Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH KERAJAAN SRIWIJAYA DAN MELAYU

Disusun Oleh
Kelompok 2
1. Elsa Sapiti
2. Tia lexsa
3. Ading Wijaya
4. Nanda Ridwan a.p
5. Yupri
6. Indra

GURU PEMBIMBING :
CITRA YOHANA, S.Pd

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN


DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 3 SEKAYU
TAHUN PELAJARAN 2022/2023

i
KATA PENGGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt. yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan syukur atas kehadiran-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayat dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “ Kerajaan
tertua di Indonesia ( Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu) “
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak, sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami
menyampaikan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah membantu kami.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun isi dan kelengkapannya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala bentuk saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini. Akhir kata, kami berharap semoga makalah kami dapat bermanfaat
bagi kita semua, Aamiin.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 2
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya ................................................................... 2
B. Raja-Raja Kerajaan Sriwijaya ................................................................................. 3
C. Sistem Pemerintahan ............................................................................................... 4
D. Masa Keemasan Dan Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya ............................................ 4
E. Prasasti Kerajaan Sriwijaya .................................................................................... 6
F. Bagaimana Sejarah Berdirinya Kerajaan Melayu ................................................... 7
G. Raja-Raja Kerajaan Melayu .................................................................................... 9
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan maritim yang kuat di Pulau Sumatera
dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari
Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, kalimantan dan Sulawesi. Dalam
bahasa Sanskerta Sri berarti “bercahaya” dan wijaya bearti “Kemenangan”.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7. Seorang pendeta
Tiongkok I-Tsing menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijayatahun 671 M dan tinggal selama 6
bulan. Prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti
kedudukan Bukit di Palembang bertarikh 682.[1] Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap
bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan diantaranya serangan dari raja
Dharmawangsa dari Jawa di tahun 990 M dan 1025 M. Serangan Rajendra Chola I dari
chomandala, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan sriwijaya dibawah kendali kerajaan
Dharmawangsa.
Dharmawangsa merupakan nama ibukota dari sebuah Kerajaan Melayu di Sumatera,
nama ini muncul seiring dengan melemahnya Kerajaan Sriwijaya setelah serangan Rajendra
Chola I dari Karomandel pada tahun 1025

B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya ?
b) Raja-raja Kerajaan Sriwijaya ?
c) Sistem Pemerintahan ?
d) Masa Keemasan dan Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya ?
e) Prasasti Kerajaan Sriwijaya ?
f) Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Melayu ?
g) Raja-raja Kerajaan Melayu ?
h) Masa Keemasan dan Runtuhnya Kerajaan Melayu

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sejarah kerajaan tertua
khususnya di daerah Sumatera yaitu Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan Sriwiaya sudah ada sejak abad ke-7. Kekuasaannya sangat luas membentang
dari Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan hingga sebagian wilayah di Negara Malaysia,
Kamboja dan Thailand selatan. Sehingga dengan kekuasaannya yang sangat luas itu, Kerajaan
Sriwijaya menjadi sangat kuat dan terkenal pada masa itu.
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di
Pulau Sumatera dan banyak mempengaruhi Nusantara. Dalam bahasa Sanskerta Sri berarti
“bercahaya” atau “gemilang” dan wijaya berarti “Kemenangan” atau “kejayaan”. Maka nama
Sriwijaya bermana “ kemenangan yang gemilang”.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7. Seorang pendeta
Tiongkok I-Tsing menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 M dan tinggal selama
6 bulan. Prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu
prasasti kedudukan Bukit di Palembang bertarikh 682.
Kata Sriwijaya pertama kali djumpai dalam prasasti kota kapur dari pulau bangka.
Berdasarkan telah prasassti ini H. Kern pada tahun1913, Mengidentifikasi kata Sriwijaya tadi
sebagai nama seorang raja.
Lima tahun kemudian yaitu tahun 1918,G. Coedes dengan menggunakan umber-sumber
prasasti dan berita Cina berhasil menjelaskan bahwa kata Sriwijaya yang terdapat di dalam
pra-Kota Kapur adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan dengan pusatnya di
Palembang. Kerajaan ini di dalam berita cina dikenal dengan sebutan She-Li-Fo-She.
Pendapat bahwa She-Li-Fo-She adalah sebuah kerajaan dipantai timur Sumatera Selatan, di
tepi Sungai Musi, dekat Palembang.
Selain prasasti Kedukan Bukit, Balai Arkeologi Palembang juga menemukan sebuah
perahu kuno yang diperkirakan sudah ada sejak masa Kerajaan Sriwijaya. Penemuan tersebut
tepatnya di Desa Sungai Pasir Kecamatan Cengal Kabupaten Ogan Kemiling Ilir Provinsi
Sumatera Selatan. Namun, penemuan terebut tidak menjadi sempurna karena beberapa
komponen bagian perahu telah hilang, bahkan sebagian papan perahu justru dibuat jembatan.
Perahu ini dibuat menggunakan teknik pasak kayu dan papan ikat yang menggunakan tali
ijuk. Cara atau teknik ini sendiri berasal dari Asia Tenggara masa lampau. Jenis perahu
yangsemacam ini ditemukan di daerah pontian, Malaysia pada abad ke-4 M. Selain perahu,
para Arkeologi menemukan alat-alat seperti tembikar, keramik dan alat kayu

2
B. Raja-raja Kerajaan Sriwijaya
Raja-raja yang pernah berkuasa dan memerintah Kerajaan Sriwijaya sampai saat ini
masih menyimpan teka-teki besar. Walaupun begitu, dari hasil interpretasi para peneliti
prasasti-prasasti Sriwijaya, berita-berita Cina serta catatan perjalanan orang-orang Arab-
Persia telah memberikan sedikit gambaran ihwal para penguasa atau raja-raja yang
memerintah kerajaan ini. Paling tidak, sejak tahun 683 Masehi disebutkan dalam prasasti
Kedukan Bukit sampai tahun 1044 Masehi yang tertera pada prasasti Chola.[6] Raja
merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem pemerintahan Kerajaan Sriwijaya.
Ada tiga syarat utama untuk menjadi raja Sriwijaya, Berikut beberapa raja yang pernah
memerintahkan Kerajaan Sriwijaya berdasarkan sumber-sumber
1. Samraj, artinya berdaulat atas rakyatnya.
2. Indratvam, artinya memerintah seperti Dewa Indra yang selalu memberikan kesejahteraan
bagi rakyatnya.
3. Ekachattra, artinya mampu memayungi (melindungi) seluruh rakyatnya.

Berikut daftar silsilah para Raja Kerajaan Sriwijaya :


1. Dapunta Hyang Sri Yayanaga (Prasasti Kedukan Bukit 683 M, Prasasti Talangtuo 684 M)
Berita mengenai raja ini diketahui dari Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M dan Prasasti
Talangtuo tahun 684 M. Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang Sri Yayanaga
telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Minangatamwan,
Jambi. Sejak awal pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar
Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
2. Cri Indrawarman (berita Cina, 724 M)
3. Rudrawikrama (berita Cina, 728 M)
4. Wishnu (Prasasti Ligor, 775 M)
5. Maharaja (berita Arab, 851 M)
6. Balaputradewa (Prasasti Nalanda, 860 M)
7. Cri Udayadityawarman (berita Cina, 960 M)
8. Cri Udayaditya (Berita Cina, 962 M)
9. Cri Cudamaniwarmadewa (Berita Cina, 1003. Prasasti Leiden, 1044 M)
10. Maraviyatunggawarman (Prasasti Leiden, 1044 M)
11. Cri Sanggrama Wijayatunggawarman (Prasasti Chola, 1004 M)

3
C. Sistem Pemerintahan Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya menerapkan struktur birokrasi yang bersifat langsung, karena raja
berperan penting dalam pengawasan terhadap tempat-tempat yang dianggap strategis. Raja
dapat memberikan penghargaan terhadap penguasa daerah yang setia dan sebaliknya dapat
menjatuhi hukumanterhadap penguasa daerah yang tidak setia kepada kerajaan.
Dalam beberapa prasasti disebutkan tentang pelaksanaan suatu keputusan raja, lengkap
dengan perincian hadiah atau sanksi yang dapat diterima dalam suatu peristiwa. Selain itu,
ditemukan prasasti-prasasti yang mencatat masalah-masalah penyelesaian hokum sengketa
antarwarga. Hal yang menarik bahwa sebagian prasasti memuat ancaman-ancaman atau
kutukan-kutukan yang ditujukan kepada keluarga raja itu sendiri. Walaupun kedengarannya
aneh, namun ada pendapat yang menganggap bahwa hal itu sangat mungkin terjadi, karena
keluarga-keluarga raja yang menjadi ancaman itu, kekuasaannya berada di luar pengawasan
langsung dari raja yang berkuasa.

D. Masa keemasan dan Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya


a) Masa keemasan
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan
Balaputradewa. Ia mengadakan hubungan dengan raja Dewapaladewa dari India. Dalam
prasasti Nalanda yang berasal dari sekitar tahun 860 M disebutkan bahwa Balaputradewa
mengajukan permintaan kepada raja Dewapaladewa dari Benggala untuk mendirikan biara
bagi para mahasiswa dan pendeta Sriwijaya yang belajar di Nalanda. Balaputradewa
adalah putra Samaratungga dari Dinasti Syailendra yang memerintah di Jawa Tengah
tahun 812 – 824 M.
Sriwijaya pernah pula menjadi pusat pendidikan dan pengembangan agama Budha.
Seorang biksu Budha dari Cina bernama I-tsing pada tahun 671 berangkat dari Kanton ke
India untuk belajar agama Budha. Ia singgah di Sriwijaya selama enam bulan untuk
belajar bahasa sansekerta. Di Sriwijaya mengajar seorang guru agama Budha terkenal
bernama Sakyakirti yang menulis buku berjudul Hastadandasastra. Para biksu Cina yang
hendak belajar agama ke India dianjurkan untuk belajar di Sriwijaya selama 1 – 2 tahun.
Pada masa berikutnya, yaitu pada tahun 717 dua pendeta Tantris bernama Wajrabodhi dan
Amoghawajra datang ke Sriwijaya. Kemudian, antara tahun 1011-1023 M datang pula
pendeta dari Tibet bernama Attisa untuk belajar agama Budha kepada mahaguru di
Sriwijaya bernama Dharmakirti.

4
b) Masa Keruntuhan
Pada akhir abad ke-13 M kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor.
1. Faktor politik
Kedudukan kerajaan Sriwijaya terdesak oleh adanya kerajaan lain seperti kerajaan
Siam di sebelah utara dan dari daerah timur kerajaan Singasari. Kedua kerajaan besar
tersebut memperluas daerah kekuasaan demi kepentingan perdagangan. Kerajaan Siam
memperluas kearah selatan hingga ke semanjung Malaya termasuk Tanah Genting Kra
yang menyebabkan terdesaknya kegiatan pelayaran kerajaan Sriwijaya.
Sedangkan kerajaan Singasari yang pada waktu itu dipimpin oleh Raja Kertanegara
yang bercita- cita menguasai seluruh nusantara melakukan ekspedisi Pamalayu. Dalam
ekspedisi ini Singasari melakukan pendudukan atas kerajaan Pahang,Melayu dan
Kalimantan sehingga mengakibatkan terdesaknya kerajaan Sriwijaya.
Di sisi lain penyebab lainnya yang mendasari runtuhnya kerajaan Sriwijaya ialah
penyerangan Raja Dharmawangsa bertujuan untuk merusak hubungan baik antara
Sriwijaya dan Cina. Namun hal ini tidak berpengaruh karena pada tahun 1003 M,
hubungan kedua kerajaan masih tetap berlanjut dan sering mengirimkan upeti.
2. Faktor ekonomi
Para pedagang yang melakukan aktiiftas perdagangan semakin berkurang karena
daerah-daerah strategis yang pernah dikuasai oleh Sriwijaya telah jatuh kepada raja-raja
kerajaan sekitar. Akibatnya para pedagang yang melakukan penyebarangan ke Tanah
Genting Kra atau ke daerah kerajaan Melayu ( sudah dikuasai oleh Kerajaan Singasari)
tidak lagi melewati kerajaan Sriwijaya hal itu menyebabkan berkurangnya pendapatan
kerajaan.Dengan faktor politik dan ekonomi itu , maka sejak abad ke-13 M kerajaan
Sriwijaya menjadi kerajaan dengan wilayah yang kecil di daerah Palembang. Kerajaan
Sriwijaya yang kecil dan lemah kemudian dihancurkan oleh kerajaan Majapahit.
Setelah itu, daerah kekuasaan Sriwijaya yang lain ikut melepaskan diri pula. Wilayah
Sriwijaya semakin ciut. Akan tetapi, Sriwijaya sendiri tidak mampu bertindak tegas
terhadap wilayah-wilayah yang membangkang. Ia tidak lagi memiliki angkatan laut yang
kuat. Keamanan wilayah yang kacau tentunya berpengaruh pada merosotnya arus
perdagangan. Para pedagang enggan singgah lagi di Sriwijaya. Sriwijaya yang dulunya
menjadi pusat perdagangan kini telah menjadi sarang bajak laut. Akhirnya, pada tahun
1377 Masehi, tidak lagi terdengar berita tentang Sriwijaya. Saat itu bersamaan dengan
tampilnya kerajaan perkasa di Jawa, yakni Majapahit

5
E. Prasasti Kerajaan Sriwijaya
1. Prasasti Palas Pasemah
Prasasti Palas Pasemah merupakan sebuah prasasti yang berhasil ditemukan di sebuah
pinggiran rawa di desa Palas Pasemah, Lampung Selatan. Prasasti ini ditulis menggunakan
bahasa Melayu Kuno beraksara Pallawa ini tersusun atas 13 baris kalimat.
2. Prasasti Hujung Langit
Prasasti Hujung Langit yakni prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang ditemukan
di desa Haur Kuning, Lampung.Sama dengan prasasti lainnya, prasasti Hujung Langit
juga ditulis dengan bahasa Melayu Kuno dan aksara Pallawa.Susunan pesan dalam
prasasti ini tidak cukup jelas karena tingkat keausan batunya sangat tinggi. Akan tetapi,
setelah diidentifikasi prasasti ini diperkirakan berasal dari tahun 997 Masehi dan isinya
menjelaskan tentang pemberian tanah sima.
3. Prasasti Kapur
Prasasti Kota Kapur ditemukan di pesisir Pulau Bangka sebelah Barat. Prasasti yang
ditulis dengan bahasa Melayu Kuno beraksara Pallawa ini ditemukan pada Desember
1892 oleh J.K. van der Meulen. Isinya dari Prasasti Kota Kapur menjelaskan mengenai
kutukan bagi siapa saja yang membantah titah dari kekuasaan kemaharajaan Sriwijaya.
4. Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu merupakan sekumpulan prasasti yang ditemukan di sekitar kolam
Telaga Biru, Kelurahan 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang. Prasasti-prasasti ini
berisi mengenai kutukan pada mereka yang melakukan perbuatan jahat di kedatuan
Sriwijaya. Kini, prasasti-prasasti ini disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
5. Prasasti Kedukan Bukit
Batenburg menemukan sebuah batu bertulis di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan
35 Ilir Pada tanggal 29 November 1920, M, Palembang. Prasasti ini berukuran 45 × 80 cm
ini ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno dan aksara Pallawa. Isi dari prasasti
Kedukan Bukit menceritakan mengenai seorang utusan Kerajaan Sriwijaya bernama
Dapunta Hyang telah mengadakan sidhayarta (perjalanan suci) menggunakan perahu.
Perjalanan itu diiringi oleh 2.000 pasukan tersebut, ia telah berhasil menaklukan daerah-
daerah lain. Prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya ini kini disimpan di Museum
Nasional Indonesia.
6. Prasasti Talang Tuwo
Louis Constant Westenenk yang merupakan seorang residen Palembang pada tanggal
17 November 1920 menemukan sebuah prasasti di kaki Bukit Seguntang tepian utara

6
Sungai Musi. Prasasti Talang Tuwo merupakan sebuah prasasti yang berisi doa-doa
dedikasi. Prasasti ini menggambarkan bahwa aliran Budha yang digunakan Sriwijaya pada
masa itu adalah aliran Mahayana. Hal ini dibuktikan dari digunakannya kata-kata khas
aliran Budha Mahayana seperti bodhicitta, vajrasarira, annuttarabhisamyaksamvodhi, dan
mahasattva.
7. Prasasti Leiden
Prasasti Leiden ditulis di pada lempeng tembaga dengan bahasa Sansekerta dan Tamil.
Saat ini Prasasti Leiden berada di Musium Belanda.
Isinya menceritakan mengenai hubungan baik antara dinasti Chola dari Tamil dengan
dinasti Sailendra dari Sriwijaya, India Selatan.
8. Prasasti Karang Birahi
Tokoh yang menemukan Kontrolir L.M. Berkhout tahun 1904 di tepian Batang
Merangin Jambi. Sama yang telah dijelaskan sebelumnya yakni prasasti Telaga Batu,
Prasasti Palas Pasemah, dan Prasasti Kota Kapur, Prasasti Karang Birahi menceritakan
tentang kutukan pada mereka yang berbuat jahat dan tidak setia pada sang Raja Sriwijaya.
Candi Peninggalan Kerajaan Sriwijaya :
- Candi Muara Takus
- Candi Muaro Jambi
- Candi Biaro Bahal
- Candi Kota Kapur
- Gapura Sriwijaya.

F. Sejarah Berdirinya Kerajaan Melayu


Dalam kitab sejarah dinasti liang diperoleh beberapa kali utusan Ho-lo-tan dan kan-t’o-li
datang kecina sekitar tahun 430-475 masehi. Sedangkan dalam kitab sejarah dinasti ming,
disebutkan bahwa san-fo-sai dulunya disebut kan-t’o-li. Kan-t’o-li ini terletak di salah satu
pulau di laut selatan, dengan adat kebiasaan serupa dengan kamboja dan campa, hasil
negerinya terutama pinang,kapas, dan kain-kain berwarna.G. ferrand merasa negeri yang di
sebut kan-t’o-li ini sama denga Kendari yang disebut dalam berita dari ibn majid di thun 1462
M. Karena san-fo-si di identikkan dengan sriwijaya maka Ferrand menafsirkan letaknya di
sumatera. Kemudian To-lang atau po-hwang disamakan dengan sungai tulangbawang di
lampung
Sementara itu J.L Moens mengidentifikasikan Singkil Kandari dengan kan-t’o-li dari
dinasti cina, sedangkan san-fo-tsi ialah melayu[10]. Selanjutnya banyak pendapat sejarawan

7
yang mirip dengan pendapat diatas. Selanjutnya dari sejarah dinasti Tang dijumpai untuk
pertama kalinya pembaritaan tentang datangnya utusan dari daerah Mo-lo=yeu di cina pada
tahun 644 dan 645.[11] Dari namanya ini mungkin dapat dihubungkan dengan kerajaan
melayu yang terletak di pantai timur sumatera dengan pusatnya di sekitar Jambi. Mengenai
letaknya, Malayu ini ada sedikit perbedaan pendapat dikalangan para ahli. Ada yang menduga
letaknya di daerah jambi sekarang, tapi dari sumber-sumber yang datang kemudian orang
mengatakan malayu letaknya di semenanjung melayu.
Kerajaan malayu kemudian muncul lagi sebagai pusat kerajaan di sumatera, setelah
sriwijaya tak terdengar beritanya sesudah terjadinya ekspedisi pamalayu dari raja kertanegara.
Dari prasasti yang banyak ditemukan diminangkabau dapat diketahui pada pertengahan abad
14 ada seorang raja yang memerintah di kanakamedinindra (raja pulau emas) yang bernama
aditiyawarman anak dari adwayawarman.
Nama ini juga terdapat dipahat pada arca mansuri yang mana dalam prasasti ini
disebutkan ia bersama gajahmada telah menaklukkan pulau bali. Sebenarnya adityawarman
adalah putera majapahit keturunan melayu dan sebelum menjadi raja dia pernah menjabat di
kerajaan majapahit. Dan segera setelah ia kembali ke sumatera ia menyusun kembali kerajaan
yang diwariskan oleh pendahulunya. Setelah ia meluaskan daerah kekuasaannya ke daerah
pagarruyung (minangkabau) ia mengangkat dirinya menjadi seorang ‘maharajadhiraja’. Dari
prasasti-prasasti dapat diketahui bahwa aditiyawarman adalah penganut agama budha dan
menganggap dirinya sebagai penjelmaan loekeswara. Aditiyawarman memerintah sampai
tahun 1375 yaitu tahun terakhir prasastinya sampai kepada kita.
Kerajaan ini berada di pulau Swarnadwipa atau Swarnabumi yang oleh para pendatang
disebut sebagai pulau emas yang memiliki tambang emas, dan pada awalnya mempunyai
kemampuan dalam mengontrol perdagangan di Selat Melaka sebelum direbut oleh Kerajaan
Sriwijaya. Dari uraian I-tsing jelas sekali bahwa Kerajaan Melayu terletak di tengah pelayaran
antara Sriwijaya dan Kedah. Jadi Sriwijaya terletak di selatan atau tenggara Melayu. Hampir
semua ahli sejarah sepakat bahwa negeri Melayu berlokasi di hulu sungai Batang Hari, sebab
pada alas arca Amoghapasa yang ditemukan di Padangroco terdapat prasasti bertarikh 1208
Saka (1286) yang menyebutkan bahwa arca itu merupakan hadiah raja Kertanagara
(Singhasari) kepada raja Melayu.
Dari uraian I-tsing jelas sekali bahwa Kerajaan Melayu terletak di tengah pelayaran
antara Sriwijaya dan Kedah. Jadi Sriwijaya terletak di selatan atau tenggara Melayu. Hampir
semua ahli sejarah sepakat bahwa negeri Melayu berlokasi di hulu sungai Batang Hari, sebab
pada alas arca Amoghapasa yang ditemukan di Padangroco terdapat prasasti bertarikh 1208

8
Saka (1286) yang menyebutkan bahwa arca itu merupakan hadiah raja Kertanagara
(Singhasari) kepada raja Melayu.
Berita tentang Kerajaan Melayu antara lain diketahui dari dua buah buku karya Pendeta I-
tsing atau I Ching (634-713)dalam pelayarannya dari Cina ke India tahun 671, singgah di
negeri Sriwijaya enam bulan lamanya untuk mempelajari Sabdawidya (tatabahasa
Sansekerta). Ketika pulang dari India tahun 685, I-tsing bertahun-tahun tinggal di Sriwijaya
untuk menerjemahkan naskah-naskah Buddha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. I-tsing
kembali ke Cina dari Sriwijaya tahun 695. Ia menulis dua buah bukunya yang termasyhur
yaitu Nan-hai Chi-kuei Nei-fa Chuan (Catatan Ajaran Buddha yang dikirimkan dari Laut
Selatan) serta Ta-T’ang Hsi-yu Ch’iu-fa Kao-seng Chuan (Catatan Pendeta-pendeta yang
menuntut ilmu di India zaman Dinasti Tang).
- Menurut catatan I-tsing, Sriwijaya menganut agama Buddha aliran Hinayana, kecuali
Ma-la-yu. Tidak disebutkan dengan jelas agama apa yang dianut oleh Kerajaan Melayu.
- Berita lain mengenai Kerajaan Melayu berasal dari T’ang-Hui-Yao yang disusun oleh
Wang p’u pada tahun 961, dimana Kerajaan Melayu mengirimkan utusan ke Cina pada
tahun 645 untuk pertama kalinya, namun setelah berdirinya Sriwijaya sekitar 670,
Kerajaan Melayu tidak ada lagi mengirimkan utusan ke Cina.

G. Prasasti Kerajaan Melayu


Prasasti Kedukan Bukit menguraikan jayasiddhayatra (perjalanan jaya) dari penguasa
Kerajaan Sriwijaya yang bergelar Dapunta Hyang (Yang Dipertuan Hyang). Oleh karena
Dapunta Hyang membawa puluhan ribu tentara lengkap dengan perbekalan, sudah tentu
perjalanan itu adalah ekspedisi militer menaklukkan suatu daerah. Dari prasasti Kedukan
Bukit, didapatkan data-data :
- Dapunta Hyang naik perahu tanggal 11 Waisaka 604 (23 April 682).
- Dapunta Hyang berangkat dari Minanga tanggal 7 Jesta (19 Mei) dengan membawa lebih
dari 20.000 balatentara. Rombongan lalu tiba di Muka Upang.
Jadi, penaklukan Malayu oleh Sriwijaya terjadi pada tahun 682. Pendapat ini sesuai
dengan catatan I Tsing bahwa, pada saat berangkat menuju India tahun 671, Ma-la-yu masih
menjadi kerajaan merdeka, sedangkan ketika kembali tahun 685, negeri itu telah dikuasai
oleh Shih-li-fo-shih.
Pelabuhan Malayu merupakan penguasa lalu lintas Selat Malaka saat itu. Dengan
direbutnya Minanga, secara otomatis pelabuhanpun jatuh ke tangan Kerajaan Sriwijaya.

9
Maka sejak tahun 682 penguasa lalu lintas dan perdagangan Selat Malaka digantikan oleh
kerajaan Melayu Sriwijaya
Kekalahan Kerajaan Sriwijaya akibat serangan Rajendra Coladewa, raja Chola dari
Koromandel telah mengakhiri kekuasaan Wangsa Sailendra atas Pulau Sumatra dan
Semenanjung Malaya sejak tahun 1025. Beberapa waktu kemudian muncul sebuah dinasti
baru yang mengambil alih peran Wangsa Sailendra, yaitu yang disebut dengan nama Wangsa
Mauli.
Prasasti tertua yang pernah ditemukan atas nama raja Mauli adalah Prasasti Grahi tahun
1183 di selatan Thailand. Prasasti itu berisi perintah Maharaja Srimat Trailokyaraja
Maulibhusana Warmadewa kepada bupati Grahi yang bernama Mahasenapati Galanai supaya
membuat arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin. Yang mengerjakan
tugas membuat arca tersebut bernama Mraten Sri Nano.
Prasasti kedua berselang lebih dari satu abad kemudian, yaitu Prasasti Padang Roco tahun
1286. Prasasti ini menyebut adanya seorang raja bernama Maharaja Srimat Tribhuwanaraja
Mauli Warmadewa. Ia mendapat kiriman arca Amoghapasa dari atasannya, yaitu Kertanagara
raja Singhasari di Pulau Jawa. Arca tersebut kemudian diletakkan di kota Dharmasraya.
Dharmasraya dalam Pararaton disebut dengan nama Malayu. Dengan demikian,
Tribhuwanaraja dapat pula disebut sebagai raja Malayu. Tribhuwanaraja sendiri
kemungkinan besar adalah keturunan dari Trailokyaraja. Oleh karena itu, Trailokyaraja pun
bisa juga dianggap sebagai raja Malayu, meskipun Prasasti Grahi tidak menyebutnya dengan
jelas. Yang menarik di sini adalah daerah kekuasaan Trailokyaraja pada tahun 1183 telah
mencapai Grahi, yang terletak di selatan Thailand (Chaiya sekarang).
Itu artinya, setelah Sriwijaya mengalami kekalahan, Malayu bangkit kembali sebagai
penguasa Selat Malaka. Namun, kapan kiranya kebangkitan tersebut dimulai tidak dapat
dipastikan, dari catatan Cina disebutkan bahwa pada tahun 1082 masih ada utusan dari Chen-
pi (Jambi) sebagai bawahan San-fo-ts’i, dan disaat bersamaan muncul pula utusan dari Pa-
lin-fong (Palembang) yang masih menjadi bawahan keluarga Rajendra.
Namun, tidak diketahui dengan jelas apakah pemimpin kebangkitan tersebut adalah
Srimat Trailokyaraja, ataukah raja sebelum dirinya, karena sampai saat ini belum ditemukan
prasasti Wangsa Mauli yang lebih tua daripada prasasti Grahi. Naskah Pararaton dan Kidung
Panji Wijayakrama menyebutkan pada tahun 1275, Kertanagara mengirimkan utusan
Singhasari dari Jawa ke Sumatera yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu yang
dipimpin oleh Kebo Anabrang.

10
Prasasti Padang Roco tahun 1286 menyebutkan tentang pengiriman arca Amoghapasa
sebagai tanda persahabatan antara Singhasari dengan Dharmasraya. Pada tahun 1293 tim ini
kembali dengan membawa serta dua orang putri Malayu bernama Dara Jingga dan Dara
Petak. Untuk memperkuat persahabatan antara Dharmasraya dengan Singhasari, Dara Petak
dinikahkan dengan Raden Wijaya yang telah menjadi raja Kerajaan Majapahit mengantikan
Singhasari. Pernikahan ini melahirkan Jayanagara, raja kedua Majapahit. Sementara itu, Dara
Jingga diserahkan kepada seorang “dewa”. Ia kemudian melahirkan Tuan Janaka yang kelak
menjadi raja Pagaruyung bergelar Mantrolot Warmadewa. Namun ada kemungkinan lain
bahwa Raden Wijaya juga mengambil Dara Jingga sebagai istri, karena hal ini lumrah sebab
Raden Wijaya pada waktu itu telah menjadi raja serta juga memperistri semua anak-anak
perempuan Kertanagara.
Pada tahun 1343 adityawarman kembali ke Swarnnabhumi dan ditahun 1347
memproklamirkan dirinya sebagai pelanjut Dinasti Mauli penguasa Kerajaan Melayu di
Dharmasraya dan selanjutnya memindahkan pusat pemerintahannya ke Suruaso, (daerah
Minangkabau), dengan gelar Maharajadiraja Srimat Sri Udayadityawarman
Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa. Dengan melihat gelar yang disandang
Adityawarman, terlihat dia menggabungan beberapa nama yang pernah dikenal sebelumnya,
Mauli merujuk garis keturunannya kepada Wangsa Mauli penguasa Dharmasraya dan gelar
Sri Udayadityavarman pernah disandang salah seorang raja Sriwijaya serta menambahkah
Rajendra nama penakluk penguasa Sriwijaya, raja Chola dari Koromandel. Hal ini tentu
sengaja dilakukan untuk mempersatukan seluruh keluarga penguasa di Swarnnabhumi.
Dari catatan Dinasti Ming (1368-1644) menyebutkan bahwa di San-fo-tsi (Sumatera)
terdapat tiga orang raja. Mereka adalah Sengk’ia-li-yu-lan (alias Adityawarman), Ma-ha-na-
po-lin-pang (Maharaja Palembang), dan Ma-na-cha-wu-li (Maharaja Dharmasraya). Dan
sebelumnya pada masa Dinasti Yuan (1271-1368), Adityawarman juga pernah dikirim oleh
Jayanegara sebanyak dua kali sebagai duta ke Cina yaitu pada tahun 1325 dan 1332, dan
tentu dengan nama yang sama pada masa Dinasti Ming masih dirujuk kepada Adityawarman,
yang kemudian kembali mengirimkan utusan sebanyak 6 kali pada rentang tahun 1371
sampai 1377
Dan kemudian dari berita ini dapat dikaitkan dengan penemuan Kitab Undang-Undang
Tanjung Tanah di Kerinci yang diperkirakan pada zaman Adityawarman, dimana pada
naskah tersebut ada menyebutkan tentang Maharaja Dharmasraya. Jika dikaitkan dengan
piagam yang dipahat pada bahagian belakang Arca Amoghapasa, jelas Adityawarman
bergelar Maharajadiraja, dan membawahi Dharmasraya dan Palembang.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu adalah salah satu Kerajaan Tertua di Sumatera
yang memiliki sejarahnya masing-masing. Kerajaan Sriwijaya berdiri sekitar pada abad ke 7
yang terletak di Palembang dengan raja yang pertama bernama Dapunta Hyang. Kerajaan
Sriwijaya mencapai puncak keemasannya ketika pada masa raja Balaputradewa. Selain itu
Kerajaan Sriwijaya juga pernah menjadi pusat pengajaran Agama Budha dengan guru yang
tersohor yang bernama Syakyakirti. Sedangkan runtuhnya disebabkan oleh dua faktor yaitu
fator politik dan faktor ekonomi. Faktor politik terjadi karena pada saat itu Kerajaan Sriwijaya
yang semakin melemah di serang oleh Kerajaan Singasari yang ingin menguasai Nusantara.
Faktor ekonomi yaitu para pedang yang semula berdagang sudah tidak berani memasuki
kawasan Sriwijaya karena kekuasaan Kerajaan Sriwijaya sudah di kuasai oleh Kerajaan
Singasari.
Kerajaan Melayu muncul dan mulai menunjukkan eksistensinya disumatera setelah
runtuhnya Kerajaan Sriwijaya. Raja Kerajaan Melayu yang pertama adalah Adityawarman.
Kerajaan Melayu sama halnya dengan Kerajaan Sriwijaya kuat di sektor perdagangannya
namun Kerajaan Melayu maih kalah dari Kerajaan Sriwijaya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Pusponegoro dan Marwati. 1984. Sejarah Nasional II. Balai Pustaka: Jakarta
Sudirman, Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. DivaPress: Yogyakarta
http://www.ujangarisman.com/2016/12/bab-i-pendahuluan-a_30.html.

13

Anda mungkin juga menyukai