Anda di halaman 1dari 20

HAKIKAT PERKEMBANGAN BAHASA, PERKEMBANGAN

PRAGMATIK DAN SEMANTIK ANAK SERTA


PERKEMBANGAN FONOLOGIS DAN MORFOLOGIS ANAK

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Kelas Tinggi

Dosen Pengampu : Dra. Nurhayati, M.Pd

Disusun oleh :

Siti Alisia

PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR ( PGSD )

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BINA MUTIARA SUKABUMI

TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. kami bersyukur kepada Ilahi Rabbi yang telah memberikan
Hidayah dan Taufik- Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.

Dengan tersusunnya makalah ini, Saya berharap dapat lebih memahami


secara mendalam tentang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas
Tinggi. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah atau penyusunan makalah berikutnya
menjadi lebih baik.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu memberikan masukan dan saran hingga terselesaikannya makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua. Ammiiin.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................ i

Daftar Isi.................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 3

A. Hakikat Perkembangan Bahasa.......................................................... 3


1. Teori Perkembangan Bahasa......................................................... 4
2. Tahap-Tahap Perkembangan Bahasa............................................. 5
3. Fungsi Bahasa................................................................................ 8
4. Teori Perkembangan Bahasa......................................................... 9
B. Perkembangan Pragmatik dan Semantik Anak.................................. 11
1. Perkembangan Pragmatik Anak..................................................... 11
2. Perkembangan Semantik Anak...................................................... 12
C. Perkembangan Fonologis dan Morfologis Anak................................ 13
1. Perkembangan Fonologis Anak..................................................... 13
2. Perkembangan Morfologis Anak .................................................. 14
D. Faktor-faktor Perkembangan Bahasa Anak........................................ 15

BAB III PENUTUP............................................................................... 16

A. Kesimpulan.................................................................................. 16
B. Saran............................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan merupakan suatu perubahan yang berlangsung seumur
hidup dengan bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi
dan kemandirian. Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan anak antara lain,
menimbulkan perubahan, berkolerasi dengan pertumbuhan, memiliki tahap
yang berurutan dan mempunyai pola yang tetap.
Masa bayi atau balita (di bawah lima tahun) adalah masa yang paling
signifikan dalam kehidupan manusia. Seorang bayi dari hari ke hari akan
mengalami perkembangan bahasa dan kemampuan bicara, namun tentunya tiap
anak tidak sama persis pencapaiannya, ada yang cepat berbicara ada pula yang
membutuhkan waktu agak lama. Untuk membantu perkembangannya, ibu
dapat membantu memberikan stimulasi yang disesuaikan dengan keunikan
masing-masing anak. Sejalan dengan perkembangan kemampuan serta
kematangan jasmani terutama yang bertalian dengan proses bicara, komunikasi
tersebut makin meningkat dan meluas.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara pengertian bahasa dan
berbicara. Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi, baik yang diutarakan
dalam bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak tubuh, ekspresi wajah
pantomim atau seni. Sedangkan bicara adalah bahasa lisan yang merupakan
bentuk yang paling efektif untuk berkomunikasi, dan paling penting serta
paling banyak dipergunakan. Perkembangan bahasa tersebut selalu meningkat
sesuai dengan meningkatnya usia anak. Orang tua sebaiknya selalu
memperhatikan perkembangan tersebut, sebab pada masa ini, sangat
menentukan proses belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi contoh
yang baik, memberikan motivasi pada anak untuk belajar dan sebagainya.
Perkembangan bahasa pada anak sangatlah bertahap yang di bagi dalam
beberapa bagian yang akan bahas dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis
sengaja mengangkat tema yang berkaitan dengan peerkembangan bahasa pada
manusia khusunya pada anak-anak yaitu “Perkembangan Bahasa Anak”.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, yang menjadi
pokok permasalahan dalam makalah ini adalah :
1. Apa hakikat perkembangan bahasa ?
2. Perkembangan pragmatik dan semantik anak ?
3. Perkembangan fonologis dan morfologis anak ?

C. Tujuan Penulisan
1. Memahami hakikat perkembangan bahasa anak.
2. Mengetahui perkembangan pragmatik dan semantik anak.
3. Mengetahui perkembangan fonologis dan morfologis anak.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Perkembangan Bahasa

Perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan


alat berkomunikasi, baik alat berkomunikasi secara lisan, tertulis maupun
menggunakan tanda-tanda isyarat. Perkembangan bahasa yang menggunakan
model pengekspresian secara mandiri, baik lisan maupun tertulis, dengan
mendasarkan pada bahan bacaan akan lebih mengembangkan kemampuan
bahasa anak (Khairanis, 2006 : 78).

Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam


pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, di mana pikiran dan
perasaan dinyatakan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, atau gerak dengan
menggunakan kata-kata, simbol, lambang, gambar atau lukisan. Melalui
bahasa, setiap manusia dapat mengenal dirinya, sesamanya, alam sekitar, ilmu
pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama (Syamsu, 2011 : 62).

Usia sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan


mengenal dan menguasai perbendaharaan kata (vocabulary). Pada awal masa
ini, anak sudah menguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir ( kira-kira
usia 11-12 tahun ) anak telah dapat menguasai sekitar 5.000 kata.

Di sekolah, perkembangan bahasa anak (Syamsu, 2011 : 63) ini


diperkuat dengan diberikannya mata pelajaran bahasa ibu dan bahasa Indonesia
( bahkan di sekolah-sekolah tertentu diberikan bahasa Inggris ). Dengan
diberikannya pelajaran bahasa di sekolah, para siswa diharapkan dapat
menguasai dan menggunakannya sebagai alat untuk (1) berkomunikasi secara
baik dengan orang lain; (2) mengekspresikan pikiran, perasaan, sikap, atau
pendapatnya; (3) memahami isi dari setiap bahan bacaan ( buku, majalah,
koran, atau referensi lain ) yang dibacanya.

Untuk mengembangkan kemampuan berbahasa atau keterampilan


berkomunikasi anak melalui tulisan, sebagai cara untuk ekspresikan perasaan,
gagasan atau pikirannya, maka sebaiknya kepada anak dilatihkan untuk

3
membuat karangan atau tulisan tentang berbagai hal yang terkait dengan
pengalaman hidupnya sendiri, atau kehidupan pada umumnya, seperti
menyusun autobiografi, kehidupan keluarga, cara-cara memelihara lingkungan,
cita-citaku, dan belajar untuk mencapai sukses  (Syamsu, 2011 : 63).

1. Teori Perkembangan Bahasa


Ada beberapa teori dalam perkembangan bahasa, yaitu :
a. Teori Belajar (Learning Theory)

Prinsip dari teori ini, perkembangan bahasa adalah bentukan atau


hasil dari pengaruh lingkungan (nurture) dan bukan karena bawaan
(nature). Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa anak dilahirkan tidak
membawa kemampuan apa-apa, sehingga perlu melakukan proses belajar.
Proses belajar ini melalui imitasi, modeling, dan atau belajar dengan
reinforcement (Christiana, 2012:204).

Skinner memakai teori stimulus-respons dalam menerangkan


perkembangan bahasa, yaitu bahwa bila anak mulai belajar berbicara yang
merupakan bukti berkembangnya bahasa anak, maka orang yang berada
disekelilingnya memberikan respons yang positif sebagai penguat
(reinforcement). Dengan adanya respons positif tersebut maka anak akan
cenderung mengulang kata tersebut atau tertarik untuk mencoba kata lain.
Ahli lain, Albert Bandura mencoba menerangkan dari sudut teori belajar
sosial. Dia berpendapat bahwa anak belajar bahasa karena menirukan suatu
model. Tingkah laku imitasi ini tidak mesti harus menerima reinforcement
sebab belajar model dalam prinsipnya lepas dari reinforcement yang
berasal dari luar. Meskipun pendapat ini dapat menerangkan banyak,
namun belum dapat menerangkan mengapa anak pada satu saat membuat
kalimat-kalimat baru yang belum pernah dibuat sebelumnya dan mengapa
ia membuat suara-suara baru dalam awal perkembangan bahasa yang tidak
dipelajarinya melalui imitasi dari luar (Christiana, 2012:204).

b. Teori Nativistis (Nativistic Approach)


Menurut pandangan ini (Christiana,2012:205) menyatakan bahwa
struktur bahasa merupakan bawaan lahir, telah ditentukan secara biologis,

4
bersifat ilmiah, dan bukan bentukan. Pelopor pandangan ini adalah
Chomsky, seorang ahli linguistik yang menyatakan bahwa manusia
memiliki mekanisme otak bawaan yang khusus untuk belajar bahasa. Jadi
dalam diri manusia sudah ada innate mechanism, yaitu bahwa bahasa
seseorang itu ditentukan oleh sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia
atau sudah diprogram secara genetik.
Bukti dari pendapat tersebut adalah bahwa seorang anak dalam
menyusun kata-kata sesuai dengan aturan-aturannya sendiri yang
terkadang tidak terdapat dalam aturan orang dewasa. Sejak lahir anak
manusia sudah di bekali dengan alat yang disebut alat penguasaan /
pemerolehan bahasa (language acquisation device, LAD), dan hanya
manusia yang mempunyai LAD. LAD ini mendapatkan inputnya dari data
bahasa dari lingkungan. Kemudian LAD menjabarkan aturan tata bahasa
dari data bahasa ini. Penjabaran ini dapat dilakukan karena LAD memiliki
struktur yang sama dalam semua bahasa, dan yang juga ada dalam data
bahasa yang masuk tadi. Dengan perkataan lain, sistem LAD tadi
mempunyai sifat-sifat yang diperlukan untuk dapat mengadakan
penjabaran atau ekstrasi. Perlu dpahami bahwa LAD dari Chomsky ini
hanyalah konstruksi teoretis, bukan bagian fisik yang ada di dalam organ
otak (Christiana, 2012:205).
c. Teori Kognitif
Perkembangan bahasa tergantung pada kemampuan kognitif
tertentu, kemampuan pengolahan informasi, dan motivasi. Piaget dan
pengikutnya menyatakan bahwa perkembangan kognitif mengarahkan
kemampuan berbahasa, dan perkembangan bahasa tergantung pada
kemampuan kognitif (Christiana, 2012:206).

2. Tahap-Tahap Perkembangan Bahasa


Tahap-tahap perkembangan bahasa anak menurut Mackey
(Iskandarwassid, 2011 : 85-86) secara kronologis adalah sebagai berikut :

5
a. Umur 3 bulan
Anak mulai mengenal suara manusia ingatan yang sederhana
mungkin sudah ada, tetapi belum tampak. Segala sesuatu masih terkait
dengan apa yang dilihatnya; koordinasi antara pengertian dan apa yang
diucapkannya belum jelas. Anak mulai tersenyum dan mulai membuat
suara-suara yang belum teratur.
b. Umur 6 bulan
Anak sudah mulai bisa membedakan antara nada yang “halus” dan
nada yang “kasar”. Dia mulai membuat vokal seperti “Aee.ae.aeeaee”
c. Umur 9 bulan
Anak mulai bereaksi terhadap isyarat. Dia mulai mengucapkan
bermacam-macam suara dan tidak jarang kita bisa mendengar kombinasi
suara yang menurut orang dewasa suara yang aneh.
d. Umur 12 bulan

Anak mulai bereaksi terhadap perintah. Dia gemar mengeluarkan


suara-suara dan bisa diamati, adanya beberapa kata tertentu yang
diucapkannya untuk mendapatkan sesuatu.

e. Umur 18 bulan
Anak mulai mengikuti petunjuk. Kosakatanya sudah mencapai
sekitar dua puluhan. Dalam tahap ini komunikasi dengan menggunakan
bahasa sudah mulai tampak. Kalimat dengan satu kata sudah digantinya
dengan kalimat dengan dua kata.
f. Umur 2-3 tahun
Anak sudah bisa memahami pertanyaan dan perintah sederhana.
Kosakatanya (baik yang pasif maupun yang aktif) sudah mencapai
beberapa ratus. Anak sudah bisa mengutarakan isi hatinya dengan kalimat
sederhana.
g. Umur 4-5 tahun
Pemahaman anak makin mantap, walaupun masih sering bingung
dalam hal-hal yang menyangkut waktu (konsep waktu belum bisa
dipahaminya dengan jelas). Kosakata aktif bisa mencapai dua ribuan,

6
sedangkan yang pasif sudah makin banyak jumlahnya. Anak mulai belajar
berhitung dan kalimat-kalimat yang agak rumit mulai digunakannya.
h. Umur 6-8 tahun
Tidak ada kesukaran untuk memahami kalimat yang biasa dipakai
orang dewasa sehari-hari. Mulai belajar membaca dan aktifitas ini dengan
sendirinya menambah perbendaharaan katanya. Mulai membiasakan diri
dengan pola kalimat yang agak rumit dan B1 pada dasarnya sudah
dikuasainya sebagai alat untuk berkomunikasi.

Berkaitan dengan perkembangan semantik anak, menurut


Rice (Christiana, 2012:206) ketika anak-anak melalui tahap dua kata,
pengetahuan mereka tentang makna juga bertambah dengan pesat. Dan dari
penelitian yang dilakukan Core menunjukkan hasil bahwa perbendaharaan kata
saat anak berusia enam tahun terentang dari 8.000 – 14.000 kata.
Dari beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa ternayata walaupun
terdapat banyak perbedaan antara bahasa seorang anak yang berusia dua tahun
dengan anak yang berusia enam tahun, yang lebih menonjol adalah perbedaan
yang menyangkut pragmatik. Pada usia tiga tahun, anak-anak meningkatkan
kemampuan berbicaranya tentang sesuatu yang tidak ada secara fisik, yaitu
mereka mengembangkan penguasaan karakteristik bahasa yang dikenal sebagai
pemindahan (displacement). Sebagai contoh : pada anak usia dua tahun sudah
mengetahui kata “meja”, tetapi tidak mungkin menggunakan kata itu untuk
mengacu pada suatu meja imajiner yang ia anggap berdiri didepannya. Namun
pada anak yang berusia lebih tiga tahun kemungkinan telah memiliki
kemampuan ini, walaupun ia belum sering menggunakan kata
tersebut(Christiana, 2012:206-207).
Pada masa kanak-kanak awal ini, penguasaan kata juga bertambah.
Pada usia tiga tahun, perbendaharaan katanya sekitar 1.000 kata dan sekitar 80
persen diucapkan dengan jelas bahkan untuk yang masih asing. Tata bahasa
yang lebih kompleks juga dapat diucapkan walaupun tidak seperti pada orang
dewasa dan masih sering terjadi kesalahan. Ciri lain, anak sudah dapat
mengatakan kata-kata yang menggambarkan waktu yang akan datang,

7
misalnya “nanti aku akan sekolah”, “besok kalau besar aku akan menjadi pilot
pesawat terbang”. Setelah anak mencapai usia tiga tahun, anak sudah
mengetahui perbedaan kata ganti, misalnya saya, kamu, dan kita(Christiana,
2012:207).
Antara usia 4 – 5 tahun kalimat anak sudah terdiri dari 4 – 5 kata, juga
mereka sudah mampu menggunakan kata depan,seperti “di bawah”, “di atas”,
“di samping”. Mereka lebih banyak menggunakan kata kerja daripada kata
benda. Dapat dikatakan pada usia kurang lebih empat tahun ini. Menurut
Mussen dkk, pembicaraan anak lebih lama dan kompleks, dapat menggunakan
dua ide dalam satu kalimat, kata-kata saling berhubungan, serta lebih
menyerupai pembicaraan orang dewasa. Misalnya “Ani mau makan, dan aku
enggak mau”. Perbedaan dengan orang dewasa terletak pada gaya
pengucapannya saja. Anak juga sudah mulai menggunakan kata : “di sini”, “di
sana”, “jarang”,”kadang-kadang”, serta telah dapat menggunakan kata benda
dan kata kerja sebagaimana mestinya (Christiana, 2012:207-208).
Pada usia 5 – 6 tahun, kalimat anak sudah terdiri dari enam sampai
dengan delapan kata. Anak-anak ini biasanya memiliki kosakata pembicaraan
sekitar 2.600 kata dan memahami lebih dari 20.000 kata. Mereka sudah dapat
menjelaskan arti kata-kata yang sederhana, mengetahui lawan kata, serta sudah
dapat menggunakan kata penghubung, kata depan, dan kata sandang.
Hetherington dan Park, menyatakan bahwa pada masa prasekolah ini anak
mempunyai kemampuan mempelajari setiap bahasa dengan lebih mudah
dibandingkan usia sebelum maupun bila ia telah dewasa. Menurut Carey dan
Clark (Christiana, 2012:208), pada usia enam tahun kosakata pembicaraannya
berkisar antara 8.000 sampai dengan 14.000 kata, dan rata-rata mereka
mempelajari 22 kata baru perhari.

3. Fungsi Bahasa
Menurut Halliday  (Christiana, 2012:210), bahasa mempunyai
fungsi sebagai berikut :

8
a. Fungsi instrumental
Bahasa dapat melancarkan anak untuk mendapatkan kepuasan
tentang apa yang diinginkan dan untuk mengekspresikan keinginannya.
Hal ini disebut juga fungsi “saya ingin”.
b. Fungsi pengatur.

Melalui bahasa anak dapat mengontrol perilaku orang lain, karena


itu disebut dengan fungsi “kerjakan itu”.

c. Fungsi interpersonal
Bahasa digunakan untuk berinteraksi satu sama lainnya dalam
dunia sosial anak. Disebut juga fungsi “saya dan kamu”.
d. Fungsi pribadi

Anak mengekspresikan pandangannya yang unik, perasaan, dan


sikap melalui bahasa. Melalui bahasa anak mengembangkan identitas
pribadi.

e. Fungsi heuristik

Setelah anak dapat membedakan dirinya dari lingkungan, anak


menggunakan bahasa untuk menjelajahi dan memahami lingkungannya.
Hal ini disebut pula fungsi “ceritakan padaku mengapa”.

f. Fungsi imajinasi
Bahasa memperlancar anak untuk lari dari realitas dan masuk
dalam dunia yang dibuatnya. Hal ini disebut pula fungsi “mari pura-pura”.
g. Fungsi informatif
Anak dapat mengkombinasikan informasi-informasi baru melalui
bahasa, karena itu disebut “saya mempunyai sesuatu untuk diceritakan
padamu”.

4. Perkembangan Bahasa yang Terlambat

Sekitar tiga persen anak usia prasekolah mengalami keterlambatan


bahasa / bicara, walaupun tingkat kecerdasannya normal atau lebih baik.
Masih belum jelas mengapa sebagian anak-anak mengalami keterlambatan

9
ini. Dibandingkan dengan anak perempuan, anak laki-laki cenderung
mengalami late talker. Perkembangan bahasa yang terlambat dapat
memengaruhi perkembangan kognitif, sosial, dan emosional yang lebih luas
karena mereka cenderung dinilai negatif oleh orang-orang di sekelilingnya.
Salah satu cara untuk mengatasi keterlambatan bahasa ini adalah dengan
dialogic reading ( membaca buku bersama-sama ). Penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan hasil bahwa anak yang memiliki ibu yang telah
dilatih menggunakan dialogic reading mengalami peningkatan yang lebih
banyak dalam bicaranya ketimbang kelompok yang dilatih dengan cara
mirip dialogic reading tetapi tanpa buku. Cara ini lebih efektif karena
membaca bersama akan meningkatkan peluang alamiah untuk menambah
informasi dan meningkatkan kosakata, memberi kesempatan untuk lebih
perhatian, bertanya, dan merespons pertanyaan. Selain itu cara ini juga akan
menguatkan ikatan emosional dan meningkatkan perkembangan
kognitif (Christiana, 2012:212).

Perkembangan bahasa sebagian besar anak-anak dapat diprediksi


karena mempunyai pola perkembangan bahasa yang serupa. Kata pertama
biasanya muncul pada tahun kedua. Pada usia dua tahun, umumnya anak
sudah mempunyai perbendaharaan kata sebanyak 50 kata dan dapat
mengombinasikan dalam kalimat pendek. Pada saat memasuki sekolah,
anak-anak sudah mampu menggunakan perbendaharaan kata dan struktur
gramatikal yang lebih kompleks.

Namun ada sebagian anak yang mengalami hambatan perkembangan


bahasa. Di Amerika dan Kanada, sebanyak 8 hingga 12 persen anak
prasekolah mengalami hambatan dalam keterampilan bicara dan
mendengarkan dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Riset
melaporkan akibatnya pada anak-anak, yaitu dapat mengalami peningkatan
risiko mengalami problem-problem perilaku ( khususnya attention deficit
disorder atau ADHD ), academic difficulties, learning disabilities, rasa
malu, dan gangguan kecemasan. Juga, anak-anak ini mengalami kesulitan
berteman dan bergaul dengan orang-orang di luar keluarganya (Christiana,
2012:213).

10
B. Perkembangan Pragmatik dan Semantik Anak
1. Perkembangan Pragmatik Anak
Perkembangan pragmatik atau penggunaan bahasa merupakan hal
paling penting dibanding perkembangan aspek bahasa lainnya pada usia SD.
Hal ini pada usia prasekolah anak belum dilatih menggunakan bahasa secara
akurat, sistematis, dan menarik.
Berbicara tentang pragmatik ada 7 faktor penentu yang perlu
dipahami anak yaitu :
a. kepada siapa berbicara
b. untuk tujuan apa
c. dalam konteks apa
d. dalam situasi apa
e. dengan jalur apa
f. melalui media apa
g. dalam peristiwa apa.
Ke-7 faktor penentu komunikasi tersebut berkaitan erat
dengan fungsi (penggunaan) bahasa yang dikemukakan oleh M.A.K
Halliday: instrumental, regulator, interaksional, personal, imajinatif,
heuristik, dan informatif. Pinnel (1975) dalam penelitiannya tentang
penggunaan fungsi bahasa di SD kelas awal menemukan bahwa umumnya
anak menggunakan fungsi interaksional (untuk bekomunikasi) dan jarang
menggunakan fungsi heuristik (mengunakan bahasa untuk mencari ilmu
pengetahuan saat belajar dan berbicara dalam kelompok kecil).
Dilihat dari segi perkembangan kemampuan bercerita, anak umur 6 tahun
sudah dapat bercerita secara sederhana tentang sesuatu yang mereka lihat.
Kemampuan ini selanjutnya berkembang secara teratur dan sedikitdemi
sedikit. Mereka belajar menghubungkan kejadian, tetapi bukan yang
mengandung hubungan sebab akibat. Kata penghubung yang digunakan:
dan, kemudian. Pada usia 7 tahun anak mulai dapat membuat cerita yang
agak padu. Mereka sudah mulai mengemukakan masalah, rencana
mengatasi masalah dan penyelesaian masalah tersebut meskipun belum jelas
siapa yang melakukannya. Pada umur 8 tahun anak menggunakan penanda

11
awal dan akhir cerita, misalnya “Akhirnya mereka hidup rukun”.
Kemampuan membuat alur cerita yang agak jelas baru mulai diperoleh anak
pada usia lebih dari delapan tahun. Pada umur tersebut barulah mereka
dapat mengemukakan pelaku yang mengatasi masalah dalam cerita. Anak-
anak mulai dapat menarik perhatian pendengar atau pembaca cerita yang
mereka buat. Struktur cerita mereka semakin menjadi jelas. Kaitannya
dengan gaya bercerita antara anak laki-laki dan perempuan memiliki
perbedaan. Anak perempuan menganggap bahwa peranannya dalam
percakapan adalah sebagai fasilitator, sehingga mereka menggunakan cara
yang tidak langsung dalam meminta persetujuan dan lebih banyak
mendengarkan,misalnya “Ibu tidak marah, kan?”. Sementara itu anak laki-
laki menganggap dirinya sebagai pemberi informasi, sehingga cenderung
memberitahu. Anak laki-laki biasanya kurang berbicara dan lebih banyak
berbuat namun kadangkala bertindak keras dan percakapan digunakannya
untuk berjuang agar tidak dikuasai oleh anak lain atau kelompok lain. Anak
perempuan cenderung banyak bicara dengan pasangan akrabnya, dan saling
menceritakan rahasianya, masalah pribadinya dikemukakan kepada teman.
Temannya biasanya menyetujui dan dapat memahami masalah tersebut
(Owens,1992).

2. Perkembangan Semantik Anak


Selama periode usia sekolah dan dewasa, ada dua jenis
penambahan makna kata. Secara horisontal, anak semakin mampu
memahami dan dapat menggunakan suatu kata dengan nuansa makna yang
agak berbeda secara tepat. Penambahan vertikal berupa penambahan jumlah
kata yang dapat dipahami dan digunakan dengan tepat (Owens dalam
Budiasih dan Zuchdi, 1997). Menurut Lindfors, perkembangan semantik
berlangsung dengan sangat pesat di SD. Kosa kata anak bertambah sekitar
3000 kata per tahun. Merujuk apa yang tercantum dalam Kurikulum yang
berlaku saat ini, perbendaharaan kata siswa SD diharapkan lebih kurang
6000 kata. Pendapat yang relatif mendekati harapan Kurikulum adalah hasil
temuan penelitian Slegers bahwa rata-rata anak masuk kelas awal dengan

12
pengetahuan makna sekitar 2500 kata dan meningkat rata-rata 1000 kata per
tahun di kelas awal dan menengah SD dan 2000 kata di kelas atas, sehingga
perbendaharaan kosa kata siswa berjumlah 8500 di kelas VI (Harris dan
Sipay, 1980). Kemampuan anak kelas rendah SD dalam mendefinisikan kata
meningkat dengan dua cara. Pertama, secara konseptual, yakni dari definisi
berdasar pengalaman individu ke makna yang bersifat sosial atau makna
yang dibentuk bersama. Kedua, anak bergerak secara sintaksis dari definisi
kata-kata lepas ke kalimat yang menyatakan hubungan kompleks (Owens,
1992). Pengetahuan kosakata mempunyai hubungan dengan kemampuan
kebahasan secara umum. Anak yang menguasai banyak kosa lebih mudah
memahami wacana dengan baik. Selama priode usia SD, anak menjadi
semakin baik dalam menemukan makna kata berdasarkan konteksnya. Anak
usia 5 tahun mendefinisikan kata secara sempit sedang anak berumur 11
tahun membentuk definisi dengan menggabungkan makna-makna yang
telah diketahuinya.
Dengan demikian, definisinya menjadi lebih luas, misalnya kucing
ialah binatang yang biasa dipelihara di rumah-rumah penduduk.
Menurut Budiasih dan Zuchdi (1997), anak usia SD sudah mampu
mengembangkan bahasa figuratif yang memungkinkan penggunaan bahasa
secara kreatif. Bahasa figuratif menggunakan kata secara imajinatif, tidak
secara literal atau makna sebenarnya untuk menciptakan kesan emosional.
Yang termasuk bahasa figuratif adalah (a) ungkapan misalnya kepala
dingin, (b) metafora, misalnya “Suaranya membelah bumi”., (c) kiasan,
misalnya “Wajahnya seperti bulan purnama.”, (d) pribahasa, misalnya
“Menepuk air di dulang, terpecik muka sendiri.”

C. Perkembangan Fonologis dan Morfologis Anak


1. Perkembangan Fonologis Anak
Sebelum masuk SD, anak telah menguasai sejumlah fonem/bunyi
bahasa, tetapi masih ada beberapa fonem yang masih sulit diucapkan dengan
tepat. Menurut Woolfolk sekitar 10 % anak umur 8 tahun masih mempunyai
masalah dengan bunyi s, z, v. Hasil penelitian Budiasih dan Zuhdi (1997)

13
menunjukkan bahwa anak kelas dua dan tiga melakukan kesalahan
pengucapan f, sy, dan ks diucapkan p, s, k. Terkait dengan itu, Tompkins
(1995) juga menyatakan bahwa ada sejumlah bunyi bahasa yang belum
diperoleh anak sampai menginjak usia kelas awal SD, khususnya bunyi
tengah dan akhir, misalnya v, zh, sh,ch. Bahkan pada umur 7 atau 8 tahun
anak masih membuat bunyi pengganti pada bunyi konsonan kluster.
Kaitannya dengan anak SD di Indonesia diduga pun mengalami kesulitan
dalam pengucapan r, z, v, f, kh, sh, sy, x, dan bunyi kluster misalnya str, pr,
pada kata struktur dan pragmatik. Di samping itu, anak SD bahkan orang
dewasa kadangkala ada yang kesulitan mengucapkan bunyi kluster pada
kata: kompleks, administrasi diucapkan komplek dan adminitrasi. Agar hal
itu tidak terjadi, sejak di SD anak perlu dilatih mengucapkan kata-kata
tersebut.
2. Perkembangan Morfologis Anak
Afiksasi bahasa Indonesia merupakan salah aspek morfologi yang
kompleks. Hal ini terjadi karena satu kata dapat berubah makna akibat dari
proses afiksasinya (prefiks, sufiks, simulfiks) berubah-ubah. Misalnya kata
satu dapat berubah menjadi: bersatu, menyatu, kesatu, satuan, satukan,
disatukan, persatuan, kesatuan, kebersatuan, mempersatukan, dst.
Zuhdi dan Budiasih (1997) menyatakan bahwa anak-anak mempelajari
morfem mula-mula bersifat hapalan. Hal ini kemudian diikuti dengan
membuat simpulan secara kasar tentang bentuk dan makna morfem.
Akhirnya anak membentuk kaidah. Proses yang rumit ini dimulai pada
periode prasekolah dan terus berlangsung sampai pada masa adolesen.

Berdasarkan kerumitan afiksasi tersebut, perkembangan morfologis


atau kemampuan menggunakan morfem/afiks anak SD dapat diduga
sebagai berikut.:
a) Anak kelas awal SD telah dapat mengunakan kata berprefiks dan
bersufiks seperti melempar dan makanan.
b) Anak kelas menengah SD telah dapat mengunakan kata
berimbuhan simulfiks/konfiks sederhana seperti menjauhi,

14
disatukan.
c) Anak kelas atas SD telah dapat menggunakan kata berimbuhan
konfiks yang sudah kompleks misalnya diperdengarkan dan
memberlakukan dalam bahasa lisan atau tulisan.

D. Faktor-faktor Perkembangan Bahasa Anak

Secara rinci dapat diidentifikasi sejumlah faktor yang mempengaruhi


perkembangan bahasa, yaitu:

1. Kognisi (Proses Memperoleh Pengetahuan). Tinggi rendahnya kemampuan


kognisi individu akan mempengaruhi cepat lambatnya perkembangan
bahasa individu. Ini relevan dengan pembahasan sebelumnya bahwa
terdapat korelasi yang signifikan antara pikiran dengan bahasa seseorang.
2. Pola Komunikasi Dalam Keluarga. Dalam suatu keluarga yang pola
komunikasinya banyak arah akan mempercepat perkembangan bahasa
keluarganya.
3. Jumlah Anak Atau Jumlah Keluarga. Suatu keluarga yang memiliki banyak
anggota keluarga, perkembangan bahasa anak lebih cepat, karena terjadi
komunikasi yang bervariasi dibandingkan dengan yang hanya memiliki
anak tunggal dan tidak ada anggota lain selain keluarga inti.
4. Posisi Urutan Kelahiran. Perkembangan bahasa anak yang posisi
kelahirannya di tengah akan lebih cepat ketimbang anak sulung atau anak
bungsu. Hal ini disebabkan anak sulung memiliki arah komunikasi ke
bawah saja dan anak bungsu hanya memiliki arah komunikasi ke atas saja.
5. Kedwibahasaan (Pemakaian dua bahasa). Anak yang dibesarkan dalam
keluarga yang menggunakan bahasa lebih dari satu atau lebih bagus dan
lebih cepat perkembangan bahasanya ketimbang yang hanya menggunakan
satu bahasa saja karena anak terbiasa menggunakan bahasa secara
bervariasi. Misalnya, di dalam rumah dia menggunakan bahasa sunda dan di
luar rumah dia menggunakan bahasa Indonesia. Dalam bukunya “Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja” Syamsu Yusuf mengatakan bahwa
perkembangan bahasa dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu: faktor kesehatan,
intelegensi, statsus sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari pembahasan di atas adalah :

1. Perkembangan bahasa anak adalah  meningkatnya kemampuan


penguasaan alat berkomunikasi.
2. Teori-teori perkembangan bahasa terbagi tiga yaitu : teori belajar, teori
nativistic, dan teori kogntif.
3. Perkembangan bahasa anak melalui tahapan-tahapan tertentu, sejak ia lahir
sampai dewasa perkembangan bahasanya selalu meningkat.
4. Fungsi bahasa bagi anak meliputi fungsi instrumental, fungsi pengatur,
fungsi interpersonal, fungsi pribadi, fungsi heuristik, fungsi imaginasi, dan
fungsi informatif.
5. Beberapa anak yang tingkat kecerdasannya normal atau lebih baik
mengalami perkembangan bahasa yang terlambat. Dimana penyebabnya
belum dapat diketahui belum jelas.
B. Saran
1. Sebagai orang tua/pendidik kita sebaiknya memperhatikan peningkatan
kemampuan berbahasa anak.
2. Sebagai orang tua/pendidik kita seharusnya memahami teori-teori
perkembangan bahasa itu sendiri dan mempraktekkannya dalam kegiatan
pembelajaran.
3. Sebagai orang tua/pendidik kita sebaiknya menyesuaikan pembelajaran
kepada anak yang sesuai dengan tahap-tahap perkembangan bahasanya.
4. Sebagai orang tua/pendidik kita senantiasa harus memperhatikan agar
perkembangan bahasa anak berfungsi dengan baik.
5. Sebagai orang tua/pendidik kita sebaiknya ikut berperan dalam membantu
perkembangan bahasa anak yang terlambat dengan berbagai strategi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Iskandarwassid dan Dadang Sinandar. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa.


Bandung : Upi & Rosda Soetjiningsih, Christina Hari. 2012.

Perkembangan Anak Sejak Pertumbuhan Sampai dengan Kanak-Kanak Akhir.


Jakarta : Prenada Media Group.

Yusuf, Syamsu. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : RajaGrafindo


Persada

17

Anda mungkin juga menyukai