Pendahuluan
Alat tangkap sero telah digunakan secara secara optimal dan rasional bagi kesejahteraan
turun temurun oleh nelayan di Desa Tapulaga masyarakat pada umumnya dan nelayan khususnya,
Sulawesi Tenggara. Hasil tangkapan utama tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya ikan itu
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan makanan sendiri maupun lingkungan serta kelestarian yang
sehari-hari nelayan dan dijual. Hasil tangkapan berkelanjutan [1]. Penggunaan alat tangkap yang
sampingan yang diperoleh dari alat tangkap sero ramah lingkungan merupakan penggunaan teknologi
berupa ikan-ikan kecil dimanfaatkan sebagai pakan penangkapan yang tidak memberikan dampak
budidaya ikan karamba jaring apung. negatif terhadap sumberdaya dan non sumberdaya.
Hasil tangkapan sampingan yang berukuran Tujuan penelitian ini yaitu menentukan komposisi
kecil atau belum layak tangkap pada pengoperasian hasil tangkapan ikan berdasarkan jenis dan ukuran
alat tangkap sero merupakan satu fenomena yang panjang ikan pada alat tangkap sero dan
mempengaruhi keseimbangan ekosistem perairan menganalisis tingkat keramahan lingkungan pada
dalam perikanan berkelanjutan. Oleh karena itu alat tangkap sero di Desa Tapulaga Kecamatan
pemanfaatan sumberdaya perikanan menggunakan Soropia Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.
alat tangkap sero memerlukan cara pandang yang
berasosiasi pada keseimbangan lingkungan dan Metode Penelitian
ekosistem perairan. Informasi mengenai tingkat
kermahan lingkungan alat tangkap sero memerlukan Metode yang digunakan pada penelitian ini
satu kajian melalui penelitian. Prinsip adalah metode survei. Obyek penelitan yaitu
pengembangan penangkapan ikan pada hakekatnya komposisi hasil tangkapan pada alat tangkap sero di
mengarah pada pemanfaatan sumberdaya ikan unit penangkapan sero, jumlah unit penangkapan
48
sero yang ada sebanyak 12 unit, jumlah unit Analisis data untuk komposisi spesies hasil
penangkapan sero yang menjadi obyek peneliti tangkapan ikan menggunakan analisis deskriptif
sebanyak 3 unit. kuantitatif, yaitu menjumlahkan volume dari
Data yang digunakan dalam penelitian ini masing-masing spesies yang diperoleh pada saat
terdiri dari data primer dan data sekunder. operasi penangkapan ikan menggunakan alat
Pengumpulan data primer dilakukan melalui tangkap sero. Komposisi ukuran setiap jenis ikan,
observasi dan wawancara. Tahap awal penelitian ditentukan berdasarkan kelas ukuran panjang.
yaitu penentuan sampel sebagai obyek. Pengambilan Penentuan jumlah kelas dihitung dengan
sampel penelitan dilakukan menggunakan metode menggunakan persamaan [2] :
purposive sampling dengan mengambil sampel alat
tangkap sero dengan pertimbangan tertentu. K= 1 + 3,3 LogN (1)
Observasi dilakukan di daerah penangkapan
sebanyak 16 trip penangkapan. Satu trip K = Jumlah kelas
penangkapan dilakukan satu hari. Kegiatan N = Jumlah sampel
observasi bertujuan untuk melihat dan menetukan
sampel sebagai objek, mengamati jenis-jenis dan Selanjutnya ditentukan selang kelasnya dengan
ukuran ikan yang tertangkap. Pengukuran ikan menggunakan persamaan [2] :
dilakukan dengan mengukur panjang total hasil
tangkapan ikan dari ujung kepala sampai ujur ekor P =R/K (2)
ikan. Untuk mengidentifikasi spesies yang
P = Selang kelas :
tertangkap pada alat tangkap sero dilakukan dengan
R = Kisaran (panjang ikan tertinggi – panjang ikan
mengamati jenis ikan yang tertangkap, kemudian terendah):
dicocokkan dengan buku identifikasi. Wawancara K = Jumlah kelas.
melalui pertanyaan bersifat langsung dan terbuka
untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan Komposisi volume hasil tangkapan masing-
substansi penelitian sehubungan dengan tingkat masing spesies dihitung berdasarkan proporsi
keramahan lingkungan alat tangkap sero. volume ukuran masing-masing spesies yang
Responden dalam penelitian ini terdiri dari tokoh diidentifikasi. Formula proporsi hasil pengukuran
masyarakat, kepala desa dan nelayan sero Desa panjang, selanjutnya diidentifikasi length at first
Tapulaga. Data sekunder diperoleh dari instansi maturity masing-masing spesies untuk menetukan
terkait dan studi pustaka yang relevan dengan kelayakan ukuran ikan yang tertangkap pada alat
penelitian ini. Diagram alir penelitian dapat dilihat tangkap sero.
pada Gambar 1.
Perbedaan hasil tangkapan utama dan hasil perairan dengan spesies-spesies tertentu [11].
tangkapan sampingan yaitu hasil tangkapan utama Suhu berkisar antara 26 ºC -29 ºC. Kisaran ini
merupakan ikan target nelayan Desa Tapulaga pada layak untuk kelansungan hidup spesies ikan
saat melakukan proses penangkapan, karena jenis Kuniran, Ikan Kurisi, Cumi-cumi, Ikan Cendro, Ikan
ikan yang tertangkap memiliki nilai jual yang tinggi Parang-parang, dan Ikan Julung-julung pada alat
dan dapat dibudidayakan. Hasil tangkapan tangkap sero yang dikategorikan layak tangkap.
sampingan adalah jenis ikan–ikan dimanfaatkan Suhu optimal untuk kelansungan hidup organisme
untuk kebutuhan hidup sehari– hari dan digunakan perairan pantai berkisar antara 23 ºC -32ºC [9].
sebagai pakan untuk ikan yang dibudidayakan. Kisaran suhu pada kelansungan hidup spesies Ikan
Hasil tangkapan utama didominasi oleh ikan Kuniran, Ikan Kurisi, Cumi-cumi, Ikan Cendro, Ikan
Baronang (31%). Kondisi daerah penangkapan ikan Parang-parang, dan Ikan Julung-julung masih sesuai
unit penangkapan sero berada pada kedalaman 2 m– untuk kehidupan ikan khususnya di perairan Desa
3 m di dominasi dengan lamun (seagrass). Spesies Tapulaga.
yang berasal dari famili Siganidae berasosiasi Salinitas berkisar 33-35 ppt. Organisme
dengan lamun di perairan sebagai sumber perairan pantai dapat ditemukan pada perairan
makanannya [7]. Ikan Baronang yang merupakan dengan kadar garam berkisar 25-40 ppt [12].
salah satu spesies yang berasal dari famili Siganidae Salinitas yang terdapat di perairan Desa Tapulaga
yang terdapat di daerah penangkapan ikan yang masih sesuai untuk kelansungan hidup spesies-
banyak terdapat tumbuhan lamun sebagai sumber spesies tersebut.
makanannya. Ikan Baronang selalu bergerombol di
daerah pantai pada saat pasang baik pada saat Komposisi Ukuran Hasil Tangkapan Ikan
berenang maupun mencari makan [8]. Sebaliknya Komposisi ukuran hasil tangkapan ikan yang
pada saat surut terendah, ikan baronang berenang ke tertangkap dengan alat tangkap sero di perairan Desa
wilayah terumbu karang [9]. Hasil tangkapan Tapulaga. Hasil tangkapan tersebut, persentase
sampingan didominasi oleh jenis Cumi-cumi (24%). ukuran panjang hasil tangkapan ikan dapat dilihat
Keberadaan Cumi-cumi di daerah penangkapan ikan pada Gambar 6. Persentase ukuran panjang ikan
unit alat tangkap sero, selain terdapat makanan yang paling dominan yaitu ukuran panjang 10 cm-19
untuk dimangsa, keberadaan lamun di daerah cm sebesar 52%. Persentase ukuran panjang ikan
penangkapan tersebut dapat menjadi daerah terkecil yaitu 50 cm-59 cm.
pemijahan. Spesies Cumi-cumi seperti jenis Sontong Ukuran panjang 10 cm–19 cm terdiri dari Ikan
(Sepia sp) saat memijah akan meletakkan telurnya di Kuniran (Upheneus tragula), Ikan Baronang
rumput-rumput yang terdapat disekitarnya [10]. (Siganus guttatus), Ikan Belanak (Valamugil seheli),
Kualitas air merupakan faktor penunjang yang Ikan Talang-talang (Chorinemus tala), Ikan Pogot
sangat berperan penting dalam kehidupan organisme (Aluterus monoceros), Ikan Terubuk (Hilsa toli),
perairan. Kondisi perairan dengan kualitas air yang Ikan Kurisi (Nemipterus hexadon), Ikan Napoleon
baik akan menunjang kelansungan hidup organisme (Cheilinus undulatus), Cumi-cumi (Loligo sp), Ikan
Buntal (Dyndom hystrus), Ikan Kakap Merah
52
(Lutjanus monostigma), Ikan Sebelah terdapat di dalam tubuh ikan pada saat baru diangkut
(Pseudorhombus javanicus), Ikan Gerot-gerot dari dalam air. Saat ikan tiba di darat, kadar air
(Pomadasys macullatus), Ikan Kuwe (Caranx didalam tubuh ikan menjadi berkurang.
sexfasciatus) dan Ikan Julung-julung Hubungan ukuran panjang ikan terhadap
(Hermirhamphus far). volume hasil tangkapan menunjukkan tingkat
eksploitasi pemanfaatan sumberdaya perikanan pada
ukuran tertentu. Volume hasil tangkapan ikan yang
layak tangkap lebih kecil (17%) dibandingkan
volume ikan yang tidak layak tangkap (83%).
Kondisi ini berdampak pada aspek biologi perairan.
Eksploitasi spesies yang berukuran tidak layak
tangkap akan berakibat buruk untuk proses
rekruitmen spesies di perairan, sebab tidak ada
spesies yang akan menjadi dewasa dan melakukan
reproduksi kembali [14].
Volume hasil tangkapan ikan layak tangkap
sebesar 17% dan ikan tidak layak tangkap sebesar
83%. Ikan layak tangkap terdiri Ikan Kuniran, Ikan
Gambar 6. Persentase ukuran panjang ikan Kurisi, Ikan Cendro. Ikan yang tidak layak tangkap
berdasarkan volume hasil tangkapan terdiri dari Ikan Baronang, Ikan Belanak, Ikan
Talang-talang, Ikan Pogot, Ikan Terubuk, Ikan
Ukuran panjang ikan antara 20 cm-29 cm Napoleon, Cumi-cumi, Ikan Buntal, Ikan Kakap,
terdiri dari Ikan Kuniran (U. tragula), Ikan Ikan Sebelah, dan Ikan gerot–gerot, ikan kuwe, ikan
Baronang (S. guttatus), Ikan Belanak (V. seheli), parang-parang, ikan julung-julung. Persentase
Ikan Talang-talang (C. tala), Ikan Pogot (A. volume hasil tangkapan ikan layak tangkap dan tidak
monoceros), Ikan Terubuk (H. toli), Ikan Napoleon layak tangkap disajikan pada Gambar 7. Ukuran
(C. undulatus), Cumi-cumi (Loligo sp), Ikan Kakap panjang ikan yang diperoleh saat penelitian,
Merah (L. monostigma), dan Ikan Gerot-gerot selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap lenght at
(Pomadasys macullatus), Ikan Kuwe (C. firts maturity masing - masing spesies. Lenght atfirst
sexfasciatus). Ukuran panjang ikan antara 30 cm-39 maturity adalah panjang ikan pada saat pertama
cm terdiri dari Ikan Kuniran (U. tragula), Ikan melakukan pemijahan.
Kurisi (N. hexadon), Ikan Kuwe (C. sexfasciatus),
Ikan Parang-parang (Chicosentrus dorab), dan Ikan
Julung-julung (H. far). Ukuran panjang ikan antara
40 cm–49 cm terdiri dari Ikan Cendro (Tylosorus
crocodilus), Ikan Parang-parang (Chicosentrus
dorab), dan Ikan Julung-julung (H. far) dan ukuran
panjang ikan antara 50 cm-59 cm terdiri dari Ikan
Cendro (T. crocodilus).
Ikan layak tangkap dalam kegiatan
penangkapan adalah ikan yang telah memasuki fase
reproduksi. Fekunditas yang terjadi pada spesies
ikan lebih sering dihubungkan dengan panjang tubuh
ikan dari pada berat ikan, sebab ukuran panjang ikan
penyusutannya relatif kecil dibandingkan Gambar 7. Komposisi hasil tangkapan ikan layak
penyusutan berat [13]. Kondisi ini terlihat bahwa tangkap dan tidak layak tangkap
ukuran panjang ikan pada saat diukur di atas perahu,
tidak mengalami penyusutan panjang pada saat
dilakukan pengukuran kembali di darat. Namun Beberapa jenis ikan telah mencapai panjang
ukuran berat ikan saat diukur di atas perahu, maksimal, maka nilai lenght at firts maturity dari
mengalami penyusutan setelah dilakukan masing-masing spesies adalah setengah dari panjang
pengukuran berat ikan pada saat di darat. Hal ini total spesies tersebut. Proporsi ukuran panjang hasil
berhubungan dengan kandungan air yang masih tangkapan ikan dapat dijelaskan bahwa spesies ikan
53
Kuniran, ikan Kurisi dan Ikan Cendro telah masuk Tabel 2. Nilai skor tingkat keramahan lingkungan
dalam ukuran panjang ikan layak tangkap. Ukuran pada alat tangkap sero
panjang ikan Kuniran sebesar 62% berkisar 20 cm–
39 cm. Ukuran panjang ikan Kuniran tersebut telah
Skor Bendera Kategori
berada dalam kisaran lenght at first maturity yaitu
16 cm. Ukuran panjang ikan Kurisi sebesar 47% Sangat tidak ramah
1–9
berkisar 30 cm–39 cm. Ukuran panjang ikan Kurisi lingkungan
tersebut telah berada dalam kisaran lenght at first Tidak ramah
10 – 18
maturity yaitu 12 cm. Ukuran panjang ikan Cendro lingkungan
sebesar 66% berkisar 40 cm–59 cm. Ukuran panjang 19 – 27 Ramah lingkungan
ikan Cendro tersebut telah berada dalam kisaran Sangat ramah
28 – 36
lenght at first maturity yaitu 25 cm. lingkungan
Hasil tangkapan ikan yang diperoleh memiliki
ukuran panjang yang berbeda–beda pada masing-
masing spesies. Kondisi ini dapat menyebabkan Kegiatan penangkapan ikan ramah lingkungan
ikan–ikan tidak dapat menjadi dewasa dan ekosistem dimaksudkan sebagai acuan dalam penggunaan
perairan akan terganggu. Perbedaan ukuran panjang teknologi dan alat penangkapan ikan ramah
ikan yang tertangkap pada alat tangkap sero tidak lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari metode
dapat dihindari oleh alat tangkap tersebut karena pengoperasian, bahan dan kontruksi alat, daerah
sangat tergantung pada tingkah laku ikan dan jenis penangkapan dan ketersediaan sumberdaya ikan
alat penangkapan ini dalam keadaan diam dan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan
sifatnya hanya menunggu kelompok ikan datang sumberdaya ikan, sedangkan sasaran adalah nelayan
menghampiri dan memerangkapnya dalam bagian- perikanan dan semua pihak yang bergerak di bidang
bagian sero tersebut [15]. Ikan Baronang, Ikan perikanan yang tersebar di seluruh perairan
Talang-talang, Ikan Napoleon, Ikan Buntal, Ikan Indonesia untuk mematuhi peraturan yang berlaku
Sebelah, Ikan Gerot-gerot, memiliki ukuran panjang dan dalam mengoperasikan alat tangkap dengan
maksimal rata-rata 50 cm, dan Ikan Belanak tetap menjaga lingkungan dan kelestarian
memiliki panjang maksimal rata-rata 65 cm, Ikan sumberdaya ikan [16]. Hasil kriteria teknologi
Pogot memiliki panjang maksimal rata-rata 80 cm, penangkapan sero pada Tabel 2. Skor diperoleh 25,
serta Ikan Kakap Merah memiliki panjang maksimal maka alat tangkap sero tergolong ke dalam alat
rata-rata 95 cm. Jenis ikan Ikan Baronang, Ikan tangkap ramah lingkungan [3].
Talang-talang, Ikan Napoleon, Ikan Buntal, Ikan Pengkajian karasteristik atau tingkat
Sebelah, Ikan Gerot-gerot, memiliki ukuran berkisar keramahan lingkungan alat tangkap sero dilakukan
16-40 cm, Ikan Belanak memiliki ukuran berkisar dengan mengacu pada sembilan kriteria [3]. Kriteria
29-60 cm, Ikan Pogot memiliki ukuran berkisar 37- pertama Alat tangkap memiliki selektivitas yang
76 cm, dan Ikan Kakap Merah memiliki ukuran tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa alat
berkisar 35-90 cm, dengan ini menunjukkan bahwa tangkap sero menangkap lebih dari tiga spesies
belum dapat dikategorikan layak tangkap pada alat dengan ukuran yang berbeda jauh. Berdasarkan
tangkap sero sebab belum mencapai panjang hasil analisis diperoleh hasil tangkapan ikan
maksimum ikan untuk memijah (lenght at first sebanyak 17 spesies dengan ukuran yang berbeda.
maturity). Tertangkapnya spesies ikan tersebut pada Namun demikian para nelayan lebih cenderung
alat tangkap disebabkan oleh tersedianya makanan menangkap hasil tangkapan yang memiliki nilai
yang dibutuhkan oleh spesies- spesies tersebut, dan ekonomi tinggi dan harga jual yang tinggi. Menurut
juga dipengaruhi adanya pasang surut. kriteria pertama dengan bobot kriteria 1, maka alat
tangkap sero dapat dikatakan tidak memiliki
Tingkat Ramah Lingkungan selektivitas yang tinggi. Secara biologi alat tangkap
Tingkat keramahan lingkungan pada alat ini tidak memiliki selektivitas yang tinggi terhadap
tangkap sero dengan sembilan kriteria alat tangkap ukuran panjang ikan. Berdasarkan ukuran ikan yang
ramah lingkungan, diperoleh nilai skor yaitu 25. layak tangkap hanya sebesar 17% dan ukuran ikan
Nilai skor tersebut termasuk dalam kategori alat yang belum layak tangkap sebesar 83%. Kondisi ini
tangkap ramah lingkungan. Nilai skor disajikan pada perlu menjadi perhatian mengingat volume ikan
Tabel 2. hasil tangkapan lebih didominasi oleh ukuran ikan
yang belum layak tangkap atau belum dewasa. Hasil
54
tangkapan ikan yang tertangkap didominasi oleh dibudidayakan, hasil tangkapan ikan dapat dijadikan
ikan – ikan yang belum dewasa maka proses pakan untuk ikan–ikan yang dibudidayakan oleh
rekrutmen ikan tidak akan terjadi, sebab tidak ada nelayan setempat.
ikan yang tumbuh menjadi dewasa, memijah dan Kriteria ke tujuh dengan bobot kriteria 3, alat
bereproduksi untuk perbaikan stok di perairan [14]. tangkap yang digunakan harus memberikan dampak
Menurut kriteria kedua dengan bobot 3 minimum terhadap keanekaan sumberdaya hayati.
kriteria, alat tangkap tidak merusak habitat dan Sesuai hasil penelitian alat tangkap dan operasinya
tempat hidup biota lainnya. Alat tangkap sero dapat menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak
menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada merusak habitat, sehingga dikategorikan alat
wilayah yang sempit. Karena proses pengoperasaian tangkap sero memberikan dampak minimum. Proses
alat tangkap sero dilakukan dengan memasang patok pengoperasian alat tangkap sero yang bersifat pasif
kayu dan jaring sebagai tempat ikan–ikan (tidak berpindah–pindah ) menjadikan alat tangkap
tertangkap. Penggunaan patok kayu memiliki sero tidak merusak habitat, namun hasil tangkapan
potensi untuk merusak karang terutama pada saat alat tangkap sero tergolong tidak aman bagi
patok di pasang pada daerah penangkapan ikan yang keanekaragaman sumberdaya hayati, terbukti dari
terdapat karang sehingga patok–patok itu mengenai hasil tangkapan sero memiliki proporsi ukuran
karang yang merupakan habitat ikan. terbanyak pada 10–9 yang tergolong jenis ikan kecil.
Kriteria ke tiga dengan bobot kriteria 3, tidak Kriteria ke delapan dengan bobot kriteria 1,
membahayakan nelayan. Pengoperasian alat tangkap ikan yang dilindungi sering tertangkap. Alat tangkap
sero dikategorikan alat tangkap dan cara sero menunjukkan bahwa spesies ikan Napolen
penggunaannya dapat berakibat gangguan kesehatan sering tertangkap. Ikan Napoleon salah satu spesies
yang sifatnya sementara. Oleh karena itu, alat ikan yang dilindungi oleh undang-undang melalui
tangkap tersebut tergolong tidak aman bagi nelayan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan
karena selama mereka menggunakan alat tangkap Republik Indonesia Nomor 37/KEPMEN-KP/2013
tersebut pernah mengalami cedera yang sifatnya Tentang Penetapan Status Perlindungan Ikan
sementara pada saat memasang alat tangkap Napoleon (Cheilinus undulatus).
tersebut. Kriteria ke Sembilan dengan bobot kriteria 4,
Kriteria ke empat dengan bobot kriteria 4, dapat diterima secara sosial dengan persyaratan : (1)
menghasilkan ikan yang bermutu baik. Sesuai hasil biaya investasi murah, (2) menguntungkan secara
penelitian, alat tangkap sero menghasilkan ikan yang ekonomi, (3) tidak bertentangan dengan budaya
masih hidup sehingga dikategorikan alat tangkap setempat, (4) tidak bertentangan dengan peraturan
sero menghasilkan ikan yang bermutu baik. Karena yang ada. Sesuai hasil penelitian alat tangkap sero
jenis–jenis ikan yang tertangkap dengan alat tangkap memenuhi dua dari empat butir persyaratan di atas
sero masih hidup sehingga pada saat nelayan sehingga alat tangkap sero dikategorikan alat
mendapatkan jenis ikan yang memiliki nilai tangkap yang dapat diterima secara sosial oleh
ekonomi dan harga jual yang tinggi maka ikan masyarakat Desa Tapulaga. Secara ekonomi
tersebut di masukan pada karamba jaring apung pengoperasian alat tangkap sero memberikan
yang dimiliki oleh nelayan untuk di budidaya. keuntungan secara finansial, hal ini diketahui
Kriteria ke lima dengan bobot kriteria 4, berdasarkan besarnya biaya investasi yang
produksi tidak membahayakan konsumen. Sesuai dikeluarkan untuk pembuatan alat tangkap sero yaitu
hasil penelitian alat tangkap sero mengasilkan ikan sebesar Rp. 1.000.000,-.
yang aman bagi konsumen sehingga dikategorikan Suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan
hasil tangkapan yang tidak membahayakan hidup, tumbuh, dan berkembang di wilayah pesisir
konsumen. Karena dari hasil tangkapan sero atau wilayah pantai [17]. Konstruksi sosial
masyarakat Desa Tapulaga tidak pernah terjadi masyarakat Desa Tapulaga, masyarakat nelayan
keracunan saat mengkonsumsi ikan hasil tangkapan merupakan bagian dari konstruksi sosial tersebut,
dari alat tangkap sero. meskipun disadari bahwa tidak semua masyarakat
Kriteria ke enam dengan bobot kriteria 2, hasil desa Tapulaga memiliki penduduk yang bermata
tangkapan terbuang minimum. Hasil tangkapan pencaharian sebagai nelayan. Sebagian besar
sampingan (by-catch) terdiri dari beberapa jenis penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan,
(spesies) dan ada yang laku dijual di pasar, namun petani, atau pembudidaya karamba jaring apung.
dapat dikategorikan hasil tangkapan sero tidak ada Kebudayaan nelayan berpengaruh besar terhadap
yang terbuang. Karena hasil tangkapan dapat terbentuknya identitas kebudayaan masyarakat
55
pesisir secara keseluruhan. Baik nelayan, petani, Barrang Lompo . Jurnal Ilmu dan Teknologi
maupun pembudidaya karamba jaring apung Kelautan Tropis. 2(2):62-73.
merupakan kelompok-kelompok sosial yang [8] Kordi H. 2009. Budidaya Perairan. Buku II. Bandung
langsung berhubungan dengan pengelolaan sumber (ID): Citra Aditya Bakti.
[9] Kordi K. 2011. Ekosistem Lamun (Seagrass); Fungsi,
daya pesisir dan kelautan.
potensi dan Pengelolaan. Jakarta (ID):
Rineka Cipta.
[10] Mangold, K. M. 1987. Reproduction. in: Boyle. P. R.
Kesimpulan dan Saran (ed). Cephalopod Life Cycles. Academic
Kesimpulan Press. 2: 157-200
1. Komposisi hasil tangkapan ikan berdasarkan [11] Cuzon G, Lawrence A. Gaxiol G, Rosa C, Guillaume
jenis terdiri dari 17 spesies. Spesies didominasi J. 2004. Nutrition Of Litopenaeus vannamei
oleh cumi-cumi (Loligo spp) sebesar 24%. Reared in Tanks or in Ponds. Aquaculture.
Komposisi ukuran panjang ikan sebesar 52% 235: 513 – 551.
[12] Tong, L., J.; Moss, G., A.; Pickering, T., D., Pewai,
didominasi oleh ukuran panjang 10 cm–19 cm.
M., M., 2000. Temperatur Effects on Embryo
2. Nilai tingkat keramahan lingkungan pada alat and Early Larva Development of The Spiny
tangkap sero diperoleh dengan jumlah nilai 25. Lobster Jasus Edwardsii, and a Description of
Berdasarkan nilai tersebut maka alat tangkap sero a Method to Predict Larva Hatch Timas.
dikategorikan sebagai alat tangkap yang ramah Marine and Freshwater Research. 51 : 243 –
lingkungan. 248.
[13] Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta
Saran (ID): Yayasan Pustaka Nusantara.
Alat tangkap sero sebagai alat penangkap [14] Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian
tradisional, menunjukan tingkat kategori ramah Stok Ikan Tropis. Jakarta (ID). Pusat
penelitian dan Pengembangan Perikanan
lingkungan. Selektivitas alat tangkap sero yang
Jakarta.
menangkap spesies yang masih belum layak tangkap [15] Gunarso W. 1985. Tingkah Laku Ikan :
memerlukan perhatian pemerintah dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan
penyusunan kebijakan mengenai pengaturan jumlah Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan
alat tangkap sero yang terdapat di Desa Tapulaga Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan.
Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe Sulawesi Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tenggara. [16] Dahuri R. 1993. Model Pembangunan Sumberdaya
Perikanan secara Berkelanjutan. Prosiding
Simposium Perikanan Indonesia. 1: 297 –
316.
Daftar Pustaka [17] Ginkel R. 2007. Coastal Cultures: an Anthropology
of Fishing and Whaling Traditions. ISBN :
[1] Sadhori N. 1985. Tehnik Penangkapan Ikan. Bandung. 9789055892945. Het Spinhuis Publishers.
(ID). Angkasa. .
[2] Sturgess, L.D. 1982. Engineering Mechanics :
Dynamics. 2nd Ed. New York: Wiley.
[3] FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible
Fisheries. FAO Fisheries Department. 24p.
[4] Bubun RL, Simbolon D, Nurani TW, Wisodo SH.
2014. Terbentuknya daerah penangkapan ikan
dalam perikanan light fishing dan dampaknya
terhadap perikanan [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
[5] Bubun RL, Simbolon D, Nurani TW, Wisudo SH.
Tropik Level pada Daerah Penangkapan Ikan
yang Menggunakan Light Fishing di Perairan
Sulawesi Tenggara. Marine Fisheries. 5 (1) :
57-66.
[6] Nontji. 2007. Laut Nusantara. Jakarta (ID).
Djambatan
[7] Rappe RA. 2010. Struktur Komunitas Ikan pada
Padang Lamun yang Berbeda di Pulau
56