Puji syukur kami hadiahkan ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah berjudul “Kerajaan
Sriwijaya”.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas sekolah untuk menambah
pengetahuan tentang Kesejarahan Nusantara.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa mendatang.
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar……………………………………………………………………………………………….
Daftar
Isi…………………………………………………………………………………………………………
Bab I
Pendahuluan………………………………………………………………………………………….
1. Latar Belakang………………………………………………………………………………..
2. Rumusan Masalah……………………………………………………………………………
3. Tujuan…………………………………………………………………………………………
…
Bab II
Pembahasan…………………………………………………………………………………………
1. Historiografi………………………………………………………………………………….
2. Sumber Sejarah………………………………………………………………………………
3. Negara Maritim………………………………………………………………………………
4. Kehidupan Politik…………………………………………………………………………..
5. Struktur Birokrasi…………………………………………………………………………..
6. Kehidupan Ekonomi……………………………………………………………………….
7. Kehidupan Sosial dan Budaya…………………………………………………………
8. Hubungan Regional dan Luar Negeri………………………………………………..
9. Masa Keemasan……………………………………………………………………………..
10. Masa Kemunduran………………………………………………………………………….
Bab III
Penutup………………………………………………………………………………………………
1. Kesimpulan……………………………………………………………………………………..
2. Saran…………………………………………………………………………………………….
.
Daftar
Pustaka………………………………………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah Indonesia terdiri dari pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh selat dan
laut, hal ini menyebabkan sarana pelayaran merupakan lalu lintas utama
penghubung antar pulau. Pelayaran ini dilakukan dalam rangka mendorong aktivitas
perdagangan. Pelayaran perdagangan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia,
bukan hanya dalam wilayah Indonesia saja, tetapi telah jauh sampai ke luar wilayah
Indonesia.
Pelayaran dan perdagangan di Asia semakin ramai setelah ditemukan jalan melalui
laut antara Romawi dan China. Rute jalur laut yang dilalui dalam hubungan dagang
China dengan Romawi telah mendorong munculnya hubungan dagang pada daerah-
daerah yang dilalui, termasuk wilayah Indonesia. Karena posisi Indonesia yang
strategis di tengah-tengah jalur hubungan dagang China dengan Romawi, maka
terjadilah hubungan dagang antara Indonesia dan China beserta India.
C. Tujuan
PEMBAHASAN
1. Historiografi
Nama Kerajaan : Sriwijaya
Ibukota : Palembang
Pemerintahan : Monarki
1. Lokasi Kerajaan
Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah membawa
kejayaan kepulauan Nusantara di masa lampau. Bukan saja dikenal di wilayah
Indonesia, tetapi hampir setiap bangsa yang berada jauh di luar Indonesia mengenal
Kerajaan Sriwijaya. Hal ini disebabkan karena letak Sriwijaya yang sangat strategis
dan dekat dengan jalur perdagangan antar bangsa yakni Selat Malaka. Selat Malaka
pada masa itu adalah jalur perdagangan ramai yang menghubungkan pedagang-
pedagang Cina dengan India maupun Romawi.
George Coedes, seorang sejarawan, menulis karangan berjudul Le Royaume de
Crivijaya pada tahun 1918 M. Coedes kemudian menetapkan bahwa Sriwijaya
adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan. Lebih lanjut, Coedes juga
menetapkan bahwa letak ibukota Sriwijaya adalah Palembang, dengan bersandar
pada anggapan Groeneveldt dalam karangannya, Notes on the Malay Archipelago
and Malacca, Compiled from Chinese Source, yang menyatakan bahwa, San-fo-ts‘I
adalah Palembang yang terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai
Musi atau sekitar kota Palembang sekarang.
Dari tepian Sungai Musi di Sumatera Selatan, pengaruh Kerajaan Sriwijaya semakin
meluas. Mencakup wilayah Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa
bagian barat, Bangka, Jambi Hulu, Jawa Barat (Tarumanegara), Semenanjung
Malaya hingga ke Tanah Genting Kra.
1. Sumber Sejarah
Sumber-sumber sejarah yang mendukung keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal
dari berita asing dan prasasti-prasasti.
Sumber dari Luar Negeri
1. Sumber Cina
Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China pertama kali pada tahun 671
M. Dalam catatannya disebutkan bahwa saat itu terdapat lebih dari seribu orang
pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara para pendeta Budha tersebut sama
dengan aturan dan upacara yang dilakukan oleh para pendeta Budha di pusat ajaran
agama Budha, India. I-tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa
Sansekerta, setelah itu ia berangkat ke Nalanda, India. Setelah lama belajar di
Nalanda, tahun 685 I-tsing kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama beberapa tahun
untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina.
Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan Sriwijaya yang datang secara
rutin ke Cina, yang terakhir pada tahun 988 M.
2. Sumber Arab
Orang-orang Arab sering menyebut Sriwijaya dengan nama Sribuza, Sabay atau
Zabaq. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya
pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya merupakan sebuah
kerajaan besar, dengan tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah
kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir dan
beberapa hasil bumi lainya. Bukti lain yang mendukung adalah ditemukannya
perkampungan-perkampungan Arab sebagai tempat tinggal sementara di pusat
Kerajaan Sriwijaya.
3. Sumber India
Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari kerajaan-
kerajaan di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola. Dengan Kerajaan
Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan sebuah prasasti yang dikenal
dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti tersebut dinyatakan bahwa Raja
Nalanda yang bernama Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari
pajak. Sebagai gantinya, kelima desa tersebut wajib membiayai para mahasiswa
dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda. Di samping
menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan Sriwijaya juga menjalin
hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang terletak di India Selatan.
Hubungan ini menjadi retak setelah Raja Rajendra Chola ingin menguasai Selat
Malaka.
4. Sumber lain
Pada tahun 1886, Beal mengemukakan pendapatnya bahwa Shih-li-fo-shih
merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi. Sumber lain, yakni Kern,
pada tahun 1913 M telah menerbitkan tulisan mengenai Prasasti Kota Kapur,
prasasti peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di Pulau Bangka. Namun, saat itu,
Kern menganggap Sriwijaya yang tercantum pada prasasti itu adalah nama seorang
raja, karena Cri biasanya digunakan sebagai sebutan atau gelar raja.
3. Prasasti Talangtuo
Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang pembuatan Taman
Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.
5. Prasasti Ligor
Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang ibu kota Ligor yang
difungsikan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat Malaka.
6. Prasasti Nalanda
Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja terakhir dari Dinasti
Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan
Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada
Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan Syailendra. Di samping itu,
prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan
5 buah desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di
Nalanda.
1. Negara Maritim
Dalam upaya mewujudkan cita-cita agar Sriwijaya menjadi kerajaan Maritim,
perluasan kerajaan dilakukan untuk menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka
dan Selat Sunda yang merupakan jalur perdagangan dan pelayaran yang sangat
penting. Keberhasilan Sriwijaya berkuasa atas semua selat itu menjadikan Kerajaan
Sriwijaya sebagai penguasa tunggal jalur aktivitas perdagangan dunia yang melalui
Asia Tenggara.
Armada Sriwijaya yang kuat dapat menjamin keamanan aktivitas pelayaran dan
perdagangan. Armada Sriwijaya juga dapat memaksa perahu dagang untuk singgah
di pusat atau di bandar-bandar Kerajaan Sriwijaya. Semakin ramainya aktivitas
pelayaran dan perdagangan menjadikan Sriwijaya sebagai tempat pertemuan para
pedagang atau pusat perdagangan di Asia Tenggara. Pengaruh dan peranan
Kerajaan Sriwijaya semakin besar di lautan. Bahkan para pedagang dari Kerajaan
Sriwijaya juga melakukan hubungan sampai di luar wilayah Indonesia, sampai ke
China di sebelah utara, dan Laut Merah serta Teluk Persia di sebelah barat.
1. Kehidupan Politik
Salah satu cara untuk memperluas pengaruh kerajaan adalah melakukan
perkawinan dengan kerajaan lain. Hal ini dilakukan oleh penguasa Sriwijaya,
Dapunta Hyang pada tahun 664 M dengan Sobakancana, putri kedua raja Kerajaan
Tarumanegara.
1. Dapunta Hyang Sri Yayanaga (Prasasti Kedukan Bukit 683 M, Prasasti Talangtuo 684
M)
Berita mengenai raja ini diketahui dari Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M dan
Prasasti Talangtuo tahun 684 M. Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta
Hyang Sri Yayanaga telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke
wilayah Minangatamwan, Jambi. Sejak awal pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang
telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
1. Struktur Birokrasi
Kerajaan Sriwijaya menerapkan struktur birokrasi yang bersifat langsung, karena
raja berperan penting dalam pengawasan terhadap tempat-tempat yang dianggap
strategis. Raja dapat memberikan penghargaan terhadap penguasa daerah yang
setia dan sebaliknya dapat menjatuhi hukumanterhadap penguasa daerah yang
tidak setia kepada kerajaan.
Menurut catatan asing, bumi Sriwijaya menghasilkan cengkeh, kapulaga, pala, lada,
pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, emas, perak, kayu
hitam, kayu sapan, rempah-rempah dan penyu. Barang-barang tersebut dijual atau
dibarter dengan kain katu, sutera dan porselen melalui relasi dagang dengan Cina,
India, Arab dan Madagaskar.
Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178,
Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggaraterdapat dua kerajaan
yang sangat kuat dan kaya, yakni Sriwijaya dan Jawa (Kediri). Di Jawa dia
menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat
Sriwijaya memeluk Budha. Berdasarkan sumber ini pula dikatakan bahwa beberapa
wilayah kerajaan Sriwijaya ingin melepaskan diri, antara lain Kien-pi (Kampe, di
utara Sumatra) dan beberapa koloni di semenanjung Malaysia. Pada masa itu
wilayah Sriwijaya meliputi; Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong (Trengganu), Ling-ya-
ssi-kia (Langkasuka), Kilan-tan (Kelantan), Fo-lo-an, Ji-lo-t’ing (Jelutong), Ts’ien-mai,
Pa-t’a (Batak), Tan-ma-ling (Tambralingga, Ligor), Kia-lo-hi (Grahi, bagian utara
semenanjung Malaysia), Pa-lin-fong (Palembang), Sin-t’o (Sunda), Lan-wu-li (Lamuri
di Aceh), and Si-lan (Srilanka).
Pada tahun 1288, Singosari, penerus kerajaan Kediri di Jawa, menaklukan
Palembang dan Jambi selama masa ekspedisi Pamalayu. Di tahun 1293, Majapahit
pengganti Singosari, memerintah Sumatra. Raja ke-4 Hayam Wuruk memberikan
tanggung jawab tersebut kepada Pangeran Adityawarman, seorang
peranakan Minang dan Jawa. Pada tahun 1377 terjadi pemberontakan terhadap
Majapahit, tetapi pemberontakan tersebut dapat dipadamkan walaupun di selatan
Sumatra sering terjadi kekacauan dan pengrusakan.
Kedudukan Sriwijaya makin terdesak karena munculnya kerajaan-kerajaan besar
yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam di
sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah selatan dengan
menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk Tanah Genting Kra.
Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan
lemahnya kegiatan pelayaran dan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya.
PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Saran
2. Sejarah harus selalu kita kaji agar menjadi sebuah pengetahuan dan motivasi dalm
mengisi kenerdekaan
3. Lestarikan terus nilai-nilai budaya sejarah bangsa.