Anda di halaman 1dari 10

KERAJAAN SRIWIJAYA

Kelompok 2:

1. M. Ikhwan Jusri (20)


2. Avrilya Cintya Andiani (06)
3. Deta Nanda Permatasari (10)
4. Mukjizatul Rokma (22)
5. Nur Inayah (24)
6. Sisca Indah Maharani (34)
Sejarah Awal Kerajaan Sriwijaya

Sriwijaya (atau juga disebut Śrīivijaya; Jawa: ꦯꦿꦷꦮꦶꦗꦪ (bahasa Jawa:


Sriwijaya); Thai: ศรีวช ั ; Siwichai) adalah salah satu kemaharajaan bahari yang
ิ ย
pernah berdiri di pulau Sumatra dan banyak memberi pengaruh di Nusantara
dengan daerah kekuasaan berdasarkan peta membentang dari Kamboja, Thailand
Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa
Tengah. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan
wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan", maka nama Sriwijaya bermakna
"kemenangan yang gilang-gemilang".
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7;
seorang pendeta Tiongkok dari Dinasti Tang, I Tsing, menulis bahwa ia
mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya
prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu
prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.Kemunduran pengaruh
Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa
peperangan di antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel,
selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan
Dharmasraya. Setelah keruntuhannya, kerajaan ini terlupakan dan keberadaannya
baru diketahui kembali lewat publikasi tahun 1918 dari sejarawan Prancis George
Cœdès dari École française d'Extrême-Orient.

1. Kehidupan Politik Kerajaan Sriwijaya


Kehidupan politik kerajaan Sriwijaya dapat ditinjau dari raja-raja yang
memerintah, wilayah kekuasaan, dan hubungannya dengan pihak luar negeri.
a. Raja yang memerintah
1) Dapunta Hyang SriJayanasa
Beliau adalah pendiri kerajaan Sriwijaya. Pada masa
pemerintahannya, dia berhasil memperluas wilayah kekuasaan sampai
wilayah Jambi dengan menduduki daerah Minangatamwan yang
terletak di dekat jalur perhubungan pelayaran perdagangan di Selat
Malaka. Sejak awal dia telah mencita-citakan agar Sriwijaya menjadi
kerajaan maritim.
2) Balaputera Dewa
Masa pemerintahan Balaputradewa diperkirakan dimulai pada
tahun 850 M. Sriwijaya mengalami perkembangan pesat dengan
meingkatkan kegiatan pelayaran dan perdagangan rakyat. Pada masa
pemerintahannya pula, Sriwijaya mengadakan hubungan dengan
Kerajaan Chola dan Benggala (Nalanda) dalam bidang pengembangan
agama Buddha, bahkan menjadi pusat penyebaran agama Buddha di
Asia Tenggara.
3) Sri Sanggarama Wijayatunggawarman
Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya dikhianati dan diserang
oleh kerajaan Chola. Sang raja ditawan dan baru dilepaskan pada masa
pemerintahan Raja Kulottungga I di Chola.

b. Wilayah kekuasaan
Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota Kerajaan Sriwijaya
dipindahakan dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan
Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitarnya seperti
Pulau Bangka yang terletak di pertemuan jalan perdagangan internasional, Jambi
Hulu yang terletak di tepi Sungai Batanghari dan mungkin juga Jawa Barat
(Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil
menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat
Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat.
Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu
menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan pada
daerah Semenanjung Malaya memiliki tujuan untuk menguasai daerah penghasil
lada dan timah. Sedangkan pendudukan pada daerah Tanah Genting Kra memiliki
tujuan untuk menguasai lintas jalur perdagangan antara Cina dan India. Tanah
Genting Kra sering dipergunakan oleh para pedagang untuk menyeberang dari
perairan Lautan Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di
pusat Kerajaan Sriwijaya.
Daerah lain yang menjadi kekuasaan Sriwijaya diantaranyaTulang-
Bawang yang terletak di daerah Lampung dan daerah Kedah yang terletak di
pantai barat Semenanjung Melayu untuk mengembangkan usaha perdagagan
dengan India. Selain itu, diketahui pula berdasar berita dari China, Sriwijaya
menggusur kerajaan Kaling agar dapat mengusai pantai utara Jawa sebab adalah
jalur perdagangan yang penting.
Pada akhir abad ke-8 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai
seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yang melalui Selat Malaka,
Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra. Dengan kekuasaan wilayah itu, Kerajaan
Sriwijaya menjadi kerajaan laut terbesar di seluruh Asia Tenggara.

c. Hubungan dengan luar negeri


Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar
wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India,
seperti Kerajaan Pala/Nalanda di Benggala. Raja Nalanda, Dewapala Dewa
menghadiahi sebidang tanah untuk pembuatan asrama bagi pelajar dari nusantara
yang ingin menjadi ‘dharma’ yang dibiayai oleh Balaputradewa.
2. Kehidupan Sosial Kerajaan Sriwijaya
Karena letaknya yang strategis, perkembangan perdagangan internasional
di Sriwijaya sangat baik. Dengan banyaknya pedagang yang singgah di Sriwijaya
memungkinkan masyarakatnya berkomunikasi dengan mereka, sehingga dapat
mengembangkan kemampuan berkomunikasi masyarakat Sriwijaya.
Kemungkinan bahasa Melayu Kuno telah digunakan sebagai bahasa pengantar
terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat, Bangka, Jambi dan Semenanjung
Malaysia.Perdagangan internasional ini juga membuat kecenderungan masyarakat
menjadi terbuka akan berbagai pengaruh dan budaya asing, salah satunya India.
Budaya India yang masuk berupa penggunaan nama-nama khas India, adat
istiadat, dan juga agama Hindu-Buddha. I-tsing menerangkan bahwa banyak
pendeta yang datang ke Sriwijaya untuk belajar bahasa Sanskerta dan menyalin
kitab kitab suci agama Buddha. Guru besar yang sangat terkenal di massa itu
adalah Sakyakirti yang mengarang buku Hastadandasastra.

3. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sriwijaya


Pada awalnya kehidupan ekonomi masyarakat Sriwijaya bertumpu pada
bidang pertanian. Namun dikarenakan letaknya yang strategis, yaitu di
persimpangan jalur perdagangan internasional, membuat hasil bumi menjadi
modal utama untuk memulai kegiatan perdagangan dan pelayaran.
Karena letak yang strategis pula, para pedagang China yang akan ke India
bongkarmuat di Sriwijaya, dan begitu juga dengan pedagang India yang akan ke
China. Dengan demikian pelabuhan Sriwijaya semakin ramai hingga Sriwijaya
menjadi pusat perdagangan se-Asia Tenggara. Perairan di Laut Natuna, Selat
Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa berada di bawah kekuasaan Sriwijaya.
Keruntuhan dan kemunduran
Pada 1025 Chola merebut Palembang, menangkap raja dan membawa
harta bendanya, dan juga menyerang bagian lain kerajaan. Pada akhir abad ke-12,
Sriwijaya telah direduksi menjadi sebuah kerajaan kecil, dan peran dominannya di
Sumatra telah diambil oleh Malayu (berbasis di Jambi), pengikut Jawa. Kerajaan
Jawa, Majapahit, segera mendominasi panggung politik Indonesia.
Faktor penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya adalah:
 Serangan Rajendra Chola I Pada tahun 1017 dan 1025 membuat luluh
lantak kerajaan sriwijaya
 Melemahnya Sriwijaya dimanfaatkan oleh taklukannya melepaskan diri
 Daetah basis ekonomi kerajaan sriwijaya lepas satu persatu
 Munculnya kerajaan baru yang kuat seperti Dharmasraya
 Mulai berkembangnya pengaruh kerajaan islam, yaitu Kerajaan Samudera
Pasai.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
1. Prasasti Kota Kapur

Prasasti Kota Kapur merupakan prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya


yang berada di bagian Barat Pulau Bangka. Bahasa yang ditulis pada prasasti ini
menggunakan bahasa Melayu Kuno serta menggunakan aksara Pallawa. Prasasti
ini ditemukan sekitar tahun 1892 bulan Desember.
Orang yang berhasil menemukan prasasti ini adalah J.K. van der Meulen.
Prasasti ini berisi tentang kutukan bagi siapa saja yang membantah perintah serta
kekuasaan kerajaan akan terkena kutukan.

2. Prasasti Kedukan Bukit

Seseorang bernama Batenburg menemukan sebuah batu tulis yang berada


di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir pada 29 November 1920 Masehi.
Ukuran dari prasasti ini adalah sekitar 45 x 80 centimeter serta ditulis
menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.
3. Prasasti Telaga Batu

Prasasti ini ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru, Kelurahan 3 Ilir,


Kecamatan Ilir Timur II, Palembang. Isi dari prasasti ini adalah mengenai kutukan
bagi mereka yang berbuat jahat di Sriwijaya. Keberadaan prasasti ini sama seperti
prasasti Kedukan Bukit, yaitu disimpan di Museum Nasional Indonesia.

4. Prasasti Talang Tuwo

Residen Palembang, yaitu Louis Constant Westenenk menemukan prasasti


pada 17 November 1920. Prasasti ini ditemukan di kaki Bukit Seguntang di
sekitar tepian utara Sungai Musi. Isi dari prasasti ini berisi doa-doa dedikasi dan
menunjukkan berkembangnya agama Buddha di Sriwijaya.

5. Prasasti Ligor
Prasasti yang ditemukan di Thailand Selatan ini memiliki dua sisi, yaitu
sisi A dan sisi B. Pada sisi A menjelaskan tentang gagahnya raja Sriwijaya. Dalam
prasasti tersebut ditulis bahwa raja Sriwijaya merupakan raja dari segala raja
dunia yang sudah mendirikan Trisamaya Caiya bagi Kajara.

6. Prasasti Palas Pasemah

Prasasti Palas Pasemah merupakan prasasti yang berhasil ditemukan di


desa Palas Pasemah, Lampung Selatan. Bahasa yang digunakan pada prasasti ini
menggunakan bahasa Melayu Kuno dengan aksara Pallawa serta tersusun atas 13
baris.

7. Prasasti Karang Birahi

Kontrolir L.M. Berkhout menemukan prasasti Karang Birahi pada tahun


1904 di sekitar tepian Batang Merangin, Jambi. Isi dari prasasti Karang Birahi
juga kurang lebih hampir sama dengan prasasti di poin sebelumnya, yaitu
mengenai kutukan bagi mereka yang tidak tunduk terhadap Sriwijaya.
8. Prasasti Leiden

Prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya selanjutnya adalah Prasasti


Leiden. Prasasti ini ditulis di sebuah lempeng tembaga dan ditulis dalam bahasa
Sansekerta dan Tamil. Saat ini prasastu Leiden berada di Musium Belanda. Isinya
menceritakan hubungan baik antara dinasti Chola dari Tamil dengan dinasti
Sailendra dari Sriwijaya, India Selatan.

9. Prasasti Hujung Langit

Prasasti Hujung Langit merupakan prasasti peninggalan kerajaan


Sriwijaya yang ditemukan di desa Haur Kuning, Lampung. Sama seperti prasasti
lainnya, prasasti ini juga ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno dan aksara
Pallawa.

Anda mungkin juga menyukai