungan fisik dan sosialnya (Ornstein,
A.C. dan Levine, D.U., 1988:201).
Dalam filsafat pendidikan, metafisika dikaitkan dengan konsepsi realitas yang
tercermin dalam mata pelajaran, pengalaman, dan keterampilan kurikulum. Cohen,
L.N.M. (1999) Menyebutkan bahwa metafisika memiliki dua sub-cabang, yaitu
ontologi dan Kosmologi. Ontologi berurusan dengan jawaban atas pertanyaan atau
masalah yang berkaitan dengan alam, keberadaan, dan makhluk.

1. ONTOLOGI
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Ontos berarti yang berada (being)
dan Logos berarti pikiran (logic). Jadi, Ontologi berarti ilmu yang membahas tentang
hakiket sesuatu yang ada/berada atau dengan kata lain artinya ilmu yang mempelajari
tentang “yang ada” atau dapat dikatakan berwujud dan berdasarkan pada logika.
Sedangkan, menurut istilah adalah ilmu yang membahas sesuatu yang telah ada, baik
secara jasmani maupun secara rohani. Disis lain, ontologi filsafat adalah cabang
filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari
sesuatu yang ada. Objek kajian Ontologi disebut “ Ada” maksudnya berupa benda
yang terdiri dari alam , manusia individu, umum, terbatas dan tidak terbatas (jiwa).

Dalam hal ini, aspek Ontologi menguak beberapa hal, diantaranya:


a. Obyek apa yang telah ditelaah ilmu?
b. Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
c. Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan?
d. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
berupa ilmu?

Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan/ditelaah


secara:
a. Metodis : menggunakan cara ilmiah.
b. Sistematis : saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam satu
keseluruhan.
c. Koheren : Unsur – unsur harus bertautan tidak boleh
Jadi, Ontologi pengetahuan filsafat adalah ilmu yang mempelajari suatu yang
ada atau berwujud berdasarkan logika sehigga dapat diterima oleh banyak orang yang
bersifat rasional dapat difikirkan dan sudah terbukti keabsahaanya.

2. EPISTIMOLOGI
Epistemologi berasal dari bahasa Latin “episteme” yang berarti “ilmu” dan
“logo” yang berarti “teori”. Jadi, epistemologi berarti teori ilmiah (Salahudin,
2011:131). Epistemologi bertanya, “Apa hakikat ilmu?” Bagaimana kita bisa
tahu? Epistemologi berkaitan dengan pengetahuan dan pengetahuan.
Menurut Cohen, L.N.M. (1999), Epistemologi mengetahui melalui
penyelidikan ilmiah, indera dan indera, otoritas dan status(ilahi), empirisme dan
intuisi.
Menurut Ornstein, A.C. dan Levine, D.U. (1989) merupakan salah satu istilah
khusus dari filsafat pendidikan. Logika meliputi logika berfikir deduktif dari yang
umum ke yang khusus dan logika berfikir induktif dari yang khusus ke yang
umum.
Istilah epistimologi dipakai pertama kali oleh J. F. Feriere untuk
membedakannya dengan cabang filsafat lain yaitu ontologi (metafisika umum).
Filsafat pengetahuan (Epistimologi) merupakan salah satu cabang filsafat yang
mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Epistomogi merupakan bagian dari
filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan
asal mula pengetahuan, batas – batas, sifat sifat dan kesahihan pengetahuan.
Objeck material epistimologi adalah pengetahuan . Objek formal epistemologi
adalah hakekat pengetahuan.
Epistimologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat,
metode dan kesahihan pengetahuan. Jadi, objek material epistimologi adalah
pengetahuan, sedangkan hakikat pengetahuan itu.

3. AKSIOLOGI
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang
berarti nilai. Sedangkan logos berarti teori/ ilmu. Aksiologi merupakan cabang
filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.suriasumantri mengartikan
aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh.
Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilali merujuk pada
pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. Sedangkan nilai itu
sendiri adalah sesuatu yang berharga yang diidamkan oleh setiap insan.
Suriasumantri (1990) mendefinisikan aksiologi sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh. Aksiologi dalam
Kamus Bahasa Indonesia (1995) adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono
seperti yang dikutip Surajiyo (2007), aksiologi adalah nilainilai sebagai tolak ukur
kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta
penerapan ilmu. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi
disamakan dengan value and valuation.
Bramel seperti yang dikutip Amsal (2009) membagi aksiologi dalam tiga
bagian, yakni moral conduct, estetic expression, dan socio-political life. Moral
Conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan yang mana bidang ini melahirkan
keindahan. Dan terakhir yang mebidani lahirnya filsafat kehidupan sosial politik.
Memperbincangkan aksiologi tentu membahas dan membedah masalah nilai. Apa
sebenarnya nilai itu? Bertens (2007) menjelaskan nilai sebagai sesuatu yang menarik bagi
seseorang, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang dicari, sesuatu yang disukai dan
diinginkan. Pendeknya, nilai adalah sesuatu yang baik. Lawan dari nilai adalah non-nilai
atau disvalue. Ada yang mengatakan disvalue sebagai nilai negatif. Sedangkan sesuatu
yang baik adalah nilai positif. Hans Jonas, seorang filsuf Jerman-Amerika, mengatakan
nilai sebagai the addresse of a yes. Sesuatu yang ditujukan dengan ya. Nilai adalah
sesuatu yang kita iya-kan atau yang kita aminkan. Nilai selalu memiliki konotasi yang
positif (Bertens, 2007).
Nilai itu bersifat objektif tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan
objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang
melakuakn penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat
individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif,
apabila subjek berperan dalam member penilaian, kesadaran manusia menjadi
tolak ukur penialian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan
berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia seperti perasaan yang akan
mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektifitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan
diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu
faktor yang membedakan anatara pernyataan ilmiah dengan anggapan umum ialah
terletak pada objektivitasnya. Seorang ilmuwan harus melihat realitas empiris
dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat ideologis, agama dan budaya.
Seorang ilmuan haruslah bebas dalam mennetukan topic penelitiannya, bebas
melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya
tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil
dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terkait
pada nilai subjektif.

C. Landasan-Landasan Filosofis Pendidikan


Ornstein, AC dan Levine, D.U., (1989) menggambarkan dua hal yang saling
berkaitan yang dikenal sebagai Filsafat Pondasi Pendidikan dan Teori Pendidikan.
Untuk hal yang sama, Cohen, L.N.M. (1999) mendefinisikan filsafat umum atau
filsafat dunia (general PhIlosophy) dan filsafat pendidikan (philosophy of education).
1. Landasan Ontologi Teknologi Pendidikan
Ontologi bertolak atas penyelidikan tentang hakekat ada (existence and being)
(Brameld, 1955: 28). Pandangan ontologI ini secara praktis akan menjadi masalah
utama di dalam pendidikan. Sebab, siswa (peserta didik) bergaul dengan dunia
lingkungan dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Oleh
karena itu teknologi pendidikan dalam posisi ini sebagai bagian pengembangan
untuk memudahkan hubungan siswa atau peserta didik dengan dunia
lingkungannya. Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu
menghadapi realita dan obyek pengalaman.
Secara tersusun Chaeruman dalam tulisannya mengutip tulisan Prof. Yusuf
Hadi Miarso bahwa ontology teknologi pendidikan adalah :
a. Adanya sejumlah besar orang belum terpenuhi kesempatan belajarnya, baik
yang diperoleh melalui suatu lembaga khusus, maupun yang dapat diperoleh
secara mandiri.
b. Adanya berbagai sumber baik yang telah tersedia maupun yang dapat
direkayasa, tapi belum dimanfaatkann untuk keperluan belajar.
c. Perlu adanya suatu proses atau usaha khusus yang terarah dan terencana untuk
menggarap sumber-sumber tersebut agar dapat terpenuhi hasrat belajar setiap
orang dan organisasi.
d. Perlu adanya keahlian dan pengelolaan atas kegiatan khusus dalam
mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar tersebut secara
efektif, efisien, dan selaras.
Dibawah ini adalah empat revolusi yang terjadi di dunia pendidikan karena
adanya masalah yang tidak teratasi dengan cara yang ada sebelumnya, tetapi dilain
pihak juga menimbulkan masalah baru. Masalah – masalah itu dibatasi pada
masalah utama, yaitu “belajar”. Menurut Sir Eric Ashby (1972, h. 9-10) tentang
terjadinya empat Revolusi di dunia pendidikan yaitu:
1. Revolusi pertama terjadi pada saat orang tua atau keluarga menyerahkan
sebagian tanggungjawab dan pendidikannya kepada orang lain yang secara
khusus diberi tanggungjawab untuk itu. Revolusi pertama ini terjadi karena
orangtua/keluarga tidak mampu lagi membelajarkan anak-anaknya sendiri.
2. Revolusi kedua terjadi pada saat guru sebagai orang yang dilimpahkan
tanggungjawab untuk mendidik. Pengajaran pada saat itu diberikan secara
verbal/lisan dan sementara itu kegiatan pendidikan dilembagakan dengan
berbagai ketentuan yang dibakukan. Penyebab terjadinya revolusi kedua ini
karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih banyak anak didik
dengan cara yang lebih cepat.
3. Revolusi ketiga muncul dengan ditemukannya mesin cetak yang
memungkinkan tersebarnya informasi iconic dan numeric dalam bentuk buku
atau media cetak lainnya. Revolusi ketiga ini terjadi karena guru ingin
mengajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat lagi, sementara itu kemampuan
guru semakin terbatas, sehingga diperlukan penggunaan pengatahuan yang
telah diramuka oleh orang lain.
4. Revolusi keempat berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang
elektronik dimana yang paling menonjol diantaranya adalah media komunikasi
(radio, televisi, tape dan lain-lain) yang berhasil menembus batas geografi,
sosial dan politis secara lebih intens daripada media cetak. Penyebab revolusi
ini adalah karena guru menyadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk
memberikan semua ajaran yang diperlukan, dan karena itu yang lebih penting
adalah mengajarkan kepada anak didik tentang bagaimana belajar. Ajaran
selanjutnya akan diperoleh si pembelajar sepanjang usia hidupnya melalui
berbagai sumber dan saluran.
Dapat disimpulkan dari perkembangan revolusi yang terjadi bahwa tujuan
pendidikanlah yang harus menentukan sarana apa saja yang dipergunakan atau dengan
kata lain media komunikasi menentukan pesan (dan karena itu tujuan) yang perlu
dikuasai. Dengan ilustrasi diatas dapat disimpulkan bahwa adanya masalah-masalah
baru yaitu:
a. adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang (penulis buku,
prosedur media dll), pesan (yang tertulis dalam buku atau tersaji lewat media),
media (buku, program televisi, radio dll), alat (jaringan televisi, radio, dll) cara-
cara tertentu dalam mengolah/ menyajikan pesan serta lingkungan dimana proses
pendidikan itu berlangsung.
b. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara konseptual maupun
faktual.
c. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber untuk belajar
itu agar dapat digunakan seoptimal mungkin guna keperluan belajar.

2. Landasan Epistemologi Teknologi Pendidikan


Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung
jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap
manusia. Pandangan epistemologi tentang pendidikan akan membahas banyak
persoalan-persoalan pendidikan, seperti kurikulum, teori belajar, strategi
pembelajaran, bahan atau sarana-prasarana yang mengantarkan terjadinya proses
pendidikan, dan cara menentukan hasil pendidikan.
M. Arif berpendapat bahwa epistimologi (bagaimana) yaitu merupakan asas
mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi
suatu tubuh pengetahuan. Ada 3 isi dari landasan epistimologi teknologi
pendidikan yaitu:

a. Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara


simultan. Semua situasi yang ada diperhatikan dan dikaji saling kaitannya dan
bukannya dikaji secara terpisah-pisah.
b. Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses kompleks
secara sistematik yaitu dirancang, dikembangkan, dinilai dan dikelola sebagai
suatu kesatuan, dan ditujukan untuk memecahkan masalah. Penggabungan ke
dalam proses yang kompleks dan perhatian atas gejala secara menyeluruh,
harus mengandung daya lipat atau sinergisme, berbeda dengan hal dimana
masing-masing fungsi berjalan sendiri-sendiri.
Sedangkan menurut Abdul Gafur (2007) untuk mendapatkan teknoogi
pendidikan adalah dengan cara:
a. Telaah secara simultan keseluruhan masalah-masalah belajar
b. Pengintegrasian secara sistemik kegiatan pengembangan, produksi,
pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi.
c. Mengupayakan sinergisme atau interaksi terhadap seluruh proses
pengembangan dan pemanfaatan sumber belajar

3. Landasan aksiologi teknologi Pendidikan


Aksiologi (axiology), suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value)
(candilaras, 2007). Menurut Wijaya Kusumah dalam kajian aksiologi, yaitu apa
nilai / manfaat pengkajian teknologi pendidikan bisa diaplikasikan dalam
beberapa hal, diantaranya :
a. Peningkatan mutu pendidikan (menarik, efektif, efisien, relevan)
b. Penyempurnaan system Pendidikan
c. Meluas dan meratnya kesempatan serta akses pendidikan d. Penyesuaian
dengan kondisi pembelajaran.
d. Penyelarasan dengan perkembangan lingkungan
e. Peningkatan partisipasi masyarakat
Sedangkan M. Arif menyatakan bahwa Aksiologi (untuk apa) yaitu
merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan
disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut. Landasan pembenaran atau landasan
aksiologis teknologi pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus menerus
karena adanya kebutuhan riil yang mendukung pertumbuhan dan
perkembangannya. Menurutnya, landasan aksiologis teknologi pendidikan saat ini
adalah:
a. Tekad mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
b. Keharusan meningkatkan mutu pendidikan berupa, antara lain:
Dalam hal ini Teknologi Pembelajaran secara aksiologis akan menjadikan
pendidikan menjadi:
1. Produktif
2. Ilmiah
3. Individual
4. Serentak / actual
5. Merata
6. Berdaya serap tinggi
Teknologi Pembelajaran juga menekankan pada nilai bahwa kemudahan yang
diberikan oleh aplikasi teknologi bukanlah tujuan, melainkan alat yang dipilih
dan dirancang strategi penggunaannya agar menumbuhkan sifat bagaimana
memanusiakan teknologi (A.L Zachri:2004).
D. Struktur Penulisan Ilmiah
Penulisan ilmiah pada dasarnya merupakan argumentasi Penalaran keilmuan
yang dikomunikasikan lewat bahasa tulisan. Untuk itu mutlak diperlukan penguasaan
yang baik mengenai hakikat keilmuan agar dapat melakukan penelitian dan sekaligus
mengkomunikasikannya secara tertulis. Demikian juga bagi seorang penulis ilmiah
yang baik, tidak jadi masalah apakah hipotesis ditulis langsung setelah perumusan
masalah, di tempat mana akan dinyatakan Postulat, asumsi atau prinsip, sebab dan dia
tahu benar hakikat dan fungsi unsur unsur tes tersebut dalam keseluruhan struktur
penulisan ilmiah (Suriasumantri:1993).
Struktur penulisan ilmiah yang secara logis dan kronologis mencerminkan
kerangka Penalaran ilmiah. Pembahasan ini ditujukan bagi mereka yang sedang
menulis tesis, disertasi, laporan penelitian atau publikasi ilmiah lainnya, dengan
harapan agar mereka lebih memahami logika dan arsitektur penulisan ilmiah. Dengan
mengenal kerangka berfikir filsafati maka kita secara lebih mudah akan menguasai
hal hal yang bersifat teknis.

E. Teknik Penulisan Ilmiah


Teknik penulisan ilmiah mempunyai dua aspek yaitu gaya penulisan dalam
bentuk pernyataan ilmiah serta teknik notasi dalam menyebutkan sumber dari
pengetahuan ilmiah yang dipergunakan dalam penulisan. Komunikasi ilmiah harus
bersifat jelas dan tepat yang memungkinkan proses penyampaian pesan yang bersifat
reproduktif dan Impersonal.
Bahasa yang dipergunakan harus jelas di mana pesan mengenai objek yang
ingin dikomunikasikan mengandung informasi yang disampaikan sedemikian rupa
sehingga si penerima betul-betul mengerti akan isi pesan yang disampaikan
kepadanya.
Penulis ilmiah harus menggunakan bahasa yang baik dan benar. Sebuah kalimat yang
tidak bisa di di identifikasikan mana yang merupakan subjek dan mana yang
merupakan predikat serta hubungan yang terkait antara subjek dan predikat
kemungkinan besar akan merupakan informasi yang tidak jelas. Dalam menulis
karangan ilmiah penggunaan kata harus dilakukan secara tepat artinya kita harus
memilih kata kata yang sesuai dengan pesan apa yang ingin disampaikan.
Komunikasi ilmiah harus bersifat reproduktif, artinya bahwa si penerima
pesan mendapatkan kopi yang benar benar sama dengan prototipe yang disampaikan
si pemberi pesan, seperti fotokopi. Dalam komunikasi ilmiah tidak boleh terdapat
penafsiran yang lain selain isi yang di kandung oleh pesan tersebut, sedangkan dalam
komunikasi estetik sering terdapat penafsiran yang berbeda terhadap objek
komunikasi yang sama, yang disebabkan oleh penjiwaan yang memang tidak
ditujukan kepada penjiwaan melainkan kepada Penalaran dan oleh sebab itu harus
dihindarkan bentuk pernyataan yang tidak jelas atau bermakna jamak.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Landasan Filosofis. Filsafat melihat, memikirkan, dan menggambarkan
sesuatu secara keseluruhan, dalam pencariannya akan kebenaran dari berbagai sudut
pandang, baik rasional maupun intuitif. Mampu menjelaskan secara ilmiah adalah
untuk tujuan mencari kebenaran dan manfaat. Ada tiga pilar utama dalam filsafat ilmu
yang selalu menjadi pedoman, yaitu, ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi
pengetahuan filsafat adalah ilmu yang mempelajari suatu yang ada atau berwujud
berdasarkan logika sehigga dapat diterima oleh banyak orang yang bersifat rasional
dapat difikirkan dan sudah terbukti keabsahaanya. Epistimologi adalah bagian filsafat
yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan kesahihan pengetahuan. Aksiologi adalah
istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang berarti nilai. Sedangkan logos
berarti teori/ ilmu.
Struktur penulisan ilmiah yang secara logis dan kronologis mencerminkan
kerangka Penalaran ilmiah. Pembahasan ini ditujukan bagi mereka yang sedang
menulis tesis, disertasi, laporan penelitian atau publikasi ilmiah lainnya, dengan
harapan agar mereka lebih memahami logika dan arsitektur penulisan ilmiah. Teknik
penulisan ilmiah mempunyai dua aspek yaitu gaya penulisan dalam bentuk pernyataan
ilmiah serta teknik notasi dalam menyebutkan sumber dari pengetahuan ilmiah yang
dipergunakan dalam penulisan. Komunikasi ilmiah harus bersifat jelas dan tepat yang
memungkinkan proses penyampaian pesan yang berpisah bersifat reproduktif dan
impersonal.
DAFTAR PUSTAKA

Amsal, B. (2009). Filsafat ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.


Bertens, K. (2007). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Depdiknas. (2003). Kamus besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hamersma, H. (1985). Pintu masuk ke dunia filsafat. Yogjakarta: Kanisius Hatta.
Rapar, J. H. (1996). Pengantar filsafat. Yogjakarta: Penerbit Kanisius.
Surajiyo. (2007). Filsafat ilmu dan perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantri, J. S. (1987). Ilmu dalam perspektif. Jakarta: Gramedia
Suriasumantri, J. S. (1990). Filsafat ilmu: Sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Suriasumantri, J. S. (1996). Filsafat ilmu: Sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Suriasumantri, J. S. (1999). Filsafat ilmu: Sebuah pengantar populer. Jakarta: Sinar Harapan

Anda mungkin juga menyukai