PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah Indonesia terdiri dari pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh selat
dan laut, hal ini menyebabkan sarana pelayaran merupakan lalu lintas utama
penghubung antar pulau. Pelayaran ini dilakukan dalam rangka mendorong
aktivitas perdagangan. Pelayaran perdagangan yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia, bukan hanya dalam wilayah Indonesia saja, tetapi telah jauh sampai ke
luar wilayah Indonesia.
PEMBAHASAN
1. Historiografi
Ibukota : Palembang
Pemerintahan : Monarki
Lokasi Kerajaan
Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah membawa kejayaan
kepulauan Nusantara di masa lampau. Bukan saja dikenal di wilayah Indonesia,
tetapi hampir setiap bangsa yang berada jauh di luar Indonesia mengenal Kerajaan
Sriwijaya. Hal ini disebabkan karena letak Sriwijaya yang sangat strategis dan
dekat dengan jalur perdagangan antar bangsa yakni Selat Malaka. Selat Malaka
pada masa itu adalah jalur perdagangan ramai yang menghubungkan pedagang-
pedagang Cina dengan India maupun Romawi.
Report this ad
Sumber Sejarah
1. Sumber Cina
Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China pertama kali pada tahun
671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa saat itu terdapat lebih dari seribu
orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara para pendeta Budha
tersebut sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan oleh para pendeta Budha
di pusat ajaran agama Budha, India. I-tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya
untuk belajar bahasa Sansekerta, setelah itu ia berangkat ke Nalanda, India.
Setelah lama belajar di Nalanda, tahun 685 I-tsing kembali ke Sriwijaya dan
tinggal selama beberapa tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa
Sansekerta ke bahasa Cina. Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan
Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina, yang terakhir pada tahun 988 M.
2. Sumber Arab
Orang-orang Arab sering menyebut Sriwijaya dengan nama Sribuza, Sabay atau
Zabaq. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya
pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya merupakan sebuah
kerajaan besar, dengan tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah
kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir
dan beberapa hasil bumi lainya. Bukti lain yang mendukung adalah ditemukannya
perkampungan-perkampungan Arab sebagai tempat tinggal sementara di pusat
Kerajaan Sriwijaya.
3. Sumber India
Report this ad
4. Sumber lain
Sumber dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja dari
Kerajaan Sriwijaya. Prasasti-prasasti dari Kerajaan Sriwijaya sebagian besar
menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti itu antara lain
sebagai berikut.
Prasasti ini merupakan yang paling tua, bertarikh 682 M, menceritakan tentang
kisah perjalanan suci Dapunta Hyang dari Minana dengan perahu, bersama dua
laksa (20.000) tentara dan 200 peti perbekalan, serta 1.213 tentara yang berjalan
kaki. Sumber lain menyatakan prasasti ini berisi tentang penaklukan Bumi Jawa
yang tidak setia kepada Sriwijaya. Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau
Bangka.
Report this ad
Prasasti berangka tahun 683 M itu menyebutkan bahwa raja Sriwijaya bernama
Dapunta Hyang yang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil
menundukan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya
menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan
adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk
perdagangan.
3. Prasasti Talangtuo
Prasasti berangka tahun 686 M itu ditemukan di daerah pedalaman Jambi, yang
menunjukan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.
5. Prasasti Ligor
Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang ibu kota Ligor yang
difungsikan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat Malaka.
6. Prasasti Nalanda
Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja terakhir dari Dinasti
Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan
Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta
kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan Syailendra. Di
samping itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan
membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya
yang belajar di Nalanda.
Prasasti ini ditemukan di sekitar Palembang pada tahun 1918 M. Berbentuk batu
lempeng mendekati segi lima, di atasnya ada tujuh kepala ular kobra, dengan
sebentuk mangkuk kecil dengan cerat (mulut kecil tempat keluar air) di
bawahnya. Menurut para arkeolog, prasasti ini digunakan untuk pelaksanaan
upacara sumpah kesetiaan dan kepatuhan para calon pejabat. Dalam prosesi itu,
pejabat yang disumpah meminum air yang dialirkan ke batu dan keluar melalui
cerat tersebut. Sebagai sarana untuk upacara persumpahan, prasasti seperti itu
biasanya ditempatkan di pusat kerajaan, maka diduga kuat Palembang merupakan
pusat Kerajaan Sriwijaya.
Negara Maritim
Kehidupan Politik
Berita mengenai raja ini diketahui dari Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M dan
Prasasti Talangtuo tahun 684 M. Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta
Hyang Sri Yayanaga telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke
wilayah Minangatamwan, Jambi. Sejak awal pemerintahannya, Raja Dapunta
Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
Struktur Birokrasi
Kehidupan Ekonomi
Meskipun catatan sejarah dan bukti arkeologi jarang ditemukan, tetapi beberapa
menyatakan bahwa pada abad ke-7, Sriwijaya telah melakukan kolonisasi atas
seluruh Sumatra, Jawa Barat, dan beberapa daerah di Semenanjung Melayu.
Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai
pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan
biaya atas setiap kapal yang lewat. Palembang mengakumulasi kekayaannya
sebagai pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok,
Melayu, dan India.
Pada masa awal, Kerajaan Khmer juga menjadi daerah jajahan Sriwijaya. Banyak
sejarawan mengklaim bahwa Chaiya, di propinsi Surat Thani, Thailand sebagai
ibu kota terakhir kerajaan, walaupun klaim tersebut tidak mendasar. Pengaruh
Sriwijaya nampak pada bangunan pagoda Borom That yang bergaya Sriwijaya.
Setelah kejatuhan Sriwijaya, Chaiya terbagi menjadi tiga kota yakni (Mueang)
Chaiya, Thatong (Kanchanadit) dan Khirirat Nikhom.
Masa Keemasan
Pada paruh pertama abad ke-10 yaitu antara masa jatuhnya Dinasti Tang dan
naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama
Fujian, Kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong, Kerajaan Nan Han. Tak
diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada
tahun 903, penulis Muslim Ibn Batutah sangat terkesan dengan kemakmuran
Sriwijaya. Daerah urban kerajaan meliputi Palembang (khususnya Bukit
Seguntang), Muara Jambi dan Kedah.
Masa Kemunduran
Tahun 1025, Rajendra Chola, Raja Chola dari Koromandel, India selatan
menaklukkan Kedah dari Sriwijaya dan menguasainya. Kerajaan Chola
meneruskan penyerangan dan penaklukannya selama 20 tahun berikutnya ke
seluruh imperium Sriwijaya. Meskipun invasi Chola tidak berhasil sepenuhnya,
invasi tersebut telah melemahkan hegemoni Sriwijaya yang berakibat terlepasnya
beberapa wilayah dengan membentuk kerajaan sendiri, seperti Kediri, sebuah
kerajaan yang berbasiskan pada pertanian.
Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun
1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua
kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni Sriwijaya dan Jawa (Kediri). Di Jawa
dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan
rakyat Sriwijaya memeluk Budha. Berdasarkan sumber ini pula dikatakan bahwa
beberapa wilayah kerajaan Sriwijaya ingin melepaskan diri, antara lain Kien-pi
(Kampe, di utara Sumatra) dan beberapa koloni di semenanjung Malaysia. Pada
masa itu wilayah Sriwijaya meliputi; Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong
(Trengganu), Ling-ya-ssi-kia (Langkasuka), Kilan-tan (Kelantan), Fo-lo-an, Ji-lo-
t’ing (Jelutong), Ts’ien-mai, Pa-t’a (Batak), Tan-ma-ling (Tambralingga, Ligor),
Kia-lo-hi (Grahi, bagian utara semenanjung Malaysia), Pa-lin-fong (Palembang),
Sin-t’o (Sunda), Lan-wu-li (Lamuri di Aceh), and Si-lan (Srilanka).
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
1. Sejarah harus selalu kita kaji agar menjadi sebuah pengetahuan dan
motivasi dalm mengisi kenerdekaan
2. Lestarikan terus nilai-nilai budaya sejarah bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Bellwood, Peter and James J. Fox, Darrell Tryon. The Austronesians: Historical
and Comparative Perspectives.
Hirth, Friedrich and Chao Ju-kua, W.W.Rockhill. The Chinese and Arab Trade in
the Twelfth and Thirteen centuries. Entitled Chu-fan-chi St Petersburg, 1911.
http://wikipedia/sejarahkerajaansriwijaya/com
Karso, Drs, dkk. Pelajaran Sejarah Untuk SMTA kelas 1. Bandung: Penerbit
Angkasa, ISBN. 979-404-179-3-7, 1988.
Munoz, Paul Michel. Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the
Malay Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet, pages 171, 143, 140, 132,
130, 124, 113. ISBN 981-4155-67-5, 2006.