Anda di halaman 1dari 17

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN

“KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN”

Dosen Pengampu: Dr.Ali Muhtadi S.Pd.,M.Pd.

Disusun Oleh:
1. Nadya ‘Iffah Umari 17105241022
2. Nifta Noor Halimah 17105241023
3. Deonida Yosi Rasdyasivi 17105241026
4. Arif Setiawan 17105241025
5. Dwi Windriyah 17105241027

JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Allah Swt karena berkat rahmat, taufiq,
dan hidayah-Nya makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu. Makalah ini dibuat
untuk melengkapi tugas mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran. Dalam
pembuatan makalah ini banyak melibatkan berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini kami ucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Ali Muhtadi, S.Pd., M.Pd., selaku dosen mata kuliah Kurikulum
dan Pembelajaran yang memberikan kepercayaan untuk penyelesaian
tugas ini sekaligus memberikan bimbingan;
2. Teman - teman yang ikut terlibat dalam pembuatan makalah ini;
3. Semua pihak yang telah memberikan masukan, saran, dan bantuan kepada
kelompok kami.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca secara umum dan dapat diterima
sebagai tugas dengan baik.

Yogyakarta, 28 Februari 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan Makalah ....................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Filsafat Pendidikan………………………………………………………... 6
B. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan………………………………………….. 7
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 17

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat pendidikan merupakan hasil perenungan dan pemikiran secara
mendalam sampai ke akar-akarnya mengenal pendidikan. Para filsuf
melalui karya filsafat pendidikannya, berusaha menggali ide-ide baru
tentang pendidikan,yang memurut pendapatnya lebih tepat ditinjau dari
kewajaran keberadaanpeserta didik dan pendidik maupun ditinjau dari
latar geografis, sosiologis dan budaya suatu bangsa. Berbagai aliran
filsafat pendidikan, memberikan dampak terciptanya konsep-konsep atau
teori-teori pendidikan yang beragam. Dalam membangun teori-teori
pendidikan pula, filsafat pendidikan juga mengingatkan agar teori-teori itu
diwujudkan berdasarkan kebenarankaidah-kaidah keilmuwan.
Kurikulum yang merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki
pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya
kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan
kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan kuat yang didasarkan pada
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Filsafat sebagai akar
dan landasan pendidikan harus dijadikan acuan dalam pembentukan atau
penyusunan sebuah kurikulum. Penyusunan kurikulum yang tidak
berlandaskan pada landasan yang kuat akan berakibat fatal pada kegagalan
kurikulum.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam masalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan?
2. Apa saja macam dari aliran dari filsafat pendidikan?

4
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulisan makalah ini memiliki
tujuan antara lain
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan.
2. Mengetahui macam-macam aliran filsafat pendidikan.

5
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Filsafat Pendidikan
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani. Kata ini berasal dari kata
philosophia yang terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang dan
suka, serta kata sophia yang berarti pengetahuan, hikmah, dan kebijakan
(Ali, 1986: 6 dalam buku Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2007: 15). Filsafat
menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikiran manusia
dengan mencoba mengerti, menganalisis, menilai, dan menyimpulkan
semua persoalan-persoalan secara mendalam. Filsafat adalah ilmu
pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan
yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia.
Filsafat disini dibutuhkan dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang timbul dalam berbagai lapangan kehidupan manusia.
Salah satu pokok bahasan dalam filsafat yaitu mengenai filsafat
pendidikan. Filsafat pendidikan memiliki berbagai macam definisi dimana
setiap definisi tersebut mempunyai fokus masing-masing sesuai
pendefinisi. Menurut Al Syaibany (1979: 36, dalam Jalaluddin dan Idi,
2002:13) filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang
menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan
memadukan proses pendidikan. John Dewey mendefinisikan filsafat
pendidikan sebagai suatu pembentukan kemampuan dasar yang
fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya
perasaan (emosional), menuju ke arah tabiat manusia. (Jalaludin dan Idi
2002, 13).
Filsafat mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan, baik
pendidikan dalam arti teoretis maupun praktik. Setiap teori pendidikan
selalu didasari oleh suatu sistem filsafat tertentu yang menjadi
landasannya. Demikian pula, semua praktik pendidikan yang diupayakan
dengan sungguh-sungguh sebenarnya dilandasi oleh suatu pemikiran
filsafati yang menjadi ideologi pendorongnya. Pemikiran filsafati tersebut
berusaha untuk diwujudkan dalam praktik pendidikan. Dewey (via

6
Barnadib, 1994: 4) seorang filsuf Amerika yang sangat terkemuka
mengatakan bahwa filsafat merupakan teori umum dari pendidikan,
landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Selanjutnya,
Barnadib (1994: 5) mengatakan bahwa hubungan filsafat dan pendidikan
dapat dibedakan menjadi dua berikut ini.
1. Hubungan keharusan
Berfilsafat berarti mencari nilai-nilai ideal (cita-cita) yang lebih baik,
sedangkan pendidikan mengaktualisasikan nilai-nilai ini dalam
kehidupan manusia. Pendidikan bertindak mencari arah yang terbaik,
dengan berbekal teoriteori pendidikan yang diberikan antara lain oleh
pemikiran filsafat
2. Dasar pendidikan
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas terhadap realita termasuk
manusia, maka dibahaslah antara lain pandangan dunia dan
pandangan hidup. Konsep-konsep ini selanjutnya menjadi dasar atau
landasan penyusunan tujuan dan metodologi pendidikan. Sebaliknya,
pengalaman pendidik dalam realita menjadi masukan dan
pertimbangan bagi filsafat untuk mengembangkan pemikiran
pendidikan. Filsafat memberi dasar-dasar dan nilai-nilai yang sifatnya
das Sollen (yang seharusnya), sedangkan praksis pendidikan berusaha
mengimplementasikan dasar-dasar tersebut, tetapi juga memberi
masukan dari realita terhadap pemikiran ideal pendidikan dan
manusia. Jadi, ada hubungan timbal balik di antara keduanya.
Dalam filsafat pendidikan terdapat berbagai macam aliran, antara
lain adalah sebagai berikut. Filsafat pendidikan idealisme, realisme,
materialisme, pragmatisme, eksistensialisme, progresivisme,
esensialisme, perenialisme, dan rekontruksionisme.

B. Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan


1. Filsafat Pendidikan Idealisme
Ide berarti pemikiran, atau gagasan dalam pikiran, thought, picture
in the mind. Idealisme sebagai sebuah falsafah berarti sistem pemikiran

7
yang berpijak pada ide. Idealisme mempunyai pendirian bahwa
kenyataan terdiri dari atau tersusun atas substansi sebagaimana
gagasan, ide, atau spirit.
Bagi idealisme, kurikulum merupakan organ materi intelektual atau
disiplin keilmuan yang bersifat ideal dan konseptual. Materi
pembelajaran (subject matter) dalam idealisme dapat dilihat dari sudut
pandang epistemologinya. Jika kebenaran adalah ide gagasan, maka
kurikulum harus disusun di seputar materi-materi kajian yang
mengantar anak didik bergelut langsung dengan ide dan gagasan. Oleh
karena itu, kurikulum bagi penganut idealisme menekankan pandangan
humanistik.
2. Filsafat Pendidikan Realisme
Real berarti yang aktual atau yang ada. Kata tersebut menunjuk
kepada benda-benda atau kejadian-kejadian yang sungguh-sungguh
artinya bukan hanya sekedar khayalan atau yang ada dalam pikiran.
Realisme berpandangan bahwa objek indera manusia adalah nyata.
Aliran realisme dalam hubungannya dengan pendidikan, Comenius
(Price, 1962 dalam Sadulloh 2004: 106) berpendapat bahwa
pendidikan harus universal, dimulai dari pendidikan yang paling
rendah sampai pendidikan tingkat pendidikan yang paling tinggi. Dari
pendidikan rendah, anak akan menerima jenis pendidikan yang sama
dimana dalam hal ini metode, isi, dan proses pendidikan harus
seragam. Sementara pada tingkatan pendidikan tinggi tidak boleh
hanya ada satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka ragam jenis
pendidikan.
Berkaitan dengan kurikulum yang berlandaskan aliran realisme,
kurikulum harus mencakup semua pengetahuan yang berguna. Dalam
penyampaian pelajaran, guru harus menyiapkan dan menyampaikan
informasi tentang garis-garis besar dari setiap mata pelajaran. Guru
menyampaikan pelajaran sedemikan rupa sehingga pelajaran
merupakan suatu kesatuan. Setiap pelajaran merupakan suatu kesatuan.
Setiap pelajaran merupakan suatu keseimbangan dari pelajaran

8
sebelumnya, dan untuk perkembangan pengetahuan secara terus-
menerus.
3. Filsafat Pendidikan Materialisme
Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi
dan bukan rohani/spiritual/supernatural. Pelopor pandangan
materialisme klasik ini adalah Demokritos (460 – 360SM) disebut juga
“atomisme” yang beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri dari
bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (yang disebut
atom). Atom ini bergerak sehingga dengan demikian membentuk
realitas pada panca indra manusia.
Ludwig Feuerbach (1804-1872) mencanangkan suatu metafisika
materialistis, suatu etika yang humanistis, dan suatu epistemologi yang
menjunjung tinggi pengenalan indrawi. Jadi, menurut Feuerbach yang
ada adalah materi dan tidak mengenal alam spiritual. Kepercayaan
kepada Tuhan hanyalah proyeksi dari kegagalan manusia untuk
mencapai cita-cita kebahagiaan dalam hidupnya. Dia menganggap
Tuhan hanya merupakan hasil khayalan manusia dan diciptakan oleh
manusia sendiri secara maya padahal wujudnya tidak ada.
Menurut August Comte terdapat tiga perkembangan berpikir yang
dialami manusia yaitu :
a. Tingkatan Teologis
b. Tingkatan Metafisik
c. Tingkatan Positif
Menurut Waini Wasyidin (1992), filsafat positivisme sebagai
cabang dari materialisme lebih cenderung menganalisis hubungan
faktor-faktor yang mempenaruhi upaya dan hasil pendidikan secara
faktual. Memilih aliran positivisme berarti mengutamakan sains
pendidikan khususnya proses belajar mengajar yaitu berdasarkan pada
hasil temuan dan kajian ilmiah dalam psikologi yaitu psikologi aliran
“behaviorisme”.
Menurut Power (1982 dalam Sadulloh 2004: 117-118) kurikulum
yang merupakan implikasi yang bersumber pada filsafat materialisme

9
adalah kurikulum yang memiliki isi pendidikan mencakup
pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan diorganisasi, selalu
berhubungan dengan sasaran perilaku.
4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Istilah pragmatisme berasal dari perkataan “pragma” artinya
praktik atau aku berbuat. Maksudnya bahwa makna sesuatu tergantung
dari hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan. Inti ajaran
pragmatisme adalah dengan menggunakan tolak ukur sebagai suatu
pernyataan benar atau salah dilihat dari kenyataan apakah pernyataan
itu jika diwujudkan dalam tindakan akan sukses atau membawa hasil
yang diharapkan.
Dalam pendidikan, pragmatisme meyakini bahwa pikiran anak itu
aktif dan kreatif, tidak secara pasif begitu saja menerima apa yang
diberikan gurunya. Selanjutnya, pelajaran harus didasarkan atas fakta-
fakta yang sudah diobservasi, dipahami, serta dibicarakan sebelumnya.
Mengenai persoalan menentukan kurikulum, pragmatisme
berpandangan bahwa setiap pelajaran tidak boleh terpisah, harus
merupakan suatu kesatuan. Pengalaman di sekolah dan di luar sekolah
harus dipadukan, sehingga segalanya merupakan suatu kebulatan dan
kesatuan.
5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Eksistensialisme umumnya menentang doktrin kaum rasionalis dan
empiris yang memandang bahwa alam ini pasti (determine, resolute),
teratur dalam sistem pemikiran peneliti, sehingga bisa menemukan
hukum-hukum alam yang mengelola segala yang ada, serta peranan
akal sebagai kekuatan yang menuntun mamnusia. Kemunculan
eksistensialisme sebagai aliran filsafah terletak pada detotalisasi
(memungkiri manusia sebagai keseluruhan). Secara umum,
eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektivitas pengalaman
manusia, dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap
skema rasional untuk hakekat manusia.

10
Eksistensialisme berasal dari pemikiran Soren Kierkegaard, yaitu
“Apa kehidupan manusia?”. Apa pemecahan yang konkret terhadap
persoalan makna “eksis” (berada) dari manusia. Bagi eksistensialisme,
benda-benda materi, alam fisik, dunia yang berada di luar manusia
tidak akan bermakna atau tidak memiliki tujuan apabila terpisah dari
manusia. Eksistensialisme mengakui bahwa apa yang dihasilkan sains
cukup asli tetapi tidak memiliki makna kemanusiaan secara langsung.
Eksistensialisme sebagai filsafat dalam hubungannya dengan
pendidikan yaitu keduanya bersinggungan satu dengan yang lainnya
pada beberapa masalah, seperti hubungan antar manusia, hakikat
kepribadian, dan kebebasan (kemerdekaan).
Karakteristik utama eksistenialisme, antara lain:
a. Eksistensi mendahului esensi;
b. Kebenaran itu subjektif;
c. Alam tidak menyediakan aturan moral;
Prinsip-prinsip moral dikonstruksi oleh manusia dalam konteks
bertanggungjawab atas perbuatan selainnya.
d. Perbuatan individu tidak bisa diprediksi;
e. Individu mempunyai kebebasan berkehendak secara sempurna;
f. Individu tidak dapat membantu melainkan sekedar membuat
pilihan, dan
g. Individu dapat secara sempurna menjadi selain daripada
keberadaannya.
Eksistensialisme dikaitkan dengan kurikulum dalam pendidikan,
maka kurikulum yang ideal adalah kurikulum yang memberi para
siswa kebebasan individual yang luas dan mensyaratkan mereka untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri, dan menarik
kesimpulan sendiri. Adanya kurikulum yang berlandaskan aliran
filsafat pendidikan ini memberikan perhatian yang besar terhadap
humaniora dan seni. Kedua materi tersebut diperlukan agar individu
dapat mengadakan instropeksi dan mengenalkan gambaran dirinya.
Pelajar harus didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat

11
mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh
pengetahuan yang diharapkan.
6. Filsafat Pendidikan Progresivisme
Progresivisme merupakan aliran filsafat yang lahir di Amerika
Serikat sekitar abad-20. Aliran ini mengritik filsafat Dewey mengenai
perubahan masyarakat yang berubah secara evolusi, sedangkan kaum
progresif mengharapkan perubahan yang sangat cepat agar lebih cepat
mencapai tujuan.
Sikap progresivisme memandang segala sesuatu berasaskan
fleksibilitas, dinamika, dan sifat-sifat yang sejenis. Filsafat
progresivisme mengehandaki sekolah yang memiliki kurikulum di
mana bersifat fleksibilitas (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak
terikat oleh doktrin tertent), luas, dan terbuka. Dengan berpijak dari
prinsip tersebut, maka kurikulum dapat direvisi dan dievaluasi setiap
saat sesuai dengan kebutuhan.
7. Filsafat Pendidikan Perenialisme
Pendiri utama filsafat ini adalah Aristhoteles yang didukung dan
dilanjutkan oleh Thomas Aquinas sebagai pemburu reformer utama
dalam abad ke-13. Perenialisme adalah aliran pendidikan tradisional.
Perenialisme sempat terdesak karena perkembangan politik industri
cukup berat dan timbullah usaha untuk bangkit kembali. Umumnya,
ahli-ahli sepakat bahwa perenialisme mengacu pada filsafat yang
berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal.
Ciri khas perenialisme adalah sebagai berikut, yaitu:
a. Perenialisme menggambil jalan regresif, yaitu kembali kepada nilai
dan prinsip dasar yang menjiwai pendidikan pada masa Yunani
Kuno dan abad pertengahan.
b. Perenialisme beranggapan bahwa realita mengandung tujuan.
c. Perenialisme beranggapan bahwa belajar adalah latihan dan
disiplin mental.
d. Perenialisme beranggapan bahwa kenyataan tertinggi berada di
balik alam, penuh kedamaian, dan transendental.

12
Dalam hal pendidikan, perenialisme memandang bahwa tujuan
utama pendidikan adalah untuk membantu siswa dalam memperoleh
dan merealisasikan kebenaran abadi. Aliran ini menilai bahwa
kebenaran itu bersifat universal dan konstan. Maka jalan untuk
mencapainya adalah melatih intelek dan disiplin mental. Tujuan
pendidikan tersebut terurai dalam format kurikulum yang berpusat
pada materi dan mengutamakan disiplin ilmu sastra, matematika,
Bahasa, humaniora, sejarah, dan lain-lain.
Guru, dalam pandangan perenalisme, mestilah orang yang
menguasai betul terhadap disiplin ilmunya, sehingga mampu
mengarahkan muridnya menuju kepada kebenaran. Sedangkan sekolah
berperan untuk melatih intelektual demi mencapainya kebenaran,
dimana kebenaran tersebut suatu ketika akan diwariskan kepada
generasi berikutnya.
8. Filsafat Pendidikan Esensialisme
Esensialisme merupakan filsafat pendidikan tradisional yang
memandang bahwa nilai-nilai pendidikan hendaknya bertumpu pada
nilai-nilai yang jelas dan tahan lama sehingga menimbulkan kestabilan
dan arah yang jelas pula. Nilai-nilai humanisme yang dipegang oleh
esensialisme dijadikan oleh tumpuan hidup untuk menentang
kehidupan yang materialistik, sekuler, dan saintifik yang gersang dari
nilai-nilai kemanusiaan.
Esensialisme pada mulanya muncul sebagai reaks erhadap
simbolisme mutlak dan dogmatisme Abad Pertengahan. Maka, para
esensialis menyusun konsepsi secara sstematis dan menyeluru
mengenai manusia dan alam semesta yang dapat memenuhi tuntutan
jaman modern.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, esensialisme menekankan
pada tujuan pewarisan nila-nilai kultural-historis kepada peserta didik
dan terbukti dapat bertahan lama serta bernilai untuk diketahui untuk
semua orang.

13
Kurikulum dipusatkan pada penguasaan materi pelajaran.
Penguasaan terhadap materi kurikulum ini dianggap sebagai fondasi
yang esensial sebagai keutuhan pendidikan secara umum untuk
memenuhi kebutuhan hidup.menguasai dasar konsep dan fakta dari
disiplin ilmu yang esensial merupakan suatu keharusan.
Guru, dalam proses pendidikan, dipandang sebagai center for
excellence, karena dituntut untuk menguasai bidang studi dan sebagai
model atau figur yang amat diteladani bagi siswa. Sekolah, melalui
upaya guru, berperan dalam melestarikan dan mentransmisikan ilmu
kepada para pelajar atau generasi selanjutnya. Masing-masing pelajar
dalam sekolah ini akan mempelajari ilmu pengetahuan, sikap, dan
nilai-nilai yang diperlukan untuk membuatnya berjasa bagi
masyarakat.
9. Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme
Kata rekonstruksionalisme berasal dari bahasa Inggris rekonstruct,
yang berarti menyusun kembali. Dalam kontek filsafat pendidikan,
aliran rekonstruksionalisme merupakan suatu aliran yang berusaha
merombak tata susunan lama dengan membangun tata susunan hidup
kebudayan yang bercorak modern.
Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran
perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Jalaluddin
dan Abdullah Idi (2007: 119) mengungkapkan “kedua aliran tersebut
memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang
mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran,
kebingungan, dan kesimpangsiuran (Muhammad Noor Syam (1985:
340))”. Namun, antara rekonstruksionisme dan perenialisme memiliki
perbedaan dalam visi dan cara dalam pemecahan yang akan ditempuh
untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan.
Dalam konteks pendidikan, lebih spesifik lagi mengenai
kurikulum, aliran rekonstruksionisme menjelaskan bahwa kurikulum
merupakan subject matter yang berisikan masalah-masalah sosial,
ekonomi, politik yang beraneka ragam, yang dihadapi umat manusia.

14
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas
penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Oleh
karena itu, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang
sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia
dengan nilai dan norma yang benar demi generasi sekarang dan
generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam
pengawasan umat manusia.

15
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Filsafat pendidikan memiliki berbagai macam definisi dimana setiap
definisi tersebut mempunyai fokus masing-masing sesuai pendefinisi.
Menurut Al Syaibany filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang
teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur,
menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. John Dewey
mendefinisikan filsafat pendidikan sebagai suatu pembentukan
kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya
piker (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju ke arah
tabiat manusia.
2. Dalam filsafat pendidikan terdapat berbagai macam aliran, antara lain
adalah sebagai berikut. Filsafat pendidikan idealisme, realisme,
materialisme, pragmatisme, eksistensialisme, progresivisme,
esensialisme, perenialisme, dan rekontruksionisme. Setiap aliran
filsafat pendidikan tersebut memiliki kekhasan masing-masing yang
dapat dijadikan sebagai landasan dalam proses pembentukan atau
penentuan kurikulum.

16
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, A R. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada
Jalaluddin dan Abdullah Idi. 2007. Filsafat Pendidikan : Manusia, Filsafat,
Pendidikan. Yogyakarta : Ar Ruzz Media
Rusdi, R. 2013. Filsafat Idealisme (Implikasinya dalam Pendidikan). https//:iain-
samarinda.ac.id/ojs/index.php/dinamika_ilmu/article/view/70/69
diunduh pada Kamis, 1 Maret 2018 pukul 06.00
Rukiyati dan Purwastuti, A. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dr-rukiyati-
mhum/bpk-mengenal-filsafat-pendidikan.pdf diunduh pada Rabu, 28
Februari 2018 pukul 16.35
Sadulloh, U. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta

17

Anda mungkin juga menyukai