Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan sejarah negara Indonesia tidak terlepas dari tumbuh
kembangnya kerajaan nusantara yang tiap periode muncul dan hilang seiring
dengan perkembangan waktu. Salah satu kerajaan yang berpengaruh luas
berkembangan di negara Indonesia dan wilayah sekitarnya yang tersebar sampai
manca negara adalah kerajaan Sriwijaya.
Bukti fisik keberadaan kerajaan Sriwijaya hanya sedikit yang ditemukan,
hal ini mungkin karena usianya sudah berabad abad dan tidak ada teknologi akurat
yang bisa mengawetkan dan membuktikan keberadaan kerajaan ini secara
langsung tau teknologi pada saat itu belum secanggih sekarang. Tidak terdapat
catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya
yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing hingga sampai pada tahun
1920an ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan penemuannya
dalam surat kabar berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan bahwa
referensi Tiongkok terhadap “San-fo-ts’i”, sebelumnya dibaca “Sribhoja”, dan
beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.
Catatan sejarah Sriwijaya diperoleh dan disusun dari dua macam sumber
utama; catatan sejarah Tiongkok dan sejumlah prasasti batu Asia Tenggara yang
telah ditemukan dan diterjemahkan. Catatan perjalanan bhiksu peziarah I Ching
sangat penting, terutama dalam menjelaskan kondisi Sriwijaya ketika ia
mengunjungi kerajaan itu selama 6 bulan pada tahun 671. Sekumpulan prasasti
siddhayatra abad ke-7 yang ditemukan di Palembang dan Pulau Bangka juga
merupakan sumber sejarah primer yang penting. Hal ini sangat penting sekali
untuk mengungkap secara detail mengenai kerajaan ini.
Pada abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia
mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Ini adalah tonggak
awal pengenalan sejarah tentang sejarah Sriwijaya yang sangat penting ini.
Prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu

1
2

prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh


Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa
peperangan diantaranya serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari Jawa di
tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel,
selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya dibawah kendali kerajaan
Dharmasraya.Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan eksistensi
Sriwijaya baru diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis
George Cœdès dari École française d’Extrême-Orient. Hal ini lah yang
melatarbelakangi penulis untuk menyusun makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah berdirinya kerajaan Sriwijaya?
2. Bagaimana kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan agama kerajaan
Sriwijaya pada waktu itu?
3. Kapankah masa kejayaan kerajaan Sriwijaya?
4. Apa penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya kerajaan Sriwijaya


2. Untuk mengetahui kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan agama kerajaan
Sriwijaya?
3. Untuk mengetahui masa keemasan kerajaan Sriwijaya?
4. Untuk mengetahui penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan Sriwijaya diketahui berdiri pada abad ke- 7 dan pendirinya
disebut Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Pada masa kejayaannya, Sriwijaya
mengontrol perdagangan jalur utama. Selat Malaka dan daerah kekuasaannya
meliputi Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, dan
sebagian JawaKerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara
bahari, namun kerajaan ini tidak memperluas kekuasaannya di luar wilayah
kepulauan Asia Tenggara, dengan pengecualian berkontribusi untuk populasi
Madagaskar sejauh 3.300 mil di barat. Beberapa ahli masih memperdebatkan
kawasan yang menjadi pusat pemerintahan Sriwijaya, selain itu kemungkinan
kerajaan ini biasa memindahkan pusat pemerintahannya, namun kawasan yang
menjadi ibukota tetap diperintah secara langsung oleh penguasa, sedangkan
daerah pendukungnya diperintah oleh datu setempat.

1. Perjalanan Siddhayatra
Keberadaan kerajaan Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I
Tsing. Dari prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui kerajaan ini di
bawah kepemimpinan Dapunta Hyang. Bahwa beliau berangkat dalam perjalanan
suci siddhayatra untuk “mengalap berkah”, dan memimpin 20.000 tentara dan
312 orang di kapal dengan 1.312 prajurit berjalan kaki dari Minanga Tamwan
menuju Jambi dan Palembang. Diketahui, Prasasti Kedukan Bukit adalah prasasti
tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu. Para ahli berpendapat bahwa prasasti ini
mengadaptasi ortografi India untuk menulis prasasti ini. Pada abad ke-7 ini, orang
Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi
bagian kemaharajaan Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 ditemukan di
pulau Bangka, kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera, pulau
Bangka dan Belitung, hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri

3
4

Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum Bhumi Jawa


yang tidak berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya
Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang
kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Kemungkinan yang dimaksud
dengan Bhumi Jawa adalah Tarumanegara. Sriwijaya tumbuh dan berhasil
mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut
China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata. Inilah gambaran awal keberadaan
kerajaan Sriwijaya.

2. Penaklukan Kawasan
Perluasan dan munculnya kerajaan Sriwijaya sebagai simpul jalur
perdagangan utama di Asia Tenggara dimulai dengan pengembangan kerajaan
ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan Sriwijaya mengendalikan area
ini. Berdasarkan observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di
Thailand dan Kamboja. Pada abad ke-7, pelabuhan Champa di sebelah timur
Indochina mulai mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah
hal tersebut, Maharaja Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota
pantai di Indochina. Kota Indrapura di tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8
berada di bawah kendali Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas
Kamboja, sampai raja Khmer Jayawarman II, pendiri kemaharajaan Khmer,
memutuskan hubungan dengan Sriwijaya pada abad yang sama.
Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara
dan Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini
pula wangsa Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa di sana. Pada
abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan. Pada
masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah utara
Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya. Setelah Dharmasetu,
Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa pada periode 792 sampai
835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis, Samaratungga tidak melakukan
ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk memperkuat penguasaan Sriwijaya di
5

Jawa. Selama masa kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di Jawa


Tengah yang selesai pada tahun 825.

B. Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi, Politik Kerajaan Sriwijaya


1. Kehidupan Politik
Kehidupan politik kerajaan Sriwijaya dapat ditinjau dari raja-raja yang
memerintah, wilayah kekuasaan, dan hubungannya dengan pihak luar negeri.
Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota Kerajaan Sriwijaya dipindahkan
dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan
mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitarnya seperti Pulau Bangka yang
terletak di pertemuan jalan perdagangan internasional, Jambi Hulu yang terletak di
tepi Sungai Batanghari dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara). Maka
dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci
jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka,
dan Laut Jawa bagian barat. Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya
ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah
Genting Kra.
Pendudukan pada daerah Semenanjung Malaya memiliki tujuan untuk
menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan pada daerah
Tanah Genting Kra memiliki tujuan untuk menguasai lintas jalur perdagangan
antara Cina dan India. Hubungan dengan luar negeri. Kerajaan Sriwijaya menjalin
hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar wilayah Indonesia, terutama
dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di
Benggala. Raja Nalanda, Dewapala Dewa menghadiahi sebidang tanah untuk
pembuatan asrama bagi pelajar dari nusantara yang ingin menjadi ‘dharma’ yang
dibiayai oleh Balaputradewa.

2. Kehidupan Sosial
Letak Sriwijaya sangat strategis di jalur perdagangan antara India-Cina. Di
samping itu juga berhasil menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi
perdagangan di Asia Tenggara, menjadikan Sriwijaya berhasil menguasai
6

perdagangan nasional dan internasional. Penguasaan Sriwijaya atas Selat Malaka


mempunyai arti penting terhadap perkembangan Sriwijaya sebagai negara
maritim, sebab banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air
minum, perbekalan makanan dan melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya
sebagai pusat perdagangan akan mendapatkan keuntungan yang besar dan akan
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang hidup dari pelayaran dan
perdagangan.

3. Kehidupan Ekonomi
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan
antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat
Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti
kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang
membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini
telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di
seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan utama
di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari
Kaisar China untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa
mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasai urat nadi pelayaran antara
Tiongkok dan India.
Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi
perdagangannya dengan selalu mengawasi dan jika perlu memerangi pelabuhan
pesaing di negara jirannya. Keperluan untuk menjaga monopoli perdagangan
inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk menaklukkan
bandar pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam
mandala Sriwijaya. Bandar Malayu di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka,
Tarumanagara dan pelabuhan Sunda di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan
bandar Kedah dan Chaiya di semenanjung Melaya adalah beberapa bandar
pelabuhan yang ditaklukan dan diserap kedalam lingkup pengaruh Sriwijaya.
Disebutkan dalam catatan sejarah Champa adanya serangkaian serbuan angkatan
laut yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa dan
7

Kamboja. Mungkin angkatan laut penyerbu yang dimaksud adalah armada


Sriwijaya, karena saat itu wangsa Sailendra di Jawa adalah bagian dari mandala
Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya Sriwijaya untuk menjamin monopoli
perdagangan laut di Asia Tenggara dengan menggempur bandar pelabuhan
pesaingnya. Sriwijaya juga pernah berjaya dalam hal perdagangan sedari tahun
670 hingga 1025 M.
Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur yaitu
menggambarkan Kapal Borobudur, kapal kayu bercadik ganda dan bertiang layar
yang melayari lautan Nusantara sekitar abad ke-8 Masehi. Fungsi cadik ini adalah
untuk menyeimbangkan dan menstabilkan perahu. Cadik tunggal atau cadik ganda
adalah ciri khas perahu bangsa Austronesia dan perahu bercadik inilah yang
membawa bangsa Austronesia berlayar di seantero Asia Tenggara, Oseania, dan
Samudra Hindia. Kapal layar bercadik yang diabadikan dalam relief Borobudur
mungkin adalah jenis kapal yang digunakan armada Sailendra dan Sriwijaya
dalam pelayaran antarpulaunya, kemaharajaan bahari yang menguasai kawasan
pada kurun abad ke-7 hingga ke-13 Masehi.
Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya
juga menjalin perdagangan dengan tanah Arab. Kemungkinan utusan Maharaja
Sri Indrawarman yang mengantarkan surat kepada khalifah Umar bin Abdul-Aziz
dari Bani Umayyah tahun 718, kembali ke Sriwijaya dengan membawa hadiah
Zanji (budak wanita berkulit hitam), dan kemudian dari kronik Tiongkok
disebutkan Shih-li-fo-shih dengan rajanya Shih-li-t-‘o-pa-mo (Sri Indrawarman)
pada tahun 724 mengirimkan hadiah untuk kaisar Cina, berupa ts’engchi
(bermaksud sama dengan Zanji dalam bahasa Arab).
Pada paruh pertama abad ke-10, di antara kejatuhan dinasti Tang dan
naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama
Fujian, kerajaan Min dan kerajaan Nan Han dengan negeri kayanya Guangdong.
Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada
masa inilah diperkirakan rakyat Sriwijaya mulai mengenal buah semangka
(Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum. & Nakai), yang masuk melalui perdagangan
mereka.
8

4. Kehidupan Agama
Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak
peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari
Tiongkok I Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan
studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695, I Tsing
melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga
menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Selain berita diatas, terdapat berita
yang dibawakan oleh I Tsing, dinyatakan bahwa terdapat 1000 orang pendeta
yang belajar agama Budha pada Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di Sriwijaya.
Terdapat lebih dari 1000 pandita Buddhis di Sriwijaya yang belajar serta
mempraktikkan Dharma dengan baik. Mereka menganalisa dan mempelajari
semua topik ajaran sebagaimana yang ada di India; vinaya dan ritual-ritual mereka
tidaklah berbeda sama sekali [dengan yang ada di India]. Apabila seseorang
pandita Tiongkok akan pergi ke Universitas Nalanda di India untuk mendengar
dan mempelajari naskah-naskah Dharma auutentik, ia sebaiknya tinggal di
Sriwijaya dalam kurun waktu 1 atau 2 tahun untuk mempraktikkan vinaya dan
bahasa sansekerta dengan tepat.
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh
budaya Hindu kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Peranannya dalam
agama Budha dibuktikannya dengan membangun tempat pemujaan agama Budha
di Ligor, Thailand. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melalui
perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9, sehingga
secara langsung turut serta mengembangkan bahasa Melayu beserta
kebudayaannya di Nusantara.

C. Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya


Berdasarkan sumber catatan sejarah dari Arab, Sriwijaya disebut dengan
nama Sribuza. Pada tahun 955 M, Al Masudi, seorang musafir (pengelana)
sekaligus sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya. Dalam catatan
itu, digambarkan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan besar yang kaya raya, dengan
9

tentara yang sangat banyak. Disebutkan kapal yang tercepat dalam waktu dua
tahun pun tidak cukup untuk mengelilingi seluruh pulau wilayahnya. Hasil bumi
Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala,
kapulaga, gambir dan beberapa hasil bumi lainya.
Catatan lain menuliskan bahwa Sriwijaya maju dalam bidang agraris. Ini
disimpulkan dari seorang ahli dari Bangsa Persia yang bernama Abu Zaid Hasan
yang mendapat keterangan dari Sujaimana, seorang pedagang Arab. Abu Zaid
menulis bahwasanya Kerajaan Zabaj (Sriwijaya -sebutan Sriwijaya oleh bangsa
Arab pada masa itu-) memiliki tanah yang subur dan kekuasaan yang luas hingga
ke seberang lautan.

1. Hubungan dengan Wangsa Sailendra


Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah
melakukan kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara
lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan
Filipina. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya
sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang
mengenakan bea dan cukai atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengumpulkan
kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar
Tiongkok, dan India.

2. Sriwijaya Berkuasa di Jawa


Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi Maharaja Sriwijaya
berikutnya. Dia memerintah sebagai penguasa pada kurun 792-835. Berbeda dari
Dharmasetu yang ekpansionis, Samaratungga tidak terjun dalam kancah ekspansi
militer, melainkan lebih suka untuk memperkuat pemerintahan dan pengaruh
Sriwijaya atas Jawa. Dia secara pribadi mengawasi pembangunan candi agung
Borobudur; sebuah mandala besar dari batu yang selesai pada 825, di masa
pemerintahannya. Menurut George Coedes, “pada paruh kedua abad kesembilan,
Jawa dan Sumatra bersatu di bawah kekuasaan wangsa Sailendra yang
memerintah di Jawa.
10

Dengan pusat perdagangan di Palembang.” Samaratungga seperti Rakai


Warak, tampaknya sangat dipengaruhi oleh kepercayaan Buddha Mahayana yang
cinta damai. Beliau berusaha untuk menjadi seorang penguasa yang welas asih.
Penggantinya adalah Putri Pramodhawardhani yang bertunangan dengan Rakai
Pikatan yang menganut aliran Siwa. Dia adalah putra Rakai Patapan, seorang
rakai (penguasa daerah) yang cukup berpengaruh di Jawa Tengah. Langkah politik
ini tampaknya sebagai upaya untuk mengamankan perdamaian dan kekuasaan
Sailendra di Jawa, dengan cara mendamaikan hubungan antara golongan Buddha
aliran Mahayana dengan penganut Hindu aliran Siwa.

D. Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya


Kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh
beberapa hal berikut.
1. Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M, ketika itu yang berkuasa
di Sriwijaya ialah Sri Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak
berhasil, tetapi telah melemahkan Sriwijaya.
2. Serangan dari Kerajaan Colamandala yang diperintahkan oleh Raja
Rajendracoladewapada tahun 1023 dan 1030. Serangan ini ditujukan ke
semenanjung Malaka dan berhasil menawan raja Sriwijaya. Serangan
ketiga dilakukan pada tahun 1068 M dilakukan olehWirarajendra,
cucu Rajendracoladewa.
3. Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275-
1292, yang diterima dengan baik oleh Raja Melayu
(Jambi), Mauliwarmadewa, semakin melemahkan kedudukan Sriwijaya.
4. Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai yang
mengambil alih posisi Sriwijaya.
5. Serangan Kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah
Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1377 yang mengakibatkan Sriwijaya
menjadi taklukan Majapahit. Pendudukan yang dilakukan Kerajaan
Majapahit atas seluruh wilayah Sriwijaya pada tahun 1377. Pendudukan
tersebut dalam upaya mewujudkan kesatuan Nusantara.
11

6. Letak Kota Palembang semakin jauh dari laut. Akibat pengendapan


lumpur yang dibawa oleh Sungai Musi dan sungai lainya, akhirnya Kota
Palembang semakin jauh dari laut.
7. Berkurangnya kapal dagang yang singgah. Akibat semakin jauhnya Kota
Palembang dari laut menyebabkab daerah tersebut tidak strategis lagi.
Kapal-kapal dagang lebih memilih singgah di tempat lain. Hal tersebut
menyebabkan kegiatan perdagangan berkunrang dan pendapatan kerajaan
dari pajak menurun.
8. Banyak daerah yang melepaskan diri dari Sriwijaya. Akibat semakin
melemahnya perekonomian Kerajaan Sriwijaya maka penguasa kerajaan
tidak mampu lagi mengontrol daerah kekuasaanya. Daerah kekuasaan
Kerajaan Sriwijaya yang telah melepaskan diri adalah Jawa Tengah dan
Melayu.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan yang sangat berpengaruh luas di
daerah Nusantara yang kekuasaannya membentang dari Kamboja, Thailand
Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa
Tengah. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti “bercahaya” atau “gemilang”, dan
wijaya berarti “kemenangan” atau “kejayaan”, maka nama Sriwijaya bermakna
“kemenangan yang gilang-gemilang”.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7;
seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya
tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua
mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di
Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah
bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya
tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183
kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya.

B. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan
berusaha menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.

12
13

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya
http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-sriwijaya.html
http://kakakpintar.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-peninggalan-pendiri-prasasti-
letak-penyebab-runtuhnya
http://www.portalsejarah.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-kerajaan-maritim-
terbesar.html
http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-kerajaan-sriwijaya.html
https://doc.lalacomputer.com/makalah-kerajaan-sriwijaya/

Anda mungkin juga menyukai