Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa Hindu-Buddha berlangsung selama kurang lebih 12 abad. Pembabakan masa Hindu-
Buddha terbagi menjadi tiga, yaitu periode pertumbuhan, perkembangan, dan keruntuhan. Pada abad
ke-16 agama Islam mulai mendominasi Nusantara. Namun, tidak berarti pengaruh kebudayaan
Hindu-Buddha hilang tergantikan kebudayaan Islam. Agama Islam mengakomodasi peninggalan
Hindu-Buddha, tentunya dengan melakukan modifikasi agar tetap berselang beberapa abad, wujud
peradaban Hindu-Buddha masih dapat kita saksikan hingga sekarang, misalnya dalam perwujudan
sastra dan arsitektur.
Candi Borobudur terletak di Kota Magelang, Jawa Tengah. Dari bentuk arsitekturnya candi
itu merupakan candi Buddha. Candi yang megah itu merupakan satu di antara tujuh keajaiban dunia.
Kamu tentu bangga dengan tinggalan budaya itu dan harus dapat merawat peninggalan yang sangat
berharga tersebut. Tidak jauh dari Candi Borobudur, terdapat Candi Prambanan. Candi Hindu itu
terletak di perbatasan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Klaten, Jawa Tengah. Kedua candi
yang megah itu merupakan bukti perkembangan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia.
Beberapa sumber sejarah yang berasal dari Cina menyebutkan tentang adanya hubungan
perkawinan antara raja Jawa dan Bali pada masa pemerintahannya. Sementara itu, di Sumatra
terdapat Kerajaan yang sangat terkenal, yaitu Sriwijaya. Kerajaan yang handal menjalin hubungan
dengan dunia internasional melalui jaringan perdagangan dan kemaritimannya. Dalam masa itulah
para pedagang datang dari India, Cina dan Arab untuk meramaikan Sriwijaya. Saat Sumatra berada di
bawah Dinasti Syailendra, kerajaan itu dapat menguasai kerajaan-kerajaan lain di sepanjang Selat
Malaka.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Bagaimana Sejarah Kerajaan Kediri ?
2. Bagaimana Sejarah Kerajaan Singasari ?
3. Bagaimana Sejarah Kerajaan Majapahit ?
4. Bagaimana Sejarah Kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa?
5. Bagaimana Sejarah Kerajaan Tulang Bawang?
6. Bagaimana Sejarah Kerajaan Kota Kapur?
7. Bagaimana Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Perdagangan?
8. Bagaimana Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Buddha?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerajaan-Kerajaan Pada Masa Hindu-Buddha
1. Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu adalah sebuah kerajaan besar yang berdiri pada abad ke-12
antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Kediri
bercorak Hindu.
a. Sejarah berdirinya Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri bermula dari perintah Raja Airlangga untuk membagi kerajaan menjadi dua
bagian pada tahun 1041 Masehi. Pembagian kerajaan dimaksudkan untuk menghindari pertikaian, seperti
dikutip dari buku Ensiklopedia Sejarah Lengkap Indonesia dari Era Klasik sampai Kontemporer oleh Adi
Sudirman. Wilayah kerajaan Raja Airlangga dikenal sebagai Kahuripan. Pembagian kerajaan tersebut
dilakukan Brahmana sakti bernama Empu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal sebagai Kerajaan
Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri). Kerajaan ini dibatasi oleh Gunung Kawi dan Sungai Brantas,
seperti dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan kitab
Calon Arang (1540 M).
Pada awal masa perkembangan, Kerajaan Kediri tidak banyak diketahui orang. Prasasti Turun
Hyang II (1044) yang dikeluarkan Kerajaan Jenggala hanya memberitakan adanya perang saudara antara
Jenggala dan Kediri sepeninggal Raja Airlangga. Sejarah Kerajaan Kediri atau Panjalu mulai diketahui
oleh adanya Prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa. Sebelum Sri Jayawarsa, hanya
raja Sri Samarawijaya yang diketahui. Letak kerajaan Kerajaan Kediri yakni di daerah Jawa Timur.
Kerajaan Kediri berpusat di Daha, atau sekitar Kota Kediri sekarang. Pusat Kerajaan Kediri tersebut
terletak di tepi Sungai Brantas, yang masa itu sudah menjadi jalur pelayaran yang ramai.
b. Raja-Raja Kerajaan Kediri
1. Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabhu
2. Shri Kameshwara
3. Prabu Jayabaya
4. Prabu Sarwaswera
5. Prabu Kroncharyadipa
6. Srengga Kertajaya
7. Kertajaya
c. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kediri
Kehidupan ekonomi Kerajaan Kediri dapat diketahui melalui kronik-kronik Cina yang menyebutkan di
antaranya sebagai berikut:
 Kediri menghasilkan banyak beras

2
 Barang-barang dagangan lain yang laku di pasaran, seperti emas, perak, daging, kayu cendana, pinang,
dan gerabah
 Telah menggunakan uang yang terbuat dari emas sebagai alat pembayaran atau alat tukar
 Posisi Kerajaan Kediri sangat strategis dalam perdagangan Indonesia Timur dan Indonesia Barat
dengan kota pelabuhannya
 Pajak rakyat berupa hasil bumi
d. Kehidupan Sosial Kerajaan Kediri
Masyarakat Kediri tidak menganut sistem kasta, seperti disampaikan dalam kitab Lubdhaka. Dalam kitab
tersebut disampaikan, tinggi rendahnya martabat seseorang tidak ditentukan oleh dasar keturunan dan
kedudukan, tetapi berdasarkan tingkah lakunya.
e. Kehidupan Politik Kerajaan Kediri
Kehidupan politik pada bagian awal di Kerajaan Kediri ditandai dengan perang saudara antara
Samarawijaya yang berkuasa di Panjalu dan Panji Garasakan yang berkuasa di Jenggala. Mereka tidak
dapat hidup berdampingan. Pada tahun 1052 M terjadi peperangan perebutan kekuasaan di antara kedua
belah pihak. Pada tahap pertama Panji Garasakan dapat mengalahkan Samarawijaya, sehingga Panji
Garasakan berkuasa. Di Jenggala kemudian berkuasa raja-raja pengganti Panji Garasakan. Tahun 1059 M
yang memerintah adalah Samarotsaha. Akan tetapi setelah itu tidak terdengar berita mengenal Kerajaan
Panjalu dan Jenggala. Baru pada tahun 1104 M tampil Kerajaan Panjalu sebagai rajanya Jayawangsa.
Kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri dengan ibu kotanya di Daha. Tahun 1117 M
Bameswara tampil sebagai Raja Kediri Prasasti yang ditemukan, antara lain Prasasti Padlegan (1117 M)
dan Panumbangan (1120 M). Isinya yang penting tentang pemberian status perdikan untuk beberapa desa.
Pada tahun 1135 M tampil raja yang sangat terkenal, yakni Raja Jayabaya. Ia meninggalkan tiga
prasasti penting, yakni Prasasti Hantang atau Ngantang (1135 M), Talan (1136 M) dan Prasasti Desa
Jepun (1144 M). Prasasti Hantang memuat tulisan panjalu jayati, artinya panjalu menang. Hal itu untuk
mengenang kemenangan Panjalu atas Jenggala. Jayabaya telah berhasil mengatasi berbagai kekacauan di
kerajaan. Di kalangan masyarakat Jawa, nama Jayabaya sangat dikenal karena adanya Ramalan atau
Jangka Jayabaya. Pada masa pemerintahan Jayabaya telah digubah Kitab Baratayuda oleh Empu Sedah
dan kemudian dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Beberapa karya sastra yang terkenal, sebagai berikut.
1. Kitab Baratayuda
Kitab Baratayudha ditulis pada zaman Jayabaya, untuk memberikan gambaran terjadinya perang saudara
antara Panjalu melawan Jenggala. Perang saudara itu digambarkan dengan perang antara Kurawa dengan
Pandawa yang masingmasing merupakan keturunan Barata.
2. Kitab Kresnayana
Kitab Kresnayana ditulis oleh Empu Triguna pada zaman Raja Jayaswara. Isinya mengenai perkawinan
antara Kresna dan Dewi Rukmini.
3. Kitab Smaradahana

3
Kitab Smaradahana ditulis pada zaman Raja Kameswari oleh Empu Darmaja. Isinya menceritakan
tentang sepasang suami istri Smara dan Rati yang menggoda Dewa Syiwa yang sedang bertapa. Smara
dan Rail kena kutuk dan mati terbakar oleh api (dahana) karena kesaktian Dewa Syiwa. Akan tetapi,
kedua suami istri itu dihidupkan lagi dan menjelma sebagai Kameswara dan permaisurinya.
4. Kitab Lubdaka
Kitab Lubdaka ditulis oleh Empu Tanakung pada zaman Raja Kameswara. Isinya tentang seorang
pemburu bernama Lubdaka. Ia sudah banyak membunuh. Pada suatu ketika ia mengadakan pemujaan
yang istimewa terhadap Syiwa, sehingga rohnya yang semestinya masuk neraka, menjadi masuk surga.
f. Masa Kejayaan Kerajaan Kediri
Masa kejayaan Kerajaan Kediri terjadi pada kepemimpinan Jayabaya. Jayabaya dikenal dengan
kepemimpinan politik dan ramalan-ramalannya yang dibukukan dalam Jongko Joyoboyo. Di samping itu,
sikap merakyat dan visi Jayabaya yang jauh ke depan membuatnya dikenang.
g. Runtuhnya Kerajaan Kediri
Runtuhnya Kerajaan Kediri terjadi pada masa kekuasaan Raja Kertajaya, seperti dikisahkan dalam kitab
Pararaton dan Nagarakertagama. Pada tahun 1222, Kertajaya dianggap telah melanggar agama dan
memaksa Brahmana menyembahnya sebagai dewa. Kaum Brahmana lalu meminta perlindungan Ken
Arok. Ken Arok yang bercita-cita memerdekakan Tumapel kekuasaan Kediri mencetuskan perang antara
Kerajaan Kediri dan Tumapel di dekat desa Ganter. Keberhasilan Ken Arok mengalahkan Kertajaya
menandai runtuhnya Kerajaan Kediri yang kemudian menjadi kekuasaan Tumapel atau Kerajaan
Singasari.
g. Peninggalan Kerajaan Kediri
Peninggalan Kerajaan Kediri salah satunya yang diyakini yaitu Situs Tondowongso pada awal tahun
2007.Sejumlah arca kuno peninggalan Kerajaan Kediri yang ditemukan di Desa Gayam, Kediri tersebut
tergolong langka karena untuk pertama kalinya ditemukan patung Dewa Siwa Catur Muka atau bermuka
empat. Prasasti Kerajaan Kediri juga menjadi peninggalan, di antaranya yaitu:
1) Prasasti Sirah Keting, berisi pemberian hadiah pada rakyat oleh Raja Jayawarsa
2) Prasasti Tulungagung dan Kertosono, berisi masalah keagamaan yang ditulis Raja Bameswara (1117-
1130 M)

3) Prasasti Ngantang, menerangkan pemberian hadiah pada rakyat Ngantang. Hadiahnya berupa sebidang
tanah yang telah dibebaskan pajaknya oleh Raja Jayabaya (1135 M)

4
4) Prasasti Jaring, memuat nama seperti Kebo Waruga dan Tikus Jinada
5) Prasasti Kamula, menerangkan keberhasilan Raja Kertajaya, memerangi musuh-musuhnya di Katang.
2. Kerajaan Singhasari
a. Sejarah Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari didirikan oleh seorang rakyat biasa, yaitu Ken Arok yang merupakan pengawal
dan bupati Tumapel yang pada saat itu bagian dari kerajaan Kediri. Ken Arok membunuh Tunggul
Ametung karena terpikat pada istrinya, yaitu Ken Dedes. Akhirnya Ken Dedes berhasil dipersunting oleh
Ken Arok. Masa kerajaan Singasari mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Raja Kertanegara
(1268-1292) bergelar Maharajadhiraja Kertanegara Wikrama Dharmottunggadewa. Kertanegara adalah
raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Kerajaan Singasari, ia adalah raja pertama yang mengalihkan
wawasannya ke luar Jawa. Kartanegara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. 
b. Raja Kerajaan Singasari
1. Ken Arok (1222-1227 M). Ken Arok merupakan pendiri kerajaan Singasari yang sekaligus raja
pertama. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya dinasti baru,
yakni Dinasti Rajasa atau Girindra. Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1922-1227 M).
Kemudian, Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati yaitu anak tiri Ken Arok. Anusapati
(1227-1248 M) Dengan meninggalnya Ken Arok, maka kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati.
Raja Anusapati memerintah selama 21 tahun. Namun, ia tidak tidak banyak melakukan pembaruan di
Kerajaan Singasari, karena terlarut dengan kesenangannya, yaitu menyabung ayam. Pada tahun 1248
M Anusapati meninggal, jenazahnya dimakamkan di Candi Kidal.
2. Tohjoyo (1248 M) Dengan meninggalnya Anusapati, maka tahta Kerajaan Singasari dipegang oleh
Tohjoyo. Raja ini memimpin kerajaan Singasari dalam waktu yang singkat, yaitu satu tahun. Tohjoyo
meninggal di Katang Lumbang akibat melarikan diri saat perang melawan Ranggawuni.
3. Ranggawuni (1248-1268 M) Ranggawuni memiliki gelar Sri Jaya Wisnuwardana yang diberi
kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Nasaringhamurti. Pemerintahan Ranggawuni
membawa ketentraman dan kesejahteraan rakyat Singasari. Pada tahun 1254 M Wisnuwardana
(Ranggawuni) mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai raja muda di Kerajaan
Singasari pada tahun 1268 M. 
4. Kertanegara (1268-1292 M) Kertanegara bergelar Sri Maharaja Sri Kertanegara. Ia merupakan raja
Singasari yang terbesar. Pada tahun 1275 ia dikirim untuk ekspedisi Pamalayu untuk menaklukkan
beberapa daerah, seperti Bali, Pahang, Sunda, Bakulapura dan Gurun (Maluku) serta mengadakan
persahabatan dengan Jaya Singawarman-Raja Campa. Tahun 1292 Kertanegara meninggal akibat
ditaklukan oleh Jayakatwang di Kediri. 
c. Runtuhnya Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari dibangun sebagai tempat penulisan Kartanegara, raja terakhir di Singasari.
Kerajaan Singasari yang sibuk mengirimkan angkatannya ke luar jawa. Tahun 1292 terjadi
pemberontakan oleh Bupati Gelanggelang bernama Jayakatwang yang merupakan sepupu, ipar dan besan
5
dari Kertanegara.  Dalam serangan itu, Kertanegara mati terbunuh. Setelah runtuh menjadi raja &
membangun ibu kota baru di Kediri. Riwayat Kerajaan Singasari pun berakhir. 
d. Peninggalan Kerajaan Singasari
1. Candi Singasari. Candi ini terletak di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang dan terletak pada
lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna. Berdasarkan Kitab Negarakertagama dan
Prasasti Gajah Mada yang bertanggal 1351 M di halaman komplek candi, candi ini merupakan tempat
“pendharmaan” bagi raja Singasari terakhir (Kertanegara) yang meninggal.

2. Candi Jago, merupakan pendharmaan Raja Ranggawuni (Wisnuwardana). Arsitektur Candi Jago
disusun seperti teras punden berundak. Candi ini unik karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian
karena tersambar petir. relief Kunjarakarna dan Pancatantra dapat ditemui di Candi ini. 
3. Candi Sumberawan, merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa Timur. Jaraknya sekitar 6
km dari Candi Singasari.
4. Candi Kidal, merupakan tempat pendharmaan bagi Anusapati.
5. Candi Jawi, terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan-Kecamatan Prigen. Candi
Jawi merupakan tempat penyimpanan abu dari raja Kertanegara. 

3. Kerajaan Majapahit
a. Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini
menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama
Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir
menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan
memotong telinganya. Kubilai Khan marah & lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas
saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu
Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang
membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang.
Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia
membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari
6
buah maja, dan rasa “pahit” dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan
pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang.
Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya
Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan
Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit
berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit
sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
b. Raja-Raja Kerajaan Majapahit
1) Raja Wijaya atau Raden Wijaya. Merupakan raja sekaligus pendiri Kerajaan Majapahit. Ia adalah
raja pertama yang memerintah pada tahun 1293 sampai 1309 masehi. Gelar raja yang ia peroleh ialah
Kertajaya Jayawardhana.
2) Raja Jayanegara, terkenal dengan sebutan nama “Kala Gemet ”, ia memerintah kerajaan dimulai dari
tahun 1309 hingga 1328 masehi. Gelar rajanya adalah Sri jayanegara. Pada masa pemerintahannya ia
terkenal dengan beberapa pemberontakan, contohnya adalah pemberontakan Ranggalawe.
3) Raja Sri Gitarja. Raja Kerajaan Majapahit ketiga ini sebagai seorang putri dari Gayatri. Ia berkuasa
pada tahun 1328 hingga 1350 masehi dan bergelar Tribhuwana Tunggadewi. Pada masa-masa ini,
nama patih Gajah Mada kemudian muncul dan berhasil mengalahkan beberapa pemberontakan,
sehingga ia kemudian diangkat menjadi patih Majapahit.
4) Raja Hayam Wuruk. Hayam Wuruk sebagai raja ke empat Kerajaan Majapahit, ia mulai memerintah
kerajaan ini pada waktu usiaya masih sangat muda yaitu 16 tahun. Ia berkuasa dari tahun 1350-1389
m. Gelar raja yang ia peroleh ialah Sri Rajasanagara. Saat berkuasa, kerajaan majapahit kemudian
berhasil mencapai puncak kejayaannya.
5) Raja Wikramawardhana. Ia merupakan raja yang memerintah Kerajaan Majapahit bagian timur pada
tahun 1389 hingga 1429 masehi. Ia kemudian wafat pada tahun 1429 masehi.
6) Raja Suhita. Raja Suhita memerintah kerajaan ini di tahun 1429 hingga tahun 1447 masehi. Gelar
raja yang ia peroleh adalah Dyah Ayu Kencana Wungu.
7) Raja Kertawijaya. Raja ketujuh kerajaan majapahit ialah Raja Kertawijaya. Ia menguasai
pemerintahan kerajaan ini pada tahun 1447 hingga tahun 1451 masehi. Raja ini juga memiliki gelar
yang cukup terkenal yaitu Brawijaya I.
8) Raja Rajasawardhana. Raja ini memerintah dimulai dari tahun 1451 hingga 1453 masehi. Gelar yang
ia peroleh adalah Brawijaya ke II.
9) Raja Purwawisesa. Memerintah di Kerajaan Majapahit pada tahun 1456  hingga 1466 masehi. Raja
ke sembilan ini mendapatkan gelar Brawijaya III.
10) Raja Bhre Pandansalas. Ia berkuasa sejak tahun 1466 hingga 1468 masehi dan memiliki gelar
Brawijaya IV.
11) Raja Bhre Kertabumi. Raja ke 11 ini merupakan raja dengan gelar Brawijaya V. Ia berhasil
menguasai kerajaan majapahit selama 10 tahun lama nya yaitu dari tahun 1468 hingga 1478 masehi.
7
12) Raja Girindrawardhana. Berkuasa dari tahun 1478 hingga tahun 1498 masehi dengan gelar Brawijaya
VI 13. Raja atau Patih Udara Raja terakhir ini kemudian memerintah kerajaan pada tahun 1498
sampai 1518.
c. Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama
perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas
politik tertinggi. Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan
para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada
pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
1. Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja;
2. Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan;
3. Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan;
4. Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan.
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan
Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-
sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula semacam dewan
pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang disebut Bhattara Saptaprabhu.
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan Singhasari, terdiri atas beberapa
kawasan tertentu di bagian timur dan bagian tengah Jawa.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang
dikelola oleh kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit dikenal
sebagai berikut:
1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja;
2. Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan);
3. Watek: dikelola oleh wiyasa;
4. Kuwu: dikelola oleh lurah;
5. Wanua: dikelola oleh thani;
6. Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.
Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi
menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-daerah bawahan
tersebut yaitu: Kahuripan, Daha, Tumapel, Wengker, Matahun, Wirabumi, Kabalan, Kembang Jenar,
Pajang, Jagaraga, Keling, Kelinggapura, Singhapura, Tanjungpura. Saat Majapahit memasuki era
kemaharajaan Thalasokrasi saat pemerintahan Gajah Mada, beberapa negara bagian di luar negeri juga
termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya, konsep teritorial yang lebih besar pun
terbentuk.

8
d. Kebudayaan Kerajaan Majapahit
Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa seni
dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender tata
negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari semua wilayah
taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak. Kawasan Majapahit secara
sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di
Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja; serta
wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang menikmati otonomi luas.
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar
keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu)
dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu.
Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat
beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat itu. Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada
masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya.
Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah tumbuhan
merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang masih dapat ditemui
sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto. Beberapa elemen
arsitektur berasal dari masa Majapahit, antara lain gerbang terbelah candi bentar, gapura paduraksa (kori
agung) beratap tinggi, dan pendopo berdasar struktur bata. Gaya bangunan seperti ini masih dapat
ditemukan dalam arsitektur Jawa dan Bali.
e. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan denda
dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada
masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar tahun 1300,
pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting terjadi: keping uang
dalam negeri diganti dengan uang “kepeng” yaitu keping uang tembaga impor dari China. Pada
November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali dari halaman
belakang seorang penduduk di Sidoarjo.
Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut
berasal dari era Majapahit. Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak disebutkan dalam
catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin kompleksnya ekonomi
Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh dalam sistem mata uang Majapahit agar dapat
digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-hari di pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak dapat
dipenuhi oleh uang emas dan perak yang mahal.
f. Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389.
Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di
9
bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Menurut Kakawin
Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya,
Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian
kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan
Majapahit. Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut
tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain
oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja.
Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan
Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok. Selain melancarkan serangan dan ekspedisi
militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena
didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan
Sunda sebagai permaisurinya. Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada
1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantar sang
putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk.
g. Masa Kemunduran Kerajaan Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah.
Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik
perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi
sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya
Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta. Perang saudara yang disebut Perang Paregreg
diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini
akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung.
Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di
seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang
dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara
kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas
muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak,
Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.  Wikramawardhana
memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun
1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua
Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-
lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451.
Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan
memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat
krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat
pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak
10
terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.  Ketika Majapahit
didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad
ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat
bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai
muncul di bagian barat Nusantara.
Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung
kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan
melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di
daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Setelah
mengalami kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan Bhre Kertabumi, Singhawikramawardhana
mengasingkan diri ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus melanjutkan
pemerintahannya di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478
Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dengan memanfaatkan ketidakpuasan umat Hindu dan Budha atas
kebijakan Bhre Kertabumi serta mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan
bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati
Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M. Demak memastikan posisinya
sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah
keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan
Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-
lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa
kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo
dan Semeru.
h. Peninggalan Kerajaan Majapahit
1) Prasasti Wurare. Prasasti yang bertuliskan angka tahun 1211 Saka ataupun 1289 Masehi. Bercerita
mengenai kisah seorang brahmana bernama Aryya Bharad yang kemudian membagi tanah Jawa
menjadi dua bagian disebabkan oleh dua orang raja yang hampir berperang, yaitu Kerajaan Panjalu
dan Janggala.
2) Prasasti Kudadu. Dalam tulisan di prasasti ini, kemudian ditemukan angka tahun 1216 Saka atau 1294
M. Bercerita mengenai Raden Wijaya yang dibantu Rama Kudadu dalam pelarian dari ancaman
Jayakatwang yang telah membunuh Raja Singasari, Kertanegara. Prasasti ini juga kemudian
mengungkapkan fakta sejarah mengenai penetapan daerah kudadu menjadi swatantra ataupun daerah
istimewa karena telah melindungi rajanya.
3) Prasasti Sukamerta. Ditemukan angka tahun 1208 Saka atau 1296 M pada prasasti ini. Menceritakan
bagaimana Raden Wijaya saat memperistri 4 putri Kertanegara. Terdapat juga cerita penobatan
Jayanegara, putra mahkota Raden Wijaya, sebagai raja muda di Daha (Kediri) pada tahun 1295 M.

11
4) Prasasti Balawi. Bertuliskan tahun 1305 M. Di dalamnya sesungguhnya tidak ditemukan
penggambaran cerita yang jelas. Prasasti ini sendiri ditemukan di Desa Balawi, Lamongan, Jawa
Timur.

5) Prasasti Prapancasapura. Dibuat pada masa kepemimpinan Tribhuwana Tunggadewi, pada periode
1328-1350 M. Prasasti ini kemudian mengisahkan Hayam Wuruk yang memiliki nama lain
Kummaraja Jiwana.
6) Prasasti Parung. Tertulis angka tahun 1350 M di dalam prasasti ini. Dikisahkan bahwa seorang
pengadil kemudian harus memiliki pertimbangan matang sebelum pemberian keputusan.
7) Prasasti Canggu. Tanggal pembuatannya tertulis pada tahun 1358. Berisi berbagai peraturan mengenai
jalur lintasan di wilayah sekitar sungai Bengawan Solo serta Sungai Brantas.

4. Kerajaan Buleleng dan Kerajaan Dinasti Warmadewa di Bali

Menurut berita Cina di sebelah timur Kerajaan Kalingga ada daerah Po-li atau Dwa-pa-tan
yang dapat disamakan dengan Bali. Adat istiadat di Dwa-pa-tan sama dengan kebiasaan orang-orang
Kaling. Misalnya, penduduk biasa menulisi daun lontar. Bila ada orang meninggal, mayatnya dihiasi
dengan emas dan ke dalam mulutnya dimasukkan sepotong emas, serta diberi bau-bauan yang harum.
Kemudian mayat itu dibakar. Hal itu menandakan Bali telah berkembang. Dalam sejarah Bali, nama
Buleleng mulai terkenal setelah periode kekuasaan Majapahit.
Pada waktu di Jawa berkembang kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga berkembang sejumlah
kerajaan. Misalnya Kerajaan Gelgel, Klungkung, dan Buleleng yang didirikan oleh I Gusti Ngurak
12
Panji Sakti, dan selanjutnya muncul kerajaanyang lain. Nama Kerajaan Buleleng semakin terkenal,
terutama setelah zaman penjajahan Belanda di Bali. Pada waktu itu pernah terjadi perang rakyat
Buleleng melawan Belanda. Pada zaman kuno, sebenarnya Buleleng sudah berkembang. Pada masa
perkembangan Kerajaan Dinasti Warmadewa, Buleleng diperkirakan menjadi salah satu daerah
kekuasaan Dinasti Warmadewa. Sesuai dengan letaknya yang ada di tepi pantai, Buleleng
berkembang menjadi pusat perdagangan laut. Hasil pertanian dari pedalaman diangkut lewat darat
menuju Buleleng. Dari Buleleng barang dagangan yang berupa hasil pertanian seperti kapas, beras,
asam, kemiri, dan bawang diangkut atau diperdagangkan ke pulau lain (daerah seberang).
Perdagangan dengan daerah seberang mengalami perkembangan pesat pada masa Dinasti
Warmadewa yang diperintah oleh Anak Wungsu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kata-kata
pada prasasti yang disimpan di Desa Sembiran yang berangka tahun 1065 M.

5. Kerajaan Tulang Bawang


Lokasi Kerajaan Tulang Bawang belum dapat dibuktikan dengan pasti. Namun, ada beberapa
sumber sejarah terkait riwayat kerajaan yang diperkirakan eksis pada abad ke-7 Masehi dan masih terkait
dengan Sriwijaya ini. Kerajaan Tulang Bawang merupakan salah satu kerajaan Nusantara yang
diperkirakan terletak di Lampung, tepatnya di wilayah yang sekarang disebut Kabupaten Tulang
Bawang, Provinsi Lampung dan ibu kotanya di Menggala. Dalam Sejarah Lembaga Adat Megou Pak
Tulang Bawang (2018:50-51), Rani Amelia Putri dkk menuliskan, para penjelajah Cina menyebut
kerajaan ini dengan istilah To-La P’o Hwang yang kemudian dimaknai sebagai Tulang Bawang.
Dari sumber-sumber sejarah Cina, kerajaan awal yang terletak di daerah Lampung adalah
kerajaan yang disebut Bawang atau Tulang Bawang. Berita Cina tertua yang berkenaan dengan
daerah Lampung berasal dari abad ke-5, yaitu dari kitab Liu-sung-Shu, sebuah kitab sejarah dari
masa pemerintahan Kaisar Liu Sung (420– 479). Kitab ini di antaranya mengemukakan bahwa pada
tahun 499 M sebuah kerajaan yang terletak di wilayah Nusantara bagian barat bernama P’u-huang
atau P’o-huang mengirimkan utusan dan barang-barang upeti ke negeri Cina.
Lebih lanjut kitab Liu-sung-Shu mengemukakan bahwa Kerajaan P’o-huang menghasilkan
lebih dari 41 jenis barang yang diperdagangkan ke Cina. Hubungan diplomatic dan perdagangan
antara P’o-huang dan Cina berlangsung terus sejak pertengahan abad ke-5 sampai abad ke-6, seperti
halnya dua kerajaan lain di Nusantara yaitu Kerajaan Ho-lo-tan dan Kan-t’o-li.
Peninggalan Kerajaan Tulang Bawang
Dalam buku Sejarah Daerah Lampung (1997:18), istana bekas Kerajaan Tulang Bawang tidak
dapat ditemukan. Bahkan, periode keruntuhan kerajaan ini pun tidak dapat dipastikan secara jelas.
Namun, peninggalan Kerajaan Tulang Bawang bisa dilacak dengan beberapa prasasti yang ditemukan di
Lampung, salah satunya Prasasti Palas Pasemah di Lampung Selatan. Diceritakan dalam prasasti bahwa

13
setelah menaklukkan Tulang Bawang, Sriwijaya menggunakan Lampung sebagai tempat persiapan
perang untuk menghadapi kerajaan-kerajaan di Jawa, termasuk Tarumanegara di Jawa Barat.

Sejalan dengan isi Palas Pasemah, Prasasti Harakuning yang ditemukan di Balikbukit, Lampung
Utara, juga menjelaskan hal yang sama. J.G. de Casparis dalam buku Prasasti Indonesia I (1980)
menyebut prasasti tersebut berumur sama dengan Palas Pasemah. Lalu, ada Prasasti Batu Bedil yang
ditemukan di Batu Bedil Hilir, Kecamatan Pulau Punggung, Kabupaten Lampung Selatan, seperti dikutip
dari buku Sejarah Daerah Lampung (1997). Namun, prasasti ini tidak dapat diidentifikasi isinya karena
keadaannya rusak. Selain itu, ada juga inskripsi yang diukir di sebuah batu. Batu tersebut ditemukan di
Desa Hanakau, dekat Desa Bawang (Lampung Barat), dan memberikan sedikit jejak mengenai
keberadaan Kerajaan Tulang Bawang.

6. Kerajaan Kota Kapur


Dari hasil penelitian arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur, Pulau Bangka, pada tahun 1994,
diperoleh suatu petunjuk tentang kemungkinan adanya sebuah pusat kekuasaan di daerah itu sejak masa
sebelum munculnya Kerajaan Sriwijaya. Pusat kekuasaan ini meninggalkan temuan-temuan arkeologi
berupa sisa-sisa sebuah bangunan candi Hindu (Waisnawa) terbuat dari batu bersama dengan arca-arca
batu, di antaranya dua buah arca Wisnu dengan gaya seperti arca-arca Wisnu yang ditemukan di Lembah
Mekhing, Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal dari masa sekitar abad ke-5 dan
ke-7 masehi. Sebelumnya di situs Kota Kapur selain telah ditemukan sebuah inskripsi batu dari Kerajaan
Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), telah ditemukan pula peninggalan-peninggalan
yang lain di antaranya sebuah arca Wisnu dan sebuah arca Durga Mahisasuramardhini. Dari peninggalan-
peninggalan arkeologi tersebut nampaknya kekuasaan di Pulau Bangka pada waktu itu bercorak Hindu-
Waisnawa, seperti halnya di Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.

14
Adapun kehidupan sosial budaya pada Kerajaan Kota Kapur sangat dipengaruhi para pedagang
India Selatan dan Kamboja. Hal tersebut dibuktikan dengan tulisan dalam arca dewa Wisnu dengan
lagam pre-Angkor sebagai bentuk akulturasi budaya Kamboja. Sementara tembikar Arikmedu, manik-
manik dari batu kernelian dan agama yang dianut masyarakat Kota Kapur memiliki pengaruh dari
budaya India Selatan.
Kehidupan ekonomi Kota Kapur yang terletak di pesisir laut sebagai jalur perdagangan
mengakibatkan aktivitas maritim banyak dilakukan oleh masyarakat. Selain itu Kota Kapur terkenal akan
kesuburan tanahnya, sehingga dapat menghasilkan lada dan arak yang diolah dari gerah pohon aren.
Keruntuhan dari Kerajaan Kota Kapur disebabkan karena banyakya perompak kapal asing, sebab
posisi selat bangka yang sangat strategus sebagai gerbang menuju kerajaan Sriwijaya. Hal tersebut
membuat Raja Daputang Hyang, penguasa Kerajaan Sriwijaya mengirim bala bantuan dan bernegosiasi
dengan Kerajaan Kota Kapur. Perluasan Sriwijaya bertujuan untuk menguasai seluruh jalur niaga di
sepanjang garis pantai Sumatra.
Akibatnya Kerajaan Kota Kapur bersepakat atas tawaran kerja sama terhadap perompak dari
Kerajaan Sriwijaya. Hal inilah awal dari runtuhnya Kerajaan Kota Kapur.

B. Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Perdagangan


Pusat-pusat integrasi Nusantara berlangsung melalui penguasaan laut. Pusat-pusat

integrasi itu selanjutnya ditentukan oleh keahlian dan kepedulian terhadap laut, sehingga

terjadi perkembangan baru, setidaknya dalam dua hal, yaitu

1. pertumbuhan jalur perdagangan yang melewati lokasi-lokasi strategis di pinggir pantai,

2. kemampuan mengendalikan (kontrol) politik dan militer para penguasa tradisional (raja-

raja) dalam menguasai jalur utama dan pusat-pusat perdagangan di Nusantara.

Jadi, prasyarat untuk dapat menguasai jalur dan pusat perdagangan ditentukan oleh

dua hal penting yaitu perhatian atau cara pandang, dan kemampuan menguasai lautan.

Jalur-jalur perdagangan yang berkembang di  Nusantara sangat ditentukan oleh

kepentingan ekonomi pada saat itu dan perkembangan rute perdagangan dalam setiap

masa yang berbeda- beda. Jika pada masa praaksara hegemoni budaya dominan datang

dari pendukung budaya Austronesia di Asia Tenggara Daratan, maka pada masa

perkembangan  Hindu-Buddha  di Nusantara terdapat dua kekuatan peradaban besar,

yaitu Cina di utara dan India di bagian barat daya.

Keduanya merupakan dua kekuatan super power pada masanya dan mempunyai

pengaruh amat besar terhadap penduduk di Kepulauan Indonesia. Bagaimanapun,

peralihan rute perdagangan dunia ini telah membawa berkah tersendiri bagi masyarakat

15
dan suku bangsa di Nusantara. Mereka secara langsung terintegrasi ke dalam jaringan

perdagangan dunia pada masa itu. Selat Malaka menjadi penting  sebagai pintu  gerbang

yang menghubungkan antara pedagang-pedagang Cina dan pedagang-pedagang India.

Pada masa itu, Selat Malaka merupakan jalur penting dalam pelayaran dan

perdagangan bagi pedagang yang melintasi bandar- bandar penting di sekitar Samudra

Indonesia dan Teluk Persia. Selat itu merupakan jalan laut yang menghubungkan Arab dan

India di sebelah barat laut Nusantara, dan dengan Cina di sebelah timur laut Nusantara.

Jalur ini merupakan pintu gerbang pelayaran yang dikenal dengan nama “jalur sutra”.

Penamaan ini digunakan sejak abad ke-1 M hingga abad ke-16 M, dengan komoditas kain

sutera yang dibawa dari Cina untuk  diperdagangkan di  wilayah lain. Ramainya rute

pelayaran ini mendorong timbulnya bandar-bandar penting di sekitar jalur, antara lain

Samudra  Pasai, Malaka,  dan Kota Cina (Sumatra Utara sekarang).

Kehidupan penduduk di  sepanjang Selat Malaka menjadi lebih  sejahtera oleh  proses

integrasi perdagangan dunia  yang melalui jalur laut tersebut. Mereka menjadi lebih

terbuka secara sosial ekonomi untuk menjalin hubungan niaga dengan pedagang-

pedagang asing yang melewati jalur itu. Di samping itu, masyarakat setempat juga semakin

terbuka oleh pengaruh- pengaruh budaya luar. Kebudayaan India dan Cina ketika itu jelas

sangat berpengaruh terhadap masyarakat di  sekitar Selat Malaka.  Bahkan sampai saat ini

pengaruh budaya terutama India masih dapat kita jumpai pada masyarakat sekitar Selat

Malaka.

Selama masa Hindu-Buddha di  samping kian terbukanya jalur niaga Selat Malaka

dengan perdagangan dunia internasional, jaringan perdagangan dan budaya antarbangsa

dan penduduk di Kepulauan Indonesia juga berkembang pesat terutama karena terhubung

oleh jaringan Laut Jawa hingga Kepulauan Maluku. Mereka secara tidak langsung juga

terintegrasikan dengan jaringan ekonomi dunia yang berpusat di sekitar  Selat Malaka, dan

sebagian di pantai barat Sumatra seperti Barus. Komoditaspenting yang menjadi barang

perdagangan pada saat itu adalah rempah-rempah, seperti kayu manis, cengkih, dan pala.

Pertumbuhan jaringan dagang internasional dan antarpulau telah melahirkan

kekuatan politik  baru di  Nusantara. Peta politik di Jawa dan Sumatra abad ke-7, seperti

ditunjukkan oleh D.G.E. Hall, bersumber dari catatan pengunjung Cina yang datang ke

Sumatra. Dua negara di Sumatra disebutkan, Mo-lo-yeu  (Melayu)  di  pantai  timur,

16
tepatnya di Jambi sekarang di muara Sungai Batanghari. Agak ke selatan dari itu

terdapat Che-li-fo-che, pengucapan cara Cina untuk kata bahasa sanskerta, Sriwijaya. Di

Jawa terdapat tiga kerajaan utama, yaitu di ujung barat Jawa, terdapat Tarumanegara,

dengan rajanya yang terkemuka Purnawarman, di Jawa bagian tengah ada Ho-

ling (Kalingga), dan di Jawa bagian timur ada Singhasari dan Majapahit.

Selama periode Hindhu-Buddha, kekuatan besar Nusantara yang memiliki kekuatan

integrasi secara politik,  sejauh ini  dihubungkan dengan kebesaran Kerajaan Sriwijaya,

Singhasari, dan Majapahit. Kekuatan integrasi secara politik disini  maksudnya adalah

kemampuan kerajaan- kerajaan tradisional tersebut dalam menguasai wilayah-wilayah

yang luas di Nusantara di bawah kontrol politik secara longgar dan menempatkan wilayah

kekuasaannya itu sebagai kesatuan- kesatuan politik  di  bawah pengawasan dari kerajaan-

kerajaan tersebut. Dengan  demikian pengintegrasian antarpulau secara lambat laun mulai

terbentuk.

Kerajaan utama yang disebutkan di  atas berkembang dalam periode yang berbeda-

beda. Kekuasaan mereka mampu mengontrol sejumlah wilayah Nusantara melalui

berbagai bentuk media. Selain dengan kekuatan dagang, politik, juga kekuatan budayanya,

termasuk bahasa. Interelasi antara aspek-aspek kekuatan tersebut yang membuat mereka

berhasil mengintegrasikan Nusantara dalam pelukan kekuasaannya. Kerajaan-kerajaan

tersebut berkembang menjadi kerajaan besar yang menjadi representasi pusat- pusat

kekuasaan yang kuat  dan mengontrol kerajaan-kerajaan yang lebih kecil di Nusantara.

Hubungan pusat dan daerah hanya dapat berlangsung dalam bentuk hubungan hak

dan kewajiban yang saling menguntungkan (mutual benefit). Keuntungan yang diperoleh

dari pusat kekuasaan antara lain, berupa pengakuan simbolik seperti kesetiaan dan

pembayaran upeti berupa barang-barang yang digunakan untuk kepentingan kerajaan,

serta barang-barang yang dapat diperdagangkan dalam jaringan perdagangan

internasional. Sebaliknya kerajaan- kerajaan kecil memperoleh perlindungan dan rasa

aman, sekaligus kebanggaan atas hubungan tersebut. Jika pusat kekuasaan sudah tidak

memiliki kemampuan dalam mengontrol dan melindungi daerah bawahannya, maka

sering terjadi pembangkangan dan sejak itu kerajaan besar terancam disintegrasi.

Kerajaan-kerajaan kecil lalu melepaskan diri dari ikatan politik dengan kerajaan-kerajaan

17
besar lama dan beralih loyalitasnya dengan kerajaan lain yang memiliki kemampuan

mengontrol dan lebih bisa melindungi kepentingan mereka.

Sejarah Indonesia masa Hindu- Buddha ditandai oleh proses integrasi dan

disintegrasi semacam itu. Namun secara keseluruhan proses integrasi yang lambat laun itu

kian mantap dan kuat, sehingga kian mengukuhkan Nusantara sebagai negeri kepulauan

yang dipersatukan oleh kekuatan politik dan perdagangan.


Bukti Peninggalan  Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Perdagangan

18
C. Akulturasi Kebudayaan Nusantara Dan Hindu Budha
Akulturasi kebudayaan yaitu suatu proses percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang satu
dengan kebudayaan yang lain, sehingga membentuk kebudayaan baru. Kebudayaan baru yang merupakan
hasil percampuran itu masing-masing tidak kehilangan kepribadian/ciri khasnya. Oleh karena itu, untuk
dapat berakulturasi, masing-masing kebudayaan harus seimbang. Begitu juga untuk kebudayaan Hindu-
Buddha dari India dengan kebudayaan Indonesia asli. Contoh hasil akulturasi antara kebudayaan Hindu-
Buddha dengan kebudayaan Indonesia asli sebagai berikut.
1. Seni Bangunan
Bentuk-bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya merupakan bentuk akulturasi antara unsur-
unsur budaya Hindu-Buddha dengan unsur budaya Indonesia asli. Bangunan yang megah, patung-patung
perwujudan dewa atau Buddha, serta bagian-bagian candi dan stupa adalah unsur-unsur dari India. Bentuk
candi-candi di Indonesia pada hakikatnya adalah punden berundak yang merupakan unsur Indonesia asli.
Candi Borobudur merupakan salah satu contoh dari bentuk akulturasi tersebut.
2. Seni Rupa dan Seni Ukir
Masuknya pengaruh India juga membawa perkembangan dalam bidang seni rupa, seni pahat, dan seni
ukir. Hal ini dapat dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding-dinding candi.
Misalnya, relief yang dipahatkan pada dinding-dinding pagar langkan di Candi Borobudur yang berupa
pahatan riwayat Sang Buddha. Di sekitar Sang Buddha terdapat lingkungan alam Indonesia seperti rumah
panggung dan burung merpati.

19
Relief binatang pada Candi Borobudur

Pada relief kala makara pada candi dibuat sangat indah. Hiasan relief kala makara, dasarnya adalah motif
binatang dan tumbuh-tumbuhan. Hal semacam ini sudah dikenal sejak masa sebelum Hindu. Binatang-
binatang itu dipandang suci, maka sering diabadikan dengan cara di lukis.
3. Seni Sastra dan Aksara
Pengaruh India membawa perkembangan seni sastra di Indonesia. Seni sastra waktu itu ada yang
berbentuk prosa dan ada yang berbentuk tembang (puisi). Berdasarkan isinya, kesusasteraan dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu tutur (pitutur kitab keagamaan), kitab hukum, dan wiracarita
(kepahlawanan). Bentuk wiracarita ternyata sangat terkenal di Indonesia, terutama kitab Ramayana dan
Mahabarata. Kemudian timbul wiracarita hasil gubahan dari para pujangga Indonesia. Misalnya,
Baratayuda yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Juga munculnya cerita-cerita Carangan.
Berkembangnya karya sastra terutama yang bersumber dari Mahabarata dan Ramayana, melahirkan seni
pertunjukan wayang kulit (wayang purwa). Pertunjukan wayang kulit di Indonesia, khususnya di Jawa
sudah begitu mendarah daging. Isi dan cerita pertunjukan wayang banyak mengandung nilai-nilai yang
bersifat edukatif (pendidikan).
Cerita dalam pertunjukan wayang berasal dari asli dari Indonesia. Seni pahat dan ragam luas yang
ada pada wayang disesuaikan dengan seni di Indonesia. Di samping bentuk dan ragam hias wayang,
muncul pula tokoh-tokoh pewayangan yang khas Indonesia. Misalnya tokohtokoh punakawan seperti
Semar, Gareng, dan Petruk. Tokohtokoh ini tidak ditemukan di India. Perkembangan seni sastra yang
sangat cepat didukung oleh penggunaan huruf pallawa, misalnya dalam karya-karya sastra Jawa Kuno.
Pada prasasti-prasasti yang ditemukan terdapat unsur India dengan unsur budaya Indonesia. Misalnya,
ada prasasti dengan huruf Nagari (India) dan huruf Bali Kuno (Indonesia).
4. Sistem Kepercayaan
Sejak masa praaksara, orang-orang di Kepulauan Indonesia sudah mengenal simbol-simbol yang
bermakna filosofis. Sebagai contoh, kalau ada orang meninggal, di dalam kuburnya disertakan benda-
benda. Di antara benda-benda itu ada lukisan seorang naik perahu, ini memberikan makna bahwa orang
yang sudah meninggal rohnya akan melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan yang membahagiakan yaitu
alam baka. Masyarakat waktu itu sudah percaya adanya kehidupan sesudah mati, yakni sebagai roh halus.
Oleh karena itu, roh nenek moyang dipuja oleh orang yang masih hidup (animisme). Setelah
masuknya pengaruh India kepercayaan terhadap roh halus tidak punah. Misalnya dapat dilihat pada fungsi
candi. Fungsi candi atau kuil di India adalah sebagai tempat pemujaan. Di Indonesia, di samping sebagai
tempat pemujaan, candi juga sebagai makam raja atau untuk menyimpan abu jenazah raja yang telah

20
meninggal. Itulah sebabnya peripih tempat penyimpanan abu jenazah raja didirikan patung raja dalam
bentuk mirip dewa yang dipujanya. Ini jelas merupakan perpaduan antara fungsi candi di India dengan
tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek moyang di Indonesia.
Bentuk bangunan lingga dan yoni juga merupakan tempat pemujaan terutama bagi orang-orang
Hindu penganut Syiwaisme. Lingga adalah lambang Dewa Syiwa. Secara filosofis lingga dan yoni adalah
lambang kesuburan dan lambang kemakmuran. Lingga lambang laki-laki dan yoni lambang perempuan.
5. Sistem Pemerintahan
Setelah datangnya pengaruh India di Kepulauan Indonesia, dikenal adanya sistem pemerintahan secara
sederhana. Pemerintahan yang dimaksud adalah semacam pemerintah di suatu desa atau daerah tertentu.
Rakyat mengangkat seorang pemimpin atau semacam kepala suku. Orang yang dipilih sebagai pemimpin
biasanya orang yang sudah tua (senior), arif, dapat membimbing, memiliki kelebihan-kelebihan tertentu
termasuk dalam bidang ekonomi, berwibawa, serta memiliki semacam kekuatan gaib (kesaktian). Setelah
pengaruh India masuk, maka pemimpin tadi diubah menjadi raja dan wilayahnya disebut kerajaan. Hal ini
secara jelas terjadi di Kutai. Salah satu bukti akulturasi dalam bidang pemerintahan, misalnya seorang
raja harus berwibawa dan dipandang memiliki kekuatan gaib seperti pada pemimpin masa sebelum
Hindu-Buddha. Karena raja memiliki kekuatan gaib, maka oleh rakyat raja dipandang dekat dengan dewa.
Raja kemudian disembah, dan kalau sudah meninggal, rohnya dipuja-puja.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejak semula tampak bahwa letak geografis Nusantara (yang kemudian menjadi Indonesia)
memainkan peran utama sejak zaman pra-aksara. Faktor geografis ini tampaknya merupakan factor
permanen dalam perjalanan sejarah Indonesia sepanjang masa. Peran itu ditunjukkan di zaman
Hindu-Buddha, ketika jalur utama dalam pelayaran samudra semakin pesat dan mengintegrasikan
daerah antarpulau. Kondisi demikian didukung dengan keterlibatan nenek moyang kita secara aktif
dalam perdagangan laut, dan mengarungi lautan. Ini pada gilirannya telah menumbuhkan kekuatan
ekonomi dan politik yang besar di Nusantara sehingga mampu mengintegrasikan wilayah-wilayah di
Nusantara terutama era Kerajaan Sriwijaya, Singhasari dan Majapahit.
Silang budaya Nusantara di zaman pra-aksara terlihat jelas ketika masuknya pengaruh budaya
Austronesia. Sebagian besar dimungkinkan berkat posisi silang letak geografis Nusantara (di antara
dua benua dan dua samudra). Sekali lagi pola itu diulangi lewat integrasi budaya dominan seperti
Hindu-Buddha. Sumbangan terbesar dari zaman Hindu-Buddha ialah membebaskan Nusantar dari
zaman pra-aksara dan memberi jalan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
zamannya. Budaya tulis tetap merupakan bagian penting dalam perkembangan peradaban sampai hari
ini. Meskipun sekarang kita sudah mengenal media cyber (media maya), budaya tulisan tidak akan
pernah ditinggalkan dan bahkan akan semakin maju apabila generasi kita semakin menguasai bahasa
tulis.

B. Saran
Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari India.
Pengaruh itu diduga mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita membandingkan peninggalan
sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum kenal dengan kebudayaan
India, bangunan yang kita miliki masih sangat sederhana. Saat itu belum dikenal arsitektur bangunan
seperti candi atau keraton. Tata kota di pusat kerajaan juga dipengaruhi kebudayaan hindu. Demikian
pula dalam hal kebudayaan yang lain seperti peribadatan dan kesastraan.Kita harus menjaga
kelestarian dan budaya-budaya yang ditinggalkan agama Hindu-Budha.

22
DAFTAR PUSTAKA

http://www.zonasiswa.com/2014/05/sejarah-kerajaan-kediri.html
http://www.pustakasekolah.com/pengaruh-budaya-india-di-indonesia.html
http://www.zonasiswa.com/2014/05/sejarah-kerajaan-singhasari.html
http://www.zonasiswa.com/2014/05/sejarah-kerajaan-majapahit.html
http://www.zonasiswa.com/2014/05/sejarah-kerajaan-buleleng.html
http://belalangbee.blogspot.sg/2013/12/pedagangpenguasa-dan-pujangga-pada-masa.html
http://artikelmateri.blogspot.ae/2015/11/sejarah-kerajaan-tulang-bawang-lengkap-rangkuman.html

23
Tugas Makalah Sejarah Indonesia
Tentang
Kerajaan-Kerajaan Pada Masa Hindu-Budha
Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Perdagangan
Akulturasi Kebudayaan Nusantara Dan Hindu Budha

Di Susun Oleh :
Kelompok 3
Romastia Br Damanik
Sindi Katari
Jamal Hapis
Jikri Ramadhan

Kelas : X.1

Guru Pembimbing :
Ibu Siska Mayasari, S.Sos

SMAN 4 TANAH PUTIH


KECAMATAN TANAH PUTIH
KABUPATEN ROKAN HILIR
TAHUN 2022
24
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah
Pelajaran Sejarah Indonesia ini.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Pelajaran Sejarah
Indonesia, di SMAN 4 Tanah Putih Tahun 2022. Kami menyadari sepenuhnya bahwa,
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat di harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Dalam menyusun makalah ini, kami tidak luput dari berbagai hambatan dan
rintangan. Tanpa bantuan dan peran serta berbagai pihak, makalah ini tidak mungkin
terwujud. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan rasa terima kasih tak terhingga
kepada Ibu Siska Mayasari, S.Sos selaku Guru Mata Pelajaran Sejarah Indonesia dan rekan-
rekan serta semua pihak yang ikut serta membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya, sebagai penulis kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat 
khususnya bagi penulis dan umunya bagi pembaca. Amin.

Pematang Padang, Oktober 2022


Penulis

Kelompok 3

i
25
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 2
A. Kerajaan-Kerajaan Pada Masa Hindu-Budha.................................................... 2
1. Kerajaan Kediri............................................................................................ 2
2. Kerajaan Singasari....................................................................................... 5
3. Kerajaan Majapahit...................................................................................... 6
4. Kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa............................................... 12
5. Kerajaan Tulang Bawang............................................................................. 13
6. Kerajaan Kota Kapur.................................................................................... 14
B. Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Perdagangan................................... 15
C. Akulturasi Kebudayaan Nusantara Dan Hindu Budha....................................... 18

BAB III PENUTUP................................................................................................ 21


A. Kesimpulan........................................................................................................ 21
B. Salan................................................................................................................... 21

Daftar Pustaka

ii
26

Anda mungkin juga menyukai