Anda di halaman 1dari 11

Melayu Deutero atau Melayu Muda adalah istilah yang pernah digunakan untuk populasi yang

diperkirakan datang pada "gelombang kedua" setelah "gelombang pertama" dari Melayu Proto.
Populasi ini dikatakan datang pada Zaman Logam (kurang lebih 1500 SM). Suku
bangsa di Indonesia yang termasuk dalam Melayu Muda
adalah Aceh, Minangkabau, Jawa, Sunda, Melayu, Betawi, Manado, Bali
Teori ini tidak lagi diakui penggunaannya, karena para arkeolog menyimpulkan bahwa tidak ada
dasar arkeologis yang berarti yang menunjukkan adanya perbedaan antara Melayu Proto dan
Melayu Deutero.

 Deutro Melayu

Deutro Melayu merupakan ras yang datang dari Indocina bagian selatan. Di kepulauan Indonesia, Deutro
Melayu membawa budaya baru berupa perkakas dan senjata besi (kebudayaan Dongson). Deutro Melayu
sering disebut dengan orang-orang Dongson. Bila dibandingkan dengan ras Proto-Melayu, peradaban Deutro
Melayu lebih tinggi. Deutro Melayu membuat perkakas dari perunggu. Peradaban Deutro Melayu ditandai
dengan keahlian mereka mengerjakan logam dengan sempurna.
Perpindahan Deutro Melayu ke kepulauan Indonesia dapat dilihat dari rute persebaran alat-alat yang
ditinggalkan di beberapa kepulauan di Indonesia. Alat yang mereka tinggalkan berupa kapak persegi panjang.
Peradaban tersebut dapat dijumpai di Malaka, Sumatra, Kalimantan, Filipina, Sulawesi, Jawa, dan Nusa
Tenggara Timur.
Dalam bidang pengolahan tanah, Deutro Melayu mempunyai kemampuan membuat irigasi di tanah-tanah
pertanian. Sebelum mereka membuat irigasi, mereka terlebih dahulu membabat hutan. Selain itu, ras Deutro
Melayu juga mempunyai peradaban pelayaran yang lebih maju bila dibandingkan dengan pendahulunya. Hal
tersebut karena petualangan yang dilakukan Deutro Melayu sebagai pelaut dan dibantu dengan penguasaan
mereka terhadap ilmu perbintangan.
Perpindahan yang dilakukan Deutro Melayu ada juga yang menggunakan jalur pelayaran laut. Sebagin
dari ras Deutro Melayu ada yang mencapai kepulauan Jepang, bahkan ada yang hingga ke Madagaskar.
Kedatangan ras Deutro Melayu semakin lama semakin banyak di kepulauan Indonesia. Dalam perkembangan
selanjutnya, Proto-Melayu dan Deutro Melayu membaur dan kemudian menjadi penduduk di kepulauan
Indonesia. Proto Melayu meliputi penduduk di Gayo dan Alas di Sumatra bagian utara serta Toraja di
Sulawesi. Semua penduduk di kepulauan Indonesia, kecuali penduduk papua dan yang tinggal di sekitar pulau-
pulau Papua adalah ras Deutro Melayu.

Bangsa Deutero Melayu


 Ciri Kehidupan
Bangsa Deutro Melayu memiliki ciri fisik yang tidak jauh berbeda dengan mayoritas
penduduk Indonesia saat ini. Ciri fisik bangsa Deutro Melayi di antaranya tinggi badan 135-180
cm, berat badan 30-75 kg, warna kulit antara kuning langsat dan cokelat hitam, warna rambut
antara cokelat dan hitam, serta bentuk rambut antara lurus dan keriting. Sekitar tahun 500 SM
bangsa Deutero Melayu (Melayu Muda) tiba di Kepulauan Nusantara. Mereka datang membawa
kebudayaan logam yang berasal dari Dongson, di Vietnam Utara. Benda-benda logam yang
mereka bawa di antaranya berupa nekara, candrasa, bejana perunggu, manik-manik, arca dan
sebagainya.
 Daerah Persebaran
Rute persebaran nenek moyang dari kelompok Melayu Muda ini dimulai dari daratan Asia ke
Thailand, Malaysia Barat, lalu menuju tempat-tempat di Kepulauan Nusantara. Bangsa yang tiba
pada gelombang terakhir ini masih tergolong ras Austronesia. Nenek moyang kita dari ras
Papua- Melanesoid, Austronesia, dan sisa ras Austro-Melanesoid lantas melahirkan bermacam-
macam suku bangsa yang tersebar di seluruh pelosok wilayah Nusantara seperti sekarang ini.
 Identifikasi Suku

1. Suku Minangkabau

Minangkabau , adalah suatu suku yang mendiami provinsi Sumatra Barat. Populasi suku
Minangkabau ini diperkirakan lebih dari 8 juta orang. Orang Minangkabau, biasanya disebut
sebagai "orang Minang" atau "orang Padang" , tapi orang Minangkabau sendiri biasanya dalam
percakapan menyebut diri mereka sebagai "urang awak", yang berarti "orang kita".

2. Kehidupan Sosial

Dalam kehidupan masyarakat suku Minangkabau, mereka menganut sistem matrilineal.


Dimana sang ibu memiliki posisi tertinggi dalam keluarga, dan sebagai penurun nama keluarga
untuk generasi berikutnya. Adat dan budaya mereka menempatkan pihak perempuan bertindak
sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Garis keturunan dirujuk kepada ibu yang dikenal
dengan Samande (se-ibu), sedangkan ayah, disebut oleh masyarakat dengan nama Sumando
(ipar) dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga. Walau perempuan mendapat posisi
tertinggi dalam adat keluarga, namun dalam sistem pemerintahan adat dan sebagai pemimpin
komunitas tetap dipegang oleh kaum laki-laki.

3. Bangsa yang menjadi nenek moyang

Istilah "minangkabau', dikatakan berasal dari kata "minang" dan "kabau", yang memiliki
sejarah dan legenda pada masyarakat Minangkabau. Pada masa lalu, dengan seekor anak kerbau,
mereka mengalahkan kerbau dari Kerajaan Majapahit.
Kisah ini juga terdapat dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan juga menyebutkan bahwa
kemenangan itu kemenangan negeri Periaman (Pariaman). Selanjutnya penggunaan nama
Minangkabau digunakan untuk menyebut sebuah nagari, yaitu Nagari Minangkabau, yang
terletak di kecamatan Sungayang kabupaten Tanah Datar provinsi Sumatera Barat. Cerita ini
membuktikan bahwa negeri Minangkabau tidak pernah takluk dari Kerajaan Majapahit.
Suku Minangkabau termasuk salah satu rumpun Melayu Deutro atau Melayu Muda, yang
dikelompokkan sebagai salah satu sub-suku Melayu. Pada awal migrasi dari daratan China
Selatan ke pulau Sumatera sekitar abad ke-1 Masehi. Menurut perkiraan mereka masuk dari
sebelah timur pulau Sumatera, mengikuti aliran sungai Kampar sampai ke dataran tinggi Darek
dan membangun pemukiman pertama di tempat ini. Di kawasan Darek ini, mereka membentuk
semacam wilayah adat yang dikenal dengan nama Luhak, yang selanjutnya disebut juga dengan
nama Luhak Nan Tigo, yang terdiri dari Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, dan Luhak Tanah
Data. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan luhak tersebut menjadi daerah teritorial
pemerintahan yang disebut afdeling, dikepalai oleh seorang residen yang oleh masyarakat
Minangkabau disebut dengan nama Tuan Luhak.
Asal usul suku Minangkabau, menurut suatu versi, adalah berasal dari suku Malayu, yang
merupakan nenek moyang suku Minangkabau. Dilihat dari sejarah Sumatra Kuno, tidak terdapat
nama Minangkabau,, kecuali nama Moloyou, yang berarti Malayu. Kalau dilihat wilayah
Minangkabau dekat degan wilayah pusat Kerajaan Melayu, yaitu di hulu sungai Batang Hari
Jambi. Sedangkan suku Malayu tetap eksis, dan menjadi salah satu suku dalam budaya
Minangkabau.
Di beberapa nagari di Minangkabau, suku Malayu merupakan suku keluarga raja, seperti di
Solok Selatan, Lunang dan Indropuro(Pesisir Selatan), Ampek Angkek (Agam), nagari Air
Bangis (Pasaman) dan beberapa nagari lain. Di Solok Selatan, suku Malayu merupakan suku dari
Yang Dipertuan Sultan Besar Raja Disembah atau Raja Alam.
Di kerajaan Darmasraya, diduga kuat bahwa keluarga kerajaan juga bersuku Malayu dan
keluarga Kerajaan Pagaruyung juga bersuku yang sama yaitu Suku Malayu.

4. Perkembangan Kebudayaan

Awalnya orang Minangkabau tidak dibedakan dengan orang Melayu, namun sejak abad ke-
19, antara orang Minang dan orang Melayu semakin terlihat berbeda, dilihat dari budaya
matrilineal Minangkabau yang tetap bertahan, berbeda dengan budaya Melayu yang patrilineal.

5. Kehidupan Keagamaan

Masyarakat Minangkabau adalah pemeluk agama Islam seluruhnya. Budaya Islam begitu
kuat berkembang dalam kalangan suku Minangkabau, adat-istiadat dan agama merupakan
kombinasi yang kuat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Sehingga apabila ada anggota
masyarakat mereka yang berpindah ke agama lain, akan dianggap "dibuang" dari masyarakat
adat Minangkabau. Istilah "dibuang", berarti "dibuang dan tidak boleh masuk dalam adat-istiadat
Minangkabau". Suatu komunitas kecil suku Minang yang beragama lain di kota Medan Sumatra
Utara, tidak menjalankan hukum adat Minangkabau, karena mereka tidak diperbolehkan
menjalankan adat-istiadat Minangkabau.
Pada masa pra Islam, terlihat dari bukti arkeologis, bahwa para leluhur suku Minangkabau
pernah memeluk agama Buddha terutama pada masa Kerajaan Sriwijaya yang menguasai seluruh
pulau Sumatra dan sampai akhir pemerintahan Dharmasraya. Kemudian sejak munculnya
Kerajaan Pagaruyung, mereka mengadopsi agama Islam.
Kedatangan Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang dari Mekkah sekitar tahun 1803,
memainkan peranan penting dalam penegakan hukum Islam di pedalaman Minangkabau. Walau
mendapat tantangan dari masyarakat setempat yang terbiasa dalam tradisi adat. Akhirnya pada
masa Perang Padri, akhirnya mereka secara serentak melaksanakan seluruh adat berasaskan
Islam.

6. Perkembangan Kebudayaan
Bahasa Minangkabau termasuk salah satu anak cabang rumpun bahasa Austronesia. Sering
jadi perdebatan antara orang Minangkabau dan orang Melayu, bahasa siapa yang lebih tua?
menurut orang Melayu bahwa bahasa Minangkabau adalah sub-bahasa Melayu, karena terdapat
banyak kemiripan kosakata dan bentuk tuturan dengan bahasa Melayu, sedangkan bagi orang
Minangkabau bahasa Minangkabau justru lebih tua dari bahasa Melayu. Menurut para peneliti,
bahasa Minangkabau adalah bahasa tersendiri, yang merupakan bahasa cabang dari dialek bahasa
Proto-Melayu.
Bahasa Minangkabau sendiri memiliki beberapa dialek yang berbeda pada beberapa daerah
di provinsi Sumatra Barat. Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan
kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan,
yaitu Tari Pasambahan, Tari Piring, Silek adalah Silat Minangkabau, Randai, merupakan
gabungan tari dengan silek, biasa diiringi dengan nyanyian (sijobang), Seni berkata-kata (pantun,
bersilat lidah dan sindiran, Pasambahan (persembahan), Indang Salawat Dulang,Pacuan
kuda, Pacu jawi (pacuan sapi), Pacu itik.
Rumah adat Minangkabau disebut sebagai "Rumah Gadang" atau "Rumah Besar", yang
berbentuk rumah panggung berukuran besar. Rumah adat berbentuk segi empat dan dibagi atas
dua bagian muka dan belakang. Dibuat dari papan, dan di bagian atas atap dibuat seperti tanduk
kerbau. Atap aslinya ditutupi dengan ijuk, tapi saat ini banyak yang menggunakan bahan seng.
Di halaman depan Rumah Gadang, biasanya didirikan dua sampai enam buah Rangkiang yang
digunakan sebagai tempat penyimpanan padi milik keluarga yang menghuni Rumah Gadang
tersebut. Dalam tradisi budaya Minangkabau, hanya kawaan yang berstatus Nagari saja, yang
boleh didirikan Rumah Gadang.
Masyarakat Minang juga dikenal dengan ragam masakannya, dengan cita rasa pedas yang
populer di kalangan masyarakat Indonesia. Masakan Minang mengandung bumbu rempah-
rempah yang kaya, seperti cabai, serai,lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, dan bawang merah.
Beberapa di antaranya diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang kuat, sehingga tidak
mengherankan jika ada masakan Minang yang dapat bertahan lama. Pada hari-hari tertentu,
masakan yang dihidangkan banyak yang berbahan utama daging, terutama daging sapi, daging
kambing, dan daging ayam.
Dalam masyarakat Minangkabau, banyak terdapat "suku", dimaksud "suku", kira-kira
semacam "marga" dalam masyarakat Batak. Tapi menurut orang Minangkabau istilah "suku"
berbeda dengan "marga", karena menurut mereka "marga" merupakan "nama keluarga".
Sedangkan "suku" dalam Minangkabau semacam "klan" tapi bukan "sub-suku", melainkan suatu
kelompok kecil yang berasal dari garis keturunan nenek moyang yang sama. "Suku" juga
merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga,
harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka.
Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka
tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana
jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota
keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.
Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut payuang
(payung). Adapun unit yang paling kecil setelah sapayuang disebut saparuik. Sebuah paruik
(perut) biasanya tinggal pada sebuah Rumah Gadang secara bersama-sama

7. Wilayah tempat tinggal


Orang Minangkabau terkenal karena tradisi mereka dalam perdagangan, sehingga dalam
kehidupan masyarakat banyak muncul istilah "Padang = Pandai Dagang". Mereka juga
profesional dan intelektual. Orang Minangkabau memiliki semangat yang besar dalam
perantauan. Hampir setengah jumlah penduduk Minangkabau berada di perantauan. Penyebaran
perantauan orang Minang hampir di seluruh wilayah pulau Sumatra hingga ke pulau Jawa dan
pulau-pulau lain di Indonesia, bahkan perantau Minangkabau juga banyak ditemukan di
Malaysia dan Brunei. Tradisi merantau orang Minangkabau telah terjadi sejak beberapa abad
yang lalu, pada masa perang Paderi, banyak dari mereka yang merantau ke Malaysia, terbukti
dengan adanya komunitas dan pemukiman orang Minangkabau di Negeri Sembilan dan Pahang
Malaysia.

8. Kehidupan pada saat ini

Perekonomian masyarakat Minangkabau sejak dahulunya telah ditopang oleh kemampuan


berdagang, terutama untuk mendistribusikan hasil bumi mereka. Kawasan pedalaman
Minangkabau, secara geologis memiliki cadangan bahan baku terutama emas,tembaga, timah,
seng, merkuri, dan besi, semua bahan tersebut telah mampu diolah oleh mereka. Sehingga
julukan suvarnadvipa (pulau emas) yang muncul pada cerita legenda di India sebelum Masehi,
kemungkinan dirujuk untuk pulau Sumatera karena hal ini. Keberhasilan dan kesuksesan orang
Minangkabau, banyak diraih ketika mereka berada di perantauan. Daerah perantauan mereka
terbanyak di pulau Jawa dan negeri Malaysia.

Bangsa Proto Melayu


 Ciri Kehidupan

Proto Melayu atau Melayu Tua adalah istilah untuk Melayu "gelombang" pertama dari dua
"gelombang" migrasi yang dulu diperkirakan terjadi dalam pendudukan Nusantara oleh penutur bahasa
Austronesia. Menurut teori "dua gelombang" ini, termasuk Melayu Tua di Indonesia adalah Toraja
(Sulawesi Selatan), Sasak (Lombok), Dayak (Kalimantan Tengah), Batak (Sumatera Utara), Nias (pantai
barat Sumatera Utara), Rejang, dll.

Bangsa Melayu tua/ Proto melayu merupakan ras mongoloid yang memiliki cirri-ciri antara lain kulit
sawo matang, rambut lurus, badan tinggi ramping, bentuk mulut dan hidung sedang.

Sekitar tahun 2.000 SM diduga bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) telah tiba di Kepulauan
Nusantara. Bangsa yang pertama kali datang ke Indonesia menjadi pembawa kebudayaan neolithikum
dalam dua cabang persebaran. Cabang pertama yaitu bangsa yang membawa kebudayaankapak lonjong
yang disebut sebagai ras Papua-Melanosoid.
 Daerah Persebaran

Arah persebarannya dari Yunnan lewat Filipina, kemudian ke Sulawesi Utara, Maluku, dan ada
yang sampai ke Irian.Sedangkan cabang yang kedua adalah bangsa Proto Melayu yang disebut ras
Austronesia. Arah gelombang cabang yang kedua ini dimulai dari Yunnan kemudian ke Malaya,
Sumatera,Jawa, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. Jenis kebudayaan yang mereka bawa berupa
kapak persegi.

 Identifikasi Suku Bangsa

1. Suku Batak

merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk
mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera
Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak
Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.

Menurut legenda Batak, sebagian besar orang Batak adalah keturunan dari Si Radja Batak, yang lahir
dari keturunan supranatural di Bukit Pusuk, sebuah gunung di tepi barat Danau Toba (Danau Toba).
Menurut antropolog, orang Batak adalah Proto-Melayu orang keturunan dari suku-suku gunung neolitik
di utara Thailand dan Myanmar (Burma), yang terdesak oleh arus suku-suku Mongolia dan Siam
bermigrasi.

2. Bangsa yang menjadi nenek moyang

Ketika mereka tiba di Sumatra, mereka tidak berlama-lama di pantai tapi berjalan kaki ke pedalaman,
membuat pemukiman pertama mereka di sekitar Danau Toba, di mana pegunungan sekitarnya
memberikan lapisan pelindung alami. Mereka tinggal di isolasi virtual untuk ribuan tahun. Selama ribuan
tahun sering terjadi perselisihan, sehingga terjadi perpecahan dalam kelompok mereka menjadi
beberapa kelompok, yang menjadi sub-suku Batak yang tersebar ke Wilayah Aceh sekarang, Sumatra
Utara, hingga ke wilayah Sumatra Barat dan Riau, sampai jauh ke pedalaman hutan-hutan Sumatra,
hingga ke pulau-pulau kecil sebelah Barat dan Timur Sumatra.

Si Raja Batak sendiri tidaklah diketahui nama sebenarnya. Sepertinya istilah si Raja Batak, hanya
sebutan saja untuk menyebutkan seorang pemimpin yang membawa dan memimpin orang-orang Batak
Purba pada awal hadirnya orang-orang Batak di tanah Sumatra. Masa kejadian ini diperkirakan sekitar
3000 tahun Sebelum Masehi.

Tetapi ada peneliti yang mengemukakan teorinya bahwa kehadiran orang-orang Batak Purba datang
secara bergelombang. Perjalanan mereka semuanya melalui Formosa, Filipina dan Kalimantan melewati
Selat Malaka. Kedatangan pertama pada masa 7000 tahun Sebelum Masehi mendarat di kepulauan-
kepulauan di sebelah Barat Sumatra. Kedatangan kedua pada masa 4000 tahun Sebelum Masehi
mendarat di pantai sebelah Barat dan terakhir kedatangan ketiga pada masa 2000 tahun Sebelum
Masehi ada yang mendarat di pantai sebelah Barat Sumatra dan ada juga yang mendarat di pantai
sebelah Timur Sumatra. Pada kedatangan ketiga mereka sempat berinteraksi dengan penduduk lain
seperti suku Lubu dan suku Kubu yang lebih dahulu menetap di kawasan tersebut selama ribuan tahun,
yang memiliki ras weddoid, suatu ras berbeda dengan orang-orang Batak Purba yang memiliki ras
mongoloid. Orang-orang Batak Purba pada masa ini bersifat nomaden dan tidak suka berlama-lama
menetap pada satu wilayah, akibatnya mereka tersebar-sebar menjadi kelompok-kelompok kecil dan
menyebar hingga ke seluruh pedalaman hutan Sumatra, mulai dari wilayah Aceh hingga sampai ke
wilayah Sumatra Selatan.

3. Ciri Fisik

 Suara Keras

 Logat Kental

 Kulit sawo matang

 Rambut lurus

 Badan tinggi

 Bermata sipit

4. Wilayah tempat tinggal

Saat masa sekarang ini, terdapat lebih dari enam juta orang Batak dan memperluas tanah mereka
200 km sebelah utara dan 300 km selatan Danau Toba.

Mereka dibagi menjadi:

 Batak Pakpak, di sebelah utara-barat dari Danau Toba,

 Batak Dairi, di sebelah utara-barat dari Danau Toba,

 Batak Karo, di sekitar Berastagi dan Kabanjahe,

 Batak Simalungun, di sekitar Pematangsiantar;

 Batak Toba, sekitar Danau Toba,

 Batak Angkola, ke wilayah selatan dan

 Batak Mandailing, ke selatan lebih jauh

Di luar suku di atas, masih terdapat di wilayah provinsi Aceh, seperti:

 Batak Gayo, wilayah Aceh

 Batak Alas, wilayah Aceh

 Batak Singkil, wilayah Aceh dan

 Batak Kluet, wilayah Aceh


Menurut beberapa peneliti, masih terdapat suku Batak di luar suku-suku Batak di atas tadi, yaitu:

 Batak Rao

 Batak Padang Lawas

 Batak Siladang

 Batak Pasisi

5. Perkembangan kebudayaan

Kebudayaan suku bangsa Batak merupakan salah satu bagian dari sejarah kebudayaan bangsa
Indonesia, sama halnya seperti sejarah kebudayaan melayu, minangkabau, sunda, jawa, toraja dan lain
sebagainya. Suku bangsa Batak sebagai salah satu bangsa dari rumpun melayu/Indonesia tua adalah
termasuk yang tertua di Sumatera khususnya dan di Indonesia umumnya. Hal ini menyebabkan suku
bangsa ini mempunyai arti penting dalam sejarah kebudayaan asli Indonesia.

Sebagai bagian dari sejarah bangsa budaya Batak sudah ada sejak berabad-abad tahun lalu. Dimulai
dari kerajaan Sisingamangaraja yang pertama (kakek buyut Raja Sisingamangaraja XXI, pahlawan nasional
Indonesia), suku Batak tetap eksis sampai saat ini dengan tetap mempertahankan identitasnya. Pewaris
kebudayaan Batak tetap menjaga, memelihara serta melestarikan Budaya Batak sebagai kebudayaan
warisan nenek moyang Budaya Batak yang bersifat kekeluargaan, gotong royong, dan setia kawan telah
mengakar disetiap langkah hidup orang Batak.

Budaya Batak sudah menjadi falsafah hidup bagi warganya di era globalisasi ini, tetapi tidak dapat
dipungkiri bahwa perkembangan teknologi yang pesat, yang membawa dampak bagi perjalanan hidup
bangsa ini, juga membawa dampak bagi kebudayaan. Di sisi lain, era informasi dan globalisasi ternyata
menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa , yakni sebuah kecenderungan yang
mengaruh terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya, dan berkurangnya keinginan untuk
mengembangkan budaya negeri sendiri. Tetapi, walaupun demikian derasnya arus globalisasi tidak
membawa dampak yang signifikan dalam perubahan budaya Batak. Budaya Batak malah terus tumbuh
dan berkembang mengikuti perkembangan zaman tanpa harus meninggalkan identitas aslinya.

Biasanya setiap budaya pasti meiliki aturan-aturan atau kegiatan yang biasanya dilakukan didalam
budayanya, nah begitu juga dengan budaya Batak mereka memiliki beberapa aturan serta kegiatan, mari
kita lihat apa saja aturannya itu.

Sistem Marga-Marga dalam budaya Batak

Sistem marga dalam budaya Batak selain sebagai identitas diri juga berfungsi sebagai pengikat
tali persaudaraan yang dalam. Apabila dua orang atau lebih masyarakat Batak bertemu untuk pertama
kali dan ingin berkenalan maka yang ditanyakan bukanlah nama dari orang yang bersangkutan melainkan
marganya. Apabila orang yang berjumpa ini kebetulan semarga maka akan terjalin persaudaraan yang
sangat dalam. Jika tidak semarga pun maka akan ditentukan panggilan yyang saling menghormati.
Dengan kata lain masyarakat Batak yang menerima Dalihan Na Tolu sebagai falsafah hidup adalah satu
masyarakat yang utuh dan diikat oleh aturan main yang rapid an selau ditaati. Adanya sistem marga-
marga membuat semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan tercipta.
Memperlunak Larangan Kawin Semarga

Artinya bisa menikahi orang yang semarga itu berarti merongrong kebudayaan suku bangsa
Batak yang paling dasar, karena hal yang paling mendasar dari masyarakat Batak yang patrilineal
(menurut garis keturunan ayah)terletak pada keutuhan disiplin larangan kawin semarga. Jika larangan ini
diperlunak hancurlah sudah kepribadian Sukubangsa Batak.

Pembagian Warisan

Hukum adat Batak patrilineal tidak mengakui adanya pembagian warisan pada anak perempuan,
semua warisan dari orangtuanya diberikan pada anak laki-lakinya yang esensial sebagai penyambung
keturunan menurut garis bapak. Namun dewasa ini sistem hokum adat patrilineal yang dianut suku
Batak dalam hal pembagian warisan sedang mendapat ujian berat. Hal ini berkaitan dengan unifikasi
hukum nasional buat seluruh warga Negara Indonesia, dimana anak laki-laki dan perempuan memiliki
hak yang sama dalam pembagian warisan. Oleh sebab itu hukum adat Batak tersebut kemudian
disesuaikan, anak laki-laki dan perempuan adalah sama dalam hal pembagian warisan.

Dalam budaya Batak ada pula tradisi yang biasanya dilakukan salah satu contoh tradisi yang terkenal
adalah tari tortor seperti dibawah ini :

Tortor Dan Margondang Tor-tor adalah tarian seremonial yang disajikan dengan musik gondang.
Walaupun secara fisik tortor merupakan tarian, namun makna yang lebih dari gerakan-gerakannya
menunjukkan tor-tor adalah sebuah media komunikasi, dimana melalui gerakan yang disajikan terjadi
interaksi antara partisipan upacara.

Seni tari Batak pada zaman dahulu merupakan sarana utama pelaksanaan upacara ritual keagamaan.
Juga menari dilakukan juga dalam acara gembira seperti sehabis panen, perkawinan, yang waktu itu
masih bernapaskan mistik (kesurupan). Acara pesta adat yang membunyikan gondang sabangunan
(dengan perangkat musik yang lengkap), erat hubungannya dengan pemujaan para Dewa dan roh-roh
nenek moyang (leluhur) pada zaman dahulu. Tetapi itu dapat dilaksanakan dengan mengikuti tata cara
dan persyaratan tertentu.umpamanya sebelum acara dilakukan terbuka terlebih dahulu tuan rumah
(hasuhutan) melakukan acara khusus yang dinamakna Tua ni Gondang, sehingga berkat dari gondang
sabangunan.

6. Kehidupan Sosial

Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip, yaitu perbedaan tigkat umur,
perbedaan pangkat dan jabatan, perbedaan sifat keaslian, dan status kawin. Kelompok kekerabatan suku
bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya
satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga. Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh
yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu
misalnya nama marga.

Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya
klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar, sehingga tidak saling kenal. Tetapi mereka
dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya.
Dalam persoalan perkawinan, dalam tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang
Batak yang berbeda klan. Maka dari itu, jika ada yang menikah harus mencari pasangan hidup dari marga
lain. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak, maka dia harus diadopsi oleh
salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang
dilakukan di gereja bila agama yang dianutnya adalah Kristen.

7. Kehidupan keagamaan

Agama dan Mitologi Batak ini telah lama terjepit di antara kubu Islam Aceh dan Sumatera Barat.
Batak Karo, khususnya, yang berselisih dengan orang Aceh Islam di utara, yang beberapa kali berusaha
untuk mengalahkan dan mengkonversi orang Batak ke Islam.Yang cukup menarik, setelah bertahun-
tahun melakukan perlawanan terhadap Aceh, wilayah Karo dengan mudah ditundukkan oleh Belanda,
yang membawa mereka memeluk Kristen.

Mayoritas orang Batak saat ini adalah Kristen Protestan, terutama di bagian utara di sekitar Danau
Toba dan Dataran Tinggi Karo, sedangkan Islam dominan di selatan.Namun, orang Batak kebanyakan
masih memasukkan unsur kepercayaan animisme tradisional dan ritual. Kepercayaan tradisional
menggabungkan kosmologi, pemujaan leluhur dan roh dan tondi. Tondi adalah konsep jiwa, roh, hakikat
individualitas seseorang yang diyakini untuk mengembangkan keyakinan sebelum anak lahir.

8. Kehidupan pada saat ini

Bahasa yang digunakan oleh orang Batak adalah bahasa Batak. Tapi sebagian juga ada yang
menggunakan bahasa Melayu. Setiap puak memiliki logat yang berbeda-beda. Orang Karo menggunakan
Logat Karo, sementara logat Pakpak dipakai oleh Batak Pakpak, logat Simalungun dipakai oleh Batak
Simalungun, dan logat Toba dipakai oleh orang Batak Toba, Angkola dan Mandailing.

Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo
aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok
orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara
bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri
tergantung kepada persetujuan pesertanya.

Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk
bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat
tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki
senjata tradisional, yaitu piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur
(sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitu alat tenun untuk
menenun kain ulos.

Pada umumnya, mata pencaharian masyarakat Batak adalah bercocok tanam padi di sawah dan ladang.
Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapatkan tanah tadi tetapi
tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan. Selain pertanian,
perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak. Hewan yang diternakan antara lain kerbau,
sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Masyarakat yang tinggal di sekitar danau Toba sebagian bermata
pencaharian menangkap ikan. Selain itu juga, mereka berprofesi pada sektor kerajinan. Hasil
kerajinannya antara lain tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, tembikar, dan lainnya yang ada kaitan
dengan pariwisata.

Anda mungkin juga menyukai