Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan. Tidak terdapat catatan lebih
lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh
sarjana asing. Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun
1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan penemuannya dalam surat kabar
berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap “San-fo-ts’i”,
sebelumnya dibaca “Sribhoja”, dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang
sama.
Historiografi Sriwijaya diperoleh dan disusun dari dua macam sumber utama; catatan sejarah
Tiongkok dan sejumlah prasasti batu Asia Tenggara yang telah ditemukan dan diterjemahkan. Catatan
perjalanan bhiksu peziarah I Ching sangat penting, terutama dalam menjelaskan kondisi Sriwijaya ketika
ia mengunjungi kerajaan itu selama 6 bulan pada tahun 671. Sekumpulan prasasti siddhayatra abad ke-7
yang ditemukan di Palembang dan Pulau Bangka juga merupakan sumber sejarah primer yang penting.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta
Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.
Prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di
Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai
menyusut dikarenakan beberapa peperangan diantaranya serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari
Jawa di tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun
1183 kekuasaan Sriwijaya dibawah kendali kerajaan Dharmasraya.Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini
terlupakan dan eksistensi Sriwijaya baru diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis
George Cœdès dari École française d’Extrême-Orient
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Sriwijaya?
2. Bagaimana kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan agama kerajaan Sriwijaya?
3. Kapankah masa keemasan kerajaan Sriwijaya?
4. Bagaimana penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya kerajaan Sriwijaya
2. Untuk mengetahui kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan agama kerajaan Sriwijaya?
3. Untuk mengetahui masa keemasan kerajaan Sriwijaya?
4. Untuk mengetahui penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara bahari, namun kerajaan ini tidak
memperluas kekuasaannya di luar wilayah kepulauan Asia Tenggara, dengan pengecualian berkontribusi
untuk populasi Madagaskar sejauh 3.300 mil di barat. Beberapa ahli masih memperdebatkan kawasan
yang menjadi pusat pemerintahan Sriwijaya, selain itu kemungkinan kerajaan ini biasa memindahkan
pusat pemerintahannya, namun kawasan yang menjadi ibukota tetap diperintah secara langsung oleh
penguasa, sedangkan daerah pendukungnya diperintah oleh datu setempat.

1. Perjalanan Siddhayatra
Kemaharajaan Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I Tsing. Dari prasasti Kedukan
Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang. Bahwa beliau
berangkat dalam perjalanan suci siddhayatra untuk “mengalap berkah”, dan memimpin 20.000 tentara dan
312 orang di kapal dengan 1.312 prajurit berjalan kaki dari Minanga Tamwan menuju Jambi dan
Palembang. Diketahui, Prasasti Kedukan Bukit adalah prasasti tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu.
Para ahli berpendapat bahwa prasasti ini mengadaptasi ortografi India untuk menulis prasasti ini. Pada
abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi
bagian kemaharajaan Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 ditemukan di pulau Bangka,
kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera, pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung.
Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum
Bhumi Jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya
Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang kemungkinan besar akibat
serangan Sriwijaya. Kemungkinan yang dimaksud dengan Bhumi Jawa adalah Tarumanegara. Sriwijaya
tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut China
Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.

2. Penaklukan Kawasan
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan Sriwijaya mengendalikan
simpul jalur perdagangan utama di Asia Tenggara. Berdasarkan observasi, ditemukan reruntuhan candi-
candi Sriwijaya di Thailand dan Kamboja. Pada abad ke-7, pelabuhan Champa di sebelah timur Indochina
mulai mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja Dharmasetu
melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di Indochina. Kota Indrapura di tepi sungai Mekong,
di awal abad ke-8 berada di bawah kendali Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja,
sampai raja Khmer Jayawarman II, pendiri kemaharajaan Khmer, memutuskan hubungan dengan
Sriwijaya pada abad yang sama.
Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara dan Holing berada di
bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini pula wangsa Sailendra bermigrasi ke Jawa
Tengah dan berkuasa di sana. Pada abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian
kerajaan. Pada masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah utara Langkasuka,
juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya. Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan.
Ia berkuasa pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis, Samaratungga
tidak melakukan ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa.
Selama masa kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di Jawa Tengah yang selesai pada tahun
825.

B. Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi, Politik Kerajaan Sriwijaya


1. Kehidupan Politik
Kehidupan politik kerajaan Sriwijaya dapat ditinjau dari raja-raja yang memerintah, wilayah
kekuasaan, dan hubungannya dengan pihak luar negeri. Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota
Kerajaan Sriwijaya dipindahkan dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya
dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitarnya seperti Pulau Bangka yang terletak di
pertemuan jalan perdagangan internasional, Jambi Hulu yang terletak di tepi Sungai Batanghari dan
mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil
menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka,
dan Laut Jawa bagian barat. Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara,
yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra.
Pendudukan pada daerah Semenanjung Malaya memiliki tujuan untuk menguasai daerah penghasil
lada dan timah. Sedangkan pendudukan pada daerah Tanah Genting Kra memiliki tujuan untuk menguasai
lintas jalur perdagangan antara Cina dan India. Hubungan dengan luar negeri. Kerajaan Sriwijaya
menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-
kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di Benggala. Raja Nalanda, Dewapala Dewa
menghadiahi sebidang tanah untuk pembuatan asrama bagi pelajar dari nusantara yang ingin menjadi
‘dharma’ yang dibiayai oleh Balaputradewa.

2. Kehidupan Sosial
Letak Sriwijaya sangat strategis di jalur perdagangan antara India-Cina. Di samping itu juga
berhasil menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan di Asia Tenggara, menjadikan
Sriwijaya berhasil menguasai perdagangan nasional dan internasional. Penguasaan Sriwijaya atas Selat
Malaka mempunyai arti penting terhadap perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim, sebab banyak
kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air minum, perbekalan makanan dan melakukan
aktivitas perdagangan. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan akan mendapatkan keuntungan yang besar
dan akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang hidup dari pelayaran dan perdagangan.

3. Kehidupan Ekonomi
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan
Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa
Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading,
emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini
telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di seluruh Asia Tenggara.
Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan utama di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu,
persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar China untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya
senantiasa mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasai urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan
India.
Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya dengan selalu
mengawasi dan jika perlu memerangi pelabuhan pesaing di negara jirannya. Keperluan untuk menjaga
monopoli perdagangan inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk menaklukkan
bandar pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam mandala Sriwijaya.
Bandar Malayu di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka, Tarumanagara dan pelabuhan Sunda di Jawa
Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar Kedah dan Chaiya di semenanjung Melaya adalah beberapa
bandar pelabuhan yang ditaklukan dan diserap kedalam lingkup pengaruh Sriwijaya.
Disebutkan dalam catatan sejarah Champa adanya serangkaian serbuan angkatan laut yang berasal dari
Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa dan Kamboja. Mungkin angkatan laut penyerbu yang
dimaksud adalah armada Sriwijaya, karena saat itu wangsa Sailendra di Jawa adalah bagian dari mandala
Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya Sriwijaya untuk menjamin monopoli perdagangan laut di Asia
Tenggara dengan menggempur bandar pelabuhan pesaingnya. Sriwijaya juga pernah berjaya dalam hal
perdagangan sedari tahun 670 hingga 1025 M.
Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur yaitu menggambarkan Kapal Borobudur,
kapal kayu bercadik ganda dan bertiang layar yang melayari lautan Nusantara sekitar abad ke-8 Masehi.
Fungsi cadik ini adalah untuk menyeimbangkan dan menstabilkan perahu. Cadik tunggal atau cadik ganda
adalah ciri khas perahu bangsa Austronesia dan perahu bercadik inilah yang membawa bangsa
Austronesia berlayar di seantero Asia Tenggara, Oseania, dan Samudra Hindia. Kapal layar bercadik yang
diabadikan dalam relief Borobudur mungkin adalah jenis kapal yang digunakan armada Sailendra dan
Sriwijaya dalam pelayaran antarpulaunya, kemaharajaan bahari yang menguasai kawasan pada kurun abad
ke-7 hingga ke-13 Masehi.
Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya juga menjalin
perdagangan dengan tanah Arab. Kemungkinan utusan Maharaja Sri Indrawarman yang mengantarkan
surat kepada khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari Bani Umayyah tahun 718, kembali ke Sriwijaya dengan
membawa hadiah Zanji (budak wanita berkulit hitam), dan kemudian dari kronik Tiongkok disebutkan
Shih-li-fo-shih dengan rajanya Shih-li-t-‘o-pa-mo (Sri Indrawarman) pada tahun 724 mengirimkan hadiah
untuk kaisar Cina, berupa ts’engchi (bermaksud sama dengan Zanji dalam bahasa Arab).
Pada paruh pertama abad ke-10, di antara kejatuhan dinasti Tang dan naiknya dinasti Song,
perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian, kerajaan Min dan kerajaan Nan Han
dengan negeri kayanya Guangdong. Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari
perdagangan ini. Pada masa inilah diperkirakan rakyat Sriwijaya mulai mengenal buah semangka
(Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum. & Nakai), yang masuk melalui perdagangan mereka.
4. Kehidupan Agama
Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari
negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang melakukan kunjungan ke
Sumatera dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695, I Tsing
melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran
agama Buddha. Selain berita diatas, terdapat berita yang dibawakan oleh I Tsing, dinyatakan bahwa
terdapat 1000 orang pendeta yang belajar agama Budha pada Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di
Sriwijaya.
Terdapat lebih dari 1000 pandita Buddhis di Sriwijaya yang belajar serta mempraktikkan Dharma
dengan baik. Mereka menganalisa dan mempelajari semua topik ajaran sebagaimana yang ada di India;
vinaya dan ritual-ritual mereka tidaklah berbeda sama sekali [dengan yang ada di India]. Apabila
seseorang pandita Tiongkok akan pergi ke Universitas Nalanda di India untuk mendengar dan
mempelajari naskah-naskah Dharma auutentik, ia sebaiknya tinggal di Sriwijaya dalam kurun waktu 1
atau 2 tahun untuk mempraktikkan vinaya dan bahasa sansekerta dengan tepat.
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya Hindu kemudian
diikuti pula oleh agama Buddha. Peranannya dalam agama Budha dibuktikannya dengan membangun
tempat pemujaan agama Budha di Ligor, Thailand. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu
melalui perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9, sehingga secara langsung
turut serta mengembangkan bahasa Melayu beserta kebudayaannya di Nusantara.

C. Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya


Berdasarkan sumber catatan sejarah dari Arab, Sriwijaya disebut dengan nama Sribuza. Pada tahun
955 M, Al Masudi, seorang musafir (pengelana) sekaligus sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang
Sriwijaya. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan besar yang kaya raya,
dengan tentara yang sangat banyak. Disebutkan kapal yang tercepat dalam waktu dua tahun pun tidak
cukup untuk mengelilingi seluruh pulau wilayahnya. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu
gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kapulaga, gambir dan beberapa hasil bumi lainya.
Catatan lain menuliskan bahwa Sriwijaya maju dalam bidang agraris. Ini disimpulkan dari seorang
ahli dari Bangsa Persia yang bernama Abu Zaid Hasan yang mendapat keterangan dari Sujaimana,
seorang pedagang Arab. Abu Zaid menulis bahwasanya Kerajaan Zabaj (Sriwijaya -sebutan Sriwijaya
oleh bangsa Arab pada masa itu-) memiliki tanah yang subur dan kekuasaan yang luas hingga ke seberang
lautan.

1. Hubungan dengan Wangsa Sailendra


Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah melakukan kolonisasi di
hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya,
Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan
Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan bea dan
cukai atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengumpulkan kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang
perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan India.
2. Sriwijaya Berkuasa di Jawa
Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi Maharaja Sriwijaya berikutnya. Dia memerintah
sebagai penguasa pada kurun 792-835. Berbeda dari Dharmasetu yang ekpansionis, Samaratungga tidak
terjun dalam kancah ekspansi militer, melainkan lebih suka untuk memperkuat pemerintahan dan
pengaruh Sriwijaya atas Jawa. Dia secara pribadi mengawasi pembangunan candi agung Borobudur;
sebuah mandala besar dari batu yang selesai pada 825, di masa pemerintahannya. Menurut George
Coedes, “pada paruh kedua abad kesembilan, Jawa dan Sumatra bersatu di bawah kekuasaan wangsa
Sailendra yang memerintah di Jawa.
Dengan pusat perdagangan di Palembang.” Samaratungga seperti Rakai Warak, tampaknya sangat
dipengaruhi oleh kepercayaan Buddha Mahayana yang cinta damai. Beliau berusaha untuk menjadi
seorang penguasa yang welas asih. Penggantinya adalah Putri Pramodhawardhani yang bertunangan
dengan Rakai Pikatan yang menganut aliran Siwa. Dia adalah putra Rakai Patapan, seorang rakai
(penguasa daerah) yang cukup berpengaruh di Jawa Tengah. Langkah politik ini tampaknya sebagai upaya
untuk mengamankan perdamaian dan kekuasaan Sailendra di Jawa, dengan cara mendamaikan hubungan
antara golongan Buddha aliran Mahayana dengan penganut Hindu aliran Siwa.

D. Masa Kemunduran
Tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, raja dari dinasti Chola di Koromandel, India selatan,
mengirim ekspedisi laut untuk menyerang Sriwijya, berdasarkan prasasti Tanjore bertarikh 1030, kerajaan
Chola telah menaklukan daerah-daerah koloni Sriwijaya, sekaligus berhasil menawan raja Sriwijaya yang
berkuasa waktu itu. Selama beberapa dekade berikutnya seluruh imperium Sriwijaya telah berada dalam
pengaruh dinasti Chola. Meskipun demikian Rajendra Chola I tetap memberikan peluang kepada raja-raja
yang ditaklukannya untuk tetap berkuasa selama tetap tunduk kepadanya. Hal ini dapat dikaitkan dengan
adanya berita utusan San-fo-ts’i ke Cina tahun 1028.
Antara tahun 1079 – 1088, kronik Tionghoa mencatat bahwa San-fo-ts’i masih mengirimkan utusan
dari Jambi dan Palembang. Dalam berita Cina yang berjudul Sung Hui Yao disebutkan bahwa kerajaan
San-fo-tsi pada tahun 1082 mengirimkan utusan pada masa Cina di bawah pemerintahan Kaisar Yuan
Fong. Duta besar tersebut menyampaikan surat dari raja Kien-pi bawahan San-fo-tsi, yang merupakan
surat dari putri raja yang diserahi urusan negara San-fo-tsi, serta menyerahkan pula 227 tahil perhiasan,
rumbia, dan 13 potong pakaian. Kemudian juga mengirimankan utusan berikutnya di tahun 1088. Namun
akibat invasi Rajendra Chola I, hegemoni Sriwijaya atas raja-raja bawahannya melemah, beberapa daerah
taklukan melepaskan diri, sampai muncul Dharmasraya sebagai kekuatan baru yang kemudian menguasai
kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai dari kawasan Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa
bagian barat.
Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178, Chou-Ju-Kua
menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni
San-fo-ts’i dan Cho-po (Jawa). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan
Hindu, sedangkan rakyat San-fo-ts’i memeluk Budha, dan memiliki 15 daerah bawahan yang meliputi; Si-
lan (Kamboja), Tan-ma-ling (Tambralingga, Ligor, selatan Thailand), Kia-lo-hi (Grahi, Chaiya sekarang,
selatan Thailand), Ling-ya-si-kia (Langkasuka), Kilantan (Kelantan), Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong
(Terengganu), Fo-lo-an (muara sungai Dungun daerah Terengganu sekarang), Ji-lo-t’ing (Cherating,
pantai timur semenanjung malaya), Ts’ien-mai (Semawe, pantai timur semenanjung malaya), Pa-t’a
(Sungai Paka, pantai timur Semenanjung Malaya), Lan-wu-li (Lamuri di Aceh), Pa-lin-fong (Palembang),
Kien-pi (Jambi), dan Sin-t’o (Sunda).
Namun demikian, istilah San-fo-tsi terutama pada tahun 1178 tidak lagi identik dengan Sriwijaya,
melainkan telah identik dengan Dharmasraya, dari daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut
merupakan daftar jajahan kerajaan Dharmasraya, walaupun sumber Tiongkok tetap menyebut San-fo-tsi
sebagai kerajaan yang berada di kawasan laut Cina Selatan. Hal ini karena dalam Pararaton telah
menyebutkan Malayu, disebutkan Kertanagara raja Singhasari mengirim sebuah ekspedisi Pamalayu atau
Pamalayu, dan kemudian menghadiahkan Arca Amoghapasa kepada raja Melayu, Srimat Tribhuwanaraja
Mauli Warmadewa di Dharmasraya sebagaimana yang tertulis pada prasasti Padang Roco. Peristiwa ini
kemudian dikaitkan dengan manuskrip yang terdapat pada prasasti Grahi. Begitu juga dalam
Nagarakretagama, yang menguraikan tentang daerah jajahan Majapahit juga sudah tidak menyebutkan lagi
nama Sriwijaya untuk kawasan yang sebelumnya merupakan kawasan Sriwijaya.

E. Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya


Kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh beberapa hal berikut.
1. Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M, ketika itu yang berkuasa di Sriwijaya ialah Sri
Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak berhasil, tetapi telah melemahkan Sriwijaya.
2. Serangan dari Kerajaan Colamandala yang diperintahkan oleh Raja Rajendracoladewapada tahun
1023 dan 1030. Serangan ini ditujukan ke semenanjung Malaka dan berhasil menawan raja
Sriwijaya. Serangan ketiga dilakukan pada tahun 1068 M dilakukan olehWirarajendra,
cucu Rajendracoladewa.
3. Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275-1292, yang diterima dengan
baik oleh Raja Melayu (Jambi), Mauliwarmadewa, semakin melemahkan kedudukan Sriwijaya.
4. Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai yang mengambil alih posisi Sriwijaya.
5. Serangan Kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada pada
tahun 1377 yang mengakibatkan Sriwijaya menjadi taklukan Majapahit. Pendudukan yang
dilakukan Kerajaan Majapahit atas seluruh wilayah Sriwijaya pada tahun 1377. Pendudukan
tersebut dalam upaya mewujudkan kesatuan Nusantara.
6. Letak Kota Palembang semakin jauh dari laut. Akibat pengendapan lumpur yang dibawa oleh
Sungai Musi dan sungai lainya, akhirnya Kota Palembang semakin jauh dari laut.
7. Berkurangnya kapal dagang yang singgah. Akibat semakin jauhnya Kota Palembang dari laut
menyebabkab daerah tersebut tidak strategis lagi. Kapal-kapal dagang lebih memilih singgah di
tempat lain. Hal tersebut menyebabkan kegiatan perdagangan berkunrang dan pendapatan kerajaan
dari pajak menurun.
8. Banyak daerah yang melepaskan diri dari Sriwijaya. Akibat semakin melemahnya perekonomian
Kerajaan Sriwijaya maka penguasa kerajaan tidak mampu lagi mengontrol daerah kekuasaanya.
Daerah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang telah melepaskan diri adalah Jawa Tengah dan
Melayu.

F. Peninggalan Kerajaan Sriwijaya


- Prasasti Kedukan Bukit
Ditemukan di dekat Kota Palembang dan berangka tahun 683 Masehi. Berisi cerita tentang
Raja Sriwijaya (Dapunta Hyang) yang mengadakan perjalanan suci dari Minanga Tamwan untuk
mendapatkan Siddhayatra dan keberhasilnya memakmurkan Kerajaan Sriwijaya.
- Prasasti Talang Tuo
Ditemukan di sebelah barat Kota Palembang dan berangka tahun 684 Masehi. Prasasti ini
menceritakan pembuatan Taman Srikseta oleh Raja Dapunta Hyang untuk kemamkmuran rakyat.
- Prasasti Telaga Batu
Ditemukan di dekat Kota Palembang dan tidak berangka tahun. Prasasti ini menceritakan
tentang kutukan-kutukan terhadap siapa pun yang melakukan kejahatan dan yang tidak taat
terhadap raja.
- Prasasti Karang Berahi
Ditemukan di Karang Berahi (Provinsi Jambi) dan berangka tahun 868 Masehi. Prasasti ini
menceritakan tentang permintaan kepada dewa untuk menghukum setiap orang yang orang
melakukan kejahatan terhadap Kerajaan Sriwijaya.
- Prasasti Kota Kapur
Ditemukan di Kota Kapur (Pulau Bangka) dan berangka tahun 686 Masehi. Prasasti ini
menceritakan tentang usaha Kerajaan Sriwijaya dalam menundukkan Pulau Jawa, yaitu Kerajaan
Tarumanegara yang dianggap tidak setia kepada Kerajaan Sriwijaya.
- Prasasti Palas Pasemah
Ditemukan di Palas Pasemah (Provinsi Lampung) dan tidak berangka tahun. Prasasti ini
mencertitakan bahwa daerah Lampung Selatan telah diduduki oleh Kerajaan Sriwijaya pada akhir
abad ke-7 Masehi.
- Prasasti Bukit Siguntang
Bukit Siguntang berada di Kota Palembang merupakan komplek pemakaman raja-raja
Kerajaan Sriwijaya. Ditemukan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dalam bentuk arca Budha
Sakyamurni yang mengunakan jubah dan Prasasti Bukit Siguntang berisikan tentang peperangan
yang banyak merenggut nyawa.
- Prasasti Amoghapasha
Ditemukan di provinsi Jambi dan berangka tahun 1286 M. Isi dari prasasti ini menyebutkan
bahwa raja Kertanegara telah menghadiahkan arca amoghapasha pada raja Suwarnabhumi yang
bernama Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa. Raja dan rakyatnya sangat gembira.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan
banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan berdasarkan peta membentang dari
Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa
Tengah. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti “bercahaya” atau “gemilang”, dan wijaya berarti
“kemenangan” atau “kejayaan”, maka nama Sriwijaya bermakna “kemenangan yang gilang-
gemilang”.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta
Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.
Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti
Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah
bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya tahun 1025 serangan
Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali
kerajaan Dharmasraya.

B. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan berusaha menjaga dan
melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya
http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-sriwijaya.html
http://kakakpintar.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-peninggalan-pendiri-prasasti-letak-penyebab-
runtuhnya
http://www.portalsejarah.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-kerajaan-maritim-terbesar.html
http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-kerajaan-sriwijaya.html
https://doc.lalacomputer.com/makalah-kerajaan-sriwijaya/
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah Kerajaan Sriwijaya ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa
shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta
bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik
kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan Penulisan..................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya.................................................
B. Kehidupan Politik,Sosial, Ekonomi, dan Agama Kerajaan Sriwijaya..
C. Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya....................................................
D. Masa Kemuuunduran Kerajaan Sriwijaya............................................
E. Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya.................................
F. Peninggalan Kerajaan Sriwijaya...........................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH
“ KERAJAAN SRIWIJAYA “

Disusun Oleh :
Kelompok 6
1. Muhammad Sahrul
2. Syarifat Alvaro
3. Reynaldi Oktaviansyah
4. Mavin Dara Putra
Guru Pembimbing : Agus Wijayanto, S.Pd

SMA KARYA 45 BANGUNREJO


TAHUN AJARAN 2023/2024

Anda mungkin juga menyukai