Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu wujud upaya untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar, terutama
dalam pelajaran SEJARAH yang berjudul “ KERAJAAN TARUMANEGARA “.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, makalah ini
tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
banyak terima kasih. Semoga bantuan dan dorongan yang diberikan akan mendapatkan imbalan
dari Allah SWT. Akhirnya kepada segenap pembaca, penulis memohon maaf yang sedalam-
dalamnya jika terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu,
kritik dan saran membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa mendatang.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG....................................................................
B. RUMUSAN MASALAH................................................................
C. TUJUAN.........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah berdirinya kerajaan sriwijaya.......................................…
B. Kehidupan Politik,Sosial,Ekonomi,Politik kerajaan sriwijaya. …
C. Masa Keemasan Sriwijaya........................................................…
D. Factor penyebab runtuhnya kerajaan seriwijaya.......................…
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................
B. Saran...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan. Tidak terdapat
catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan
dibentuk kembali oleh sarjana asing. Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar
mengenai Sriwijaya sampai tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès
mempublikasikan penemuannya dalam surat kabar berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès
menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap “San-fo-ts’i”, sebelumnya dibaca “Sribhoja”,
dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.
Historiografi Sriwijaya diperoleh dan disusun dari dua macam sumber utama; catatan
sejarah Tiongkok dan sejumlah prasasti batu Asia Tenggara yang telah ditemukan dan
diterjemahkan. Catatan perjalanan bhiksu peziarah I Ching sangat penting, terutama dalam
menjelaskan kondisi Sriwijaya ketika ia mengunjungi kerajaan itu selama 6 bulan pada tahun
671. Sekumpulan prasasti siddhayatra abad ke-7 yang ditemukan di Palembang dan Pulau
Bangka juga merupakan sumber sejarah primer yang penting.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang
pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal
selama 6 bulan. Prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu
prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya
terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan diantaranya
serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari Jawa di tahun 990, dan tahun 1025 serangan
Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya dibawah
kendali kerajaan Dharmasraya.Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan eksistensi
Sriwijaya baru diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George Cœdès dari
École française d’Extrême-Orient
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Sriwijaya?
2. Bagaimana kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan agama kerajaan Sriwijaya?
3. Kapankah masa keemasan kerajaan Sriwijaya?
4. Bagaimana penyebab runtuhnya kerajaan Sriwijaya?
C. Tujuan Penulisan
1. Perjalanan Siddhayatra
Kemaharajaan Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I Tsing. Dari prasasti
Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah kepemimpinan Dapunta
Hyang. Bahwa beliau berangkat dalam perjalanan suci siddhayatra untuk “mengalap berkah”,
dan memimpin 20.000 tentara dan 312 orang di kapal dengan 1.312 prajurit berjalan kaki dari
Minanga Tamwan menuju Jambi dan Palembang. Diketahui, Prasasti Kedukan Bukit adalah
prasasti tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu. Para ahli berpendapat bahwa prasasti ini
mengadaptasi ortografi India untuk menulis prasasti ini. Pada abad ke-7 ini, orang Tionghoa
mencatat bahwa terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi bagian kemaharajaan
Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 ditemukan di pulau Bangka,
kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera, pulau Bangka dan Belitung, hingga
Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer
untuk menghukum Bhumi Jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa ini bersamaan
dengan runtuhnya Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang
kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Kemungkinan yang dimaksud dengan Bhumi
Jawa adalah Tarumanegara. Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan
maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.
2. Penaklukan Kawasan
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan Sriwijaya
mengendalikan simpul jalur perdagangan utama di Asia Tenggara. Berdasarkan observasi,
ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand dan Kamboja. Pada abad ke-7,
pelabuhan Champa di sebelah timur Indochina mulai mengalihkan banyak pedagang dari
Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja Dharmasetu melancarkan beberapa serangan
ke kota-kota pantai di Indochina. Kota Indrapura di tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8
berada di bawah kendali Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai
raja Khmer Jayawarman II, pendiri kemaharajaan Khmer, memutuskan hubungan dengan
Sriwijaya pada abad yang sama.
Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara dan Holing
berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini pula wangsa Sailendra
bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa di sana. Pada abad ini pula, Langkasuka di
semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan. Pada masa berikutnya, Pan Pan dan
Trambralinga, yang terletak di sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh
Sriwijaya. Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa pada
periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis, Samaratungga tidak
melakukan ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk memperkuat penguasaan Sriwijaya di
Jawa. Selama masa kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di Jawa Tengah yang
selesai pada tahun 825.
2. Kehidupan Sosial
Letak Sriwijaya sangat strategis di jalur perdagangan antara India-Cina. Di samping itu
juga berhasil menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan di Asia Tenggara,
menjadikan Sriwijaya berhasil menguasai perdagangan nasional dan internasional. Penguasaan
Sriwijaya atas Selat Malaka mempunyai arti penting terhadap perkembangan Sriwijaya sebagai
negara maritim, sebab banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air minum,
perbekalan makanan dan melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan
akan mendapatkan keuntungan yang besar dan akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat
yang hidup dari pelayaran dan perdagangan.
3. Kehidupan Ekonomi
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan
Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang Arab mencatat
bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala,
kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India.
Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-
vassal-nya di seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan utama
di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar China
untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola jejaring perdagangan
bahari dan menguasai urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan India.
Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya dengan
selalu mengawasi dan jika perlu memerangi pelabuhan pesaing di negara jirannya. Keperluan
untuk menjaga monopoli perdagangan inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi
militer untuk menaklukkan bandar pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan menyerap
mereka ke dalam mandala Sriwijaya. Bandar Malayu di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka,
Tarumanagara dan pelabuhan Sunda di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar Kedah
dan Chaiya di semenanjung Melaya adalah beberapa bandar pelabuhan yang ditaklukan dan
diserap kedalam lingkup pengaruh Sriwijaya.
Disebutkan dalam catatan sejarah Champa adanya serangkaian serbuan angkatan laut yang
berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa dan Kamboja. Mungkin angkatan laut
penyerbu yang dimaksud adalah armada Sriwijaya, karena saat itu wangsa Sailendra di Jawa
adalah bagian dari mandala Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya Sriwijaya untuk menjamin
monopoli perdagangan laut di Asia Tenggara dengan menggempur bandar pelabuhan
pesaingnya. Sriwijaya juga pernah berjaya dalam hal perdagangan sedari tahun 670 hingga 1025
M.
Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur yaitu menggambarkan Kapal
Borobudur, kapal kayu bercadik ganda dan bertiang layar yang melayari lautan Nusantara sekitar
abad ke-8 Masehi. Fungsi cadik ini adalah untuk menyeimbangkan dan menstabilkan perahu.
Cadik tunggal atau cadik ganda adalah ciri khas perahu bangsa Austronesia dan perahu bercadik
inilah yang membawa bangsa Austronesia berlayar di seantero Asia Tenggara, Oseania, dan
Samudra Hindia. Kapal layar bercadik yang diabadikan dalam relief Borobudur mungkin adalah
jenis kapal yang digunakan armada Sailendra dan Sriwijaya dalam pelayaran antarpulaunya,
kemaharajaan bahari yang menguasai kawasan pada kurun abad ke-7 hingga ke-13 Masehi.
Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya juga menjalin
perdagangan dengan tanah Arab. Kemungkinan utusan Maharaja Sri Indrawarman yang
mengantarkan surat kepada khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari Bani Umayyah tahun 718,
kembali ke Sriwijaya dengan membawa hadiah Zanji (budak wanita berkulit hitam), dan
kemudian dari kronik Tiongkok disebutkan Shih-li-fo-shih dengan rajanya Shih-li-t-‘o-pa-mo
(Sri Indrawarman) pada tahun 724 mengirimkan hadiah untuk kaisar Cina, berupa ts’engchi
(bermaksud sama dengan Zanji dalam bahasa Arab).
Pada paruh pertama abad ke-10, di antara kejatuhan dinasti Tang dan naiknya dinasti
Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian, kerajaan Min dan kerajaan
Nan Han dengan negeri kayanya Guangdong. Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan
keuntungan dari perdagangan ini. Pada masa inilah diperkirakan rakyat Sriwijaya mulai
mengenal buah semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum. & Nakai), yang masuk melalui
perdagangan mereka.
4. Kehidupan Agama
Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan
sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang melakukan
kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671
dan 695, I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga
menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Selain berita diatas, terdapat berita yang dibawakan
oleh I Tsing, dinyatakan bahwa terdapat 1000 orang pendeta yang belajar agama Budha pada
Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di Sriwijaya.
Terdapat lebih dari 1000 pandita Buddhis di Sriwijaya yang belajar serta mempraktikkan
Dharma dengan baik. Mereka menganalisa dan mempelajari semua topik ajaran sebagaimana
yang ada di India; vinaya dan ritual-ritual mereka tidaklah berbeda sama sekali [dengan yang ada
di India]. Apabila seseorang pandita Tiongkok akan pergi ke Universitas Nalanda di India untuk
mendengar dan mempelajari naskah-naskah Dharma auutentik, ia sebaiknya tinggal di Sriwijaya
dalam kurun waktu 1 atau 2 tahun untuk mempraktikkan vinaya dan bahasa sansekerta dengan
tepat.
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya Hindu
kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Peranannya dalam agama Budha dibuktikannya
dengan membangun tempat pemujaan agama Budha di Ligor, Thailand. Raja-raja Sriwijaya
menguasai kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7
hingga abad ke-9, sehingga secara langsung turut serta mengembangkan bahasa Melayu beserta
kebudayaannya di Nusantara.
C. Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya
Berdasarkan sumber catatan sejarah dari Arab, Sriwijaya disebut dengan nama Sribuza.
Pada tahun 955 M, Al Masudi, seorang musafir (pengelana) sekaligus sejarawan Arab klasik
menulis catatan tentang Sriwijaya. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya adalah sebuah
kerajaan besar yang kaya raya, dengan tentara yang sangat banyak. Disebutkan kapal yang
tercepat dalam waktu dua tahun pun tidak cukup untuk mengelilingi seluruh pulau wilayahnya.
Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kapulaga,
gambir dan beberapa hasil bumi lainya.
Catatan lain menuliskan bahwa Sriwijaya maju dalam bidang agraris. Ini disimpulkan
dari seorang ahli dari Bangsa Persia yang bernama Abu Zaid Hasan yang mendapat keterangan
dari Sujaimana, seorang pedagang Arab. Abu Zaid menulis bahwasanya Kerajaan Zabaj
(Sriwijaya -sebutan Sriwijaya oleh bangsa Arab pada masa itu-) memiliki tanah yang subur dan
kekuasaan yang luas hingga ke seberang lautan.
A. Kesimpulan
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera
dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan berdasarkan peta
membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa Barat dan
kemungkinan Jawa Tengah. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti “bercahaya” atau “gemilang”,
dan wijaya berarti “kemenangan” atau “kejayaan”, maka nama Sriwijaya bermakna
“kemenangan yang gilang-gemilang”.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta
Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6
bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7,
yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya
terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya
tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan
Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya.
B. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan berusaha menjaga
dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya
http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-sriwijaya.html
http://kakakpintar.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-peninggalan-pendiri-prasasti-letak-
penyebab-runtuhnya
http://www.portalsejarah.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-kerajaan-maritim-terbesar.html
http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-kerajaan-sriwijaya.html
https://doc.lalacomputer.com/makalah-kerajaan-sriwijaya/