PEMBAHASAN
2.1 Pengertian & Konsep Dasar (General Rule) PPN dan PPn BM
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
2. Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing;
3. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
4. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-Cuma atas Barang Kena Pajak;
5. Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas
perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan;
6. Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang
Kena Pajak antar Cabang;
2. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak berwujud.
1. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-
undang Hukum Dagang;
Subjek PPN
Subjek PPN dibagi 2 yaitu :
1. PKP
PPN akan terutang (dipungut oleh PKP) dalam hal:
a. PKP melakukan penyerahan BKP
b. PKP melakukan penyerahan JKP
c. PKP melakukan ekspor BKP, ekspor BKP Tidak Berwujud, ekspor JKP
2. Non PKP
PPN akan tetap terutang walaupun yang melakukan kegiatan yang merupakan objek PPN adalah
bukan PKP, yaitu dalam hal:
a. impor BKP
b. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
c. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
d. Melakukan kegiatan membangun sendiri (Pasal 16C UU PPN)
Objek PPN
Pada dasarnya semua barang dan jasa adalah objek PPN. Tetapi oleh karena adanya pertimbangan
ekonomi, sosial dan budaya, maka diatur sendiri oleh Undang-undang PPN bahwa ada barang dan
jasa tertentu yang tidak dipungut serta dikecualikan dari pengenaan PPN dan dibebaskan dari
pungutan PPN.
1. Secara umum PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP dipungut oleh PKP
Penjual. Dengan demikian, pembeli BKP/JKP yang bersangkutan wajib membayar kepada
PKP Penjual sebesar harga jual ditambah PPN yang terutang (10%).
2. Dalam hal harga jual atau penggantian telah termasuk PPN, maka PPN yang terutang atas
penyerahan BKP/JKP tersebut dihitung dengan formula : 10/110 x harga jual atau
penggantian.
3. Apabila pembeli BKP/JKP tersebut berstatus Pemungut PPN (Pembeli Khusus), PPN yang
terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP Penjual, melainkan
disetor langsung ke kas negara oleh Pemungut PPN tersebut. Dengan demikian, Pemungut
PPN hanya membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya (10%)
disetor langsung ke kas negara.
5. Dalam hal terjadi penyerahan BKP/JKP antar Pemungut PPN, PPN/PPnBM terutang atas
BKP/JKP dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Pemungut PPN yang melakukan
penyerahan BKP/JKP (Penjual), Lihat SE - 43/PJ.51/2002
6. Dalam hal terjadi penyerahan BKP/JKP oleh Badan-Badan tertentu kepada Bendaharawan
Pemerintah/KPKN, maka PPN/PPnBM terutang atas BKP/JKP dipungut, disetor, dan
dilaporkan oleh Bendaharawan Pemerintah/KPKN (Pembeli), Lihat SE - 43/PJ.51/2002.
7. Penyerahan BKP/JKP oleh Instansi Pemerintah yang bertindak sebagai PKP kepada
Badan-Badan tertentu, PPN terutang dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Bendaharawan
Instansi Pemerintah (Penjual), Lihat SE - 43/PJ.51/2002.
Mekanisme PPnBM diatur dalam pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 UU PPN, yang sama secara
garis besar adalah sebagai berikut:
a) Atas impor dan Penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh PKP yang
menghasilkan BKP yang tergolong Mewah tersebut disamping dikenakan PPN juga
dikenakan PPnBM.
b) PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu Impor atau pada waktu
menyerahkan BKP yang tergolong Mewah tersebut oleh pabrikan.
c) PPnBM tidak dapat dikreditkan baik terhadap PPN maupun terhadap PPnBM;
d) Tarif PPnBM yang berdasarkan UU No. 8 Tahun 1983 berkisar antara 10% sampai
dengan 35% dengan UU No. 11 Tahun 1994 diubah menjadi setinggi-tingginya
50% dan dengan UIJ No. 18 Tahun 2000 diubah lagi menjadi setinggi-tingginya
75%.
e) Atas ekspor BKP yang tergolong mewah dapat meminta kembali PPnBM yangtelah
dibayar pada waktu perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor tersebut.
Pengusaha Kena Pajak, sering disebut PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha
Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil
yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Sedangkan Pengusaha dapat didefinisikan sebagai orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari
luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
Singkatan PKP juga biasa dipakai untuk menyebut Penghasilan Kena Pajak dalam konteks Pajak
Penghasilan.
Dalam artian bisa di katakan mengenai Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah
Orang Pribadi atau Badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya:
Secara teoritits, pengertian dari faktur pajak itu adalah bukti dari pungutan pajak, yang dibuat oleh
pengusaha kena pajak (PKP) sebagai bagian dari kewajiban wajib pajak untuk melakukan
penyerahan jasa kena pajak (JKP), atau penyerahan barang kena pajak (BKP).
Dengan kata lain, faktur pajak menjadi bagian dari tanggungan pengusaha kena pajak yang harus
diserahkan kepada dinas perpajakan. Agar terjadi transparansi dalam bidang perpajakan dan tidak
terjadi penggelapan pajak.
Sebelum menjadi wajib pajak yang dikenai kewajiban untuk menyerahkan faktur pajak, maka
seorang pengusaha harus terlebih dahulu dikukuhkan oleh pihak Direktorat Jendral Pajak. Setelah
itu PKP atau Pengusaha Kena Pajak yang telah dikukuhkan secara otomatis dikenai kewajiban
untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Undang-undang PPN menyebutkan bahwa terdapat sekurang-kurangnya tiga jenis faktur pajak
yaitu:
Adalah faktur pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak dengan mengacu pada ketentuan dirjen
pajak No. Kep-53/PJ/1994 yang berlaku sejak tanggal 29 Desember 1994, dan berkewajiban untuk
dilaksanakan per satu januari 1995.
Faktur Pajak jenis ini berbentuk kuarto dan paling sedikit harus memuat keterangan sebagai
berikut:
Tertera NPWP, Alamat, dan Nama PKP yang melakukan penyerahan dan atau pembelian BKP
(Barang Kena Pajak ) atau JKP (Jasa Kena Pajak).
Memasukkan informasi tentang Barang atau Jasa, beserta jumlah harga jual atau penggantian, dan
potongan harga
Jabatan, Nama Terang serta tanda tangan dari pihak terkait yang berhak
Sebagai satu bentuk dokumen formal, pembuatan faktur pajak harus mengikuti ketentuan yang
diatur dalam undang-undang terkait dengan bentuk dan caranya.
Sebenarnya Faktur Pajak Gabungan adalah, faktur pajak standar, yang cara penggunaannya
diijinkan untuk dijalankan oleh PKP jika terjadi beberapa kali penyerahan BKP / JKP kepada
pembeli atau penerima jasa yang sama yang dilakukan dalam satu masa pajak. Faktur Pajak
Gabungan wajib dibuat oleh PKP selambat-lambatnya di akhir bulan berikutnya setelah bulan
terjadinya penyerahan BKP / JKP.
3. Faktur Pajak Bentuk Sederhana
Dalam rancangan teoritisnya, faktur pajak semacam ini merupakan dokumen yang secara
fungsional disamakan fungsinya sebagai faktur pajak. Biasanya diserahkan kepada pembeli dan
atau pengguna BKP/JKP dalam bentuk sobekan kecil, hampir sama seperti karcis, yang bisa juga
berbentuk bon kontan, atau faktur bukti penjualan BKP atau penggunaan JKP.
PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP).
Pajak keluaran dan pajak masukan adalah dua istilah yang dikenal dalam tata cara perhitungan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak keluaran adalah pajak yang dikenakan ketika Pengusaha
Kena Pajak melakukan penjualan terhadap barang kena pajak atau jasa kena pajak. Pajak masukan
adalah pajak yang dikenakan ketika Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian terhadap barang
kena pajak atau jasa kena pajak.
Tata cara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pengusaha kena pajak mengurangkan atau
mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang
sama. Apabila dalam masa pajak tersebut lebih besar pajak keluaran, kelebihan pajak keluaran
harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut pajak masukan
lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak
berikutnya atau dimintakan restitusi. Dalam tata cara umum tersebut, jumlah yang harus
dibayarkan oleh pengusaha kena pajak berubah-ubah sesuai dengan pajak masukan yang
dibayarkan dan pajak keluaran yang dipungut dalam suatu masa pajak.
Contoh :
PT.ABC melakukan penjualan komputer dengan perincian sebagai berikut :
Pajak Masukan yang telah dibayar oleh PKP pada waktu perolehan atau impor BKP atau
penerimaan JKP dapat dikreditkan dengan pajak Keluaran yang dipungut oleh PKP pada waktu
menyerahkan BKP atau JKP. Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran tersebut harus
dilakukan dalam masa pajak yang sama.
Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus dibayar dan disetor oleh PKP ke kas
negara, terlebih dahulu wajib pajak (wp) harus mengurangi pajak keluaran dengan pajak masukan
yang dapat dikreditkan. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar daripada pajak
masukan, maka selisihnya merupakan pajak pertambahan nilai yang harus dibayar dan disetor oleh
PKP ke kas negara.
Pajak masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa
pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.
Untuk memahami lebih lanjut mekanisme pengkreditan pajak masukan disajikan contoh sebagai
berikut :
Pengusaha kena pajak “ABC” dalam masa pajak Januari 20xx. Komposisi PPN sebagai berikut:
Pajak Keluaran dan Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak dituangkan dalah sebuah Faktur
Pajak yakni bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP).
Wapu PPN adalah istilah yang digunakan oleh praktisi pajak untuk menyebut badan atau instansi
tertentu yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN/PPn-BM.
Pemungt PPN (Wapu PPN) yang dimaksud di sini adalah Bendaharawan Pemerintah (Pusat
maupun Daerah) dan Kantor Pelayanan Perbendaraan Kontraktor Pertambangan Migas dan Panas
Bumi (lihat PMK 73/PMK.03/2010). Badan/instansi ini ditunjuk menjadi Wapu PPN/PPn-BM
dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Masukan atas pembelian/perolehan BKP
maupun JKP dari para rekanan atau supplier mereka.
Dalam dunia ketentuan perpajakan Wajib Pajak yang ditunjuk untuk melakukan pemungutan PPN
(WAPU) terdiri dari tiga katagori :
2. Kontraktor Kontrak Kerjasama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan kontarktor/
pemegang kuasa/ pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi
(Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor PMK-73/PMK.03/2010 Tentang
Penunjukkan Kontraktor Kontrak Kerjasama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan
kontraktor/ pemegang kuasa/ pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi untuk
memungut, menyetorkan dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya)