Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikenal memiliki segudang sejarah yang panjang dari kebudayaankebudayaan masa lampau.
Sejarah tersebut hingga kini masih dapat dinikmati baik dari segi cerita maupun dalam bentuk peninggalan
bersejarah lain. Fase-fase perjalanan danperkembangan sejarahbangsa Indonesia, bisa dilihat melalui
periodesasi jaman, dalam membuat kategorisasi perkembangan jaman, ada beberapa pertimbangan, salah
satunya melalui faktor ekonomi yang sangat mempengaruhi perkembangan kehidupan sosial, politik, serta
kultural bangsa Negara kita juga memiliki letak strategis di persilangan jaringan lalulintas laut yang
menghubungkan benua timur dan barat.
Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan. Tidak terdapat catatan lebih
lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia. Masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh
sarjana asing. Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun 1920-
an. Ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan penemuannya dalam surat kabar berbahasa
Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap “San-fo-ts’i”, sebelumnya
dibaca “Sribhoja”, dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.
Historiografi Sriwijaya diperoleh dan disusun dari dua macam sumber utama. Catatan sejarah Tiongkok dan
sejumlah prasasti batu Asia Tenggara yang telah ditemukan dan diterjemahkan. Catatan perjalanan bhiksu
peziarah I Ching sangat penting. Terutama dalam menjelaskan kondisi Sriwijaya ketika ia mengunjungi
kerajaan itu selama 6 bulan pada tahun 671. Sekumpulan prasasti siddhayatra abad ke-7 yang ditemukan di
Palembang dan Pulau Bangka juga merupakan sumber sejarah primer yang penting.
Kerajaan Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah
berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi
kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk,
yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Kerajaan Majapahit adalah Kerajaan Hindu-Buddha terakhir
yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.
Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan,
hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan. Hanya terdapat sedikit bukti
fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit, dan sejarahnya tidak jelas. Sumber utama yang digunakan oleh para
sejarawan adalah Pararaton (‘Kitab Raja-raja’) dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa
Kuno. Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat
beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit.

B. Tujuan
1. Untuk Membahas Kerajaan Sriwijaya
2. Untuk Membahas Kerajaan Majapahit
3. Untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Sejarah Peminatan Kelas XII IPS 1
1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kerajaan Sriwijaya
1. Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara bahari. Namun kerajaan ini
tidak memperluas kekuasaannya di luar wilayah kepulauan Asia Tenggara. Dengan pengecualian
berkontribusi untuk populasi Madagaskar sejauh 3.300 mil di barat. Beberapa ahli masih
memperdebatkan kawasan yang menjadi pusat pemerintahan Sriwijaya. Selain itu kemungkinan
kerajaan ini biasa memindahkan pusat pemerintahannya. Namun kawasan yang menjadi ibukota
tetap diperintah secara langsung oleh penguasa. Sedangkan daerah pendukungnya diperintah oleh
datu setempat.
Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 ditemukan di pulau Bangka.
Kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera, pulau Bangka dan Belitung, hingga
Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer
untuk menghukum Bhumi Jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya. Peristiwa ini bersamaan
dengan runtuhnya Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kerajaan Kalingga) di Jawa Tengah yang
kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Kemungkinan yang dimaksud dengan Bhumi Jawa
adalah Tarumanegara. Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di
Selat Malaka, Selat Sunda, Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata. Di akhir abad ke-8
beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara dan Holing berada di bawah kekuasaan
Sriwijaya.
Menurut catatan, pada masa ini pula wangsa Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan
berkuasa di sana. Pada abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan.
Pada masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah utara Langkasuka, juga
berada di bawah pengaruh Sriwijaya. Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus
kerajaan. Ia berkuasa pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis,
Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer. Tetapi lebih memilih untuk memperkuat
penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di
Jawa Tengah yang selesai pada tahun 825.
2. Kehidupan Politik Kerajaan Sriwijaya
Kehidupan politik kerajaan Sriwijaya dapat ditinjau dari raja-raja yang memerintah, wilayah
kekuasaan, dan hubungannya dengan pihak luar negeri. Setelah berhasil menguasai Palembang,

2
ibukota Kerajaan Sriwijaya dipindahkan dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan
Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitarnya. Seperti Pulau Bangka yang
terletak di pertemuan jalan perdagangan internasional, Jambi Hulu yang terletak di tepi Sungai
Batanghari dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan
Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda,
Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat. Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan
Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra.
Pendudukan pada daerah Semenanjung Malaya memiliki tujuan untuk menguasai daerah
penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan pada daerah Tanah Genting Kra memiliki tujuan
untuk menguasai lintas jalur perdagangan antara Cina dan India. Hubungan dengan luar negeri,
Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar wilayah Indonesia.
Terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di
Benggala. Raja Nalanda, Dewapala Dewa menghadiahi sebidang tanah untuk pembuatan asrama
bagi pelajar dari nusantara yang ingin menjadi ‘dharma’ yang dibiayai oleh Balaputradewa.
3. Kehidupan Sosial Kerajaan Sriwijaya
Letak Sriwijaya sangat strategis di jalur perdagangan antara India-Cina. Di samping itu juga
berhasil menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan di Asia Tenggara,
menjadikan Sriwijaya berhasil menguasai perdagangan nasional dan internasional. Penguasaan
Sriwijaya atas Selat Malaka mempunyai arti penting terhadap perkembangan Sriwijaya sebagai
negara maritim, sebab banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air minum,
perbekalan makanan dan melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan
akan mendapatkan keuntungan yang besar dan akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat
yang hidup dari pelayaran dan perdagangan.
4. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sriwijaya
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan
Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang Arab mencatat
bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala,
kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan
yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di
seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan utama di Asia Tenggara,
dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar China untuk dapat
berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola jejaring perdagangan bahari dan
menguasai urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan India.

3
Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya dengan selalu
mengawasi dan jika perlu memerangi pelabuhan pesaing di negara jirannya. Keperluan untuk
menjaga monopoli perdagangan inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk
menaklukkan bandar pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam
mandala Sriwijaya. Bandar Malayu di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka, Tarumanagara dan
pelabuhan Sunda di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar Kedah dan Chaiya di
semenanjung Melaya adalah beberapa bandar pelabuhan yang ditaklukan dan diserap kedalam
lingkup pengaruh Sriwijaya.
5. Kehidupan Agama Kerajaan Sriwijaya
Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana
dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang melakukan kunjungan ke
Sumatera dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695, I Tsing
melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat
pembelajaran agama Buddha. Selain berita diatas, terdapat berita yang dibawakan oleh I Tsing,
dinyatakan bahwa terdapat 1000 orang pendeta yang belajar agama Budha pada Sakyakirti, seorang
pendeta terkenal di Sriwijaya.
Terdapat lebih dari 1000 pandita Buddhis di Sriwijaya yang belajar serta mempraktikkan
Dharma dengan baik. Mereka menganalisa dan mempelajari semua topik ajaran sebagaimana yang
ada di India; vinaya dan ritual-ritual mereka tidaklah berbeda sama sekali [dengan yang ada di
India]. Apabila seseorang pandita Tiongkok akan pergi ke Universitas Nalanda di India untuk
mendengar dan mempelajari naskah-naskah Dharma auutentik, ia sebaiknya tinggal di Sriwijaya
dalam kurun waktu 1 atau 2 tahun untuk mempraktikkan vinaya dan bahasa sansekerta dengan
tepat.
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya Hindu kemudian
diikuti pula oleh agama Buddha. Peranannya dalam agama Budha dibuktikannya dengan
membangun tempat pemujaan agama Budha di Ligor, Thailand. Raja-raja Sriwijaya menguasai
kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9,
sehingga secara langsung turut serta mengembangkan bahasa Melayu beserta kebudayaannya di
Nusantara.
6. Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya
Berdasarkan sumber catatan sejarah dari Arab, Sriwijaya disebut dengan nama Sribuza. Pada
tahun 955 M, Al Masudi, seorang musafir (pengelana) sekaligus sejarawan Arab klasik menulis
catatan tentang Sriwijaya. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan besar

4
yang kaya raya, dengan tentara yang sangat banyak. Disebutkan kapal yang tercepat dalam waktu
dua tahun pun tidak cukup untuk mengelilingi seluruh pulau wilayahnya. Hasil bumi Sriwijaya adalah
kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kapulaga, gambir dan beberapa hasil bumi
lainya. Catatan lain menuliskan bahwa Sriwijaya maju dalam bidang agraris. Ini disimpulkan dari
seorang ahli dari Bangsa Persia yang bernama Abu Zaid Hasan yang mendapat keterangan dari
Sujaimana, seorang pedagang Arab. Abu Zaid menulis bahwasanya Kerajaan Zabaj (Sriwijaya -
sebutan Sriwijaya oleh bangsa Arab pada masa itu-) memiliki tanah yang subur dan kekuasaan yang
luas hingga ke seberang lautan.
Hubungan dengan Wangsa Sailendra
Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah melakukan kolonisasi
di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung
Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda,
menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang
mengenakan bea dan cukai atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengumpulkan kekayaannya dari
jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan India.
Sriwijaya Berkuasa di Jawa
Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi Maharaja Sriwijaya berikutnya. Dia memerintah
sebagai penguasa pada kurun 792-835. Berbeda dari Dharmasetu yang ekpansionis, Samaratungga
tidak terjun dalam kancah ekspansi militer, melainkan lebih suka untuk memperkuat pemerintahan
dan pengaruh Sriwijaya atas Jawa. Menurut George Coedes, “pada paruh kedua abad kesembilan,
Jawa dan Sumatra bersatu di bawah kekuasaan wangsa Sailendra yang memerintah di Jawa. Dengan
pusat perdagangan di Palembang.” Samaratungga seperti Rakai Warak, tampaknya sangat
dipengaruhi oleh kepercayaan Buddha Mahayana yang cinta damai. Beliau berusaha untuk menjadi
seorang penguasa yang welas asih. Penggantinya adalah Putri Pramodhawardhani yang
bertunangan dengan Rakai Pikatan yang menganut aliran Siwa. Dia adalah putra Rakai Patapan,
seorang rakai (penguasa daerah) yang cukup berpengaruh di Jawa Tengah. Langkah politik ini
tampaknya sebagai upaya untuk mengamankan perdamaian dan kekuasaan Sailendra di Jawa,
dengan cara mendamaikan hubungan antara golongan Buddha aliran Mahayana dengan penganut
Hindu aliran Siwa.
7. Masa Penurunan Kerajaan Sriwijaya
Serbuan Kerajaan Chola
Tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, raja dari dinasti Chola di Koromandel, India selatan,
mengirim ekspedisi laut untuk menyerang Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Tanjore bertarikh 1030,

5
Kerajaan Chola telah menaklukan daerah-daerah koloni Sriwijaya, seperti wilayah Nikobar dan
sekaligus berhasil menawan raja Sriwijaya yang berkuasa waktu itu Sangrama-
Vijayottunggawarman. Selama beberapa dekade berikutnya, seluruh imperium Sriwijaya telah
berada dalam pengaruh dinasti Chola. Meskipun demikian Rajendra Chola I tetap memberikan
peluang kepada raja-raja yang ditaklukannya untuk tetap berkuasa selama tetap tunduk kepadanya.
Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya berita utusan San-fo-ts’i ke Cina tahun 1028. Faktor lain
kemunduran Sriwijaya adalah faktor alam. Karena adanya pengendapan lumpur di Sungai Musi dan
beberapa anak sungai lainnya, sehingga kapal-kapal dagang yang tiba di Palembang semakin
berkurang. Akibatnya, Kota Palembang semakin menjauh dari laut dan menjadi tidak strategis.
Akibat kapal dagang yang datang semakin berkurang, pajak berkurang dan memperlemah ekonomi
dan posisi Sriwijaya.
Munculnya Malayu Dharmasraya
Pada tahun 1079 dan 1088, catatan Cina menunjukkan bahwa Sriwijaya mengirimkan duta
besar pada Cina. Khususnya pada tahun 1079, masing-masing duta besar tersebut mengunjungi
Cina. Ini menunjukkan bahwa ibu kota Sriwijaya selalu bergeser dari satu kota maupun kota lainnya
selama periode tersebut. Ekspedisi Chola mengubah jalur perdagangan dan melemahkan
Palembang, yang memungkinkan Jambi mengambil kepemimpinan Sriwijaya pada abad ke-11.

B. Kerajaan Majapahit
1. Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini
menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang
bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari
yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan
merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan
ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara.
Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu
Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang
membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada
Jayakatwang. Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang hati. Raden Wijaya kemudian
diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit,

6
yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa “pahit” dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol
tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang.
Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat
pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk
melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan
Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan
Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia
diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
2. Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah
selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia
memegang otoritas politik tertinggi. Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam
melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi.
Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
1. Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja;
2. Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan;
3. Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan;
4. Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan.
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan
Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang
bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula
semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang disebut
Bhattara Saptaprabhu. Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan
Singhasari, terdiri atas beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan bagian tengah Jawa.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang
dikelola oleh kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit
dikenal sebagai berikut:
1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja;
2. Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau
bangsawan);
3. Watek: dikelola oleh wiyasa;
4. Kuwu: dikelola oleh lurah;

7
5. Wanua: dikelola oleh thani;
6. Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.
Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit
dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-
daerah bawahan tersebut yaitu: Kahuripan, Daha, Tumapel, Wengker, Matahun, Wirabumi,
Kabalan, Kembang Jenar, Pajang, Jagaraga, Keling, Kelinggapura, Singhapura, Tanjungpura. Saat
Majapahit memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi saat pemerintahan Gajah Mada, beberapa
negara bagian di luar negeri juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya,
konsep teritorial yang lebih besar pun terbentuk.
3. Kebudayaan Kerajaan Majapahit
Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa
seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam
kalender tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari
semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak. Kawasan
Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu kota dan
sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang
ditunjuk langsung oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang menikmati
otonomi luas.
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar
keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja
Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun
Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin
terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat itu. Walaupun batu bata telah digunakan
dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya.
Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah
tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang
masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto.
Beberapa elemen arsitektur berasal dari masa Majapahit, antara lain gerbang terbelah candi bentar,
gapura paduraksa (kori agung) beratap tinggi, dan pendopo berdasar struktur bata. Gaya bangunan
seperti ini masih dapat ditemukan dalam arsitektur Jawa dan Bali.
4. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan denda
dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8

8
pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar
tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting
terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang “kepeng” yaitu keping uang tembaga impor
dari China. Pada November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram
digali dari halaman belakang seorang penduduk di Sidoarjo.
Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut
berasal dari era Majapahit. Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak disebutkan
dalam catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin kompleksnya
ekonomi Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh dalam sistem mata uang
Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-hari di pasar Majapahit. Peran ini
tidak cocok dan tidak dapat dipenuhi oleh uang emas dan perak yang mahal.
5. Aliran Kepercayaan Kerajaan Majapahit
Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa
seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam
kalender tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari
semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak. Kawasan
Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu kota dan
sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang
ditunjuk langsung oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang menikmati
otonomi luas.
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar
keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja
Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun
Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin
terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat itu.
6. Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga
1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya,
Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak
wilayah. Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi
Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua,
Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas
sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit. Namun, batasan alam dan ekonomi

9
menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah
kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin
berupa monopoli oleh raja.
Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan
Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok. Selain melancarkan serangan dan
ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan.
Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi
(Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya. Pihak Sunda menganggap lamaran ini
sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan
pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantar sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk.
7. Masa Kemunduran Kerajaan Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur
melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa
kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota
Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk
juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.
Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara
Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana,
semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara ini
melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang
dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali
antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan
komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di
Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.  
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang
memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang
selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan
oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451.
Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan
memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja
akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia
kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran

10
Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja
Majapahit.  Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai
memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh
Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang
berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara.
Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung
kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka
dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan
Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan
Majapahit. Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan Bhre Kertabumi,
Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri)
dan terus melanjutkan pemerintahannya di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada
tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dengan memanfaatkan ketidakpuasan
umat Hindu dan Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi serta mempersatukan kembali Majapahit
menjadi satu kerajaan.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan
bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan
Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M. Demak
memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri
di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di
Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di
Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat
Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih
bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan
banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan berdasarkan peta membentang
dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa
Tengah. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti “bercahaya” atau “gemilang”, dan wijaya berarti
“kemenangan” atau “kejayaan”, maka nama Sriwijaya bermakna “kemenangan yang gilang-
gemilang”.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta
Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.
Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti
Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah
bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya tahun 1025 serangan
Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali
kerajaan Dharmasraya.
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah
selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia
memegang otoritas politik tertinggi.
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan denda
dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8
pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar
tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting
terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang “kepeng” yaitu keping uang tembaga impor
dari China.

12
DAFTAR PUSTAKA

Mulyana, Slamet. (2006). Tafsir Sejarah Nagarakretagama. Jakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara.

Komandoko, Gamal. (2009). Gajah Mada: Menangkis Ancaman Pemberontakan Ra Kuti: Kisah

Ketangguhan Seorang Patih Majapahit Dalam Menjaga Keutuhan Takhta Sang Raja. Jakarta: Narasi.

https://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit

https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya

http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-sriwijaya.html

http://kakakpintar.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-peninggalan-pendiri-prasasti-letak-penyebab-
runtuhnya

http://www.portalsejarah.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-kerajaan-maritim-terbesar.html

http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-kerajaan-sriwijaya.html

13
KATA PENGANTAR

Assalamua’alaikum wr.wb

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat serta hidayahnya lah kami
dapat menyelesaikan Tugas Makalah Tentang Kerajaan Sriwjaya dan Kerajaan Majapahit.
Kami membuat Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas pelajaran Sejarah Peminatan di Kelas
XI IPS 1 juga untuk membahas tentang bagaimana sejarah dan perkembangan Kerajaan Sriwijaya
dan Kerajaan Majapahit khususnya serta dinamika yang ada didalamnya.
Kami mengharapkan semoga Makalah ini kiranya agar berguna dan bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penyusunan Makalah ini .
Kami juga mengaharapkan kritikan dan masukan dari semua pihak demi untuk kesempurnaan
Makalah ini.
Sekian kata pengantar yang bisa kami sampaikan, lebih dan kurang kami mohon maaf.

Wabillahi taufik wal hidayah


Wassalamu’alaikum wr.wb

Pematang Padang, Agustus 2022


Penyusun

(Mashitah, Zikli, Hamidi)

i
14
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A.Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B.Tujuan ........................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 2


A.Kerajaan Sriwijaya ....................................................................................................... 2
1.Sejarah Berdirinya Kejayaan Sriwijaya...................................................................... 2
2.Kehidupan Politik Kerajaan Sriwijaya ....................................................................... 2
3.Kehidupan Sosial Kerajaan Sriwijaya ........................................................................ 3
4.Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sriwijaya ................................................................... 3
5.Kehidupan Agama Kerajaan Sriwijaya ...................................................................... 4
6.Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya .......................................................................... 4
7.Masa Penurunan Kerajaan Sriwijaya ......................................................................... 5
B.Kerajaan Majapahit........................................................................................................ 6
1.Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit ..................................................................... 6
2.Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit ................................................................. 7
3.Kebudayaan Kerajaan Majapahit ............................................................................... 8
4. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit.................................................................. 8
5. Aliran Kepercayaan Kerajaan Majapahit................................................................... 9
6. Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit.......................................................................... 9
7. Masa Kemunduran Kerajaan Majapahit..................................................................... 10

BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 12


A.Kesimpulan ................................................................................................................... 12

Daftar Pustaka

ii
15

Anda mungkin juga menyukai