Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

Tentang
KERAJAAN SRIWIJAYA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
1. FEBRIAWAN
2. ANISA RAHMAWATI
3.
4.

DIBIIMBING OLEH:

SMA NEGERI 1 WOHA


TAHU AJARAN 2019 / 2020
PEMBAHASAN

A. Sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya


Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta
Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 dan tinggal
selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada
abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang. Tidak terdapat catatan lebih lanjut
mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali
oleh sarjana asing. Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya
sampai tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan
penemuannya dalam surat kabar berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan
bahwa referensi Tiongkok terhadap "San-fo-ts'i", sebelumnya dibaca "Sribhoja", dan
beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.
Selain berita-berita diatas tersebut, telah ditemukan oleh Balai Arkeologi Palembang
sebuah perahu kuno yang diperkirakan ada sejak masa awal atau proto Kerajaan Sriwijaya di
Desa Sungai Pasir, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Sayang, kepala perahu kuno itu sudah hilang dan sebagian papan perahu itu digunakan justru
buat jembatan. Tercatat ada 17 keping perahu yang terdiri dari bagian lunas, 14 papan perahu
yang terdiri dari bagian badan dan bagian buritan untuk menempatkan kemudi. Perahu ini
dibuat dengan teknik pasak kayu dan papan ikat yang menggunakan tali ijuk. Cara ini sendiri
dikenal dengan sebutan teknik tradisi Asia Tenggara. Selain bangkai perahu, ditemukan juga
sejumlah artefak-artefak lain yang berhubungan dengan temuan perahu, seperti tembikar,
keramik, dan alat kayu.
Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa, “Pusat Sriwijaya terletak pada
kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi
Jambi sekarang)”. Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola I,
berdasarkan prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribukota di Kadaram (Kedah sekarang).

1. Berita dari Cina


Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta
dari Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari
paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia
menyalin kitab Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Berita Cina dari dinasti Tang
menyebutkan bahwa Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) adalah kerajaan Buddhis yang terletak di Laut
Selatan. Adapun berita sumber dari dinasti Sung menyebutkan bahwa utusan Cina sering
datang ke San-fo-tsi. Diyakini bahwa yang disebut San-fo-tsi itu adalah Sriwijaya.

2. Berita dari Arab


Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan
bahwa Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat
206 kg. Berita lain disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan
Cina daripada India. Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas)
karena banyak menghasilkan emas.

3. Berita dari India


Prasasti Nalanda menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa dari Nalanda, India, telah
membebaskan lima buah desa dari pajak. Sebagai imbalannya, kelima desa itu wajib
membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan
Nalanda.

4. Berita dari dalam negeri


Sumber-sumber sejarah dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah prasasti- prasasti berhuruf
Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno:
a. Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 Saka (683 M) ditemukan di tepi Sungai
Tatang, dekat Palembang.
b. Prasasti Talang Tuo berangka tahun 606 Saka (684 M) ditemukan di sebelah barat
Pelembang.
c. Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M) ditemukan di Bangka.
d. Prasasti Karang Berahi berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti ini memperjelas
bahwa secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil, melainkan memiliki wilayah yang
luas.
e. Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun).
f. Prasasti Ligor berangkat tahun 697 Saka (775 M) ditemukan di Tanah Genting Kra.
Dari sumber-sumber sejarah tersebut dapat disimpulkan bahwa pendiri Kerajaan
Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanegara yang berkedudukan di Minangatwan. Kedua,
Raja Dapunta Hyang berusaha memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukkan
wilayah di sekitar Jambi. 
B. Letak Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang berdiri di Sumatra pada abad ke-7.
Pendirinya adalah Dapunta Hyang, Sriwijaya memiliki sebutan Kerajaan Nasional I sebab
pengaruh kekuasaannya mencakup hampir seluruh Nusantara dan negara-negara di
sekitarnya. Letaknya sangat strategis.
1. Sekitar tahun 1993, Pierre Yves Manguin melakukan observasi dan berpendapat bahwa
pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit.
2. Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan sekarang), tepatnya
di sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya.
3. Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada
kawasan Sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di
provinsi Jambi sekarang).
4. Letak Sriwijaya di Minangatamwan yaitu daerah pertemuan sungai Kampar kiri dan
Kampar kanan yang di perkirakandaerah Binanga yaitu terletak di Jambi juga strategis
untuk perdagangan.
5. Wlayah Riau, dengan di temukannya peninggalan kerajaan Sriwijaya yaitu candi Muara
Takus
C. SRUKTUR KERAJAAN SRIWIJAYA
Masyarakat Sriwjaya sangat majemuk, dan mengenal stratatifikasi sosial.
Pembentukan satu negara kesatuan dalam dimensi struktur otoritas politik Sriwijaya, dapat
dilacak dari beberapa prasasti yang mengandung informasi penting
tentang kadātuan, vanua,samaryyāda, mandala dan bhūmi.Kadātuan dapat bermakna
kawasan dātu, (tnah rumah) tempat tinggal bini hāji, tempat disimpan mas dan
hasil cukai (drawy) sebagai kawasan yang mesti dijaga. Kadātuan ini dikelilingi oleh vanua,
yang dapat dianggap sebagai kawasan kota dari Sriwijaya yang di dalamnya
terdapat vihara untuk tempat beribadah bagi masyarakatnya.
Kadātuan dan vanua ini merupakan satu kawasan inti bagi Sriwijaya itu sendiri.
Menurut Casparis, samaryyāda merupakan kawasan yang berbatasan dengan vanua, yang
terhubung dengan jalan khusus (samaryyāda-patha) yang dapat bermaksud kawasan
pedalaman. Penguasa Sriwijaya disebut dengan Dapunta Hyang atau Maharaja.
Prasasti Telaga Batu banyak menyebutkan berbagai jabatan dalam struktur
pemerintahan kerajaan pada masa Sriwijaya. Menurut Prasasti Telaga Batu, selain diceritakan
kutukan raja Sriwijaya kepada siapa saja yang menentang raja, diceritakan pula bermacam-
macam jabatan dan pekerjaan yang ada pada zaman Sriwijaya. Adapun, jabatan dan
pekerjaan yang diceritakan tersebut adalah raja putra (putra raja yang
keempat), bhupati (bupati), senopati (komandan pasukan), dandandanayaka (hakim). Menurut
kronik Cina Hsin Tang-shu, Sriwijaya yang begitu luas dibagi menjadi dua. Seperti yang
diterangkan diatas, Dapunta Hyang punya dua orang anak yang diberi gelar putra mahkota,
yakni yuvarāja dan Pratiyuvarāja (keduanya putra mahkota).

D. ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT KERAJAAN SRIWIJAYA


Sebuah masyarakat yang kompleks, berlapis, kosmopolitan, dan makmur; dengan cita
rasa nan halus dalam seni, sastra, dan budaya, dengan serangkaian ritual yang dipengaruhi
ajaran Buddha Mahayana; berkembang di masyarakat Kerajaan Sriwijaya. Tatanan politik,
sosial, budaya dan ekonomi mereka yang rumit dapat dilihat melalui studi prasasti, catatan
sejarah asing, serta peninggalan candi-candi yang berasal dari periode ini. Kerajaan telah
mengembangkan masyarakat yang maju; yang ditandai oleh kemajemukan masyarakat
mereka, stratifikasi sosial, dan pembentukan lembaga administratif nasional kerajaan mereka.
1. Aspek kehidupan politik
      Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya diantaranya
sebagai berikut:
a. Raja Dapunta Hyang
Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa
pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah berhasil memeperluas wilayak
kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki daerah
Minangatamwan.
b. Raja Balaputra Dewa
Pada awalnya, Raja Balaputra Dewa adalah raja dari kerajaan Syailendra (di Jawa
Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra antara Balaputra Dewa dan
Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya),
Balaputra Dewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu, Raja Balaputra Dewa lari
ke Sriwijaya.
c. Raja Sanggrama Wijayattunggawarman
Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mendapat ancaman dari Kerajaan Chola.
Di bawah pemerintahan Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan
berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Raja Sriwijaya yang bernama Sanggrama
Wijayattunggawarman berhasil ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja
Kulotungga I di Kerajaan Cho, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan
kembali.

2. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya


    Setelah berhasil menguasai Palembang, ibu kota Kerajaan Sriwijaya dipindahakan
dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat
menguasai daerah-daerah di sekitarnya seperti Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga Jawa
Barat (Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil
menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka,
Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat. Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya
ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra.
Pendudukan terhadap daerah Semenanjung Malaya bertujuan untuk menguasai daerah
penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan terhadap daerah Tanah Genting Kra
bertujuan untuk menguasai lintas jalur perdagangan antara Cina dan India. Tanah Genting
Kra sering dipergunakan oleh para pedagang untuk menyeberang dari perairan Lautan Hindia
ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di pusat Kerajaan Sriwijaya.

3. Hubungan dengan Luar Negeri


       Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar wilayah
Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan
Pala/Nalanda di Benggala dan Kerajaan Cholamandala di Pantai Timur India Selatan.

4. Aspek kehidupan ekonomi


      Dilihat dari letak geografis, daerah Kerajaan Sriwijaya mempunyai letak yang sangat
strategis, yaitu di tengah-tengah jalur pelayaran perdagangan antara India dan Cina. Di
samping itu, letak Kerajaan Sriwijaya dekat dengan Selat Malak yang merupakan urat nadi
perhubungan bagi daerah-daerah di Asia Tenggara.Hasil bumi Kerajaan Sriwijaya merupakan
modal utama bagi masyarakatnya untuk terjun dalam aktifitas pelayaran dan perdagangan.

5. Aspek kehidupan sosial


     Kerajaan Sriwijaya karena letaknya yang strategis dalam lalu lintas perdagangan
internasional menyebabkan masyarakatnya lebih terbuka dalam menerima berbagai pengaruh
asing. Masyarakat Sriwijaya juga telah mampu mengembangkan bahasa komunikasi dalam
dunia perdagangannya. Kemungkinan bahasa Melayu Kuno telah digunakan sebagai bahasa
pengantar terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat, Bangka, Jambi dan Semenanjung
Malaysia. Penduduk Sriwijaya juga bersifat terbuka dalam menerima berbagai kebudayaan
yang datang. Salah satunya adalah mengadopsi kebudayaan India, seperti nama-nama India,
adat-istiadat, serta tradisi dalam Agama Hindu. Oleh karena itu, Sriwijaya pernah menjadi
pusat pengembangan ajaran Buddha di Asia Tenggara.

6. Aspek kehidupan budaya


      Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya
(1011-1023 M) dalam rangka belajar agama Budha dari seorang guru besar yang bernama
Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar India. Tetapi
walaupun Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Budha, tidak banyak peninggalan
purbakala seperti candi-candi atau arca-arca sebaga tanda kebesaran Kerajaan Sriwijaya
dalam bidang kebudayaan.

7. Aspek kehidupan Agama


       Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pertemuan antara para jemaah agama Budha dari
Cina ke India dan dari India ke Cina. Melalui pertemuan itu, di Kerajaan Sriwijaya
berkembang ajaran Budha Mahayana. Bahkan perkembangan ajaran agama Budha di
Kerajaan Sriwijaya tidak terlepas dari pujangga yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya
diantaranya Dharmapala dan Sakyakirti. Dharmapala adalah seorang guru besar agama
Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Ia pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi
Nalanda (Benggala).

E. Warisan Sejarah Kerajaan Sriwijaya


Kekuasaannya mencakup lintas samudera. Kerajaan bercorak Budha yang berdiri sejak abad
ke 6 hingga abad ke 11 Masehi ini keberadaannya dibuktikan oleh sumber-sumber sejarah
seperti berita dari China dan beberapa peninggalan prasasti. Prasasti-Prasasti Peninggalan
Kerajaan Sriwijaya – Sebagai Kerajaan Maritim yang besar, wilayah kekuasaan Sriwijaya
juga amat sangat besar, hal ini dibuktikan dengan peninggalan prasastinya yang dapat
ditemukan diberbagai tempat.

F. Faktor Penyebab Kerajaan Sriwijaya Runtuh


Kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh beberapa hal berikut.
1. Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M, ketika itu yang berkuasa di Sriwijaya
ialah Sri Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak berhasil, tetapi telah
melemahkan Sriwijaya.
2. Serangan dari Kerajaan Colamandala yang diperintahkan oleh Raja
Rajendracoladewapada tahun 1023 dan 1030. Serangan ini ditujukan ke semenanjung
Malaka dan berhasil menawan raja Sriwijaya. Serangan ketiga dilakukan pada tahun
1068 M dilakukan olehWirarajendra, cucu Rajendracoladewa.
3. Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275-1292, yang
diterima dengan baik oleh Raja Melayu (Jambi), Mauliwarmadewa, semakin
melemahkan kedudukan Sriwijaya.
4. Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai yang mengambil alih posisi
Sriwijaya.
5. Serangan Kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah
Mada pada tahun 1377 yang mengakibatkan Sriwijaya menjadi taklukan Majapahit.
Pendudukan yang dilakukan Kerajaan Majapahit atas seluruh wilayah Sriwijaya pada
tahun 1377. Pendudukan tersebut dalam upaya mewujudkan kesatuan Nusantara.
6. Letak Kota Palembang semakin jauh dari laut. Akibat pengendapan lumpur yang dibawa
oleh Sungai Musi dan sungai lainya, akhirnya Kota Palembang semakin jauh dari laut.
7. Berkurangnya kapal dagang yang singgah. Akibat semakin jauhnya Kota Palembang
dari laut menyebabkab daerah tersebut tidak strategis lagi. Kapal-kapal dagang lebih
memilih singgah di tempat lain. Hal tersebut menyebabkan kegiatan perdagangan
berkunrang dan pendapatan kerajaan dari pajak menurun.
8. Banyak daerah yang melepaskan diri dari Sriwijaya. Akibat semakin melemahnya
perekonomian Kerajaan Sriwijaya maka penguasa kerajaan tidak mampu lagi
mengontrol daerah kekuasaanya. Daerah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang telah
melepaskan diri adalah Jawa Tengah dan Melayu.

Anda mungkin juga menyukai