Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Kelas Tinggi
Disusun oleh :
Siti Alisia
TAHUN 2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. kami bersyukur kepada Ilahi Rabbi yang telah memberikan
Hidayah dan Taufik- Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu memberikan masukan dan saran hingga terselesaikannya makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua. Ammiiin.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................ i
Daftar Isi.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 3
A. Kesimpulan.................................................................................. 16
B. Saran............................................................................................ 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan merupakan suatu perubahan yang berlangsung seumur
hidup dengan bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi
dan kemandirian. Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan anak antara lain,
menimbulkan perubahan, berkolerasi dengan pertumbuhan, memiliki tahap
yang berurutan dan mempunyai pola yang tetap.
Masa bayi atau balita (di bawah lima tahun) adalah masa yang paling
signifikan dalam kehidupan manusia. Seorang bayi dari hari ke hari akan
mengalami perkembangan bahasa dan kemampuan bicara, namun tentunya tiap
anak tidak sama persis pencapaiannya, ada yang cepat berbicara ada pula yang
membutuhkan waktu agak lama. Untuk membantu perkembangannya, ibu
dapat membantu memberikan stimulasi yang disesuaikan dengan keunikan
masing-masing anak. Sejalan dengan perkembangan kemampuan serta
kematangan jasmani terutama yang bertalian dengan proses bicara, komunikasi
tersebut makin meningkat dan meluas.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara pengertian bahasa dan
berbicara. Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi, baik yang diutarakan
dalam bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak tubuh, ekspresi wajah
pantomim atau seni. Sedangkan bicara adalah bahasa lisan yang merupakan
bentuk yang paling efektif untuk berkomunikasi, dan paling penting serta
paling banyak dipergunakan. Perkembangan bahasa tersebut selalu meningkat
sesuai dengan meningkatnya usia anak. Orang tua sebaiknya selalu
memperhatikan perkembangan tersebut, sebab pada masa ini, sangat
menentukan proses belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi contoh
yang baik, memberikan motivasi pada anak untuk belajar dan sebagainya.
Perkembangan bahasa pada anak sangatlah bertahap yang di bagi dalam
beberapa bagian yang akan bahas dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis
sengaja mengangkat tema yang berkaitan dengan peerkembangan bahasa pada
manusia khusunya pada anak-anak yaitu “Perkembangan Bahasa Anak”.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, yang menjadi
pokok permasalahan dalam makalah ini adalah :
1. Apa hakikat perkembangan bahasa ?
2. Perkembangan pragmatik dan semantik anak ?
3. Perkembangan fonologis dan morfologis anak ?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami hakikat perkembangan bahasa anak.
2. Mengetahui perkembangan pragmatik dan semantik anak.
3. Mengetahui perkembangan fonologis dan morfologis anak.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
membuat karangan atau tulisan tentang berbagai hal yang terkait dengan
pengalaman hidupnya sendiri, atau kehidupan pada umumnya, seperti
menyusun autobiografi, kehidupan keluarga, cara-cara memelihara lingkungan,
cita-citaku, dan belajar untuk mencapai sukses (Syamsu, 2011 : 63).
4
bersifat ilmiah, dan bukan bentukan. Pelopor pandangan ini adalah
Chomsky, seorang ahli linguistik yang menyatakan bahwa manusia
memiliki mekanisme otak bawaan yang khusus untuk belajar bahasa. Jadi
dalam diri manusia sudah ada innate mechanism, yaitu bahwa bahasa
seseorang itu ditentukan oleh sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia
atau sudah diprogram secara genetik.
Bukti dari pendapat tersebut adalah bahwa seorang anak dalam
menyusun kata-kata sesuai dengan aturan-aturannya sendiri yang
terkadang tidak terdapat dalam aturan orang dewasa. Sejak lahir anak
manusia sudah di bekali dengan alat yang disebut alat penguasaan /
pemerolehan bahasa (language acquisation device, LAD), dan hanya
manusia yang mempunyai LAD. LAD ini mendapatkan inputnya dari data
bahasa dari lingkungan. Kemudian LAD menjabarkan aturan tata bahasa
dari data bahasa ini. Penjabaran ini dapat dilakukan karena LAD memiliki
struktur yang sama dalam semua bahasa, dan yang juga ada dalam data
bahasa yang masuk tadi. Dengan perkataan lain, sistem LAD tadi
mempunyai sifat-sifat yang diperlukan untuk dapat mengadakan
penjabaran atau ekstrasi. Perlu dpahami bahwa LAD dari Chomsky ini
hanyalah konstruksi teoretis, bukan bagian fisik yang ada di dalam organ
otak (Christiana, 2012:205).
c. Teori Kognitif
Perkembangan bahasa tergantung pada kemampuan kognitif
tertentu, kemampuan pengolahan informasi, dan motivasi. Piaget dan
pengikutnya menyatakan bahwa perkembangan kognitif mengarahkan
kemampuan berbahasa, dan perkembangan bahasa tergantung pada
kemampuan kognitif (Christiana, 2012:206).
5
a. Umur 3 bulan
Anak mulai mengenal suara manusia ingatan yang sederhana
mungkin sudah ada, tetapi belum tampak. Segala sesuatu masih terkait
dengan apa yang dilihatnya; koordinasi antara pengertian dan apa yang
diucapkannya belum jelas. Anak mulai tersenyum dan mulai membuat
suara-suara yang belum teratur.
b. Umur 6 bulan
Anak sudah mulai bisa membedakan antara nada yang “halus” dan
nada yang “kasar”. Dia mulai membuat vokal seperti “Aee.ae.aeeaee”
c. Umur 9 bulan
Anak mulai bereaksi terhadap isyarat. Dia mulai mengucapkan
bermacam-macam suara dan tidak jarang kita bisa mendengar kombinasi
suara yang menurut orang dewasa suara yang aneh.
d. Umur 12 bulan
e. Umur 18 bulan
Anak mulai mengikuti petunjuk. Kosakatanya sudah mencapai
sekitar dua puluhan. Dalam tahap ini komunikasi dengan menggunakan
bahasa sudah mulai tampak. Kalimat dengan satu kata sudah digantinya
dengan kalimat dengan dua kata.
f. Umur 2-3 tahun
Anak sudah bisa memahami pertanyaan dan perintah sederhana.
Kosakatanya (baik yang pasif maupun yang aktif) sudah mencapai
beberapa ratus. Anak sudah bisa mengutarakan isi hatinya dengan kalimat
sederhana.
g. Umur 4-5 tahun
Pemahaman anak makin mantap, walaupun masih sering bingung
dalam hal-hal yang menyangkut waktu (konsep waktu belum bisa
dipahaminya dengan jelas). Kosakata aktif bisa mencapai dua ribuan,
6
sedangkan yang pasif sudah makin banyak jumlahnya. Anak mulai belajar
berhitung dan kalimat-kalimat yang agak rumit mulai digunakannya.
h. Umur 6-8 tahun
Tidak ada kesukaran untuk memahami kalimat yang biasa dipakai
orang dewasa sehari-hari. Mulai belajar membaca dan aktifitas ini dengan
sendirinya menambah perbendaharaan katanya. Mulai membiasakan diri
dengan pola kalimat yang agak rumit dan B1 pada dasarnya sudah
dikuasainya sebagai alat untuk berkomunikasi.
7
misalnya “nanti aku akan sekolah”, “besok kalau besar aku akan menjadi pilot
pesawat terbang”. Setelah anak mencapai usia tiga tahun, anak sudah
mengetahui perbedaan kata ganti, misalnya saya, kamu, dan kita(Christiana,
2012:207).
Antara usia 4 – 5 tahun kalimat anak sudah terdiri dari 4 – 5 kata, juga
mereka sudah mampu menggunakan kata depan,seperti “di bawah”, “di atas”,
“di samping”. Mereka lebih banyak menggunakan kata kerja daripada kata
benda. Dapat dikatakan pada usia kurang lebih empat tahun ini. Menurut
Mussen dkk, pembicaraan anak lebih lama dan kompleks, dapat menggunakan
dua ide dalam satu kalimat, kata-kata saling berhubungan, serta lebih
menyerupai pembicaraan orang dewasa. Misalnya “Ani mau makan, dan aku
enggak mau”. Perbedaan dengan orang dewasa terletak pada gaya
pengucapannya saja. Anak juga sudah mulai menggunakan kata : “di sini”, “di
sana”, “jarang”,”kadang-kadang”, serta telah dapat menggunakan kata benda
dan kata kerja sebagaimana mestinya (Christiana, 2012:207-208).
Pada usia 5 – 6 tahun, kalimat anak sudah terdiri dari enam sampai
dengan delapan kata. Anak-anak ini biasanya memiliki kosakata pembicaraan
sekitar 2.600 kata dan memahami lebih dari 20.000 kata. Mereka sudah dapat
menjelaskan arti kata-kata yang sederhana, mengetahui lawan kata, serta sudah
dapat menggunakan kata penghubung, kata depan, dan kata sandang.
Hetherington dan Park, menyatakan bahwa pada masa prasekolah ini anak
mempunyai kemampuan mempelajari setiap bahasa dengan lebih mudah
dibandingkan usia sebelum maupun bila ia telah dewasa. Menurut Carey dan
Clark (Christiana, 2012:208), pada usia enam tahun kosakata pembicaraannya
berkisar antara 8.000 sampai dengan 14.000 kata, dan rata-rata mereka
mempelajari 22 kata baru perhari.
3. Fungsi Bahasa
Menurut Halliday (Christiana, 2012:210), bahasa mempunyai
fungsi sebagai berikut :
8
a. Fungsi instrumental
Bahasa dapat melancarkan anak untuk mendapatkan kepuasan
tentang apa yang diinginkan dan untuk mengekspresikan keinginannya.
Hal ini disebut juga fungsi “saya ingin”.
b. Fungsi pengatur.
c. Fungsi interpersonal
Bahasa digunakan untuk berinteraksi satu sama lainnya dalam
dunia sosial anak. Disebut juga fungsi “saya dan kamu”.
d. Fungsi pribadi
e. Fungsi heuristik
f. Fungsi imajinasi
Bahasa memperlancar anak untuk lari dari realitas dan masuk
dalam dunia yang dibuatnya. Hal ini disebut pula fungsi “mari pura-pura”.
g. Fungsi informatif
Anak dapat mengkombinasikan informasi-informasi baru melalui
bahasa, karena itu disebut “saya mempunyai sesuatu untuk diceritakan
padamu”.
9
ini. Dibandingkan dengan anak perempuan, anak laki-laki cenderung
mengalami late talker. Perkembangan bahasa yang terlambat dapat
memengaruhi perkembangan kognitif, sosial, dan emosional yang lebih luas
karena mereka cenderung dinilai negatif oleh orang-orang di sekelilingnya.
Salah satu cara untuk mengatasi keterlambatan bahasa ini adalah dengan
dialogic reading ( membaca buku bersama-sama ). Penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan hasil bahwa anak yang memiliki ibu yang telah
dilatih menggunakan dialogic reading mengalami peningkatan yang lebih
banyak dalam bicaranya ketimbang kelompok yang dilatih dengan cara
mirip dialogic reading tetapi tanpa buku. Cara ini lebih efektif karena
membaca bersama akan meningkatkan peluang alamiah untuk menambah
informasi dan meningkatkan kosakata, memberi kesempatan untuk lebih
perhatian, bertanya, dan merespons pertanyaan. Selain itu cara ini juga akan
menguatkan ikatan emosional dan meningkatkan perkembangan
kognitif (Christiana, 2012:212).
10
B. Perkembangan Pragmatik dan Semantik Anak
1. Perkembangan Pragmatik Anak
Perkembangan pragmatik atau penggunaan bahasa merupakan hal
paling penting dibanding perkembangan aspek bahasa lainnya pada usia SD.
Hal ini pada usia prasekolah anak belum dilatih menggunakan bahasa secara
akurat, sistematis, dan menarik.
Berbicara tentang pragmatik ada 7 faktor penentu yang perlu
dipahami anak yaitu :
a. kepada siapa berbicara
b. untuk tujuan apa
c. dalam konteks apa
d. dalam situasi apa
e. dengan jalur apa
f. melalui media apa
g. dalam peristiwa apa.
Ke-7 faktor penentu komunikasi tersebut berkaitan erat
dengan fungsi (penggunaan) bahasa yang dikemukakan oleh M.A.K
Halliday: instrumental, regulator, interaksional, personal, imajinatif,
heuristik, dan informatif. Pinnel (1975) dalam penelitiannya tentang
penggunaan fungsi bahasa di SD kelas awal menemukan bahwa umumnya
anak menggunakan fungsi interaksional (untuk bekomunikasi) dan jarang
menggunakan fungsi heuristik (mengunakan bahasa untuk mencari ilmu
pengetahuan saat belajar dan berbicara dalam kelompok kecil).
Dilihat dari segi perkembangan kemampuan bercerita, anak umur 6 tahun
sudah dapat bercerita secara sederhana tentang sesuatu yang mereka lihat.
Kemampuan ini selanjutnya berkembang secara teratur dan sedikitdemi
sedikit. Mereka belajar menghubungkan kejadian, tetapi bukan yang
mengandung hubungan sebab akibat. Kata penghubung yang digunakan:
dan, kemudian. Pada usia 7 tahun anak mulai dapat membuat cerita yang
agak padu. Mereka sudah mulai mengemukakan masalah, rencana
mengatasi masalah dan penyelesaian masalah tersebut meskipun belum jelas
siapa yang melakukannya. Pada umur 8 tahun anak menggunakan penanda
11
awal dan akhir cerita, misalnya “Akhirnya mereka hidup rukun”.
Kemampuan membuat alur cerita yang agak jelas baru mulai diperoleh anak
pada usia lebih dari delapan tahun. Pada umur tersebut barulah mereka
dapat mengemukakan pelaku yang mengatasi masalah dalam cerita. Anak-
anak mulai dapat menarik perhatian pendengar atau pembaca cerita yang
mereka buat. Struktur cerita mereka semakin menjadi jelas. Kaitannya
dengan gaya bercerita antara anak laki-laki dan perempuan memiliki
perbedaan. Anak perempuan menganggap bahwa peranannya dalam
percakapan adalah sebagai fasilitator, sehingga mereka menggunakan cara
yang tidak langsung dalam meminta persetujuan dan lebih banyak
mendengarkan,misalnya “Ibu tidak marah, kan?”. Sementara itu anak laki-
laki menganggap dirinya sebagai pemberi informasi, sehingga cenderung
memberitahu. Anak laki-laki biasanya kurang berbicara dan lebih banyak
berbuat namun kadangkala bertindak keras dan percakapan digunakannya
untuk berjuang agar tidak dikuasai oleh anak lain atau kelompok lain. Anak
perempuan cenderung banyak bicara dengan pasangan akrabnya, dan saling
menceritakan rahasianya, masalah pribadinya dikemukakan kepada teman.
Temannya biasanya menyetujui dan dapat memahami masalah tersebut
(Owens,1992).
12
pengetahuan makna sekitar 2500 kata dan meningkat rata-rata 1000 kata per
tahun di kelas awal dan menengah SD dan 2000 kata di kelas atas, sehingga
perbendaharaan kosa kata siswa berjumlah 8500 di kelas VI (Harris dan
Sipay, 1980). Kemampuan anak kelas rendah SD dalam mendefinisikan kata
meningkat dengan dua cara. Pertama, secara konseptual, yakni dari definisi
berdasar pengalaman individu ke makna yang bersifat sosial atau makna
yang dibentuk bersama. Kedua, anak bergerak secara sintaksis dari definisi
kata-kata lepas ke kalimat yang menyatakan hubungan kompleks (Owens,
1992). Pengetahuan kosakata mempunyai hubungan dengan kemampuan
kebahasan secara umum. Anak yang menguasai banyak kosa lebih mudah
memahami wacana dengan baik. Selama priode usia SD, anak menjadi
semakin baik dalam menemukan makna kata berdasarkan konteksnya. Anak
usia 5 tahun mendefinisikan kata secara sempit sedang anak berumur 11
tahun membentuk definisi dengan menggabungkan makna-makna yang
telah diketahuinya.
Dengan demikian, definisinya menjadi lebih luas, misalnya kucing
ialah binatang yang biasa dipelihara di rumah-rumah penduduk.
Menurut Budiasih dan Zuchdi (1997), anak usia SD sudah mampu
mengembangkan bahasa figuratif yang memungkinkan penggunaan bahasa
secara kreatif. Bahasa figuratif menggunakan kata secara imajinatif, tidak
secara literal atau makna sebenarnya untuk menciptakan kesan emosional.
Yang termasuk bahasa figuratif adalah (a) ungkapan misalnya kepala
dingin, (b) metafora, misalnya “Suaranya membelah bumi”., (c) kiasan,
misalnya “Wajahnya seperti bulan purnama.”, (d) pribahasa, misalnya
“Menepuk air di dulang, terpecik muka sendiri.”
13
menunjukkan bahwa anak kelas dua dan tiga melakukan kesalahan
pengucapan f, sy, dan ks diucapkan p, s, k. Terkait dengan itu, Tompkins
(1995) juga menyatakan bahwa ada sejumlah bunyi bahasa yang belum
diperoleh anak sampai menginjak usia kelas awal SD, khususnya bunyi
tengah dan akhir, misalnya v, zh, sh,ch. Bahkan pada umur 7 atau 8 tahun
anak masih membuat bunyi pengganti pada bunyi konsonan kluster.
Kaitannya dengan anak SD di Indonesia diduga pun mengalami kesulitan
dalam pengucapan r, z, v, f, kh, sh, sy, x, dan bunyi kluster misalnya str, pr,
pada kata struktur dan pragmatik. Di samping itu, anak SD bahkan orang
dewasa kadangkala ada yang kesulitan mengucapkan bunyi kluster pada
kata: kompleks, administrasi diucapkan komplek dan adminitrasi. Agar hal
itu tidak terjadi, sejak di SD anak perlu dilatih mengucapkan kata-kata
tersebut.
2. Perkembangan Morfologis Anak
Afiksasi bahasa Indonesia merupakan salah aspek morfologi yang
kompleks. Hal ini terjadi karena satu kata dapat berubah makna akibat dari
proses afiksasinya (prefiks, sufiks, simulfiks) berubah-ubah. Misalnya kata
satu dapat berubah menjadi: bersatu, menyatu, kesatu, satuan, satukan,
disatukan, persatuan, kesatuan, kebersatuan, mempersatukan, dst.
Zuhdi dan Budiasih (1997) menyatakan bahwa anak-anak mempelajari
morfem mula-mula bersifat hapalan. Hal ini kemudian diikuti dengan
membuat simpulan secara kasar tentang bentuk dan makna morfem.
Akhirnya anak membentuk kaidah. Proses yang rumit ini dimulai pada
periode prasekolah dan terus berlangsung sampai pada masa adolesen.
14
disatukan.
c) Anak kelas atas SD telah dapat menggunakan kata berimbuhan
konfiks yang sudah kompleks misalnya diperdengarkan dan
memberlakukan dalam bahasa lisan atau tulisan.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
17