Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH :

“KERAJAAN SRIWIJAYA”

KEL- 4
INTAN ABIGAIL S

RAHMA ALYA GANISHA

KANAHAYA ZALFA ZAHIRA FERI

ALFIAN YUDHA PRATAMA WIRMAN

ARYA SATYA DZAKI

CAEZA HASBI ALIYYU MOVIC

DAFFA ISLAMY SAPUTRA

FARRIS SULAIM DAFFA

MUHAMMAD AKHDAAN

RAIHAN RAFI PRATAMA

1
2

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehinggai kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “KERAJAAN
SRIWIJAYA” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas “BU YENI SULISTIYANI, M.P.D.” pada
pelajaran “SEJARAH INDONESIA”. Selain itu makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
{KERAJAAN SRIWIJAYA} bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Saya berterima kasih kepada “BU YENI SULISTIYANI,
M.P.D.” selaku guru “SEJARAH INDONESIA” yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
3

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………......i

DAFTAR ISI………………………………………………………………….ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG……………………………………………1

1.2.RUMUSAN MASALAH………………………………………...2

1.3.TUJUAN PENULISAN………………………………………….2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1.SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN SRIWIJAYA……...3

2.2.KEHIDUPAN POLITIK,SOSIAL,EKONOMI POLITIK

KERAJAAN SRIWIJAYA……………………………………..5

2.3.MASA KEEMASAN KERJAAN SRIWIJAYA……………….9

2.4.FAKTOR PENYEBAB RUNTUHNYA KERAJAAN

SRIWIJAYA…………………………………………………….11

BAB 3 PENUTUP

3.1.KESIMPULAN…………………………………………………...12

3.2.SARAN……………………………………………………………12

3.3.DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….13

\
4

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan. Tidak
terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya
yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing. Tidak ada orang Indonesia modern
yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis
George Cœdès mempublikasikan penemuannya dalam surat kabar berbahasa Belanda dan
Indonesia. Coedès menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap “San-fo-ts’i”,
sebelumnya dibaca “Sribhoja”, dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada
kekaisaran yang sama.
Historiografi Sriwijaya diperoleh dan disusun dari dua macam sumber utama;
catatan sejarah Tiongkok dan sejumlah prasasti batu Asia Tenggara yang telah ditemukan
dan diterjemahkan. Catatan perjalanan bhiksu peziarah I Ching sangat penting, terutama
dalam menjelaskan kondisi Sriwijaya ketika ia mengunjungi kerajaan itu selama 6 bulan
pada tahun 671. Sekumpulan prasasti siddhayatra abad ke-7 yang ditemukan di
Palembang dan Pulau Bangka juga merupakan sumber sejarah primer yang penting.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7;
seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671
dan tinggal selama 6 bulan. Prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada
abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682. Kemunduran
pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa
peperangan diantaranya serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari Jawa di tahun
990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya
tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya dibawah kendali kerajaan Dharmasraya.Setelah
Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan eksistensi Sriwijaya baru diketahui secara
resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George Cœdès dari École française
d’Extrême-Orient
5

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Sriwijaya?
2. Bagaimana kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan agama kerajaan Sriwijaya?
3. Kapankah masa keemasan kerajaan Sriwijaya?
4. Bagaimana penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya kerajaan Sriwijaya
2. Untuk mengetahui kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan agama kerajaan
Sriwijaya?
3. Untuk mengetahui masa keemasan kerajaan Sriwijaya?
4. Untuk mengetahui penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara bahari, namun
kerajaan ini tidak memperluas kekuasaannya di luar wilayah kepulauan Asia Tenggara,
dengan pengecualian berkontribusi untuk populasi Madagaskar sejauh 3.300 mil di barat.
Beberapa ahli masih memperdebatkan kawasan yang menjadi pusat pemerintahan
Sriwijaya, selain itu kemungkinan kerajaan ini biasa memindahkan pusat
pemerintahannya, namun kawasan yang menjadi ibukota tetap diperintah secara langsung
oleh penguasa, sedangkan daerah pendukungnya diperintah oleh datu setempat.

1. Perjalanan Siddhayatra
Kemaharajaan Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I Tsing. Dari
prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah
kepemimpinan Dapunta Hyang. Bahwa beliau berangkat dalam perjalanan suci
siddhayatra untuk “mengalap berkah”, dan memimpin 20.000 tentara dan 312 orang di
kapal dengan 1.312 prajurit berjalan kaki dari Minanga Tamwan menuju Jambi dan
Palembang. Diketahui, Prasasti Kedukan Bukit adalah prasasti tertua yang ditulis dalam
bahasa Melayu. Para ahli berpendapat bahwa prasasti ini mengadaptasi ortografi India
untuk menulis prasasti ini. Pada abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat
dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi bagian kemaharajaan Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 ditemukan di pulau
Bangka, kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera, pulau Bangka dan
Belitung, hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah
melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum Bhumi Jawa yang tidak berbakti kepada
Sriwijaya, peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara di Jawa Barat dan
Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya.
Kemungkinan yang dimaksud dengan Bhumi Jawa adalah Tarumanegara. Sriwijaya
tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat
Sunda, Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.

6
7

2. Penaklukan Kawasan
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan Sriwijaya
mengendalikan simpul jalur perdagangan utama di Asia Tenggara. Berdasarkan
observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand dan Kamboja. Pada
abad ke-7, pelabuhan Champa di sebelah timur Indochina mulai mengalihkan banyak
pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja Dharmasetu
melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di Indochina. Kota Indrapura di tepi
sungai Mekong, di awal abad ke-8 berada di bawah kendali Sriwijaya. Sriwijaya
meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja Khmer Jayawarman II, pendiri
kemaharajaan Khmer, memutuskan hubungan dengan Sriwijaya pada abad yang sama.
Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara dan
Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini pula
wangsa Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa di sana. Pada abad ini pula,
Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan. Pada masa berikutnya, Pan
Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah
pengaruh Sriwijaya. Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia
berkuasa pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis,
Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk memperkuat
penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa kepemimpinannya, ia membangun candi
Borobudur di Jawa Tengah yang selesai pada tahun 825.
8

B. Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi, Politik Kerajaan


Sriwijaya
1. Kehidupan Politik
Kehidupan politik kerajaan Sriwijaya dapat ditinjau dari raja-raja yang
memerintah, wilayah kekuasaan, dan hubungannya dengan pihak luar negeri. Setelah
berhasil menguasai Palembang, ibukota Kerajaan Sriwijaya dipindahkan dari Muara
Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat
menguasai daerah-daerah di sekitarnya seperti Pulau Bangka yang terletak di pertemuan
jalan perdagangan internasional, Jambi Hulu yang terletak di tepi Sungai Batanghari dan
mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya
telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat
Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat. Pada abad ke-8 M,
perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung
Malaya dan Tanah Genting Kra.
Pendudukan pada daerah Semenanjung Malaya memiliki tujuan untuk menguasai
daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan pada daerah Tanah Genting Kra
memiliki tujuan untuk menguasai lintas jalur perdagangan antara Cina dan India.
Hubungan dengan luar negeri. Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan
kerajaan-kerajaan di luar wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang
berada di India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di Benggala. Raja Nalanda, Dewapala
Dewa menghadiahi sebidang tanah untuk pembuatan asrama bagi pelajar dari nusantara
yang ingin menjadi ‘dharma’ yang dibiayai oleh Balaputradewa.
9

2. Kehidupan Sosial
Letak Sriwijaya sangat strategis di jalur perdagangan antara India-Cina. Di
samping itu juga berhasil menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi
perdagangan di Asia Tenggara, menjadikan Sriwijaya berhasil menguasai perdagangan
nasional dan internasional. Penguasaan Sriwijaya atas Selat Malaka mempunyai arti
penting terhadap perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim, sebab banyak kapal-
kapal asing yang singgah untuk menambah air minum, perbekalan makanan dan
melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan akan
mendapatkan keuntungan yang besar dan akan berpengaruh terhadap kehidupan
masyarakat yang hidup dari pelayaran dan perdagangan.

3. Kehidupan Ekonomi
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara
India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang
Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu
gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya
sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya
membeli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan
sebagai entreport atau pelabuhan utama di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu,
persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar China untuk dapat berdagang dengan
Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasai
urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan India.
Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya
dengan selalu mengawasi dan jika perlu memerangi pelabuhan pesaing di negara
jirannya. Keperluan untuk menjaga monopoli perdagangan inilah yang mendorong
Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk menaklukkan bandar pelabuhan pesaing di
kawasan sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam mandala Sriwijaya. Bandar Malayu
di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka, Tarumanagara dan pelabuhan Sunda di Jawa
Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar Kedah dan Chaiya di semenanjung Melaya
adalah beberapa bandar pelabuhan yang ditaklukan dan diserap kedalam lingkup
pengaruh Sriwijaya.
Disebutkan dalam catatan sejarah Champa adanya serangkaian serbuan angkatan laut
yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa dan Kamboja. Mungkin
angkatan laut penyerbu yang dimaksud adalah armada Sriwijaya, karena saat itu wangsa
10

Sailendra di Jawa adalah bagian dari mandala Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya
Sriwijaya untuk menjamin monopoli perdagangan laut di Asia Tenggara dengan
menggempur bandar pelabuhan pesaingnya. Sriwijaya juga pernah berjaya dalam hal
perdagangan sedari tahun 670 hingga 1025 M.
Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur yaitu menggambarkan
Kapal Borobudur, kapal kayu bercadik ganda dan bertiang layar yang melayari lautan
Nusantara sekitar abad ke-8 Masehi. Fungsi cadik ini adalah untuk menyeimbangkan dan
menstabilkan perahu. Cadik tunggal atau cadik ganda adalah ciri khas perahu bangsa
Austronesia dan perahu bercadik inilah yang membawa bangsa Austronesia berlayar di
seantero Asia Tenggara, Oseania, dan Samudra Hindia. Kapal layar bercadik yang
diabadikan dalam relief Borobudur mungkin adalah jenis kapal yang digunakan armada
Sailendra dan Sriwijaya dalam pelayaran antarpulaunya, kemaharajaan bahari yang
menguasai kawasan pada kurun abad ke-7 hingga ke-13 Masehi.
Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya juga
menjalin perdagangan dengan tanah Arab. Kemungkinan utusan Maharaja Sri
Indrawarman yang mengantarkan surat kepada khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari Bani
Umayyah tahun 718, kembali ke Sriwijaya dengan membawa hadiah Zanji (budak wanita
berkulit hitam), dan kemudian dari kronik Tiongkok disebutkan Shih-li-fo-shih dengan
rajanya Shih-li-t-‘o-pa-mo (Sri Indrawarman) pada tahun 724 mengirimkan hadiah untuk
kaisar Cina, berupa ts’engchi (bermaksud sama dengan Zanji dalam bahasa Arab).
Pada paruh pertama abad ke-10, di antara kejatuhan dinasti Tang dan naiknya
dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian, kerajaan
Min dan kerajaan Nan Han dengan negeri kayanya Guangdong. Tak diragukan lagi
Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada masa inilah diperkirakan
rakyat Sriwijaya mulai mengenal buah semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum. &
Nakai), yang masuk melalui perdagangan mereka.
11

4. Kehidupan Agama
Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah
dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang
melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda,
India, pada tahun 671 dan 695, I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi
sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Selain berita diatas,
terdapat berita yang dibawakan oleh I Tsing, dinyatakan bahwa terdapat 1000 orang
pendeta yang belajar agama Budha pada Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di
Sriwijaya.
Terdapat lebih dari 1000 pandita Buddhis di Sriwijaya yang belajar serta
mempraktikkan Dharma dengan baik. Mereka menganalisa dan mempelajari semua topik
ajaran sebagaimana yang ada di India; vinaya dan ritual-ritual mereka tidaklah berbeda
sama sekali [dengan yang ada di India]. Apabila seseorang pandita Tiongkok akan pergi
ke Universitas Nalanda di India untuk mendengar dan mempelajari naskah-naskah
Dharma auutentik, ia sebaiknya tinggal di Sriwijaya dalam kurun waktu 1 atau 2 tahun
untuk mempraktikkan vinaya dan bahasa sansekerta dengan tepat.
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya
Hindu kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Peranannya dalam agama Budha
dibuktikannya dengan membangun tempat pemujaan agama Budha di Ligor, Thailand.
Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan
dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9, sehingga secara langsung turut serta
mengembangkan bahasa Melayu beserta kebudayaannya di Nusantara.
12

C. Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya


Berdasarkan sumber catatan sejarah dari Arab, Sriwijaya disebut dengan nama
Sribuza. Pada tahun 955 M, Al Masudi, seorang musafir (pengelana) sekaligus sejarawan
Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya
adalah sebuah kerajaan besar yang kaya raya, dengan tentara yang sangat banyak.
Disebutkan kapal yang tercepat dalam waktu dua tahun pun tidak cukup untuk
mengelilingi seluruh pulau wilayahnya. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu
gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kapulaga, gambir dan beberapa hasil bumi lainya.
Catatan lain menuliskan bahwa Sriwijaya maju dalam bidang agraris. Ini
disimpulkan dari seorang ahli dari Bangsa Persia yang bernama Abu Zaid Hasan yang
mendapat keterangan dari Sujaimana, seorang pedagang Arab. Abu Zaid menulis
bahwasanya Kerajaan Zabaj (Sriwijaya -sebutan Sriwijaya oleh bangsa Arab pada masa
itu-) memiliki tanah yang subur dan kekuasaan yang luas hingga ke seberang lautan.

1. Hubungan dengan Wangsa Sailendra


Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah
melakukan kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain:
Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina.
Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali
rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan bea dan cukai atas
setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengumpulkan kekayaannya dari jasa pelabuhan dan
gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan India.
13

2. Sriwijaya Berkuasa di Jawa


Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi Maharaja Sriwijaya berikutnya. Dia
memerintah sebagai penguasa pada kurun 792-835. Berbeda dari Dharmasetu yang
ekpansionis, Samaratungga tidak terjun dalam kancah ekspansi militer, melainkan lebih
suka untuk memperkuat pemerintahan dan pengaruh Sriwijaya atas Jawa. Dia secara
pribadi mengawasi pembangunan candi agung Borobudur; sebuah mandala besar dari
batu yang selesai pada 825, di masa pemerintahannya. Menurut George Coedes, “pada
paruh kedua abad kesembilan, Jawa dan Sumatra bersatu di bawah kekuasaan wangsa
Sailendra yang memerintah di Jawa.
Dengan pusat perdagangan di Palembang.” Samaratungga seperti Rakai Warak,
tampaknya sangat dipengaruhi oleh kepercayaan Buddha Mahayana yang cinta damai.
Beliau berusaha untuk menjadi seorang penguasa yang welas asih. Penggantinya adalah
Putri Pramodhawardhani yang bertunangan dengan Rakai Pikatan yang menganut aliran
Siwa. Dia adalah putra Rakai Patapan, seorang rakai (penguasa daerah) yang cukup
berpengaruh di Jawa Tengah. Langkah politik ini tampaknya sebagai upaya untuk
mengamankan perdamaian dan kekuasaan Sailendra di Jawa, dengan cara mendamaikan
hubungan antara golongan Buddha aliran Mahayana dengan penganut Hindu aliran Siwa.
14

D. Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya


Kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh beberapa hal
berikut.
1. Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M, ketika itu yang berkuasa di
Sriwijaya ialah Sri Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak berhasil,
tetapi telah melemahkan Sriwijaya.
2. Serangan dari Kerajaan Colamandala yang diperintahkan oleh Raja
Rajendracoladewapada tahun 1023 dan 1030. Serangan ini ditujukan ke
semenanjung Malaka dan berhasil menawan raja Sriwijaya. Serangan ketiga
dilakukan pada tahun 1068 M dilakukan olehWirarajendra,
cucu Rajendracoladewa.
3. Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275-1292, yang
diterima dengan baik oleh Raja Melayu (Jambi), Mauliwarmadewa, semakin
melemahkan kedudukan Sriwijaya.
4. Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai yang mengambil alih
posisi Sriwijaya.
5. Serangan Kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih
Gajah Mada pada tahun 1377 yang mengakibatkan Sriwijaya menjadi taklukan
Majapahit. Pendudukan yang dilakukan Kerajaan Majapahit atas seluruh wilayah
Sriwijaya pada tahun 1377. Pendudukan tersebut dalam upaya mewujudkan
kesatuan Nusantara.
6. Letak Kota Palembang semakin jauh dari laut. Akibat pengendapan lumpur yang
dibawa oleh Sungai Musi dan sungai lainya, akhirnya Kota Palembang semakin
jauh dari laut.
7. Berkurangnya kapal dagang yang singgah. Akibat semakin jauhnya Kota
Palembang dari laut menyebabkab daerah tersebut tidak strategis lagi. Kapal-
kapal dagang lebih memilih singgah di tempat lain. Hal tersebut menyebabkan
kegiatan perdagangan berkunrang dan pendapatan kerajaan dari pajak menurun.
8. Banyak daerah yang melepaskan diri dari Sriwijaya. Akibat semakin melemahnya
perekonomian Kerajaan Sriwijaya maka penguasa kerajaan tidak mampu lagi
mengontrol daerah kekuasaanya. Daerah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang
telah melepaskan diri adalah Jawa Tengah dan Melayu.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau
Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan
berdasarkan peta membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya,
Sumatera, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa Tengah. Dalam bahasa Sanskerta, sri
berarti “bercahaya” atau “gemilang”, dan wijaya berarti “kemenangan” atau “kejayaan”,
maka nama Sriwijaya bermakna “kemenangan yang gilang-gemilang”.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang
pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan
tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga
berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.
Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut
dikarenakan beberapa peperangan di antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I
dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan
Dharmasraya.

B. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan berusaha
menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.

15
16

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya
http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-sriwijaya.html
http://kakakpintar.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-peninggalan-
pendiri-prasasti-letak-penyebab-runtuhnya
http://www.portalsejarah.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-kerajaan-
maritim-terbesar.html
http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-kerajaan-
sriwijaya.html
https://doc.lalacomputer.com/makalah-kerajaan-sriwijaya/

Anda mungkin juga menyukai