Anda di halaman 1dari 14

TUGAS HISTORY OF INDONESIAN CULTURE

OLEH:

(kelompok 2)

1. Desak Made Tiara Pradnyanita Sukma (1801541170)


2. Cokorda Indah Rahma Dewi (1801541171)
3. L Sonia Wiliasari (1801541173)
4. Clarence Usmany (1801541175)
5. Edelenyi Deme Gabor (1801541176)
6. Ni Luh Putu Yuni Arsini (1801541179)

KERAJAAN SRIWIJAYA
1. Sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta
Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 dan tinggal
selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada
abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang. Tidak terdapat catatan lebih lanjut
mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali
oleh sarjana asing. Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya
sampai tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan
penemuannya dalam Surat kabar berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan
bahwa referensi Tiongkok terhadap "San-fo-ts'i", sebelumnya dibaca "Sribhoja", dan
beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.
Selain berita-berita diatas tersebut, telah ditemukan oleh Balai Arkeologi Palembang
sebuah perahu kuno yang diperkirakan ada sejak masa awal atau proto Kerajaan Sriwijaya di
Desa Sungai Pasir, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Sayang, kepala perahu kuno itu sudah hilang dan sebagian papan perahu itu digunakan justru
buat jembatan. Tercatat ada 17 keping perahu yang terdiri dari bagian lunas, 14 papan perahu
yang terdiri dari bagian badan dan bagian buritan untuk menempatkan kemudi. Perahu ini
dibuat dengan teknik pasak kayu dan papan ikat yang menggunakan tali ijuk. Cara ini sendiri
dikenal dengan sebutan teknik tradisi Asia Tenggara. Selain bangkai perahu, ditemukan juga
sejumlah artefak-artefak lain yang berhubungan dengan temuan perahu, seperti tembikar,
keramik, dan alat kayu.
Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa, “Pusat Sriwijaya terletak pada
kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi
Jambi sekarang)”. Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola I,
berdasarkan prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribukota di Kadaram (Kedah sekarang).
1) Berita dari Cina
Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari
Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari
paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti,
ia menyalin kitab Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Berita Cina dari dinasti Tang
menyebutkan bahwa Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) adalah kerajaan Buddhis yang terletak di
Laut Selatan. Adapun berita sumber dari dinasti Sung menyebutkan bahwa utusan Cina
sering datang ke San-fo-tsi. Diyakini bahwa yang disebut San-fo-tsi itu adalah Sriwijaya.
2) Berita dari Arab
Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan
bahwa Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan
seberat 206 kg. Berita lain disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih
dekat dengan Cina daripada India. Negara ini terletak di daerah yang disebut
Swarnadwipa (Pulau Emas) karena banyak menghasilkan emas.
3) Berita dari India
Prasasti Nalanda menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa dari Nalanda, India, telah
membebaskan Lima buah desa dari pajak. Sebagai imbalannya, kelima desa itu wajib
membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan
Nalanda.
4) Berita dari dalam negeri
Sumber-sumber sejarah dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah prasasti- prasasti
berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno:
 Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 Saka (683 M) ditemukan di tepi Sungai
Tatang, dekat Palembang.
 Prasasti Talang Tuo berangka tahun 606 Saka (684 M) ditemukan di sebelah barat
Pelembang.
 Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M) ditemukan di Bangka.
 Prasasti Karang Berahi berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti ini memperjelas
bahwa secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil, melainkan memiliki wilayah yang
luas.
 Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun).
 Prasasti Ligor berangkat tahun 697 Saka (775 M) ditemukan di Tanah Genting Kra.
Dari sumber-sumber sejarah tersebut dapat disimpulkan bahwa pendiri Kerajaan
Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanegara yang berkedudukan di Minangatwan. Kedua,
Raja Dapunta Hyang berusaha memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukkan
wilayah di sekitar Jambi.

2. Letak Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang berdiri di Sumatra pada abad ke-7.
Pendirinya adalah Dapunta Hyang, Sriwijaya memiliki sebutan Kerajaan Nasional I sebab
pengaruh kekuasaannya mencakup hampir seluruh Nusantara dan negara-negara di
sekitarnya. Letaknya sangat strategis.
a) Sekitar tahun 1993, Pierre Yves Manguin melakukan observasi dan berpendapat bahwa
pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit.
b) Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan sekarang), tepatnya
di sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya.
c) Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada
kawasan Sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di
provinsi Jambi sekarang).
d) Letak Sriwijaya di Minangatamwan yaitu daerah pertemuan sungai Kampar kiri dan
Kampar kanan yang di perkirakandaerah Binanga yaitu terletak di Jambi juga strategis
untuk perdagangan.
e) Wlayah Riau, dengan di temukannya peninggalan kerajaan Sriwijaya yaitu candi Muara
Takus

3. SRUKTUR KERAJAAN SRIWIJAYA


Masyarakat Sriwjaya sangat majemuk, dan mengenal stratatifikasi sosial.
Pembentukan satu negara kesatuan dalam dimensi struktur otoritas politik Sriwijaya, dapat
dilacak dari beberapa prasasti yang mengandung informasi penting
tentang kadātuan, vanua,samaryyāda, mandala dan bhūmi.Kadātuan dapat bermakna
kawasan dātu, (tnah rumah) tempat tinggal bini hāji, tempat disimpan mas dan
hasil cukai (drawy) sebagai kawasan yang mesti dijaga. Kadātuan ini dikelilingi oleh vanua,
yang dapat dianggap sebagai kawasan Kota dari Sriwijaya yang di dalamnya
terdapat vihara untuk tempat beribadah bagi masyarakatnya.
Kadātuan dan vanua ini merupakan satu kawasan inti bagi Sriwijaya itu sendiri.
Menurut Casparis, samaryyāda merupakan kawasan yang berbatasan dengan vanua, yang
terhubung dengan jalan khusus (samaryyāda-patha) yang dapat bermaksud kawasan
pedalaman. Penguasa Sriwijaya disebut dengan Dapunta Hyang atau Maharaja.
Prasasti Telaga Batu banyak menyebutkan berbagai jabatan dalam struktur
pemerintahan kerajaan pada masa Sriwijaya. Menurut Prasasti Telaga Batu, selain diceritakan
kutukan raja Sriwijaya kepada siapa saja yang menentang raja, diceritakan pula bermacam-
macam jabatan dan pekerjaan yang ada pada zaman Sriwijaya. Adapun, jabatan dan pekerjaan
yang diceritakan tersebut adalah raja putra (putra raja yang
keempat), bhupati (bupati), senopati (komandan pasukan), dandandanayaka (hakim). Menurut
kronik Cina Hsin Tang-shu, Sriwijaya yang begitu luas dibagi menjadi dua. Seperti yang
diterangkan diatas, Dapunta Hyang punya dua orang anak yang diberi gelar putra mahkota,
yakni yuvarāja dan Pratiyuvarāja (keduanya putra mahkota).

4. ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT KERAJAAN SRIWIJAYA


Sebuah masyarakat yang kompleks, berlapis, kosmopolitan, dan makmur; dengan cita
rasa Nan halus dalam seni, sastra, dan budaya, dengan serangkaian ritual yang dipengaruhi
ajaran Buddha Mahayana; berkembang di masyarakat Kerajaan Sriwijaya. Tatanan politik,
sosial, budaya dan ekonomi mereka yang rumit dapat dilihat melalui studi prasasti, catatan
sejarah asing, serta peninggalan candi-candi yang berasal dari periode ini. Kerajaan telah
mengembangkan masyarakat yang maju; yang ditandai oleh kemajemukan masyarakat
mereka, stratifikasi sosial, dan pembentukan lembaga administratif nasional kerajaan mereka.
I. Aspek kehidupan politik
Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya diantaranya sebagai
berikut:
a) Raja Dapunta Hyang
Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa
pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah berhasil memeperluas wilayak
kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki daerah
Minangatamwan.
b) Raja Balaputra Dewa
Pada awalnya, Raja Balaputra Dewa adalah raja dari kerajaan Syailendra (di Jawa
Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra antara Balaputra Dewa dan
Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya),
Balaputra Dewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu, Raja Balaputra Dewa lari ke
Sriwijaya.
c) Raja Sanggrama Wijayattunggawarman
Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mendapat ancaman dari Kerajaan Chola.
Di bawah pemerintahan Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan
berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Raja Sriwijaya yang bernama Sanggrama
Wijayattunggawarman berhasil ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja
Kulotungga I di Kerajaan Cho, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan
kembali.
II. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya
Setelah berhasil menguasai Palembang, ibu kota Kerajaan Sriwijaya dipindahakan dari
Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat
menguasai daerah-daerah di sekitarnya seperti Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga
Jawa Barat (Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil
menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat
Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat. Pada abad ke-8 M, perluasan
Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan
Tanah Genting Kra. Pendudukan terhadap daerah Semenanjung Malaya bertujuan untuk
menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan terhadap daerah
Tanah Genting Kra bertujuan untuk menguasai lintas jalur perdagangan antara Cina dan
India. Tanah Genting Kra sering dipergunakan oleh para pedagang untuk menyeberang
dari perairan Lautan Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di
pusat Kerajaan Sriwijaya.
III. Hubungan dengan Luar Negeri
Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar wilayah
Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan
Pala/Nalanda di Benggala dan Kerajaan Cholamandala di Pantai Timur India Selatan.
IV. Aspek kehidupan ekonomi
Dilihat dari letak geografis, daerah Kerajaan Sriwijaya mempunyai letak yang sangat
strategis, yaitu di tengah-tengah jalur pelayaran perdagangan antara India dan Cina. Di
samping itu, letak Kerajaan Sriwijaya dekat dengan Selat Malak yang merupakan urat
nadi perhubungan bagi daerah-daerah di Asia Tenggara.Hasil bumi Kerajaan Sriwijaya
merupakan modal utama bagi masyarakatnya untuk terjun dalam aktifitas pelayaran dan
perdagangan.
V. Aspek kehidupan sosial
Kerajaan Sriwijaya karena letaknya yang strategis dalam lalu lintas perdagangan
internasional menyebabkan masyarakatnya lebih terbuka dalam menerima berbagai
pengaruh asing. Masyarakat Sriwijaya juga telah mampu mengembangkan bahasa
komunikasi dalam dunia perdagangannya. Kemungkinan bahasa Melayu Kuno telah
digunakan sebagai bahasa pengantar terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat,
Bangka, Jambi dan Semenanjung Malaysia. Penduduk Sriwijaya juga bersifat terbuka
dalam menerima berbagai kebudayaan yang datang. Salah satunya adalah mengadopsi
kebudayaan India, seperti nama-nama India, adat-istiadat, serta tradisi dalam Agama
Hindu. Oleh karena itu, Sriwijaya pernah menjadi pusat pengembangan ajaran Buddha di
Asia Tenggara.
VI. Aspek kehidupan budaya
Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan tinggal di
Sriwijaya (1011-1023 M) dalam rangka belajar agama Budha dari seorang guru besar
yang bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di
luar India. Tetapi walaupun Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Budha,
tidak banyak peninggalan purbakala seperti candi-candi atau arca-arca sebaga tanda
kebesaran Kerajaan Sriwijaya dalam bidang kebudayaan.
VII. Aspek kehidupan Agama
Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pertemuan antara para jemaah agama Budha dari
Cina ke India dan dari India ke Cina. Melalui pertemuan itu, di Kerajaan Sriwijaya
berkembang ajaran Budha Mahayana. Bahkan perkembangan ajaran agama Budha di
Kerajaan Sriwijaya tidak terlepas dari pujangga yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya
diantaranya Dharmapala dan Sakyakirti. Dharmapala adalah seorang guru besar agama
Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Ia pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi
Nalanda (Benggala).

5. Warisan Sejarah Kerajaan Sriwijaya


Kekuasaannya mencakup lintas samudera. Kerajaan bercorak Budha yang berdiri
sejak abad ke 6 hingga abad ke 11 Masehi ini keberadaannya dibuktikan oleh sumber-sumber
sejarah seperti berita dari China dan beberapa peninggalan prasasti. Prasasti-Prasasti
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya – Sebagai Kerajaan Maritim yang besar, wilayah kekuasaan
Sriwijaya juga amat sangat besar, hal ini dibuktikan dengan peninggalan prasastinya yang
dapat ditemukan diberbagai tempat.

6. Faktor Penyebab Kerajaan Sriwijaya Runtuh


Kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh beberapa hal
berikut.
i. Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M, ketika itu yang berkuasa di Sriwijaya
ialah Sri Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak berhasil, tetapi telah
melemahkan Sriwijaya.
ii. Serangan dari Kerajaan Colamandala yang diperintahkan oleh Raja
Rajendracoladewapada tahun 1023 dan 1030. Serangan ini ditujukan ke semenanjung
Malaka dan berhasil menawan raja Sriwijaya. Serangan ketiga dilakukan pada tahun
1068 M dilakukan olehWirarajendra, cucu Rajendracoladewa.
iii. Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275-1292, yang
diterima dengan baik oleh Raja Melayu (Jambi), Mauliwarmadewa, semakin
melemahkan kedudukan Sriwijaya.
iv. Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai yang mengambil alih posisi
Sriwijaya.
v. Serangan Kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah
Mada pada tahun 1377 yang mengakibatkan Sriwijaya menjadi taklukan Majapahit.
Pendudukan yang dilakukan Kerajaan Majapahit atas seluruh wilayah Sriwijaya pada
tahun 1377. Pendudukan tersebut dalam upaya mewujudkan kesatuan Nusantara.
vi. Letak Kota Palembang semakin jauh dari laut. Akibat pengendapan lumpur yang dibawa
oleh Sungai Musi dan sungai lainya, akhirnya Kota Palembang semakin jauh dari laut.
vii. Berkurangnya kapal dagang yang singgah. Akibat semakin jauhnya Kota Palembang dari
laut menyebabkab daerah tersebut tidak strategis lagi. Kapal-kapal dagang lebih memilih
singgah di tempat lain. Hal tersebut menyebabkan kegiatan perdagangan berkunrang dan
pendapatan kerajaan dari pajak menurun.
viii. Banyak daerah yang melepaskan diri dari Sriwijaya. Akibat semakin melemahnya
perekonomian Kerajaan Sriwijaya maka penguasa kerajaan tidak mampu lagi mengontrol
daerah kekuasaanya. Daerah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang telah melepaskan diri
adalah Jawa Tengah dan Melayu.
KERAJAAN MATARAM KUNO

1. Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berada di wilayah aliran sungai-sungai


Bogowonto, Progo, Elo, dan Bengawan Solo di Jawa Tengah. Keberadaan kerajaan ini dapat
diketahui dari Prasasti Canggal. Prasasti berangka tahun 732 Masehi ini menyebutkan bahwa
kerajaan itu pada awalnya dipimpin oleh Sana. Setelah kematiannya, tampuk kekuasaan
dipegang oleh keponakannya, Sanjaya. Pada masa pemerintahan Sri Maharaja Rakai
Panangkaran berdiri pula sebuah dinasti baru di Jawa Tengah, yaitu Dinasti Syailendra yang
beragama Budha. Perkembangan kekuasaan dinasti tersebut di bagian selatan Jawa Tengah
menggeser kedudukan Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu hingga ke bagian tengah Jawa
Tengah. Akhirnya, untuk memperkuat kedudukan masing-masing, kedua dinasti itu sepakat
bergabung. Caranya adalah melalui pernikahan antara Raja Putri Pramodharwani dari pihak
Syailendra dengan Rakai Pikatan dari dinasti saingannya.
Kerajaan Mataram Kuno terkenal keunggulannya dalam pembangunan candi agama
Budha dan Hindu. Candi yang diperuntukan bagi agama Budha antara lain Candi Borobudur,
yang dibangun oleh Samaratungga dari Dinasti Syailendra. Candi Hindu yang dibangun
antara lain Candi RoroJongrang di Prambanan, yang dibangun oleh Raja Pikatan. Pada zaman
pemerintahan Raja Rakai Wawa terjadi banyak kekacauan di daerah-daerah yang berada di
bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno sementara ancaman dari luar mengintainya.
Keadaan menjadi semakin buruk setelah kematian sang raja akibat perebutan kekuasaan di
kalangan istana. Akhirnya, pengganti Raja Wawa yang bernama Mpu Sindok mengambil
keputusan untuk memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Di
sana ia membangun sebuah dinasti baru yang bernama Isyana.
Kerajaan mataram kuno dipimpin pertama kali oleh Raja Sanjaya yang terkenal
sebagai seorang raja yang besar. Ia adalah penganut Hindu Syiwa yang taat. Setelah Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya meninggal dunia, beliau kemudian digantikan oleh putranya
yang bernama Sankhara yang bergelar Rakai Panangkaran Dyah Sonkhara Sri
Sanggramadhanjaya. Raja Panangkaran lebih progresif dan bijaksana daripada Sanjaya
sehingga Mataram Kuno lebih cepat berkembang. Daerah-daerah sekitar Mataram Kuno
segera ditaklukkan, seperti kerajaan Galuh di Jawa Barat dan Kerajaan Melayu di
Semenanjung Malaya.Ketika Rakai Panunggalan berkuasa, kerajaan Mataram Kuno mulai
mengadakan pembangunan beberapa candi megah seperti candi Kalasan, candi Sewu, candi
Sari, candi Pawon, candi Mendut, dan Candi Borobudur.
Kemudian setelah Rakai Panunggalan meninggal, beliau digantikan oleh Rakai
Warak. Pada zaman pemerintahan Rakai Warak, ia lebih mengutamakan agama Buddha dan
Hindu sehingga pada saat itu banyak masyarakat yang mengenal agama tersebut. Setelah
Rakai Warak meninggal kemudian digantikan oleh Rakai Garung.
Setelah Rakai Garung meninggal ia digantikan oleh Rakai Pikatan. Berkat kecakapan
dan keuletan Rakai Pikatan, semangat kebudayaan Hindu dapat dihidupkan kembali.
Kekuasaannya pun bertambah luas meliputi seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur serta ia pun
memulai pembangunan candi Hindu yang lebih besar dan indah yaitu candi Prambanan
(Candi Lara Jonggrang) di desa Prambanan. Setelah Raja Pikatan wafat ia digantikan oleh
Rakai Kayuwangi. Pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi Kerajaan banyak menghadapi
masalah dan berbagai persoalan yang rumit sehingga timbullah benih perpecahan di antara
keluarga kerajaan. Selain itu zaman keemasan Mataram Kuno mulai memudar serta banyak
terjadi perang saudara.

2. Proses Berkembangnya Kerajaan Mataram Kuno

Perkembangan Kerajaan Mataram Kuno dibagi menjadi 2 :

A. Dinasti Sanjaya
Istilah Wangsa Sanjaya diperkenalkan oleh sejarawan bernama Dr. Bosch dalam
karangannya yang berjudul Sriwijaya, de Sailendrawamsa en de Sanjayawamsa (1952). Ia
menyebutkan bahwa, di Kerajaan Medang terdapat dua dinasti yang berkuasa, yaitu dinasti
Sanjaya dan Sailendra. Istilah Wangsa Sanjaya merujuk kepada nama pendiri Kerajaan
Medang, yaitu Sanjaya yang memerintah sekitar tahun 732. Berdasarkan Prasasti Canggal
(732 M) diketahui Sanjaya adalah penerus raja Jawa Sanna, menganut agama Hindu aliran
Siwa, dan berkiblat ke Kunjarakunja di daerah India, dan mendirikan Shivalingga baru yang
menunjukkan membangun pusat pemerintahan baru.
Menurut penafsiran atas naskah Carita Parahyangan yang disusun dari zaman
kemudian, Sanjaya digambarkan sebagai pangeran dari Galuh yang akhirnya berkuasa di
Mataram. Ibu dari Sanjaya adalah Sanaha, cucu Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga di
Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah Sena/Sanna/Bratasenawa, raja Galuh ketiga. Sena adalah
putra Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Dikemudian hari, Sanjaya yang
merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh dengan bantuan Tarusbawa,
raja Sunda. Penyerangan ini bertujuan untuk melengserkan Purbasora. Saat Tarusbawa
meninggal pada tahun 723, kekuasaan Sunda dan Galuh berada di tangan Sanjaya. Di
tangannya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Tahun 732, Sanjaya menyerahkan kekuasaan
Sunda-Galuh kepada putranya Rarkyan Panaraban (Tamperan). Di Kalingga, Sanjaya
memegang kekuasaan selama 22 tahun (732-754), yang kemudian diganti oleh puteranya dari
Déwi Sudiwara, yaitu Rakai Panangkaran. Secara garis besar kisah dari Carita Parahyangan
ini sesuai dengan prasasti Canggal. Rakai Panangkaran dikalahkan oleh dinasti pendatang
dari Sumatra yang bernama Wangsa Sailendra. Berdasarkan penafsiran atas Prasasti Kalasan
(778 M), pada tahun 778 raja Sailendra yang beragama Buddha aliran Mahayana memerintah
Rakai Panangkaran untuk mendirikan Candi Kalasan.
Sejak saat itu Kerajaan Medang dikuasai oleh Wangsa Sailendra. Sampai akhirnya
seorang putri mahkota Sailendra yang bernama Pramodawardhani menikah dengan Rakai
Pikatan, seorang keturunan Sanjaya, pada tahun 840–an. Rakai Pikatan kemudian mewarisi
takhta mertuanya. Dengan demikian, Wangsa Sanjaya kembali berkuasa di Medang.

B. Dinasti Syailendra
Selama ini kerajaan Medang dianggap diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa
Sailendra yang beragama Buddha dan Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Siwa, pendapat
ini pertama kali diperkenalkan oleh Bosch. ada awal era Medang atau Mataram Kuno,
wangsa Sailendra cukup dominan di Jawa Tengah. Menurut para ahli sejarah, wangsa Sanjaya
awalnya berada di bawah pengaruh kekuasaan wangsa Sailendra. Mengenai persaingan
kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan tetapi kedua-duanya sama-sama
berkuasa di Jawa Tengah. Sementara Poerbatjaraka menolak anggapan Bosch mengenai
adanya dua wangsa kembar berbeda agama yang saling bersaing ini. Menurutnya hanya ada
satu wangsa dan satu kerajaan, yaitu wangsa Sailendra dan Kerajaan Medang. Sanjaya dan
keturunannya adalah anggota Sailendra juga. Ditambah menurut Boechari, melalui
penafsirannya atas Prasasti Sojomerto bahwa wangsa Sailendra pada mulanya memuja Siwa,
sebelum Panangkaran beralih keyakinan menjadi penganut Buddha Mahayana.
Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Sailendra tertera dalam prasasti Ligor, prasasti
Nalanda maupun prasasti Klurak, sedangkan raja-raja dari keluarga Sanjaya tertera dalam
prasasti Canggal dan prasasti Mantyasih. Berdasarkan candi-candi, peninggalan kerajaan
Mataram Kuno dari abad ke-8 dan ke-9 yang bercorak Budha (Sailendra) umumnya terletak
di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan yang bercorak Hindu (Sanjaya) umumnya terletak
di Jawa Tengah bagian utara. Berdasarkan penafsiran atas prasasti Canggal (732 M) Sanjaya
memang mendirikan Shivalingga baru (Candi Gunung Wukir), artinya ia membangun dasar
pusat pemerintahan baru. Hal ini karena raja Jawa pendahulunya, Raja Sanna wafat dan
kerajaannya tercerai-berai diserang musuh. Saudari Sanna adalah Sannaha, ibunda Sanjaya,
artinya Sanjaya masih kemenakan Sanna. Sanjaya mempersatukan bekas kerajaan Sanna,
memindahkan ibu kota dan naik takhta membangun kraton baru di Mdang i Bhumi Mataram.
Hal ini sesuai dengan adat dan kepercayaan Jawa bahwa kraton yang sudah pernah pralaya,
diserang, kalah dan diduduki musuh, sudah buruk peruntungannya sehingga harus pindah
mencari tempat lain untuk membangun kraton baru.
Hal ini serupa dengan zaman kemudian pada masa Mataram Islam yang
meninggalkan Kartasura yang sudah pernah diduduki musuh dan berpindah ke Surakarta.
Perpindahan pusat pemerintahan ini bukan berarti berakhirnya wangsa yang berkuasa. Hal ini
sama dengan Airlangga pada zaman kemudian yang membangun kerajaan baru, tetapi ia
masih merupakan keturunan wangsa penguasa terdahulu, kelanjutan Dharmawangsa yang
juga anggota wangsa Isyana. Maka disimpulkan meski Sanjaya memindahkan ibu kota ke
Mataram, ia tetap merupakan kelanjutan dari wangsa Sailendra yang menurut prasasti
Sojomerto didirikan oleh Dapunta Selendra. Pada masa pemerintahan raja Indra (782-812),
puteranya, Samaratungga, dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri Dharmasetu, Maharaja
Sriwijaya. Prasasti yang ditemukan tidak jauh dari Candi Kalasan memberikan penjelasan
bahwa candi tersebut dibangun untuk menghormati Tara sebagai Bodhisattva wanita.
Pada tahun 790, Sailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja Selatan),
kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun. Candi Borobudur selesai dibangun
pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833). Borobudur merupakan monumen
Buddha terbesar di dunia, dan kini menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia. Dari
hasil pernikahannya dengan Dewi Tara, Samaratungga memiliki putri bernama
Pramodhawardhani dan putra bernama Balaputradewa. Balaputra kemudian memerintah di
Sriwijaya, maka selain pernah berkuasa di Medang, wangsa Sailendra juga berkuasa di
Sriwijaya.
3. Kehidupan Rakyat Mataram Kuno

Rakyat Mataram menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini


mengakibatkan banyak kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor dan
mengimpor hasil pertaniannya.Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil
pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi. Yang diperdagagkan
pertama-tama hasil bumi, seperti beras, buah-buahan, sirih pinang, dan buah mengkudu.Juga
hasil industry rumah tangga, seperti alat perkakas dari besi dan tembaga,
pakaian,paying,keranjang, dan barang-barang anyaman, gula, arang, dan kapur sirih.
Binatang ternak seperti kerbau, sapi, kambing, itik, dan ayam serta telurnya juga di perjual
belikan.
Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung
berkuasa.Raja telah memerintahkan untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk
disekitar kanan-kiri aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran
arus lalu lintas perdagangan melalui aliran sungai tersebut.Sebagai imbalannya, penduduk
desa di kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari pungutan pajak.Lancarya pengangkutan
perdagangan melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan menigkatkan perekonomian dan
kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.

4. Penyebab runtuhnya Kerjaan Mataram Kuno

Runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh beberapa faktor :


i. Pertama, disebabkan oleh letusan gunung Merapi yang mengeluarkan lahar. Kemudian
lahar tersebut menimbun candi-candi yang didirikan oleh kerajaan, sehingga candi-candi
tersebut menjadi rusak.
ii. Kedua, runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh krisis politik yang terjadi tahun
927-929 M.
iii. Ketiga, runtuhnya kerajaan dan perpindahan letak kerajaan dikarenakan pertimbangan
ekonomi. Di Jawa Tengah daerahnya kurang subur, jarang terdapat sungai besar dan
tidak terdapatnya pelabuhan strategis.Sementara di Jawa Timur, apalagi di pantai selatan
Bali merupakan jalur yang strategis untuk perdagangan, dan dekat dengan daerah
sumber penghasil komoditi perdagangan.

Mpu Sindok mempunyai jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi raja di
Mataram, lalu pindah ke Jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana di sana dan menjadikan
Walunggaluh sebagai pusat kerajaan. Mpu Sindok yang membentuk dinasti baru, yaitu
Isanawangsa berhasil membentuk Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan dari kerajaan
sebelumnya yang berpusat di Jawa Tengah. Mpu Sindok memerintah sejak tahun 929 M
sampai dengan 948 M.Sumber sejarah yang berkenaan dengan Kerajaan Mataram di Jawa
Timur antara lain prasasti Pucangan, prasasti Anjukladang dan Pradah, prasasti Limus,
prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangaka, prasasti Silet, prasasti Turun
Hyang, dan prasasti Gandhakuti yang berisi penyerahan kedudukan putra mahkota oleh
Airlangga kepada sepupunya yaitu Samarawijaya putra Teguh Dharmawangsa.
5. Peninggalan Kerajaan Mataram

Candi Sewu Terletak di kawasan sekitar candi Prambanan, tepatnya di


Desa Bugisan, Kec. Prambanan, Kab. Klaten, Jawa Tengah. Candi Sewu adalah candi
Budha terbesar kedua setelah Borobudur.

Candi Arjuna Terletak di kompleks Percandian Arjuna,tepatnya di


Dataran Tinggi Dieng, Kab. Banjarnegara, Jawa Tengah. Candi Hindu satu ini mirip
dengan candi-candi di kompleks Gedong Sanga.

Candi Bima Terletak di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kab.


Banjarnegara, Jawa Tengah. Candi ini dikatakan memiliki banyak keunikan, misalnya
dalam hal arsitekturnya yang mirip dengan candi-candi yang ada di India.

Candi Borobudur Candi peninggalan Kerajaan Mataram Lama yang satu ini
sudah terkenal ke seluruh penjuru dunia sebagai candi Budha terbesar yang pernah
ada. Candi Borobudur terletak di Magelang, Jawa Tengah dan diperkirakan berasal
dari ke 8 Masehi.
Candi Mendut merupakan candi peninggalan Agama Budha yang
diperkirakan dibangun sejak Mataram berada di bawah kepemimpinan Raja Indra dari
Dinasti Syailendra. Candi ini terletak di Magelang, Jawa Tengah.

Candi Pawon Jika Borobudur, Mendut, dan Pawon dilihat dari atas, ketiganya
terletak di satu garis lurus. Inilah yang membuat para ahli merasa keheranan. Candi
pawon masih belum diketahui secara jelas asal-usulnya karena bukti sejarah yang
ditemukan masih sangat terbatas.

Candi Puntadewa Candi yang terletak di kompleks candi Arjuna ini juga
merupakan candi peninggalan kerajaan Mataram Kuno. Candi bercorak Hindu ini
mempunyai ukuran kecil tapi terlihat tinggi.

Candi Semar Candi Semar terletak berhadapan langsung dengan Candi


Arjuna. Bentuknya segiempat membujur arah Utara – Selatan dengan tangga
masuknya berada di sisi Timur dan Barat.
Prasasti Kerajaan Mataram

Prasasti Sojomerto ( sekitar Abad ke 7) Prasasti berbahasa Melayu Kuno


yang ditemukan di desa Sojomerto, Kabupaten Pekalongan ini menjelaskan bahwa
Syailendra adalah penganut agama Budha. Prasasti Sojomerto

Prasasti Kalasan (778 M) Prasasti ini berisi tentang kabar seorang raja
Dinasti Syailendra yang membujuk Rakai Panangkaran agar mendirikan bangunan
suci untuk Dewi Tara dan sebuah vihara bagi para pendeta Budha.

Prasasti Klurak (782 M) Prasasti yang ditemukan di daerah Prambanan ini


berisi tentang berita pembuatan arca Manjusri sebagai wujud Sang Budha, Wisnu, dan
Sanggha. Prasasti peninggalan Kerajaan Mataram Kuno ini juga menyebut nama Raja
Indra sebagai raja yang berkuasa pada saat itu.
Prasasti Ratu Boko (856 M) Prasasti ini berisi berita kekalahan Balaputra
Dewa dalam perang melawan kakaknya Rakai Pikatan atau Pramodhawardani dalam
perebutan kekuasaan.

Prasasti Nalanda (860 M) Prasasti ini berisi tentang asal-usul Balaputra


Dewa yang adalah cucu dari Raja Indra dan putra dari Raja Samarottungga.

Prasasti Cangal (732 M) Prasasti ini ditemukan di Gunung Wukir, Desa


Canggal. Isinya berupa peringatan pembuatan lingga di Desa Kunjarakunja oleh Raja
Sanjaya.

Anda mungkin juga menyukai