Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Jawa Tengah pada abad ke-8 M telah berdiri sebuah kerajaan, yakni Mataram.
Mataram yang bercorak Hindu-Buddha ini diperintah oleh dua dinasti (wangsa) yang berbeda,
yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Ibukota Mataram adalah Medang atau Medang
Kamulan hingga tahun 925. Pada Prasasti Canggal terdapat kata-kata “Medang I Bhumi
Mataram”. Namun, hingga sekarang letak pasti ibukota ini belum diketahui. Berdasarkan Prasasti
Canggal diketahui, Mataram Kuno mula-mula diperintah oleh Raja Sanna. Sanna kemudian
digantikan oleh keponakannya, Sanjaya. Sanjaya adalah anak Sanaha, saudara perempuan Raja
Sanna (Sanna tidak memiliki keturunan). Sanjaya memerintah dengan bijaksana sehingga rakyat
hidup makmur, aman, dan tenteram.
Hal ini terlihat dari Prasasti Canggal yang menyebutkan bahwa tanah Jawa kaya akan
padi dan emas. Selain pada Prasasti Canggal, nama Sanjaya juga tercantum pada Prasasti
Balitung. Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan Hindu yang terletak di tepi Sungai
Brantas, Jawa Timur. Kerajaan yang berdiri pada abad ke-12 ini merupakan bagian dari Kerajaan
Mataram Kuno. Raja pertamanya bernama Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabu yang
menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu. Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan
perintah Raja Airlangga yang membagi kerajaan menjadi dua bagian, yakni Jenggala
(Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas.
Tujuannya supaya tidak ada pertikaian. Kerajaan Janggala atau Kahuripan terdiri atas
Malang dan Delta Sungai Brantas dengan pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, Ibu
Kotanya Kahuripan. Sedangkan Kerajaan Panjalu (Kediri) meliputi, Kediri, Madiun, dan Ibu
Kotanya Daha. Kemudian pada November 1042, kedua putra Raja Airlangga memperebutkan
tahta kerajaan sehingga dengan terpaksa Airlangga membelah kerajaan menjadi dua. Hasil dari
perang saudara tersebut, Kerajaan Panjalu diberikan kepada Sri Samarawijaya yang pusatnya di
Kota Daha. Sedangkan Kerajaan Jenggala diberikan kepada Mapanji Garasakan yang berpusat di
Kahuripan. Dalam Prasasti Meaenga disebutkan bahwa Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan
nama Raja Mapanji Garasakan(1042-1052 M) diabadikan. Namun, pada peperangan selanjutnya,
Kerajaan Panjalu (Kediri) berhasil menguasai seluruh takhta Airlangga.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Kediri?
2. Siapa saja nama-nama raja Kediri?
3. Bagaimana kehidupan politik, sosial, dan ekonomi kerajaan Kediri?
4. Bagaimana proses runtuhnya kerajaan Kediri?

1
BAB II
PEMBAHASAN
KERAJAAN KEDIRI

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri


Masa-masa awal Kerajaan Kediri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang II
(1044) yang diterbitkan Kerajaan Kediri hanya memberitakan adanya perang saudara antara
kedua kerajaan sepeninggal Airlangga. Sejarah Kerajaan Kediri mulai diketahui dengan adanya
prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa
hanya Sri Samarawijaya yang sudah diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa
sudah dapat diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan.
Kerajaan Kediri di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan
Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu
Jayati, atau Panjalu Menang. Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu
mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di
Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178,
bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan
Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu,
sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Chou Ju-kua menggambarkan di Jawa
penduduknya menganut 2 agama: Buddha dan Hindu. Penduduk Jawa sangat berani dan
emosional. Waktu luangnya untuk mengadu binatang. Mata uangnya terbuat dari campuran
tembaga dan perak.
Buku Chu-fan-chi menyebut Jawa adalah maharaja yang punya wilayah jajahan; Pai-
hua-yuan (Pacitan), Ma-tung (Medang), Ta-pen (Tumapel, Malang), Hi-ning (Dieng), Jung-ya-lu
(Hujung Galuh, sekarang Surabaya), Tung-ki (Jenggi, Papua Barat), Ta-kang (Sumba), Huang-
ma-chu (Papua), Ma-li (Bali), Kulun (Gurun, mungkin Gorong atau Sorong di Papua Barat atau
Nusa Tenggara), Tan-jung-wu-lo (Tanjungpura di Borneo), Ti-wu (Timor), Pingya-i (Banggai di
Sulawesi), dan Wu-nu-ku (Maluku). Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang
diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih
banyak informasi tentang kerajaan tersebut.

B. Nama Raja-raja Kerajaan Kediri


Kerajaan Kediri yang termasyhur pernah diperintah 8 raja dari awal berdirinya sampai
masa keruntuhan kerajaan ini. Dari kedelapan raja yang pernah memerintah kerajaan ini yang
sanggup membawa Kerajaan Kediri kepada masa keemasan adalah Prabu Jayabaya, yang sangat
terkenal hingga saat ini. Adapun 8 raja Kediri tersebut urutannya sebagai berikut:
1. Sri Jayawarsa
2. Sri Bameswara
3. Prabu Jayabaya
4. Sri Sarwaswera
5. Sri Aryeswara
6. Sri Gandra
7. Sri Kameswara
8. Sri Kertajaya

2
C. Kehidupan Politik, Sosial, dan Ekonomi Kerajaan Kediri
1. Kehidupan Politik Kerajaan Kediri
Mapanji Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji Alanjung
(1052–1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha.
Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala dan Panjalu menyebabkan selama 60 tahun
tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan tersebut hingga munculnya nama Raja
Bameswara (1116–1135 M) dari Kediri. Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari
Daha ke Kediri sehingga kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Raja
Bameswara menggunakan lencana kerajaan berupa tengkorak bertaring di atas bulan sabit yang
biasa disebut Candrakapala. Setelah Bameswara turun takhta, ia digantikan Jayabaya yang dalam
masa pemerintahannya itu berhasil mengalahkan Jenggala.
Pada tahun 1019 M Airlangga dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Airlangga
berusaha memulihkan kembali kewibawaan Medang Kamulan, setelah kewibawaan kerajaan
berahasil dipulihkan, Airlangga memindahkan pusat pemerintahan dari Medang Kamulan ke
Kahuripan. Berkat jerih payahnya, Medang Kamulan mencapai kejayaan dan kemakmuran.
Menjelang akhir hayatnya, Airlangga memutuskan untuk mundur dari pemerintahan dan menjadi
pertapa dengan sebutan Resi Gentayu. Airlangga meninggal pada tahun 1049 M. Pewaris tahta
kerajaan Medang Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri Sanggramawijaya yang lahir dari
seorang permaisuri. Namun karena memilih menjadi pertapa, tahta beralih pada putra Airlangga
yang lahir dari selir.
Untuk menghindari perang saudara, Medang Kamulan dibagi menjadi dua yaitu kerajaan
Jenggala dengan ibu kota Kahuripan, dan kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota Dhaha.
Tetapi upaya tersebut mengalami kegagalan. Hal ini dapat terlihat hingga abad ke 12, dimana
Kediri tetap menjadi kerajaan yang subur dan makmur namun tetap tidak damai sepenuhnya
dikarenakan dibayang- bayangi Jenggala yang berada dalam posisi yang lebih lemah. Hal itu
menjadikan suasana gelap, penuh kemunafikan dan pembunuhan berlangsung terhadap pangeran
dan raja-raja antar kedua negara. Namun perseteruan ini berakhir dengan kekalahan jenggala,
kerajaan kembali dipersatukan di bawah kekuasaan Kediri.

2. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kediri


Kediri merupakan kerajaan agraris dan maritim. Masyarakat yang hidup di daerah
pedalaman bermata pencaharian sebagai petani. Hasil pertanian di daerah pedalaman Kerajaan
Kediri sangat melimpah karena didukung oleh kondisi tanah yang subur. Hasil pertanian yang
melimpah memberikan kemakmuran bagi rakyat. Masyarakat yang berada di daerah pesisir
hidup dari perdagangan dan pelayaran. Pada masa itu perdagangan dan pelayaran berkembang
pesat. Para pedagang Kediri sudah melakukan hubungan dagang dengan Maluku dan Sriwijaya.
Pada masa itu, mata uang yang terbuat dari emas dan campuran antara perak, timah, dan tembaga
sudah digunakan. Hubungan antara daerah pedalaman dan daerah pesisir sudah berjalan cukup
lancar. Sungai Brantas banyak digunakan untuk lalu lintas perdagangan antara daerah pedalaman
dan daerah pesisir. Kondisi masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain
sampai di bawah lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan,
keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit memohon
kesembuhan kepada dewa dan Buddha.
Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab Lubdaka yang
berisi tentang kehidupan sosial masyarakat pada saat itu. Tinggi rendahnya martabat seseorang
bukan berdasarkan pangkat dan harta bendanya, tetapi berdasarkan moral dan tingkah lakunya.
Raja juga sangat menghargai dan menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat
leluasa menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.

3
3. Kehidupan Sosial Kerajaan Kediri
Kondisi masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di
bawah lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan, keluarga
pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit memohon
kesembuhan kepada dewa dan Buddha. Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu
dibuktikan pada kitab Lubdaka yang berisi tentang kehidupan sosial masyarakat pada saat itu.
Tinggi rendahnya martabat seseorang bukan berdasarkan pangkat dan harta bendanya, tetapi
berdasarkan moral dan tingkah lakunya. Raja juga sangat menghargai dan menghormati hak-hak
rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat leluasa menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pada zaman Kediri karya sastra berkembang pesat. Banyak karya sastra yang dihasilkan.
Pada masa pemerintahan Jayabaya, raja pernah memerintahkan kepada Empu Sedah untuk
mengubah kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa Kuno. Karena tidak selesai, pekerjaan itu
dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Dalam kitab itu, nama Jayabaya disebut beberapa kali sebagai
sanjungan kepada rajanya. Kitab itu berangka tahun dalam bentuk candrasangkala, sangakuda
suddha candrama (1079 Saka atau 1157 M). Selain itu, Empu Panuluh juga menulis kitab
Gatutkacasraya dan Hariwangsa.

D. Runtuhnya Kerajaan Kediri


Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya, terjadi
pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar agama
dan memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta perlindungan
Ken Arok, akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada
tahun 1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya, pada masa itu
menandai berakhirnya kerajaan Kediri.
Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah
pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya, berhasil
meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden
Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang
tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap
Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia
bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja
untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan.
Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Singasari merupakan kerajaan yang memiliki usia paling singkat jika dibandingkan
dengan Kerajaan Hindu-Budha lainnya. Kerjaaan ini berdiri pada tahun 1222 sejak Ken Arok
menyerang Kediri, dan berakhir pada tahun 1292. Ia berhasil mengalahkan Raja Kertajaya
dengan bantuan para brahmana. Para brahmana memberontak terhadap karena Kertajaya tidak
menghormati mereka selaku pendeta yang memiliki kasta tertinggi dalam sistem masyarakat
Hindu kuno.
Kerajaan Singasari diperkirakan sekarang berada di daerah Malang, Jawa Timur
sekarang. Ken Arok pun sebelumnya membunuh majikannya sendiri, yaitu akuwu Tumapel yang
bernama Tunggul Ametung dan merebut istrinya. Pemerintahan Singasari tidak pernah stabil
karena sering terjadi pertumpahan darah antara keturunan Ken Arok dan Tunggul Ametung.
Sumber sejarah para raja Singasari selanjutnya tertulis dalam Kitab Pararaton.
Puncak kejayaan Singasari terjadi pada masa pemerintahan Raja Kertanegara. Kertanegara dalam
kehidupan politiknya berupaya melakukan ekspansi atau perluasan wilayah ke wilayah kekuasan
Sriwijaya mealui Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275. Dalam politik luar negeri didapati ia
tidak mau tunduk kepada pemerintahan Cina di bawah pemerintahan Kubilai Khan. Ia bahkan
pernah mempermalukan utusan Kaisar Cina bernama Mengki yang mendatangi istananya.
Kesenian khususnya seni patung berkembang maju pada masa Singasari. Banyak arca atau
patung berukuran raksasa. Selain patung drawapala yang berukuran 40 ton, ada juga patung
perwujudan Kertanegara yagn lebih dikenal dengan sebutan Joko Dolok. Singasari tidak banyak
meniggalkan candi. Namun, ada sejumlah candi sebagai pertanda peradaban Singasari, seperti
Candi Kidal, Candi Jago, Candi Jawi, Candi Singosari.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Singasari?
2. Bagaimana sistem pemerintahan kerajaan Singasari?
3. Bagaimanakah kehidupan ekonomi kerajaan Singasari?
4. Bagaimanakah kehidupan agama kerajaan Singasari?

5
BAB II
PEMBAHASAN
KERAJAAN SINGASARI
A. Sejarah Kerajaan Singasari
Menurut Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan Kadiri.
Yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung. Ia mati
dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang
kemudian menjadi akuwu baru. Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul Ametung yang
bernama Ken Dedes. Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kerajaan
Kadiri.
Pada tahun 1254 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kerajaan Kadiri melawan
kaum brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang mengangkat
dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Perang melawan
Kerajaan Kadiri meletus di desa Ganter yang dimenangkan oleh pihak Tumapel.
Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan Tumapel, namun
tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok. Dalam naskah itu, pendiri kerajaan Tumapel
bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang berhasil mengalahkan Kertajaya raja
Kerajaan Kadiri.
Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255, menyebutkan kalau pendiri Kerajaan
Tumapel adalah Bhatara Siwa. Mungkin nama ini adalah gelar anumerta dari Ranggah Rajasa,
karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai Siwa.
Selain itu, Pararaton juga menyebutkan bahwa, sebelum maju perang melawan Kerajaan Kadiri,
Ken Arok lebih dulu menggunakan julukan Bhatara Siwa.

B. Sistem Pemerintahan Kerajaan Singasari


Ada dua versi yang menyebutkan silsilah kerajaan Singasari alias Tumapel ini. Versi
pertama adalah versi Pararaton yang informasinya didapat dari Prasasti Kudadu. Pararaton
menyebutkan Ken Arok adalah pendiri Kerajaan Singasari yang digantikan oleh Anusapati
(1247–1249 M). Anusapati diganti oleh Tohjaya (1249–1250 M), yang diteruskan oleh
Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250–1272 M). Terakhir adalah Kertanegara yang
memerintah sejak 1272 hingga 1292 M. Sementara pada versi Negarakretagama, raja pertama
Kerajaan Singasari adalah Rangga Rajasa Sang Girinathapura (1222–1227 M). Selanjutnya
adalah Anusapati, yang dilanjutkan Wisnuwardhana (1248–1254 M). Terakhir adalah
Kertanagara (1254–1292 M). Data ini didapat dari prasasti Mula Malurung.
1. Kehidupan Politik di Kerajaan Singasari
Dari segi sosial, kehidupan masyarakat Singasari mengalami masa naik turun. Ketika Ken Arok
menjadi Akuwu di Tumapel, dia berusaha meningkatkan kehidupan masyarakatnya. Banyak
daerah-daerah yang bergabung dengan Tumapel. Namun pada pemerintahan Anusapati,
kehidupan sosial masyarakat kurang mendapat perhatian karena ia larut dalam kegemarannya
menyabung ayam. Pada masa Wisnuwardhana kehidupan sosial masyarakatnya mulai diatur rapi.
Dan pada masa Kertanegara, ia meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya. Upaya yang
ditempuh Raja Kertanegara dapat dilihat dari pelaksanaan politik dalam negeri dan luar negeri.
a. Politik dalam negeri
1. Mengadakan pergeseran pembantu-pembantunya seperti Mahapatih Raganata digantikan
oleh Aragani.
2. Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya seperti mengangkat putra Jayakatwang
(Raja Kediri) yang bernama Ardharaja menjadi menantunya.
3. Memperkuat angkatan perang.
b. Politik luar negeri

6
1. Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu untuk menguasai Kerajaan melayu serta melemahkan
posisi Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka.
2. Menguasai Bali.
3. Menguasai Jawa Barat.
4. Menguasai Malaka dan Kalimantan.
Berdasarkan segi budaya, ditemukan candi-candi dan patung-patung diantaranya candi Kidal,
candi Jago, dan candi Singasari. Sedangkan patung-patung yang ditemukan adalah patung Ken
Dedes sebagai Dewa Prajnaparamita lambing kesempurnaan ilmu, patung Kertanegara dalam
wujud patung Joko Dolog, dan patung Amoghapasa juga merupakan perwujudan Kertanegara
(kedua patung kertanegara baik patung Joko Dolog maupun Amoghapasa menyatakan bahwa
Kertanegara menganut agama Buddha beraliran Tantrayana).
2. Hubungan dengan Majapahit
Pararaton, Nagarakretagama, dan prasasti Kudadu mengisahkan Raden Wijaya cucu
Narasingamurti yang menjadi menantu Kertanagara lolos dari maut. Berkat bantuan Aria
Wiraraja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh Jayakatwang dan diberi
hak mendirikan desa Majapahit. Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol yang dipimpin Ike
Mese untuk menaklukkan Jawa. Mereka dimanfaatkan Raden Wijaya untuk mengalahkan
Jayakatwang di Kerajaan Kadiri. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti
mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan
Majapahit sebagai kelanjutan Singasari, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa
Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.

C. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Singasari


Tidak banyak sumber prasasti dan berita dari negeri asing yang dapat memberi keterangan secara
jelas kehidupan perekonomian rakyat Singasari. Akan tetapi, berdasarkan analisis bahwa pusat
Kerajaan Singasari berada di sekitar Lembah Sungai Brantas dapat diduga bahwa rakyat
Singasari banyak menggantungkan kehidupan pada sektor pertanian. Keadaan itu juga didukung
oleh hasil bumi yang melimpah sehingga menyebabkan Raja Kertanegara memperluas wilayah
terutama tempat-tempat yang strategis untuk lalu lintas perdagangan.
Keberadaan Sungai Brantas dapat juga digunakan sebagai sarana lalu lintas perdagangan dari
wilayah pedalaman dengan dunia luar. Dengan demikian, perdagangan juga menjadi andalan
bagi pengembangan perekonomian Kerajaan Singasari. Peninggalan kebudayaan Kerajaan
Singasari, antara lain berupa prasasti, candi, dan patung. Candi peninggalan Kerajaan Singasari,
antara lain Candi Jago, Candi Kidal, dan Candi Singasari. Adapun patung-patung yang berhasil
ditemukan sebagai hasil kebudayaan Kerajaan Singasari, antara lain Patung Ken Dedes sebagai
Dewi Prajnaparamita lambang dewi kesuburan dan Patung Kertanegara sebagai Amoghapasa.
Rakyat Singasari mengalami pasang surut kehidupan sejak zaman Ken Arok sampai
masa pemerintahan Wisnuwardhana. Pada masa-masa pemerintahan Ken Arok, kehidupan sosial
masyarakat sangat terjamin. Kemakmuran dan keteraturan kehidupan sosial masyarakat
Singasari kemungkinan yang menyebabkan para brahmana meminta perlindungan kepada Ken
Arok ataskekejaman rajanya.
Akan tetapi, pada masa pemerintahan Anusapati kehidupan masyarakat mulai
terabaikan. Hal itu disebabkan raja sangat gemar menyabung ayam hingga melupakan
pembangunan kerajaan. Keadaan rakyat Singasari mulai berangsur-angsur membaik setelah
Wisnuwardhana naik takhta Singasari. Kemakmuran makin dapat dirasakan rakyat Singasari
setelah Kertanegara menjadi raja. Pada masa pemerintahan Kertanegara, kerajaan dibangun
dengan baik. Dengan demikian, rakyat dapat hidup aman dan sejahtera.
Dengan kerja keras dan usaha yang tidak henti-henti, cita-cita Kertanegara ingin
menyatukan seluruh wilayah Nusantara di bawah naungan Singasari tercapai juga walaupun

7
belum sempurna. Daerah kekuasaannya, meliputi Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Melayu,
Semenanjung Malaka, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia,
yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak
kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada
masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Kerajaan
Majapahit adalah Kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap
sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Negarakertagama,
kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia
timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Hanya terdapat sedikit bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit, dan sejarahnya tidak
jelas. Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton (‘Kitab Raja-raja’)
dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton terutama
menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian
pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi
Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk.
Kakawin Nagarakretagama pada tahun 2008 diakui sebagai bagian dalam Daftar Ingatan Dunia
(Memory of the World Programme) oleh UNESCO. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah
jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari
Tiongkok dan negara-negara lain.
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak dapat
disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos. Beberapa sarjana
seperti C.C. Berg menganggap semua naskah tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki
arti supernatural dalam hal dapat mengetahui masa depan. Namun, banyak pula sarjana yang
beranggapan bahwa garis besar sumber-sumber tersebut dapat diterima karena sejalan dengan
catatan sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan kerajaan yang tampak
cukup pasti. Tahun 2010 sekelompok pengusaha Jepang dipimpin Takajo Yoshiaki membiayai
pembuatan kapal Majapahit atau Spirit Majapahit yang akan berlayar ke Asia.
Menurut Takajo, hal ini dilakukan untuk mengenang kerjasama Majapahit dan Kerajaan
Jepang melawan Kerajaan China (Mongol) dalam perang di Samudera Pasifik. Menurut Guru
Besar Arkeologi Asia Tenggara National University of Singapore John N. Miksic jangkauan
kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan
pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni. Bahkan ada perguruan silat
bernama Kali Majapahit yang berasal dari Filipina dengan anggotanya dari Asia dan Amerika.
Silat Kali Majapahit ini mengklaim berakar dari Kerajaan Majapahit kuno yang disebut
menguasai Filipina, Singapura, Malaysia dan Selatan Thailand.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah sejarah kerajaan Majapahit?
2. Bagaimanakah sistem pemerintahan kerajaan Majapahit?
3. Bagaimanakah kebudayaan kerajaan Majapahit?
4. Bagaimanakah kehidupan ekonomi kerajaan Majapahit?
5. Bagaimanakah kepercayaan keagamaan kerajaan Majapahit?
6. Kapan masa kejayaan kerajaan Majapahit?

8
7. Bagaimana proses surutnya kerajaan Majapahit?

BAB II
PEMBAHASAN
KERAJAAN MAJAPAHIT

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit


Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa.
Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim
utusan yang bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa
kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan
tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu
memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh
Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden
Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim
utusan ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin
mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang hati. Raden
Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu
dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa “pahit” dari buah tersebut.
Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur
melawan Jayakatwang.
Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu
Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut
karena mereka berada di negeri asing. Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka
untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu enam
bulan lagi di pulau yang asing. Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan
Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika
tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293.
Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi
masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi
memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan
Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra
Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam Pararaton. Slamet Muljana
menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua
orang tepercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan.
Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan
dipenjara, dan lalu dihukum mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309. Putra dan penerus
Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti “penjahat lemah”.
Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia,
Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328, Jayanegara
dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya,
akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni
menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit.
Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat
pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk
melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan
Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan

9
Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia
diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.

B. Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit


Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak
berubah selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan
ia memegang otoritas politik tertinggi. Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam
melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan
tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
1. Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja;
2. Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan;
3. Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan;
4. Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan.
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu
Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana
menteri yang bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain
itu, terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara
raja, yang disebut Bhattara Saptaprabhu. Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit
merupakan kelanjutan Singhasari, terdiri atas beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan
bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang disebut Paduka Bhattara yang
bergelar Bhre atau “Bhatara i”. Gelar ini adalah gelar tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya
posisi ini hanyalah untuk kerabat dekat raja. Tugas mereka adalah untuk mengelola kerajaan
mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan mengelola pertahanan di
perbatasan daerah yang mereka pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang
dikelola oleh kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit
dikenal sebagai berikut:
1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja;
2. Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau
bangsawan);
3. Watek: dikelola oleh wiyasa;
4. Kuwu: dikelola oleh lurah;
5. Wanua: dikelola oleh thani;
6. Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.
Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit
dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-
daerah bawahan tersebut yaitu: Kahuripan, Daha, Tumapel, Wengker, Matahun, Wirabumi,
Kabalan, Kembang Jenar, Pajang, Jagaraga, Keling, Kelinggapura, Singhapura, Tanjungpura.
Saat Majapahit memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi saat pemerintahan Gajah Mada,
beberapa negara bagian di luar negeri juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit,
sebagai hasilnya, konsep teritorial yang lebih besar pun terbentuk.
Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit atau Majapahit
Lama selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk area
ini adalah ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan
pemerintahannya. Area ini meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang
dikelola oleh para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja. Mancanegara, area
yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara langsung dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa,
dan wajib membayar upeti tahunan. Akan tetapi, area-area tersebut biasanya memiliki penguasa

10
atau raja pribumi, yang kemungkinan membentuk persekutuan atau menikah dengan keluarga
kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di tempat-tempat ini dan
mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan mengumpulkan pajak, namun mereka
menikmati otonomi internal yang cukup besar. Wilayah Mancanegara termasuk di dalamnya
seluruh daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga Dharmasraya, Pagaruyung, Lampung
dan Palembang di Sumatra. Nusantara, adalah area yang tidak mencerminkan kebudayaan Jawa,
tetapi termasuk ke dalam koloni dan mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati
otonomi yang cukup luas dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak merasa penting untuk
menempatkan birokratnya atau tentara militernya di sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang
terlihat mengancam ketuanan Majapahit atas wilayah itu akan menuai reaksi keras.
Termasuk dalam area ini adalah kerajaan kecil dan koloni di Maluku, Kepulauan Nusa
Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya. Ketiga kategori itu masuk ke dalam
lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi Majapahit juga mengenal lingkup keempat
yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar negeri. Mitreka Satata, yang secara
harafiah berarti “mitra dengan tatanan (aturan) yang sama”. Hal itu menunjukkan negara
independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan sebagai bawahan dalam
kekuatan Majapahit. Menurut Negarakertagama pupuh 15, bangsa asing adalah
Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si
Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa,
Kamboja (Kamboja), dan Yawana (Annam). Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi
Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri seperti China dan India tidak termasuk dalam
kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan hubungan luar negeri dengan kedua bangsa ini.
Pola kesatuan politik khas sejarah Asia Tenggara purba seperti ini kemudian
diidentifikasi oleh sejarahwan modern sebagai “mandala”, yaitu kesatuan yang politik ditentukan
oleh pusat atau inti kekuasaannya daripada perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa unit
politik bawahan tanpa integrasi administratif lebih lanjut. Daerah-daerah bawahan yang termasuk
dalam lingkup mandala Majapahit, yaitu wilayah Mancanegara dan Nusantara, umumnya
memiliki pemimpin asli penguasa daerah tersebut yang menikmati kebebasan internal cukup
luas. Wilayah-wilayah bawahan ini meskipun sedikit-banyak dipengaruhi Majapahit, tetap
menjalankan sistem pemerintahannya sendiri tanpa terintegrasi lebih lanjut oleh kekuasaan pusat
di ibu kota Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini juga ditemukan dalam kerajaan-kerajaan
sebelumnya, seperti Sriwijaya dan Angkor, serta mandala-mandala tetangga Majapahit yang
sezaman; Ayutthaya dan Champa.

C. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit


Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan denda
dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8
pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak.
Sekitar tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter
penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang “kepeng” yaitu keping uang
tembaga impor dari China. Pada November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat
sekitar 40 kilogram digali dari halaman belakang seorang penduduk di Sidoarjo.
Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin
tersebut berasal dari era Majapahit. Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak
disebutkan dalam catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin
kompleksnya ekonomi Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh dalam sistem
mata uang Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-hari di pasar
Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak dapat dipenuhi oleh uang emas dan perak yang mahal.

11
Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu dikumpulkan
dari berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358 menyebutkan
sebanyak 78 titik perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di dalam negeri (mandala
Jawa). Prasasti dari masa Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan spesialisasi
karier, mulai dari pengrajin emas dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang
daging. Meskipun banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman sebelumnya,
namun proporsi populasi yang mencari pendapatan dan bermata pencarian di luar pertanian
semakin meningkat pada era Majapahit.
Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat
itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah
mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari
campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan Odorico da
Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321,
menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.
Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor pertama; lembah sungai
Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk pertanian
padi. Pada masa jayanya Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi, sebagian dengan
dukungan pemerintah. Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa
mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas
rempah-rempah Maluku. Pajak yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah yang melewati
Jawa merupakan sumber pemasukan penting bagi Majapahit.
Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta telah menarik
banyak pedagang asing, di antaranya pedagang dari India, Khmer, Siam, dan China. Pajak
khusus dikenakan pada orang asing terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan
melakukan pekerjaan selain perdagangan internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk
mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun
berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.

12
13
BAB I
PENDAHULUAN
Keajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali. Kerajaan ini berkembang pada abad IX-XI
A. Latar Belakang
Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali. Kerajaan ini berkembang pada
abad IX-XI Masehi. Kerajaan Buleleng diperintah oleh Dinasti Warmadewa. Keterangan
mengenai kehidupan masyarakat kerajaan Buleleng pada masa Dinasti Warmadewa dapat
dipelajari dari beberapa prasasti seperti prasasti Belanjong, Panempahan, dan Melatgede.
Kerajaan Buleleng adalah suatu kerajaan di Bali utara yang didirikan sekitar pertengahan abad
ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun oleh I Gusti
Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara menyatukan seluruh wilayah wilayah
Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit.. dari beberapa prasasti seperti
prasasti Belanjong, Panempahan, dan Melatgede.
I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gde Pasekan adalah
putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa
Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah
Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota.
Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit,
ke desa asal ibunya, Desa Panji.
I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan
Buleleng, yang kekuasaannya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan).
Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah
karena putra-putranya punya pikiran yang saling berbeda.
Kerajaan Buleleng tahun 1732 dikuasai Kerajaan Mengwi namun kembali merdeka pada
tahun 1752. Selanjutnya jatuh ke dalam kekuasaan raja Karangasem 1780. Raja Karangasem, I
Gusti Gde Karang membangun istana dengan nama Puri Singaraja. Raja berikutnya adalah
putranya bernama I Gusti Pahang Canang yang berkuasa sampai 1821. Kekuasaan Karangasem
melemah, terjadi beberapa kali pergantian raja. Tahun 1825 I Gusti Made Karangsem
memerintah dengan Patihnya I Gusti Ketut Jelantik sampai ditaklukkan Belanda tahun 1849.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Buleleng?
2. Bagaimana kehidupan politik Kerajaan Buleleng masa Dinasti Warmadewa?
3. Bagaimana kehidupan sosial Kerajaan Buleleng masa Dinasti Warmadewa?
4. Bagaimana kehidupan ekonomi Kerajaan Buleleng masa Dinasti Warmadewa?
5. Bagaimana kehidupan agama Kerajaan Buleleng masa Dinasti Warmadewa?

14
BAB II
PEMBAHASAN
KERAJAAN BULELENG

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Buleleng


Kerajaan Buleleng dibangun berkat campur tangan dari I Gusti Anglurah Panji Sakti
yang saat kecil memiliki nama panggilan I Gusti Gede Pasukan. Ayahnya sendiri bernama I
Gusti Ngurah Jelantik dan ibunya merupakan selir yang memiliki nama Ni Luh Pasek yang
berasal dari Desa Panji. Sebagai seseorang yang memiliki andil dalam membangun kerajaan
Buleleng, I Gusti Anglurah dibekali oleh suatu kekuatan sihir yang berasal dari orang tuanya.
Ayahnya sendiri, I Gusti Ngurah Jelantik merasa terbebani dengan adanya kekuatan yang
dimiliki karena itu bisa membuatnya mencelakakan putra mahkota.
Dan karena hal itulah, I Gusti Ngurah Jelantik menyingkirkan I Gusti Anglurah yang
kala itu masih berusia 12 tahun ke daerah asal ibunya yaitu Desa Panji. Dan pada saat itulah
akhirnya I Gusti Anglurah Panji Sakti yang berada di Den Bukit dan menguasai daerah tersebut
membangun sebuah kerajaan yang dinamakan Kerajaan Buleleng, yang mana kekuasaannya
tersebut meluas hingga ke ujung Timur Jawa. Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti telah meninggal
pada tahun 1704, barulah kerajaan Buleleng menjadi mulai goyah karena adanya perbedaan
pendapat oleh para putra-putranya yang saling menyerang.
Pada tahun 1732, akhirnya kerajaan dikuasai oleh kerajaan Mengwi yang mana diambil
alih akibat kekalahan perang, namun pada tahu 1752 Kerajaan Buleleng kembali merdeka.
Namun tak lama setelahnya, Kerajaan Buleleng jatuh oleh kekuasaan kerajaan Karang asem pada
tahun 1780 yang mana dikuasai oleh I Gusti Gde Karang dan kemudian membangun sebuah
istana yang megah sebagai kerajaannya.
Dan setelah I Gusti Gede, raja selanjutnya yang berkuasa yaitu I Gusti Panang Canang
yang berkuasa hingga pada akhirnya harus pensiun pada tahun 1821. Semakin berjalannya
waktu, kerajaan Karangasem pun kian melemah karena adanya beberapa kali pergantian raja
yang menjadikan kekuatan dari kerajaan Karangasem sangat lemah. Dan di tahun 1824 I Gusti
Made Karangasem akhirnya memerintah bersama dengan patih I Gusti Jelantik hingga pada
akhirnya Belanda mengambil kekuasaan kerajaan pada tahun 1849.
Ditahun 1846, Kerajaan Buleleng pada akhirnya diserang oleh banyaknya pasukan
Belanda, namun cukup mendapat perlawanan yang cukup sengit dari pihak Buleleng yang
dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik. Namun pada akhirnya perang tak selesai begitu saja, karena
pada tahun 1848, kembali lagi mendapatkan serangan oleh sejumlah pasukan Belanda yang ingin
menguasai daerah tersebut. Dan di serangan yang ketiga yaitu pada tahun 1849 Belanda mampu
untuk menghancurkan benteng Jagaraga dan Kerajaan bisa diambil alih oleh Belanda. Karena itu,
semenjak kekalahan tersebut kerajaan diperintah oleh pihak Belanda.

B. Kehidupan Politik Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa


Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti
Belanjong, Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal
menaklukkan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri
Kesari Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan sebuah pemerintahan baru di wilayah
Buleleng.
Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana
memiliki tiga putra, yaitu Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Kelak, Airlangga
akan menjadi raja terbesar Kerajaan Medan Kamulan di Jawa Timur. Menurut prasasti yang
terdapat di pura batu Madeg, Raja Udayana menjalin hubungan erat dengan Dinasti Isyana di
Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya

15
Dharmapatni merupakan keturunan Mpu Sindok. Kedudukan Raja Udayana digantikan putranya,
yaitu Marakatapangkaja.
Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber kebenaran hukum
karena ia selalu melindungi rakyatnya. Marakatapangkaja membangun beberapa tempat
peribadatan untuk rakyat. Salah satu peninggalan Marakatapangkaja adalah kompleks candi di
Gunung Kawi (Tampaksiring). Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya, Anak
Wungsu. Anak Wungsu merupakan raja terbesar dari Dinasti Warmadewa. Anak Wungsu
berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai gangguan, baik dari dalam
maupun luar kerajaan.
Dalam menjalankan pemerintahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasihat pusat
yang disebut Pakirankiran I Jro Makabehan. Badan ini terdiri atas senapati dan pendeta Siwa
serta Buddha. Badan ini berkewajiban memberi tafsiran dan nasihat kepada raja atas berbagai
permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Senapati bertugas di bidang kehakiman dan
pemerintahan, sedangkan pendeta mengurusi masalah sosial dan agama.

C. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Buleleng Masa Dinasti Warmadewa


Kegiatan ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan
kehidupan ekonomi masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam prasasti
Bulian terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan sistem bercocok tanam seperti sawah,
parlak (sawah kering), gaga (ladang), kebwan (kebun), mmal (ladang di pegunungan), dan
kasuwakan (pengairan sawah). Pada masa pemerintahan Marakatapangkaja kegiatan pertanian
berkembang pesat. Perkembangan tersebut erat kaitannya dengan penemuan urut-urutan
menanam padi, yaitu mbabaki (pembukaan tanah), mluku (membajak), tanem (menanam padi),
matun (menyiangi), ani-ani (menuai padi), dan nutu (menumbuk padi). Dari keterangan tersebut
sangat jelas bahwa pada masa pemerintahan Marakatapangkaja penggarapan tanah sudah maju
dan tidak jauh berbeda dengan pengolahan tanah pada masa ini.
Perdagangan antarpulau di Buleleng sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan
banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan penduduk
Buleleng. Komoditas dagang yang terkenal dari Buleleng adalah kuda. Dalam prasasti Lutungan
disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan tiga puluh ekor kuda
dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa perdagangan
pada saat itu sudah maju sebab kuda merupakan binatang besar sehingga memerlukan kapal
besar pula untuk mengangkutnya.

D. Keruntuhan Dinasti Warmadewa


Banyak spekulasi mengenai mundur dan hancurnya dinasti Warmadewa, akan tetapi
beberapa ahli mengatakan bahwa hal yang menjadikan mundurnya dinasti Warmadewa karena
adanya kerajaan baru yang terbentuk. Dan kerajaan Buleleng merupakan kerajaan yang disebut
sebagai penyebabnya runtuhnya kerajaan Warmadewa yang menggantikan dinasti Warmadewa.
Namun kerajaan Buleleng sendiri hancur akibat dari serangan VOC pada tahun 1850.

16
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sejarah kebudayaan dan perdagangan di Nusantara, Tulang Bawang digambarkan
merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia, disamping kerajaan Melayu, Sriwijaya, Kutai,
dan Tarumanegara. Meskipun belum banyak catatan sejarah yang mengungkapkan keberadaan
kerajaan ini, namun catatan Cina kuno menyebutkan pada pertengahan abad ke-4 seorang
pejiarah Agama Budha yang bernama Fa-Hien, pernah singgah di sebuah kerajaan yang makmur
dan berjaya, To-Lang P’o-Hwang (Tulang Bawang) di pedalaman Chrqse (pulau emas
Sumatera). Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan Tulang Bawang,
namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu Way
Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat
kota Menggal.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P’o Chie (Sriwijaya), nama dan
kebesaran Tulang Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar. Akhirnya sulit sekali
mendapatkan catatan sejarah mengenai perkembangan kerajaan ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kerajaan Tulang Bawang?
2. Bagaimana kehidupan sosial budaya kerajaan Tulang Bawang?
3. Bagaimana kehidupan agama kerajaan Tulang Bawang?
4. Bagaimana kehidupan ekonomi kerajaan Tulang Bawang?

17
BAB II
PEMBAHASAN
KERAJAAN TULANG BAWANG

A. Sejarah Kerajaan Tulang Bawang


Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri di Lampung.
Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak
catatan sejarah yang memberikan keterangan mengenai kerajaan ini. Musafir Tiongkok yang
pernah mengunjungi Nusantara pada abad VII, yaitu I Tsing yang merupakan seorang peziarah
Buddha, dalam catatannya menyatakan pernah singgah di To-Lang P’o-Hwang
(“Tulangbawang”), suatu kerajaan di pedalaman Chrqse (Pulau Sumatera). Namun
Tulangbawang lebih merupakan satu Kesatuan Adat. Tulang Bawang yang pernah mengalami
kejayaan pada Abad ke VII M. Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan
Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini
terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang lebih dalam
radius 20 km dari pusat kota Menggala.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P’o Chie (Sriwijaya), nama
Kerajaan Tulang Bawang semakin memudar. Tidak ada catatan sejarah mengenai kerajaan ini
yang ada adalah cerita turun temurun yang diketahui oleh penyimbang adat, namun karena
Tulang Bawang menganut adat Pepadun, yang memungkinkan setiap khalayak untuk berkuasa
dalam komunitas ini, maka Pemimpin Adat yang berkuasa selalu berganti ganti Trah. Hingga
saat ini belum diketemukan benda benda arkeologis yang mengisahkan tentang alur dari kerajaan
ini.
Kerajaan Tulangbawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri di Lampung.
Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak
catatan sejarah yang memberikan keterangan mengenai kerajaan ini. Musafir Tiongkok yang
pernah mengunjungi Nusantara pada abad VII, yaitu I Tsing yang merupakan seorang peziarah
Buddha, dalam catatannya menyatakan pernah singgah di To-Lang P’o-Hwang
(“Tulangbawang”), suatu kerajaan di pedalaman Chrqse (Pulau Sumatera). Namun
Tulangbawang lebih merupakan satu Kesatuan Adat. Tulang Bawang yang pernah mengalami
kejayaan pada Abad ke VII M. Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan
Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini
terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang lebih dalam
radius 20 km dari pusat kota Menggala.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P’o Chie (Sriwijaya), nama
Kerajaan Tulang Bawang semakin memudar. Tidak ada catatan sejarah mengenai kerajaan ini
yang ada adalah cerita turun temurun yang diketahui oleh penyimbang adat, namun karena
Tulang Bawang menganut adat Pepadun, yang memungkinkan setiap khalayak untuk berkuasa
dalam komunitas ini, maka Pemimpin Adat yang berkuasa selalu berganti ganti Trah. Hingga
saat ini belum diketemukan benda benda arkeologis yang mengisahkan tentang alur dari kerajaan
ini.
Kerajaan Tulang Bawang merupakan salah satu Kerajaan Hindu tertua di Nusantara. Tidak
banyak catatan sejarah yang mengungkap fakta tentang kerajaan ini. Sebab, ketika Che-Li-P‘o
Chie (Kerajaan Sriwijaya) berkembang, nama dan kebesaran Kerajaan Tulang Bawang justru
pudar. Menurut catatan Tiongkok kuno, sekitar pertengahan abad ke-4 pernah ada seorang
Bhiksu dan peziarah bernama Fa-Hien (337-422), ketika melakukan pelayaran ke India dan
Srilangka, terdampar dan pernah singgah di sebuah kerajaan bernama To-Lang P‘o-Hwang
(Tulang Bawang), tepatnya di pedalaman Chrqse (Sumatera).

18
Sumber lain menyebutkan bahwa ada seorang pujangga Tiongkok bernama I-Tsing yang
pernah singgah di Swarna Dwipa (Sumatera). Tempat yang disinggahinya ternyata merupakan
bagian dari Kerajaan Sriwijaya. Ketika itu, ia sempat melihat daerah bernama Selapon. Ia
kemudian memberi nama daerah itu dengan istilah Tola P‘ohwang. Sebutan Tola P‘ohwang
diambil dari ejaan Sela-pun. Untuk mengejanya, kata ini di lidah sang pujangga menjadi
berbunyi so-la-po-un. Orang China umumnya berasal dari daerah Ke‘. I-Tsing, yang merupakan
pendatang dari China Tartar dan lidahnya tidak bisa menyebutkan So, maka ejaan yang familiar
baginya adalah To. Sehingga, kata solapun atau selapon disebutkan dengan sebutan Tola
P‘ohwang. Lama kelamaan, sebutan itu menjadi Tolang Powang atau kemudian menjadi Tulang
Bawang.
Kerajaan Sriwijaya merupakan federasi atau gabungan antara Kerajaan Melayu dan Kerajaan
Tulang Bawang (Lampung). Pada masa kekuasaan Sriwijaya, pengaruh ajaran agama Hindu
sangat kuat. Orang Melayu yang tidak dapat menerima ajaran tersebut, sehingga mereka
kemudian menyingkir ke Skala Brak. Namun, ada sebagian orang Melayu yang menetap di
Megalo dengan menjaga dan mempraktekkan budayanya sendiri yang masih eksis. Pada abad ke-
7, nama Tola P‘ohwang diberi nama lain, yaitu Selampung, yang kemudian dikenal dengan nama
Lampung.
Hingga kini, belum ada orang atau pihak yang dapat memastikan di mana pusat Kerajaan Tulang
Bawang berada. Seorang ahli sejarah, Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini
terletak di Way Tulang Bawang, yaitu antara Menggala dan Pagar Dewa, yang jaraknya sekitar
radius 20 km dari pusat Kota Menggala. Jika ditilik secara geografis masa kini, kerajaan ini
terletak di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Sekitar abad ke-15, Kota Manggala
dan alur Sungai Tulang Bawang dikenal sebagai pusat perdagangan yang berkembang pesat,
terutama dengan komoditi pertanian lada hitam. Konon, harga lada hitam yang ditawarkan
kepada serikat dagang kolonial Belanda atau VOC (Oost–indische Compagnie) lebih murah
dibandingkan dengan harga yang ditawarkan kepada pedagang-pedagang Banten.
Oleh karenanya, komoditi ini amat terkenal di Eropa. Seiring dengan perkembangan
zaman, Sungai Tulang Bawang menjadi dermaga “Boom” atau tempat bersandarnya kapal-kapal
dagang dari berbagai penjuru Nusantara. Namun, cerita tentang kemajuan komoditi yang satu ini
hanya tinggal rekaman sejarah saja. Kerajaan Tulang Bawang tidak terwariskan menjadi sistem
pemerintahan yang masih berkembang hingga kini. Nama kerajaan ini kemudian menjadi nama
Kabupaten Tulang Bawang, namun sistem dan struktur pemerintahannya disesuaikan dengan
perkembangan politik modern.

B. Kehidupan Sosial Budaya


Ketika ditemukan oleh I-Tsing pada abad ke-4, kehidupan masyarakat Tulang Bawang
masih tradisional. Meski demikian, mereka sudah pandai membuat kerajinan tangan dari logam
besi dan membuat gula aren. Dalam perkembangan selanjutnya, kehidupan masyarakat Tulang
Bawang juga masih ditandai dengan kegiatan ekonomi yang terus bergeliat. Pada abad ke-15,
daerah Tulang Bawang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di Nusantara. Pada saat itu,
komoditi lada hitam merupakan produk pertanian yang sangat diunggulkan. Deskripsi tentang
kehidupan sosial-budaya masyarakat Tulang Bawang lainnya masih dalam proses pengumpulan
data.

C. Kehidupan Agama
Sungguhpun kita telah dididik diajar digembleng dan diresapi oleh Agama Islam yang
sudah berabad-abad lamanya ini, namun pengaruh Animisme Hindu nampaknya sampai pada
dewasa ini masih belum juga dapat dikuras habis. Dimana-mana lebih-lebih di Kampung-
kampung dan di pedalaman hal ini masih dipraktikkan oleh Rakyat di sana. Mereka masih
meyakinkan bahwa Roh-roh itu masih aktif, masih bekerja masih tetap mengawasi anak-cucunya

19
di mana saja berada. Mereka masih meyakinkan bahwa kayu-kayu besar, gunung-gunung besar
mempunyai penunggu dan penjaganya, inilah yang dinamakan animisme.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan kota kapur adalah kerajaan di mana sejarah terbentukya kerajaan sriwijaya atau
lebih tepatnnya bibit dari kerajaan sriwijaya yang sudah berada di pulau Bangka dengan bukti
bukti seperti arca durga mahisasramardhani

B. Rumusan Masalah
1. Dimana lokasi kerajaan kota kapur
2. Apa bukti dari kerajaan kota kapur memang ada ?
3. Siapa raja yang memmpin kota kapur
4. Mengapa kerajaan kota kapur bisa runtuh
5. Kapan kerajaan kota kapur berdiri ?
6. Bagaimana kehidupan asia tenggara di kota kapur ?

20
BAB II
PEMBAHASAN
KERAJAAN KOTA KAPUR

A. Lokasi kerajaan kota kapur


Lokasi kerajaan kota berada di pulau sumatra lebih tepatnya di Bangka

B. Apa bukti kerajaan kota kapur memang ada ?


Jika dilihat dai hasil temuan dan penelitian tim arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur,
Pulau Bangka, yaitu pada tahun 1994, dapat diperoleh suatu petunjuk mengenai kemungkinan
adanya sebuah pusat kekuasaan di daerah tersebut bahkan sejak masa sebelum kemunculan
Kerajaan Sriwijaya.
Pusat kekuasaan tersebut meninggalkan banyak temuan arkeologi berupa sisa-sisa dari
sebuah bangunan candi Hindu (Waisnawa) yang terbuat dari batu lengkap dengan arca-arca batu,
di antaranya yaitu dua buah arca Wisnu dengan gaya mirip dengan arca-arca Wisnu yang
ditemukan di daerah Lembah Mekhing, Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang
berasal dari masa sekitar abad ke-5 dan ke-7 masehi.
Sebelumnya, di situs Kota Kapur selain telah ditemukan sebuah inskripsi batu dari Kerajaan
Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), telah ditemukan pula peninggalan -
peninggalan lain yaitu di antaranya sebuah arca Wisnu dan sebuah arca Durga
Mahisasuramardhini. Dari peninggalan-peninggalan arkeologi tersebut nampaknya kekuasaan di
Pulau Bangka pada waktu itu bercorak Hindu-Waisnawa, seperti halnya di Kerajaan
Tarumanegara di Jawa Barat.
Temuan lain yang penting dari situs Kota Kapur ini adalah peninggalan berupa benteng
pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari timbunan tanah,
masingmasing panjangnya sekitar 350 meter dan 1200 meter dengan ketinggian sekitar 2–3
meter. Penanggalan dari tanggul benteng ini menunjukkan masa antara tahun 530 M sampai 870
M. Benteng pertahanan tersebut yang telah dibangun sekitar pertengahan abad ke-6 tersebut
agaknya telah berperan pula dalam menghadapi ekspansi Sriwijaya ke Pulau Bangka menjelang
akhir abad ke-7.
Penguasaan Pulau Bangka oleh Sriwijaya ini ditandai dengan dipancangkannya inskripsi
Sriwijaya di Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), yang isinya
mengidentifikasikan dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya. Penguasaan Pulau Bangsa oleh
Sriwijaya ini agaknya berkaitan dengan peranan Selat Bangsa sebagai pintu gerbang selatan dari
jalur pelayaran niaga di Asia Tenggara pada waktu itu. Sejak dikuasainya Pulau Bangka oleh
Sriwijaya pada tahun 686 maka berakhirlah kekuasaan awal yang ada di Pulau Bangka.

C. Raja yang memimpin di kerajaan kota kapur


Raja yang memipin di kerajaan kota kapur masih belum di ketahui secara pasti bahkan di situs
prasasti kota kapur tidak di jelaskan mengenai raja kerajaan kota kapur
Berikut ini terjemahan isi prasasti kota kapur versi Slamet Muljana :

Seorang pembesar yang gagah berani, Kandra Kayet, di medan pertempuran. Ia bergumul
dengan Tandrun Luah dan berhasil membunuh Tandrun Luah. Tandrun Luah mati terbunuh di
medan pertempuran. Tetapi, bagaimana nasib Kayet yang membunuh itu? Juga Kayet berhasi
ditumpas. Ingatlah akan kemenangan itu!

Kamu sekalian dewata yang berkuasa dan sedang berkumpul menjaga Kerajaan Sriwijaya! Dan
kau, Tandrun Luah, dan para dewata yang disebut pada pembukaan seluruh persumpahan ini!

21
Jika pada saat manapun di seluruh wilayah kerajaan ini ada orang yang berkhianat, bersekutu
dengan pengkhianat, menegur pengkhianat atau ditegur oleh pengkhianat, sepaham dengan
pengkhianat, tidak mau tunduk dan tidak mau berbakti, tidak setia kepadaku dan kepada mereka
yang kuserahi kekuasaan datu, orang yang berbuat demikian itu akan termakan sumpah.
Kepada mereka, akan segera dikirim tentara atas perintah Sriwijaya. Mereka sesanak
keluarganya akan ditumpas! Dan semuanya yang berbuat jahat, menipu orang, membuat sakit,
membuat gila, mlakukan tenung, menggunakan bisa, racun, tuba, serambat, pekasih, pelet dan
yang serupa itu, mudah-mudahan tidak berhasil. Dosa perbuatan yang jahat untuk merusak batu
ini hendaklah segera terbunuh oleh sumpah, segera dipukul. Mereka yang membahayakan, yang
mendurhaka, yang tidak setia kepadaku dan kepada yang kuserahi kekuasan datu, mereka yang
berbuat demikian itu, mudah-mudahan dibunuh oleh sumpah ini.

Tetapi kebalikannya, mereka yang berbakti kepadaku dan kepada mereka yang kuserahi
kekuasaan datu, hendaknya diberkati segala perbuatannya dan sanak keluarganya, berbahagia,
sehat, sepi bencana dan berlimpah rezeki segenap penduduk dusunnya.

D. Penyebab runtuhnya kerajaan kota kapur


Karena terjadinya perbedaan keyakinan didalam istana sehingga mmbuat kluarga
kerajaan trpecah mnjadi 2 bagian.. yg brbeda pndapat

E. Kapan kerajaan kota kapur mengalami keruntuhan


Runtuhnya kerajaan kota kapur tidak di ketahui secara jelas dan masih menjadi sebuah
misteri dan para peneliti masih melakukan penelitian ini di Bangka Sumatra

22

Anda mungkin juga menyukai